Jelaskan kondisi stabilitas makroekonomi dan sistem KEUANGAN di Indonesia saat ini

Jumat, 17 September 2021 

Sebagaimana kita ketahui Governance merupakan  penerapan dan penegakan tata kelola di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ,dimana diperlukan kerangka konseptual yang mengintegrasikan seluruh elemen tata kelola (governance) yang mencakup pondasi awal, hingga tujuan akhir yang akan dicapai.

Untuk itu telah disusun kerangka kerja Tata Kelola (governance framework) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memuat lima elemen pokok sebagai berikut: 

  1. Prinsip Tata Kelola (Governance Principle) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni prinsip-prinsip yang melandasi penerapan dan penegakan tata kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
  2. Komitmen Tata Kelola (Governance Commitment) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni komitmen Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan dan menegakkan Tata Kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
  3. Struktur Tata Kelola (Governance Structure) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni desain mengenai fungsi pelaksanaan tugas dan wewenang, serta fungsi pengawasan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
  4. Proses Tata Kelola (Governance Process) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni serangkaian standar dan prosedur yang digunakan oleh Anggota Dewan Gubernur dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK)sia untuk memastikan penerapan dan penegakan Tata Kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK)telah dilaksanakan secara terencana, konsekuen, dan berkelanjutan.
  5. Hasil Tata Kelola (Governance Outcome) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni perwujudan dari penerapan dan penegakan Tata Kelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam bentuk pencapaian kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dengan adanya kerangka kerja secara utuh dan menyeluruh tersebut, diharapkan akan mempermudah komunikasi dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal dalam menjelaskan Tata Kelola Bank

Penerapan dan penegakan tata kelola (governance) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diwujudkan dalam bentuk pencapaian kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kredibilitas bank sentral sangat penting untuk memberikan keyakinan kepada publik terhadap kebijakan yang ditempuh sehingga efektivitas kebijakan dapat tercapai. Meningkatnya kredibilitas bank sentral dipandang dapat meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan moneter dan mempengaruhi rasionalitas publik, sehingga langkah kebijakan bank sentral khususnya dalam mengendalikan inflasi akan direspon secara positif oleh publik.

Oleh karena itu, pencapaian kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus dipelihara dan ditingkatkan untuk memberikan dampak positif terhadap penciptaan nilai bagi pemangku kepentingan, perekonomian, dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kualitas komunikasi kebijakan selain penguatan mekanisme kebijakan, kerangka kerja, dan proses pengambilan keputusan dalam setiap penetapan kebijakan bank sentral.​

Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal, sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 

Sebagai bank sentral, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka menopang stabilitas perekonomian. Hal ini juga terkait dengan fungsi BI sebagai Lender of Last Resort (LoLR), yaitu otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis.

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:

‘ Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.’

‘ Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.’

‘ Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.’

Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan, sistem keuangan yang tidak stabil, terlebih lagi jika mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk upaya penyelamatannya.

Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998, dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan. Selain itu, diperlukan waktu yang lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap berbagai gejolak sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.

Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:

  • Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan moneter menjadi tidak efektif.
  • Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
  •  Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga mendorong terjadinya kesulitan likuiditas.
  • Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik.

Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan, terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.​