Jelaskan bagaimana peran OJK LPS dan Bank Indonesia dalam melakukan PENGAWASAN dibidang PERBANKAN

Bank Indonesia

Pengawasan macroprudential, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang OJK merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Pengawasan macro prudential yaitu mengatur stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan dan secara komprehensif mempersiapkan terjadinya risiko sistemik di sektor keuangan dengan upaya membatasi dampak berantai terhadap keseluruhan ekonomi negara

Tujuan dari macro-prudential supervision adalah untuk meminimalkan dampak krisis keuangan pada perekonomian suatu negara, antara lain dengan cara menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan apabila terdapat potensi ketidakseimbangan di sejumlah institusi keuangan serta melakukan penilaian mengenai potensi dampak kegagalan institusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan suatu negara.

Macro-prudential supervision terfokus pada aktivitas lembaga-lembaga keuangan yang memiliki pengaruh signifikan pada pasar maupun sistem keuangan. Macroprudential surveillance menyediakan sarana untuk memonitor dan mengatasi berbagai risiko yang akan mengancam stabilitas sistem keuangan dan ekonomi riil secara keseluruhan. Selain itu, macro-prudential surveillance juga dapat menyajikan penjelasan mengenai risiko sistemik dan mitigasi dampak rembetan dari guncangan yang terjadi pada institusi keuangan yang dapat menggangu siklus bisnis. Informasi dari Macro-prudential supervision akan membantu para pembuat kebijakan mengenai perlunya bail-out (atau tidak) terhadap suatu institusi keuangan yang tengah mengalami kesulitan likuiditas.

Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam prakteknya otoritas yang melaksanakan macro-prudential surveillance membutuhkan akses yang cepat dan mudah terhadap data-data micro-prudential dan kewenangan resmi tanpa hambatan untuk memperoleh data-data tambahan lainnya jika diperlukan. Krisis keuangan global yang terjadi saat ini telah memberikan pelajaran bahwa sangat diperlukan hubungan yang erat antara pengawas bank (micro-prudential) dan bank sentral selaku otoritas macro-prudential dalam merumuskan kebijakan yang tepat dan cepat pada saat-saat genting. Selain itu, untuk menjamin efektivitas pengawasan diperlukan independensi dari otoritas pengawas makro prudensial.

Di Indonesia, upaya memonitor dan menjaga stabilitas sistem keuangan telah dilakukan oleh Bank Indonesia sejak pertengahan tahun 2003 dengan mengembangkan berbagai metode analisa macro prudential yang mengevaluasi tingkat kesehatan, kekuatan dan kelemahan sistem keuangan nasional. Analisa macro prudential yang dilakukan selama ini dipublikasikan dalam suatu Kajian Stabilitas Keuangan secara berkala, telah membantu dalam menganalisis dan menyajikan informasi mengenai ketahanan sistem perbankan dan dampak terhadap sistem keuangan bila terjadi guncangan.

Analisa dilakukan antara lain melalui pelaksanaan stress test dengan berbagai alternatif skenario untuk membantu menentukan tingkat sensitivitas atau daya tahan sistem keuangan nasional terhadap berbagai guncangan ekonomi. Disamping itu, dilakukan juga analisa aspek kualitatif terkait dengan pemenuhan sistem keuangan Indonesia terhadap standar internasional. Dalam rangka memonitor serta menjaga stabilitas sistem keuangan tersebut Bank Indonesia telah mengembangkan beberapa perangkat yang berfungi sebagai Early Warning System (EWS) seperti Financial Stability Indeks (FSI), Macro Stress Test, Probability of Default (PD), Model EWS leading indicator sektor properti, transition matrices, dan stress test mikro perbankan.

Otoritas Jasa Keuangan

Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang:

  1. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
  2. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
  3. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
  4. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
  5. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
  6. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
  7. sistem informasi debitur;
  8. pengujian kredit (credit testing); dan
  9. standar akuntansi bank;
  1. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
  2. manajemen risiko;
  3. tata kelola bank;
  4. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
  5. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan

Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:

  1. kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
  2. sistem informasi perbankan yang terpadu;
  3. kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
  4. produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
  5. penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan
  6. data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

Micro prudential supervision

Tujuan micro-prudential supervision adalah untuk menjaga tingkat kesehatan lembaga keuangan secara individual. Untuk itu, otoritas pengawas lembaga keuangan menetapkan regulasi yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian yang mencakup berbagai aspek yakni permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas dan likuiditas serta sensitivitas terhadap risiko. Disamping itu OJK juga melakukan pengawasan melalui dua pendekatan yakni: (i) analisis laporan bank (off-site analysis) dan pemeriksaan setempat (on-site visit) untuk menilai kinerja dan profil risiko serta kepatuhan lembaga keuangan terhadap peraturan yang berlaku.

Pengawasan micro prudential yang akan melakukan pengaturan dan pengawasan prudential (pengawasan dan pengaturan ketentuan kehati-hatian) yang fokus pada keamanan dan kesehatan individual lembaga keuangan, termasuk bank dan lembaga keuangan non bank lainnya, dan

Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank OJK

  1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu;
  2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat;
  3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu :
  4. Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank;
  5. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.
  6. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat;
  7. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate) Sesuai dengan UU, OJK mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik kepolisian Negara RI dan pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.

Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini OJK melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu:

  1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision/CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Pengawasan Bank berdasarkan Risiko;
  2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/ RBS), yaitu pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.

Pengawasan/pemeriksaan bank berdasarkan risiko dilakukan terhadap jenis-jenis risiko sebagai berikut :

Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain suku bunga dan nilai tukar.

Risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.

Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.

Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.

Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.

Risiko yang antara lain disebabkan penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurangnya responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku.

Lembaga Penjamin Simpanan

Pengawasan perbankan dimulai ketika suatu bank bermasalah, yaitu melakukan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite Koordinasi menyerahkan Penyelasaiannya Ke LPS; LPS melakukan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi menyerahkan penanganan kepada LPS; ketika bank gagal harus dicabut izin usahanya oleh OJK, LPS memilki kewenangan melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 undang- Undang LPS (LPS mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS dalam rangka proses likuidasi. Namun, tanggung jawab pemegang saham dalam pemenuhan kewajiban bank sesudah likuidasi tidak beralih kepada LPS).

Bank Gagal diserahkan kepada LPS yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal pencabutan izin usaha bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan LPS yang didasarkan pada Keputusan Komite Koordinasi.