Skip to content
Apakah Hak untuk berkumpul, berorganisasi dan menyatakan pendapat merupakan Derogable Rights / Non Derogable Rights ? Hak untuk berkumpul, berorganisasi dan menyatakan pendapat dalam perspektif Hukum Internasional disebutkan sebagai bagian dari Hak Atas Keamanan Pribadi yang tidak dapat dipisahkan (inalienable). Pandangan tersebut sebenarnya tersurat dalam Pasal 28 Jo 28E UUD1945. Apabila dicermati norma dasar tersebut telah dibatasi sifat dari maksud dan tujuan penggunaan Hak tersebut melalui Undang-Undang. Dalam hal ini UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. UUD 1945 Pasal 28 mengatakan Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Jo Pasal 28E UUD1945 mengatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM
Dalam perkembangannya, nilai kebebasan berkumpul, berorganisasi dan menyatakan pendapat telah mendapat perhatian serius dari PBB. Salah satu terobosannya Konvensi ICCPR telah diratifikasi dengan UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Pada Pasal 4 (2) terdapat penekanan terhadap pasal-pasal 6, 7, 8 (ayat 1 dan 2), 11, 15, 16 dan 18 dikatakan tidak diperkenankan untuk dilakukan pengurangan kewajiban (Non Derogable Rights). Berangkat dari penegasan tersebut, muncul pemikiran tentang kategorisasi sifat negara dalam pemenuhan, penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Sipil Politik Manusia yakni : Derogable rightsAdalah hak – hak yang tercakup dalam hak sipil dan politik yang tidak bersifat absolut (Derogable Rights) yang boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara dalam keadaan tertentu. Hak-hak tersebut yaitu:
Non Derogable rightsadalah hak-hak yang tercakup dalam hak sipil dan politik yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara. Bahkan ditentukan pada Pasal 4(3) UU12/2005 apabila Negara Pihak Kovenan akan menggunakan hak untuk melakukan pengurangan, harus segera memberitahukannya kepada Negara-negara Pihak lainnya melalui perantaraan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hak-hak tersebut yaitu:
Jaminan hak berkumpul, berorganisasi dan menyatakan pendapat dalam instrumen hukum HAM internasional Sekalipun sifat hak berkumpul, menyatakan pendapat dan berorganisasi bersifat derogable rights (dapat dikurangi/tidak absolut) namun haruslah dengan Undang-Undang untuk mengaturnya. Hal ini tersirat dalam Pasal 21 UU No 12/2005 yang merupakan Hukum Nasional yang bersumber dari Hukum Internasional. Demikian uraian unsur Pasal 21 UU No 12/2005 tersebut:
Berdasarkan informasi kasus yang terjadi di negara Panem, tentang pembubaran organisasi Faksi Insurgent. Terdapat alasan dikarenakan pemerintah telah berkesimpulan kegiatan organisasi tersebut dianggap sering melakukan pelanggaran ketertiban umum dan tindakannya sering melanggar hukum. Pertanyaan kunci dari permasalahan hukum disini adalah apakah pembubaran organisasi itu perlu dilakukan atau tindakan pemerintah panem cukup dengan menindak oknum dari Faksi Insurgent dengan hukum pidana yang berlaku disana. Apabila dikaji dengan pendekatan hukum internasional, tindakan pemerintah panem masih mengandung konflik kepentingan internasional. Pembubaran Faksi Insurgent merupakan preseden pelanggaran Hak atas Kebebasan dan Keamanan Pribadi. Pelanggaran Ketertiban Umum dan Tindakan Melanggar Hukum idelanya disikapi dengan Hukum Publik. Sifat jaminan hukum internasional menggarisbawahi tindakan pemerintah dalam mengurangi hak sipil dan politik manusia adalah dengan hukum (UU). Apabila tidak diatur dalam UU, maka haruslah dibentuk terlebih dahulu Peraturan perundangannya. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Perpu No 2 Tahun 2017 yang merupakan Perubahan terhadap UU 17/2013 tentang ORMAS. Sekurang-kurangnya pemerintah telah memiliki dahulu aturan dalam menindak “organisasi” sebagai subjek hukum dalam perspektif Hukum Internasional tentang HAM. Sanksi yang diberikan pemerintah pun adalah berupa Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum (Vide Pasal 60 PERPPU 2 Tahun 2017). Sedangkan Pembubaran organisasi dibatasi untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia, atau yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing. |