Gempa bumi yang terjadi di wilayah Pidie Jaya, Aceh merupakan contoh dari yaumul

Rahman Indra | CNN Indonesia

Senin, 12 Des 2016 14:45 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Hingga Senin pagi 12 Desember 2016 pukul 08.00 WIB hasil monitoring Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan jumlah gempa bumi susulan yang terjadi di Pidie Jaya, Provinsi Aceh mencapai sebanyak 88 kali.Data update gempa bumi susulan ini terjadi dengan rincian sebanyak 48 kali pada Rabu (7/12), 17 kali pada Kamis (8/12), sembilan kali pada Jumat (9/12), tujuh kali pada Sabtu (10/12), dan kembali tujuh kali pada Minggu (11/12).Pada Senin (12/12), dini hari hingga pukul 08.00 WIB belum terjadi gempa susulan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT


Demikian disampaikan Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG dalam keterangan resminya yang diterima redaksi CNNIndonesia.com"Tadi pagi dini hari pukul 01.27 WIB memang terjadi gempa tektonik berkekuatan M=3,5 dengan kedalaman 10 km di wilayah Aceh dengan episenter tepatnya pada jarak 28 km tenggara Banda Aceh," ujarnya.Ada dugaan segmen Sesar Seulimeum yang menjadi pembangkit gempa ini, sehingga gempa bumi ini bukan merupakan gempa susulan Pidie Jaya.Gempa ini kekuatannya relatif kecil sehingga tidak membahayakan, dan tidak berdampak signifikan di permukaan.Belum munculnya gempa susulan di Pidie Jaya sejak dini hari tadi hingga Senin pagi ini menggambarkan frekuensi gempa susulan harian yang terus meluruh.

"Harapan kita proses release energi di zona gempa Pidie Jaya segera berakhir hingga kondisi tektonik menjadi stabil," ungkap Daryono. 

Gempa bumi berkekuatan 6,4 SR mengguncang Pidie Jaya pada Rabu (7/12) lalu. Sejak itu terjadi beberapa kali gempa susulan dengan kekuatan berbeda.Usai gempa, kondisi Kabupaten Pidie Jaya terbilang parah. Sebanyak 105 unit ruko roboh, 348 rumah rusak berat, 14 masjid rusak berat, RSUD Pidie Jaya rusak berat, dan satu unit sekolah roboh.Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pidie Jaya memastikan semua korban gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, sudah terevakuasi. Kepala Humas BPBD Pidie Jaya, Ridwan menyebutkan, sebanyak 43.000 korban gempa sudah menempati 45 posko pengungsian yang tersebar di seluruh Kabupaten Pidie Jaya.

Hingga saat ini, total korban yang meninggal dunia sebanyak 100 orang dan yang luka berat sebanyak 565 orang.

LIVE REPORT

LIHAT SELENGKAPNYA

Buku Rehabilitasi dan Rekonstruksi Gempa Pidie Jaya, Pidie dan Bireuen terbitan Badan Penanggulangan Bencana Aceh Tahun 2019, merupakan buku hasil tulisan Teuku Dadek, Hermasyah dan Yarmen Dinamika serta editor Asnawi Kumar. Sementara pengumpul data terdiri dari Said Ashim, Teuku Alkausar, Saiful Maswar, Deddi Midwar, Ihwan Julmi, Heryanto, Cut Dhiya Amalia dan Sarah. 

Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT, pada sambutannya di Buku Rehabilitasi dan Rekonstruksi Gempa Pidie Jaya, Pidie dan Bireuen mengatakan gempa bumi kembali melanda pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 05.02 WIB. Gempa dangkal, 8,7 kilometer, dengan magnitudo 6,5 Mw ini, menurut BMKG, berpusat di Kabupaten Pidie Jaya (Pijay) dan berdampak hingga ke Kabupaten Pidie dan Bireuen. Bencana ini mengakibatkan 104 orang meninggal dengan rincian 97 orang di Pidie Jaya, dua orang di Bireuen, dan lima orang di Pidie. Korban yang luka berat dan ringan juga banyak, di samping menimbulkan kerusakan luar biasa terhadap perumahan warga, infrastruktur, maupun sosial ekonomi masyarakat. Merespons dampak gempa bumi ini, Gubernur Aceh menetapkan “status tanggap darurat bencana provinsi” selama 14 hari, terhitung 1 hingga 20 Desember 2016 melalui Surat Pernyataan Tanggap Darurat Bencana Nomor 39/PER/2016. Sesuai amaran Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, penanggulangan bencana merupakan kewajiban bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Untuk mewujudkan hal tersebut, telah disusun dokumen rencana aksi penanggulangan bencana sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat dan proporsional dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi gempa Aceh. Dokumen ini memuat penjelasan tentang kerugian dan kebutuhan pascabencana dengan tujuan untuk membangun kesepahaman antarpemangku kepentingan melalui proses perencanaan dan penganggaran yang pertisipatif dan konsultatif, menyelaraskan seluruh pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, serta mengembangkan sistem mobilisasi dana. Baik dana yang bersumber dari APBN, APBA, APBK, maupun sumber-sumber lainnya secara efektif, efisien, partisipatif dan akuntabel sesuai dengan tata kelola Pemerintahan yang baik.

Selanjutnya Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Ir. Sunawardi, M.Si, pada sambutannya menyampaikan bahwa dokumentasi terhadap kebencanaan adalah hal yang sangat penting dan menjadi pembelajaran untuk kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan dan penanganan di masa akan datang. Inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh melalui Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) untuk menyusun seluruh proses rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, Pidie, dan Bireuen pada tahun 2016. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Pidie Jaya, Pidie, dan Bireuen telah berlangsung sejak tahun 2017 hingga 2019.

Di Aceh proses penanganan bencana belum terdokumentasikan secara baik dan sistemik sehingga banyak data dan informasi yang hilang atau tidak terdata sehingga sulit dipelajari oleh generasi mendatang. Padahal, data informasi tersebut sangat penting untuk tercatat agar generasi yang akan datang bisa mengetahui sejarah bencana yang pernah terjadi di masa lalu. Sekaligus berguna sebagai pengetahuan dalam  menghadapi bencana yang mungkin akan terulang sehingga risiko bencana dapat dikurangi seminim mungkin. 

Untuk mengetahui lebih lengkap informasi jejak tsunami purba di Aceh dapat mengakses buku tersebut dengan membuka melalui tautan ownCloud BPBA berikut ini : https://storage-1.acehprov.go.id/index.php/s/qxvAxGEdDCqicOU, kemudian pada menu ownClaoud, tekan anak panah yang mengarah ke bawah dipojok kanan atas untuk mendownload file buku tersebut. (DAE) 

Gempa bumi yang terjadi di wilayah Pidie Jaya, Aceh merupakan contoh dari yaumul

Download

Merdeka.com - Gempa bumi berkekuatan 6,5 SR di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, menyebabkan kerusakan parah dan puluhan warga meninggal dunia. Kepala BMKG Stasiun Mata Ie, Eridawati menerangkan, gempa tersebut berjenis dangkal akibat aktivitas sesar lokal atau yang dikenal sesar Samalanga.

Berdasarkan peta pemetaan tektonik Aceh, tampak bahwa di zona gempa terdapat struktur sesar mendatar.

"Sesuai dengan analisis BMKG menunjukkan gempa bumi yang terjadi di Pidie Jaya, dibangkitkan oleh aktivitas sesar mendatar (strike-slip-fault). Dugaan kuat sesar aktif yang menjadi pembangkit gempa adalah Sesar Samalanga yang jalurnya arah barat daya-timur laut," tutur Eridawati kemarin.

Dalam catatan BMKG, hingga kemarin ada 25 kali gempa susulan dengan kekuatan antara 3,3 sampai 4,4 skala richter.

Kepala badan Geologi Ego Syahrial menerangkan bahwa Pidie Jaya masuk dalam zona merah rawan gempa. Pusat gempa dikelilingi sesar aktif yang menjadi pembangkit gempa bumi yaitu Sesar Samalanga-Sipopok Fault yang jalur sesarnya berarah barat daya-timur laut.

"Bahwa daerah di Aceh ini sudah dipetakan sebagai daerah rawan bencana gempa," kata Ego Syahrial saat ditemui di Kantor Badan Geologi Bandung.

"Memang di sana banyak sesar aktif. Kita mengatakan (itu masuk zona) merah di sana. Aceh merupakan salah satu pergerakan ujung lempeng kita-kan. Di dalam banyak sesar aktif," lanjutnya.

Pendapat senada diutarakan pakar gempa Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Gayatri Indah Marliyani, S.T., M.Sc. Menurutnya gempa di Pidie Jaya merupakan dampak dari aktivitas sesar aktif di wilayah tersebut. Pergerakan sesar aktif yang terjadi bersifat mendatar dan dekstral (menganan).

"Gempa Pidie Jaya ini disebabkan oleh pergerakan sesar aktif di kawasan tersebut. Sesar aktif yang bergerak di Pidie Jaya ini merupakan cabang dari sesar Sumatera di bagian utara. Sesar ini berorientasi barat laut-tenggara. Gempa ini terjadi karena pengaruh dari pergerakan sesar yang sudah ada tapi belum terpetakan sebelumnya," tutur Gayatri di Departemen Teknik Geologi UGM.

Geolog asal UGM ini menerangkan bahwa adanya tekanan dari zona subduksi atau penunjaman di selatan Sumatera memberikan gaya tekan yang kuat ke daerah permukaan. Akibatnya membentuk sesar-sesar yang aktif. Gempa itu kemudian terjadi akibat pergerakan dari sesar-sesar ini.

"Gempa di Pidie Jaya disebabkan oleh pergerakan sesar yang bersifat mendatar dan terjadi di kedalaman yang dangkal, maka gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Akan tetapi, gempa yang terjadi ini bersifat merusak, terutama disebabkan oleh kedalamannya yang dangkal dan terjadi di kawasan permukiman padat penduduk," urai anggota tim revisi peta gempa nasional ini.

Gayatri menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan karena jarak antara pusat gempa dengan permukaan sangat dekat dan energi yang dilepaskan besar. Sehingga ketika mencapai permukaan gelombang dengan energi yang besar ini bersifat merusak.

"Meskipun tidak berpotensi tsunami, masyarakat harus tetap waspada dan mengantisipasi kejadian gempa susulan. Meskipun gempa susulan yang terjadi memiliki kekuatan yang lebih kecil dan akan terus menurun. Yang harus dilakukan terutama adalah memeriksa kondisi bangunan karena jika bangunan sudah rusak atau retak parah, getaran gempa yang kecil pun mampu merobohkan bangunan," saran Gayatri.

Sementara itu terkait banyaknya korban jiwa, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menilai yang menjadi penyebab utamanya adalah rumah masyarakat setempat tidak tahan gempa.

"Jadi korban meninggal bukan karena gempanya tapi karena bangunannya (tidak tahan gempa)," ungkap Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta.

Selain itu banyaknya korban juga dikarenakan gempa bumi terjadi pada pagi hari. Di saat sebagian masyarakat belum siap beraktivitas.

"Kondisi Aceh pukul 05.03 itu gelap. Kemungkinan masih tertidur," imbuh dia.

Menurut Sutopo, kekuatan gempa yang terbilang besar juga menjadi penyebab banyak korban. Guncangan gempa itu dengan mudah membuat bangunan-bangunan roboh.

"Seperti yang saya katakan tadi, ruko, rumah semua runtuh sehingga masyarakat tidak sempat melakukan evakuasi sehingga tertimpa bangunan," jelasnya.