Oleh: Ari Setiawan Intern Assistant of PKEBS Konsep mengenai harta dan kepemilikan merupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam Islam. Harta atau dalam bahasa arab disebut al-maal secara bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Ibnu Najm mengatakan, bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh ulama-ulama ushul fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang kongkrit. Menurut para fuqaha, harta dalam perspektif Islam bersendi pada dua unsur; Pertama, unsur ‘aniyyah dan Kedua, unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah berarti harta itu berwujud atau kenyataan (a’yun). sebagai contoh, manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak. Sedangkan unsur ‘urf adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau oleh sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat yang bersifat madiyyah maupun ma’nawiyyah. Dalam Islam kedudukan harta merupakan hal penting yang dibuktikan bahwa terdapat lima maqashid syariah yang salah satu diantaranya adalah al-maal atau harta. Islam meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, manusia hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Meskipun demikian, Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun. Perlindungan Islam terhadap harta benda seseorang tercermin dalam firmanNya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisa: 29-32). Pembagian Jenis-jenis Harta
Harta mutaqawwim ialah segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk memanfaatkannya. Maksud pengertian harta ghair al-Mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta mutaqawwim, yakni segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang oleh syara’ untuk memanfaatkannya. harta mitsli dan qimi sebagai sesatu yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian bagiannya atau kesatuannya. harta yang ada duanya atau dapat ditukar dengan hal serupa dan sama disebut mitsli dan harta yang tidak duanya atau berbeda secara tepat disebut qimi.
harta istihlak merupakan harta yang penggunaannya hanya sekali pakai sedangkan harta isti’mal harta yang penggunaannya bisa berkali-kali pakai.
harta manqul yaitu harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat satu ketempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut. Sedangkan harta ghair al-manqul maksudnya segala sesuatu yang tetap (harta tetap), yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat ketempat yang lain menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan lainnya. harta ‘ain yaitu harta yang berbentuk. sedangkan, harta dayn harta yang menjadi tanggung jawab seperti uang yang dititipkan ke orang lain. harta nafi’i yaitu harta yang tidak berbentuk
harta mamluk yaitu harta yang statusnya memilikik kepemilikian baik individu, umum atau negara. harta mubah yaitu hukum harta pada asalnya yaitu tidak ada yang memiliki. sedangkan, harta mahjur yaitu harta yang tidak boleh dimilikioleh pribadi.
pembagian harta ini didasari oleh potensi harta menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan. harta yang dapat dibagi yaitu harta tidak menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti beras. sedangkan, harta yang tidak dapat dibagi yaitu harta menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti benda-benda mewah. harta pokok ialah harta yang mungkin menumbulkan harta lain atau dalam istilah ekonomi disebut harta modal. harta khas yaitu harta milik individu yang tidak boleh diambil manfaatnya jika tidak direstui pemiliknya. sedangkah harta am yaitu harta milik umum yang dibebaskan dalam mengambil manfaatnya. Selain harta, hal penting dalam bahasan syariah islam yaitu tentang kepemilikan harta itu sendiri. kepemilikan (al-milkiyyah) adalah istilah hukum Islam yang menandakan hubungan antara manusia dan harta yang menjadikan harta itu secara khusus melekat padanya. Berdasarkan definisi ini, perolehan properti oleh seorang individu, dengan cara yang sah, memberikan hak kepadanya untuk memiliki hubungan eksklusif dengan properti itu, menggunakan atau menanganinya selama tidak ada hambatan hukum untuk berurusan seperti itu. Pada dasarnya menurut firman Allah SWT sesungguhnya seluruh harta atau kekayaan adalah milik Allah SWT seperti firmannya pada Ayat alquran surat Al-maidah:20 “Dan ingatlah ketika musa berkata kepada kaumnya: hai kaumku, ingatlah nikmat allah atasmu keika ia mengangkat nabi-nabi diantaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa-apa yang belum pernah diberikan kepada seseorangpun diantara umat umat yang lain.” Dalam Islam kepemilikan harta dibagia atas kepemilikan pribadi atau individu, kepemilikan bersama atau komunal/umum dan kepemilkan milik negara. Islam mengakui kepemilikan individu asal didapatkan dan dibelanjakan dengan cara yang syar’i. harta pribadi dalam penggunaanya tidak boleh memiliki dampak negatif terhadap pihak lain. selain itu, individu bebas dalam pemanfaatan harta miliknya secara produktif, melindungi harta tersebut dan memindahkannya dengan dibatasi oleh syariat yang ada. hal ini untuk mengurangi kesia-siaan dalam kepemilikan harta. Selain kepemilikan pribadi Islam juga mengakui kepemilikan umum dan Negara. kepemilikan umum meliputi mineral padat, cair dan gas yang asalnya dari dalam perut bumi. benda benda tersebut dimasukkan ke dalam golongan milik umum karena memiliki kebermanfaatan besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup masyarakat itu sendiri sehingga dimasukkan kedalam golongan harta milik umum dan dikelola oleh negara. sedangkan, harta milik negara yaitu segala bentuk penarikan yang dilakukan oleh negara secara syari kepada masyarakatnya seperti pajak, hasil pengelolahan pertanian, perdagangan dan industri yang masuk kedalam kas negara. harta milik negara ini kemudian dibelanjakan untuk kepentingan warganya. Sumber: Palupi, Wening Purbatin.2012.”HARTA DALAM ISLAM (Peran Harta dalam Pengembangan Aktivitas Bisnis Islami).”At-Tahdzib 1.2,pp. 154-171 Laluddin, H, Mohamad, MN, Nasohah, Z & Ahmad,S. 2012.” Property and ownership Rightform an Islamic Prespective” Advances in Natural and Applied Sciences, Vol 6, no.7, pp. 1124-1129. Murlan, Eka. 2012.” Konsep kepmilikan harta dalam Ekonomi Islam menurut Afzalur rahman di Buku Economic Doctrines of Islam.”Skripsi UIN Sultan Syarif Kasim
a. seluruh kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapatkan persetujuan dan/atau penetapan dari pejabat berwenang, dinyatakan tetap berlaku dan proses penyelesaiannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku; Konsep Jual Beli Barang Secara mendasar perjanjian mengikat bagaikan undang-undang bagi pihak yang sepakat, dan didasarkan dengan itikad baik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yaitu: Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang dimaksud bisa tertulis atau tidak tertulis, asalkan memenuhi empat syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, ialah:
Menurut J. Satrio, seseorang dikatakan telah memberikan persetujuan/sepakatnya kalau orang tersebut memang menghendaki apa yang disepakati.[1] Subekti juga menyatakan dalam bukunya Hukum Perjanjian (hal. 1) bahwa perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam prestasi, seperti yang dicantumkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yakni:
Jual beli pun bahkan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.[2] Perihal jual beli yang pembayarannya dilakukan secara kredit/mencicil (sesuai janji dilunasi di kemudian hari) oleh pembeli agar penjual menyerahkan suatu barang, menurut hukum sah-sah saja dilakukan sepanjang disepakati kedua belah pihak.[3] Beralihnya Hak Milik Sebelum berbicara peralihan hak milik suatu barang, perlu dipahami dulu bahwa KUH Perdata mengatur pembagian benda menjadi 2 macam, benda bergerak dan benda tidak bergerak. Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Lihat artikel Mengenai Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak, Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. Subekti juga menjelaskan suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.
Menurut Pasal 612 KUH Perdata, penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering) oleh atas nama pemilik. Dengan sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering). Sedangkan menurut Pasal 616 KUH Perdata, penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain membukukannya dalam register. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), maka pendaftaran hak atas tanah dan peralihan haknya menurut ketentuan Pasal 19 UUPA dan peraturan pelaksananya, karena bukti kepemilikan hak atas suatu bidang tanah dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah. Definisi hak milik dapat kita lihat di Pasal 570 KUH Perdata, yakni: Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undangundang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan cara memperoleh hak milik menurut Pasal 584 KUH Perdata dilakukan sesuai dengan bunyi berikut: Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu. Sehingga dengan kata lain hak milik salah satunya dapat dilakukan dengan penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata. Peristiwa perdata yang dimaksud adalah jual beli, yang dalam hal ini jual beli dapat dilakukan dengan cara kredit/ mencicil. Perlu Melihat Sifat/Jenis Benda Akan tetapi perlu dilihat sifat benda di atas, apakah benda bergerak atau benda tidak bergerak. Jika contohnya benda bergerak seperti perabot rumah tangga yang dicicil. Tentu hak milik berpindah ketika barang diserahkan penjual dan diterima pembeli. Sedangkan jika contohnya benda tidak bergerak, seperti tanah, beralihnya hak milik ketika nama penjual diubah menjadi nama pembeli dalam suatu sertifikat/akta tanah yang didaftarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini sebagaimana bunyi Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 37/1998”): PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Referensi:
[1] J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 164 [2] Lihat Pasal 1458 KUH Perdata [3] Lihat Pasal 1457 KUH Perdata |