Bersikap adil kepada semua orang adalah termasuk perbuatan yang

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan (QS. Al Maidah, 8).

Dalam berbagai aktifitas keseharian baik pada skala kecil maupun besar seseorang seringkali dihadapkan pada sikap dan perilaku yang harus diambil untuk berbuat adil. Apalagi jika seseorang tersebut menjadi seorang pemimpin, maka berbuat adil adalah salah satu pilar dari keberhasilannya dalam menajalankan misi kepemimpinannya. Bahkan dalam beberapa kasus organisasi, ketidak adilan dapat menyebabkan keruntuhan organisasi, biasanya orang atau kelompok yang diperlakukan tidak adil akan melakukan protes secara terbuka, namun jika tidak digubris atau ditanggapi maka akan melakukan protes-protes atau aksi-aksi yang bertujuan untuk membalas perlakuannya yang tidak adil tersebut, atau berupaya untuk melaksanakan kegiatan yang merepotkan. Semakin mampu kelompok tersebut membuat repot organisasi yang disangkanya memperlakukan tidak adil, maka semakin berhasil gerakan dari orang atau kelompok tersebut. Jika kegiatan-kegiatan orang atau kelompok-kelompok yang merasa diperlakukan tidak adil tersebut memperoleh simpati dan dukungan luas, maka dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan dan pada akhirnya melemahkan organisasi.

Dalam keluarga juga demikian, jika pemimpin keluarga tidak mampu memberlakukan seluruh bagian keluarga dengan adil, maka akan terjadi iklim keluarga yang tidak harmonis dan akan menggangu keseluruhan kehidupan dalam keluarga tersebut. Namun demikian, adil ternyata bukan pekerjaan muda, karena dalam berperilaku adil memerlukan berbagai kemampuan prasyarat, tetapi begitu pentingnya perilaku adil ini, walaupun sulit tetap harus dilakukan, Bahkan dalam agama Islam, Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil sebagaimana dalam Al-Quran di atas.

Prasayarat dasar dari berperilaku adil adalah kemampuan berfikir dan berperilaku ilmiah. Berpikir dan berperilaku ilmiah adalah sikap dan perbuatan yang mampu memberikan penjelasan secara logis, sistematis, empiris terhadap sebuah keputusan atau hasil kegiatan. Seseorang dikatakan berbuat ilmiah, jika perbuatannya dapat dijelaskan secara logis, dapat dibuktikan secara nyata, dan dapat dijelaskan dengan urutan-urutan yang jelas dan mudah dipahami oleh khalayak umum. Demikian pula dikatakan seseorang berfikir secara ilmiah maka seseorang tersebut harus mampu menjelaskan bahwa apa yang dipikirkannya logis, dapat dijelaskan dan dipahami oleh orang yang mendengarkan penjelasan tersebut, dan dapat dibuktikan.

Berfikir logis dapat berbentuk berfikir tentang komponen-komponen, indikator-indikator, berfikir hubungan sebab akibat atau berfikir hubungan antar variabel. Berfikir sistematis berkaitan dengan berfikir terurut, dan juga berfikir asal-usul. Sedangkan empiris adalah kemampuan membuktikan keberadaan dari berfikir logis tadi. Ketika melaksanakan kegiatan membagi atau mengambil keputusan, atau memilih, seseorang akan dipengaruhi oleh kemampuannya dalam ketiga hal berfikir yang masuk dalam kategori berfikir ilmiah tersebut. Contoh ketika seseorang akan membeli buah jeruk, dan kemudian memilihnya, maka orang tersebut akan menggunakan patokan logis dalam pikirannya untuk menentukan buah jeruk yang dipilihnya. Dalam proses berfikir tersebut, seseorang yang akan memilih buah jeruk, akan membuat indikator-indikator tentang buah jeruk yang tidak masam dan banyak airnya. Mendasarkan indikator-indikator tersebut itulah maka keputusan untuk mengambil buah jeruk dilakukan. Jika indikator-indikator tersebut tidak muncul maka keputusan yang diambil adalah keputusan yang “gambling” atau coba-coba atau bisa juga disebut keputusan yang tidak logis. Hasil pilihannya juga tentu tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Jika dalam membuat atau memilih atau membagi tersebut belum memiliki indikator, maka harus dikembangkan dulu indikator-indikatornya mendasarkan atas dasar-dasar yang rasional pula. Indikator dapat diturunkan dari variabel atau dari karakteristik hal-hal yang akan ditentukan indikatornya. Variabel dan karakteristik diperoleh dari hal-hal yang bersifat empiris. Demikianlah proses berfikir ilmiah dilakukan dengan tujuan agar apa yang diputuskan, dipilih, atau dibagi tersebut memiliki alasan yang kuat dan keterpercayaan publik dan dapat memberikan kepuasan kepada orang yang terkena keputusan. Perilaku ilmiah yang mengarah kepada keadilan yang selalu diajarkan kepada mahasiswa adalah ketika mata kuliah metode penelitian. Dalam mata kuliah ini mahasiswa diajarkan bagaimana mahasiswa harus menjelaskan sesuatu secara logis tentang berbagai fenomena, hubungan antar fenomena, atau hubungan antar variabel. Dalam pengambilan sampel juga diajarkan bagaimana seluruh populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, jika suatu populasi “dipaksakan”untuk menjadi sampel maka harus diberikan alasan yang logis tentang proses “pemaksaan” tersebut. Dengan demikian prinsip-prinsip keadilan telah diajarkan di sana.

Di Indonesia, semua jurusan di PT selalu mengajarkan mata kuliah yang berkaitan dengan berfikir ilmiah ini dalam keseluruhan kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan dari suatu jurusan. Demikian pula ketika mahasiswa melaksanakan pendidikan lanjut baik itu pada jenjang magister maupun pada jenjang doktor, penguatan kemampuan untuk berfikir ilmiah ini terus ditingkatkan, sehingga makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan semakin mampu berfikir ilmiah. Semakin mampu berfikir ilmiah diharapkan akan semakin mampu membuat indikator-indikator, komponen-komponen, variabel-variabel, hubungan antar variabel, bahkan sampai pada sebab akibat dari hubungan antar variabel, semakin mampu memiliki kemampuan membuat hal-hal tersebut, maka semakin mampu memilih, memutuskan, atau membagi. Sehingga kemudian semakin mampu berbuat adil, dan pada akhirnya menjadi orang yang tidak sekedar mampu berbuat dan berfikir ilmiah, tetapi kemudian naik ke jenjang menjadi orang yang bijak.

Adil memang bukan sebatas pada kemampuan berfikir ilmiah, tetapi tanpa kemampuan ini seseorang sulit untuk berbuat adil. Berfikir ilmiah juga tidak hanya dipelajari di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa diasah juga dalam kehidupan keseharian, tetapi pelajaran tentang berfikir ilmiah yang paling terstruktur ada di PT. Adil memiliki komponen sikap, sehingga dapat bersifat subyektif, tergantung pada nilai-nilai yang dianut oleh pengambil keputusan, namun demikian keputusan dan pilihan yang diambil dapat dikaji oleh banyak orang sebagaimana cara berfikir ilmiah, untuk dapat mengetahui apakah sebuah keputusan atau perlakuan sudah memiliki unsur-unsur keadilan ataukah belum.

PT dimanapun berada adalah tempat kumpulan orang-orang untuk belajar dan mengajarkan tentang kemampuan berfikir ilmiah disatu sisi dan nilai-nilai luhur disisi yang lain. Tidak hanya berkaitan dengan belajar dan mengajar tetapi lebih jauh dari itu yaitu menggunakan kemampuan berfikir ilmiah dan nilai-nilai yang dimilikinya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni melalui penelitian, dan juga mengamalkan kemampuan berfikir ilmiah dan nilai-nilainya kepada masyarakat sebagai seorang cendekiawan. Mendasarkan pada hal tersebut PT harus menjadi teladan dalam kaitan dengan keadilan dan kebajikan (wisdom).

Seluruh persyaratan telah ada di PT untuk menjadikan seseorang berbuat adil, yaitu kemampuan berfikir ilmiah dan nilai-nilai. Jika hal ini bisa dilakukan maka PT adalah pelopor dari keadilan dan juga pelopor dari ketaqwaan kepada Allah SWT. Rahmad dan petunjuk Allah SWT akan tercurah di PT yang mampu menggunakan kemampuan berfikir ilmiahnya, nilai-nilainya secara jujur tidak sekedar untuk menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, tetapi juga untuk mencapai keadilan, dan kemudian mencapai level wisdom.

Red:

Konsep keadilan dalam perspektif Alquran dapat dilihat pada penggunaan lafaz adil dalam berbagai bentuk dan perubahannya. Muhammad Fuad Abdul Baqiy dalam kitab al-Mu’'jam al-Mufahras Li Alfaz mengemukakan, lafaz adil dalam Alquran disebutkan sebanyak 28 kali yang terdapat pada 28 ayat dalam 11 surah. Secara etimologis al-adl bermakna al-istiwa (keadaan lurus). Kata ini semakna dengan jujur, adil, seimbang, sama, sesuai, sederhana, dan moderat. Bahkan, kata ’adl juga bermakna al-I’wjaj (keadaan menyimpang) atau kembali dan berpaling. Kata yang semakna dengan ini, yaitu al-qisthu dan al-Miza yang berarti berlaku adil, pembagian, memisah-misahkan, membuat jarak yang sama antara satu d-an yang lain, hemat, neraca. Menurut sosiolog Islam Ibnu Khaldun, adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya memenuhi hak-hak orang yang berhak dan melaksanakan tugas-tugas atau kewajiban sesuai dengan fungsi dan peranannya dalam masyarakat. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan, kata adil diartikan dengan tidak memihak atau tidak berat sebelah. Adil juga diartikan dengan sikap berpihak kepada kebenaran atau perbuatan yang tidak sewenang-wenang. Hal ini sejalan dengan definisi M Quraisy Shihab yang menyebutkan kata adil pada awalnya diartikan dengan sama atau persamaan, itulah yang menjadikan pelakunya tidak memihak atau berpihak pada yang benar. Dalam surah an-Nisa’ [4] ayat 58 disebutkan, "Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil." Ayat ini memerintahkan manusia agar berlaku adil dalam menetapkan hukum di antara manusia. Sekiranya seseorang menetapkan hukum yang tidak adil, kehidupan masyarakat menjadi pincang, dan akan terjadi diskriminasi. Abdul Muin Salim menyebutkan perintah menetapkan hukum dengan adil di antara manusia secara kontekstual tidak hanya kepada kelompok sosial tertentu dalam masyarakat, tetapi juga kepada setiap orang yang memiliki kekuasaan atau kewenangan mengurus atau memimpin orang lain. Seperti, suami terhadap istrinya dalam pemberian nafkah, terutama jika istri lebih dari satu, orang tua terhadap anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan hibah. Muhammad Abduh menambahkan, keadilan yang dimaksud dalam ayat ini juga meliputi adil dalam kekuasaan politik hingga sikap dan perlakuan hakim terhadap pihak yang bersengketa. Adil juga dimaknai perhatian terhadap hak-hak individu. Menetapkan hukum yang harus ditegakkan dalam kehidupan tidak lain merupakan untuk memberi perlindungan kepada setiap orang atau individu yang harus dinikmati dalam kehidupannya setiap hari. Jadi, berlaku adil merupakan perintah Allah SWT yang harus ditegakkan. Rasul-Nya diutus juga untuk menegakan keadilan dan memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat dan berlaku adil. Ketegasan perintah untuk berbuat adil ini menggunakan fi’il amr yang bermakna wajib untuk dilaksanakan. Sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian berlaku adil dan berbuat ihsan (kebaikan)." (QS an-Nahl [16] : 90). Seorang Muslim harus adil terhadap dirinya sendiri, seperti menyatakan sesuatu dengan benar, baik dalam ucapan, perbuatan, dan tingkah laku sekalipun hal itu merugikan diri sendiri. Adil terhadap diri sendiri bermakna memelihara kejujuran dalam segala hal sehingga dapat memperlakukan orang dengan baik, tidak melakukan diskriminasi, dirinya dihiasi dengan kebaikan, dan tidak ada tanda-tanda sesuatu yang dapat merugikan orang lain. Di samping itu, adil dalam rumah tangga juga menjadi bentuk dari perilaku adil. Setiap orang terlibat dalam kehidupan rumah tangga memiliki hak selain kewajiban yang harus diperoleh dan dilakasanakan dalam mewujudkan kedamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan dalam rumah tangga. Suami sebagai kepala rumah tangga berkewajiban memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya (sandang, pangan, dan papan). Terutama sekali ketika suami memiliki lebih dari satu istri, ia harus berlaku adil terhadap istri-istri mereka sehingga tidak memiliki kecenderungan yang lebih kepada yang dicintai. Pada tahapan selanjutnya, seorang diwajibkan pula adil dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat mempunyai hak dan kewajiban. Setiap hak menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi, demikian juga kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai dengan kedudukan mereka dalam struktur masyarakat. Setiap orang memiliki hak pribadi yang bersifat asasi, yakni hak hidup, hak memiliki harta, hak memelihara kehormatan, hak kebebasan, kemerdekaan, dan persamaan, serat hak memperoleh pendidikan dan pengajaran. Mengenai hal ini disebutkan Dr Mustafa Husni al-Siba’iy dalam bukunya Isytirakiyat al-Islamiy, setiap hak harus diserahkan kepada pemiliknya agar kewajiban terlaksana dengan baik dan sempurna. Selain itu, seorang diminta juga untuk adil dalam perwalian, persaksian, perdamaian, bahkan juga adil terhadap musuh. Meskipun kepada musuh, seorang Muslim dilarang berlaku diskriminatif. Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (QS al-Maidah [5]: 8)

Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa setiap Muslim harus memelihara keadilan, bahkan belaku adil kepada siapa saja, termasuk kepada orang yang dimusuhi atau memusuhi.  rep:hannan putra ed: hafidz muftisany

  • republika
  • koran
  • keadilan
  • berbuat adil
  • adil

Bersikap adil kepada semua orang adalah termasuk perbuatan yang

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...