Dhafi Quiz Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at Belajar.dhafi.link. with Accurate Answer. >>
Merdeka.com - Pernahkah kamu belajar Bahasa Melayu klasik? Bahasa adalah sarana untuk menyampaikan maksud. Bahasa adalah sebuah hasil kebudayaan yang menunjukkan seperti apa budaya bangsa yang membuatnya. Begitu juga dengan Bahasa Melayu yang dibuat dan diwarisi oleh bangsa Melayu. Bahasa Melayu adalah salah satu akar bahasa Indonesia yang sekarang digunakan sebagai bahasa persatuan. Bahasa Melayu klasik adalah bahasa yang menggantikan Bahasa Melayu Kuno. Peralihan ini dikaitkan dengan pengaruh agama Islam yang semakin mantap di Asia Tenggara pada abad ke-13. Setelah itu, bahasa Melayu mengalami banyak perubahan dari segi kosakata, struktur kalimat, dan tulisan. Sama seperti bahasa yang lain di dunia. Bahasa Melayu juga punya ciri khas tersendiri. Kali ini, yuk kita belajar tentang beberapa ciri-ciri Bahasa Melayu. Simak penjelasannya di bawah ini.
Well, itulah beberapa ciri Bahasa Melayu klasik. Dengan bahasa ini, banyak karya sastra indah yang dihasilkan oleh para pujangga lama. Pada saat Bahasa Melayu klasik masih sering digunakan, para sastrawan mengolahnya dengan baik menjadi sastra yang menarik dan juga mendidik. Apakah kamu suka membaca karya sastra dengan Bahasa Melayu klasik? Bahasa Melayu Klasik adalah dialek bahasa Melayu yang dipakai oleh Kesultanan Melaka (abad ke-14), Kesultanan Aceh, dan sejumlah entitas politik lain di sekitarnya hingga abad ke-18. Apakah dialek temporal (waktu) ini merupakan perkembangan lanjutan dari bahasa Melayu Kuno yang dipakai oleh Kerajaan Sriwijaya atau perkembangan dari dialek lain yang berkembang terpisah tidaklah diketahui. Tidak ada bukti tertulis atau laporan mengenai perubahan atau evolusi bahasa ini.
Rumpun bahasa Austronesia
Bentuk awal Proto-Melayu
Sistem penulisan ors (T)ISO 639-3– Bahasa Melayu berkembang secara meluas menjadi bahasa Melayu Klasik melalui masuknya secara berangsur-angsur berbagai unsur perbendaharaan kata bahasa Arab dan Parsi. Perkembangan ini berkait dengan menguatnya pengaruh agama Islam di Asia Tenggara sejak abad ke-13. Pada mulanya, bahasa Melayu Klasik adalah kelompok dialek yang beragam, yang mencerminkan asal-usul beragam kerajaan Melayu di Asia Tenggara. Salah satu dialek yang berkembang dalam tradisi kesusastraan Melaka pada abad ke-15 ini akhirnya menjadi pradominan. Pengaruh kuat Melaka dalam perdagangan antarbangsa di wilayah ini menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa perantara dalam perdagangan dan diplomasi, kedudukan yang dipertahankan sepanjang zaman kesultanan Melayu berikutnya, zaman penjajah Eropa, dan zaman modern. Bahasa Melayu Klasik tercatat pada berbagai naskah-naskah hikayat dan bentuk susastra lain, peraturan perundang-undangan, serta surat-surat komunikasi antara penguasa-penguasa Nusantara bagian barat. Terdapat pula beberapa prasasti dari periode awalnya. Batu Bersurat Terengganu (1303), bukti terawal tulisan Jawi di dunia Melayu. Periode Melayu Klasik dimulai ketika Islam bertapak di wilayah ini dan kedudukannya meningkat menjadi agama negara. Sebagai hasil dari pengislaman dan pertumbuhan perdagangan dengan dunia Islam, zaman ini menjadi bukti penyerapan perbendaharaan kata bahasa Arab dan Parsi serta penyepaduan kebudayaan Islam utama dengan kebudayaan Melayu setempat. Contoh perbendaharaan kata bahasa Arab yang terkandung dalam bahasa Melayu praklasik yang ditulis dalam aksara Kawi ditemukan dalam Prasasti Minye Tujoh bertarikh 1380 M dari Aceh di Sumatra. Namun demikian, bahasa Melayu praklasik mengambil bentuk yang lebih radikal lebih dari setengah abad sebelumnya sebagaimana dibuktikan dalam Prasasti Batu Terengganu tahun 1303 M serta Prasasti Pangkalan Kempas tahun 1468 M dari Semenanjung Malaya. Kedua prasasti tersebut tidak hanya berfungsi sebagai bukti Islam sebagai agama negara, tetapi juga sebagai spesimen tertua dari bentuk ortografi klasik yang dominan, yaitu abjad Jawi. Prasasti serupa yang memuat berbagai istilah bahasa Arab yang diterima pakai dengan beberapa di antaranya masih tertulis dalam aksara keindiaan juga ditemukan di bagian lain Sumatra dan Kalimantan.[1][2] Ilustrasi depan salinan Sejarah Melayu (1612), satu-satunya catatan sejarah Kesultanan Melayu pada abad kelima belas yang tersedia. Bahasa Melayu Praklasik berkembang dan mencapai bentuknya yang halus selama zaman kegemilangan Kesultanan Melayu Melaka dan penerusnya Kesultanan Johor mulai dari abad ke-15.[3] Sebagai bandar yang sibuk dengan 200.000 penduduk yang beragam dari berbagai negara, yang terbesar di Asia Tenggara pada waktu itu, Melaka menjadi kancah lebur berbagai budaya dan bahasa.[4] Lebih banyak kata pinjaman dari bahasa Arab, Parsi, Tamil, dan Tionghoa diserap dan periode ini menjadi saksi berkembangnya kesusastraan Melayu Klasik serta perkembangan profesional dalam kepemimpinan kerajaan dan penadbiran umum. Berbeda dengan bahasa Melayu Kuno, tema-tema kesusastraan Melaka berkembang melampaui karya teologi dan susastra hias, dibuktikan dengan dimasukkannya akuntansi, undang-undang kelautan, nota kredit, dan lisensi perdagangan dalam tradisi kesusastraan. Beberapa manuskrip yang menonjol dari kategori ini adalah Undang-Undang Melaka dan Undang-Undang Laut Melaka. Tradisi kesusastraan itu semakin diperkaya dengan terjemahan berbagai karya sastra asing seperti Hikayat Muhammad Hanafiah dan Hikayat Amir Hamzah, serta kemunculan tulisan-tulisan intelektual baru dalam bidang filsafat, tasawuf, tafsir, sejarah, dan lain-lain dalam bahasa Melayu yang diwakili oleh manuskrip seperti Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah.[2][5] Keberhasilan Melaka sebagai pusat perdagangan, agama, dan hasil kesusastraan menjadikannya titik acuan budaya yang penting bagi banyak kesultanan Melayu yang berpengaruh pada abad-abad berikutnya. Hal ini mengakibatkan semakin pentingnya bahasa Melayu Klasik sebagai satu-satunya bahasa perantara di wilayah ini. Melalui hubungan dan perdagangan antaretnik, bahasa Melayu Klasik menyebar ke luar dunia berbahasa Melayu tradisional[6] dan menghasilkan bahasa perdagangan yang disebut bahasa Melayu Pasar atau Melayu Rendah[7] sebagai lawan dari bahasa Melayu Tinggi Melaka-Johor. Bahkan, Johor juga berperan penting dalam pengenalan bahasa Melayu ke berbagai kawasan di bagian timur kepulauan ini. Umumnya diyakini bahwa bahasa Melayu Pasar adalah pijin, mungkin dipengaruhi oleh hubungan antara pedagang Melayu, Tionghoa, dan pribumi bukan Melayu. Namun, perkembangan yang paling penting adalah bahasa Melayu pijin yang telah dikreolkan yang menciptakan beberapa bahasa baru seperti bahasa Melayu Baba, Melayu Betawi, dan Melayu Indonesia Timur.[8] Selain menjadi alat utama dalam penyebaran Islam dan kegiatan perdagangan, bahasa Melayu juga menjadi bahasa istana dan persuratan bagi kerajaan-kerajaan di luar wilayah tradisionalnya seperti Aceh dan Ternate dan juga digunakan dalam komunikasi diplomatik dengan kekuatan penjajah Eropa. Hal ini dibuktikan dari surat-surat diplomatik dari Sultan Abu Hayat II dari Ternate kepada Raja João III dari Portugal bertarikh 1521 hingga 1522, sepucuk surat dari Sultan Alauddin Riayat Shah dari Aceh kepada Kapten Henry Middleton dari Perusahaan Hindia Timur Britania bertarikh 1602, dan sepucuk surat emas dari Sultan Iskandar Muda dari Aceh kepada Raja James I dari Inggris bertarikh 1615.[9] Kitab-Kitab Hakim Leydekker terjemahan bahasa Melayu dalam abjad Jawi (1733). Zaman ini juga menjadi saksi tumbuhnya minat dalam kalangan orang asing untuk mempelajari bahasa Melayu untuk tujuan perdagangan, misi diplomatik, dan kegiatan-kegiatan misionaris . Oleh sebab itu, banyak buku dalam bentuk daftar kata atau kamus tertulis. Yang tertua adalah daftar kata Melayu-Tionghoa yang disusun oleh pejabat Ming dari Biro Penerjemah selama kegemilangan Kesultanan Melaka. Kamus itu dikenali sebagai Man-la-jia Yiyu (滿剌加譯語, Terjemahan Kata Melaka) dan berisi 482 entri yang dikategorikan ke dalam 17 bidang yaitu astronomi, geografi, musim dan waktu, tumbuhan, burung dan binatang, rumah dan istana, perilaku dan tubuh manusia, emas dan perhiasan, sosial dan sejarah, warna, ukuran, dan kata-kata umum.[10][11][12][13][14][15][16][17][18][19][20][21][22]Templat:Kutipan berlebihan sebaris Pada abad ke-16, daftar kata itu diyakini masih digunakan di Tiongkok ketika pejabat arsip kerajaan Yang Lin meninjau catatan itu pada tahun 1560 M.[23] Pada tahun 1522, daftar kata Melayu-Eropa yang pertama telah disusun oleh penjelajah Italia Antonio Pigafetta, yang bergabung dengan ekspedisi mengelilingi dunia Magellan. Daftar kata Melayu-Italia oleh Pigafetta berisi kira-kira 426 entri dan menjadi rujukan utama untuk kamus-kamus Melayu-Latin dan Melayu-Prancis kemudian.[24] Fase awal penjajahan Eropa dimulai dengan kedatangan Portugis pada abad ke-16, Belanda pada abad ke-17 diikuti oleh Britania pada abad ke-18. Periode ini juga menandakan awal pengkristenan di wilayah ini dengan benteng kuatnya di Melaka, Ambon, Ternate, dan Batavia. Penerbitan terjemahan-terjemahan Alkitab dimulai sejak abad ketujuh belas walaupun terdapat bukti bahwa misionaris Yesuit, Fransiskus Xaverius, menerjemahkan teks-teks keagamaan yang menyertakan ayat-ayat Alkitab ke dalam bahasa Melayu pada awal abad keenam belas.[25] Bahkan, Fransiskus Xaverius mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk misi di empat pusat utama, yaitu Melaka, Ambon dan Ternate, Jepang dan Tiongkok, dua di antaranya berada dalam wilayah berbahasa Melayu. Dalam memudahkan karya-karya misionaris, buku-buku dan manuskrip keagamaan mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, yang paling awal diprakarsai oleh seorang pedagang Belanda yang saleh, Albert Ruyll pada tahun 1611. Buku berjudul Sovrat A B C yang ditulis dalam alfabet Latin tidak hanya bermaksud memperkenalkan alfabet Latin, tetapi juga prinsip-prinsip dasar Calvinisme yang mencakup Sepuluh Perintah Allah, iman, dan beberapa doa. Karya ini kemudian diikuti oleh beberapa Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, yaitu Injil Mateus dan Markus (1638), Lukas dan Johannes (1646), Injil dan Perbuatan (1651), Kitab Kejadian (1662), Perjanjian Baru (1668), dan Mazmur (1689).[26] Terdapat tiga prasasti yang penting:
Ketiga prasasti ini merupakan bukti-bukti terakhir perkembangan bahasa Melayu berbentuk batu bertulis, karena setelah abad ke-14, muncul kesusastraan Melayu dalam bentuk tulisan. Naskah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci (berbahasa Melayu dan Sanskerta) adalah bentuk tertulis pada media daluang. Berdasarkan pengukuran dengan teknik penarikhan karbon (carbon-dating) diketahui berasal dari abad ke-14 atau selambat-lambatnya abad ke-15.[28] Zaman kejayaan bahasa Melayu Klasik terjadi setelah pemimpin kerajaan kerajaan Melayu memeluk Islam dan mempelajari bahasa Arab dari pedagang Islam dari Arab dan India. Ini menyebabkan penyerapan unsur-unsur Arab dan Parsi dalam bahasa Melayu. Zaman ini dapat dibagi menjadi tiga zaman penting yaitu:
Pengaruh Islam menjadi semakin kuat hingga bahasa Melayu mengalami banyak perubahan dari segi kosakata, struktur kalimat, dan tulisan. Ciri-ciri bahasa Melayu klasik ialah:
Di antara tokoh-tokoh penulis yang penting dalam bahasa Melayu Klasik ialah Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumaterani, Syeikh Nuruddin al-Raniri, dan Abdul Rauf al-Singkel. Hasil karya yang terkenal pula ialah:
|