Berikut tidak termasuk pemberontakan yang terjadi pada masa demokrasi liberal adalah pemberontakan

JAKARTA - Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk, mulai dari pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir yang bertujuan meruntuhkan sebuah pemerintahan yang berkuasa.

Di Indonesia sendiri tercatat sejumlah pemberontakan yang sempat pecah. Berikut daftarnya:

1. Pemberontakan G30S/PKI

Gerakan G30S/PKI sendiri terjadi pada tanggal 30 September 1965, tepatnya saat malam hari. Insiden G30S/PKI masih menjadi perdebatan berbagai kalangan mengenai siapa penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya.

Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat itu dan otoritas militer menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang bertujuan untuk mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.

Hingga pada puncaknya Pada tanggal 30 September 1965, PKI melakukan penculikan terhadap enam orang jenderal TNI AD. Tiga jenderal itu adalah MT Haryono, Ahmad Yani dan DI Panjaitan yang tewas di tempat. Sedangkan Tiga jenderal lainnya seperti Sutoyo Siswomiharjo, Soeprapto dan S. Parman dibawa oleh para pemberontak dalam kondisi hidup.

2. Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Permesta dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual.

Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melakuakan operasi militer beberapa kali.

3. Pemberontakan PRRI

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI tercipta sebagai buah dari protes masyarakat daerah yang merasakan ketidakadilan pemerintah pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan.

Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual, Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian, Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan, Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.

4. Pemberontakan PKI di Madiun

Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.

Kemudian atas perintah Jenderal Sudirman, tentara berhasil menumpas gerakan ini. Sang tokoh utama itu tewas sedangkan beberapa yang lain seperti Dipa Nusantara Aidit (DN. Aidit) berhasil meloloskan diri.

5. Pemberontakan DI/TII

Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) dibentuk karena banyak pihak yang kecewa dengan kepemimpinan Presiden Soekarno. Tujuan DI TII sendiri ialah mendirikan negara berbasis Islam dengan pimpinan utamanya bernama Kartosuwiryo. Kelompok ini rupanya mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Aceh dan beberapa daerah lain yang bahkan menyatakan bergabung dengan organisasi tersebut.

Dalam perkembangannya, DI TII menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan dan Aceh.

6. Pemberontakan GAM

Gerakan Aceh Merdeka merupakan sebuah organisasi separatis yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh lepas dari Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya korban hampir sekitar 15.000 jiwa.

Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan memiliki kewarganegaraan Swedia.

7. Pemberontakan OPM

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya.

8. Pemberontakan RMS

Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat).

Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan harus segera ditumpas. Pulau-pulau terbesar yang menjadi basis RMS adalah Pulau Seram, Ambon, dan Buru. Di Ambon RMS dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi konflik di Pulau Seram masih berlanjut sampai Desember 1963.

(ydp)

(amr)

  • #Fakta Pemberontakan
  • #Pemberontakan
  • #G30S PKI


PEMBERONTAKAN-PEMBERONTAKAN DI INDONESIA 

PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER

DISUSUN OLEH :

1.      GINANJAR                           (3101412002)

2.      LILIANY RATNA P             (3101412022)

3.      ANITA WIDIA N                  (3101412032)

4.      SEPTI RAHMAWATI           (3101412042)

ROMBEL 5A

PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

Paska diproklamasikan kemerdekaanya tangga 17 Agustus 1945 Indonesia mengalami banyak permasalahan. Sebagai Negara yang baru kelengkapan Negara yang dibentuk melalui sidang-sidang belum dapat berjalan maksimal. Disisi lain pemerintahan jajahan dalam hal ini adalah Belanda belum mau melepaskan Indonesia secara penuh. Setelah jepang kalah dalam perang melawan Sekutu. Sekutu melalui NICA datang ke Indonesia namun Belanda ikut bersamanya. Belanda kemudian melakukan agresi-agresi militer.

Untuk menyelesaikan perseturuan dengan Belanda dibuatlah beberapa perjanjian-perjanian yang sebenarnya tidak menguntungkan Indonesia. Dalam perjanjian-perjanjian ini Belanda mencoba memecah belah kembali Indonseia. Salah satu isinya adalah memberntuk Uni-Indonesia beladan dan egara Indonesia diubah menjadi negera serikat dimana terdapat Negara-negara bagian didalam Indonesia.

Karena merupakan Negara baru pembangunan dan perekonomian belum dalap berjalan merata hal ini lah yang memicu ketidak puasan negera-negara serikat karena pembangunan ekonomi hanya terpusat di Jawa. Oleh karena itu banyak Negara bagian yang ingin melepaskan diri dan berdiri sendiri.

2.      RUMUSAN MASALAH

2.1.Apa saja Pemberontakan yang terjadi Di Indonesia ?

2.2.Apa latar belakang pemberontakan tersebut ?

2.3.Bagaimana jalanya pemberintakan tersebut?

2.4.Bagaimana akir dari pemberontakan tersebut?

2.5.Apa dampak pemberontakan-pemberonakan tersebut?

3.      TUJUAN

3.1.Menyebutkan Pemberontakan yang terjadi Di Indonesia

3.2.Menjelaskan latar belakang pemberontakan tersebut

3.3.Menjelaskan jalanya pemberintakan tersebut

3.4.Menjelaskan akir pemberontakan

3.5.Menjelaskan dampak pemberontakan.

BAB II

ISI

1.    Pemberontakan APRA ( Angkatan Perang Ratu Adil)

Pada pertengahan Bulan Npvember 1949 Kapten Paul  “Truk” Westerling yang baru saja didemobilisasi dari KNIL (Knonklijke Lager Nerderlandsch-Indiche Leger) mulai mengorganisir sebuah kekuatan  terutama dari serdadu KNIL yang sudah didemobilisasi. Termasuk didalamnya sejumlah orang Belanda dan dua bekas Inspektur Polisi mauk kedalam kelompoknya. Westerling dan para perwiranya mulai mengadakan hubungan dengan beberapa pasukan KNIL dan KL (Koninklijke Leger) yang masih bertugas di Bandung dan menjadikan Bandung sebagai Pusat Kegiatanya. Gerakan ini menggunakan nama Ratu Adil karena ingin merebut simpati rakyat yang sebagian besar telah mendengar ramalan Jaya Baya. Dimana dalam ramalan tersebut disebutkan akan ada seorang Ratu Adil yang akan membawa masyarakat Indonesia kedalam kehidupan yang sejahtera. Angkatan Perang ini dapat dikatakan sebagai kekuatan bersenjata pemecah belah yang di dalangi oleh pihak Belanda.

1.1.Latar Belakang Pemberontakan

1.1.1. Kekhawatiran Belanda terhadap Persatuan Indonesia.

Dengan disetujuinya Konferensi Meja Bundar antara Inodesia dan Belanda maka terbentukalah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan 17 negara bagian didalamnya. Walaupun terdiri dari banyak Negara Bagian mereka masih berhubungan dengan pemerintahan Pusat RIS di Jogjakarta.

Dengan sistem seperti ini timbulah kekawatiran dalam kubu Belanda. Belanda tidak ingin melihat Indonesia sebagai Negara yang bersatu dan Belanda mulai berusaha mempengaruhi beberapa Pemuka masyarakat agar disetiap Negara Bagian membentuk Angkatan Perangnya Sendiri.

1.1.2.  Tidak Disetujuinya APRA sebagai ankatan Perang Negara Bagian Pasundan.

Berdasarkan Hasil keputusan Konferensi Antar Indonesia di Yogyakarta yang mengakui Angkatan Perang Republik Insonesia Serikat ( APRIS) sebagai satu-satunya angkaytan Bersenjata di RIS rakyat semakin gelisah . Sedangkan APRA yang berpusat di Bandung yang saat itu merupakan Bagian dari Negara Pasundan menyatakan dirinya sebgai Tentara Federal Pasundan tidak diterima oleh Pemerintahan RIS.

1.2.Jalanya Pemberontakan

Pasukan Westerling mendekati Bandung pada tangggal 22 Januari 1950 petang, dan diperkuat oleh Resimen pasukan gerak cepat KL yang berpangkalan di Bandung. Pasukan yang seluruhnya berjumlah 800 Orang bersenjata berat. Ditaksir 300 diantaranya adalah serdadu KL. Pasukan pimpinan Westerling ini memasuki Bandung pada Pagi hari tanggal 23. Terjadilah pertempuran sengit dimana 60 tentara dari kesatuan RIS yang bertugas disana terbunuh.

Setelah menduduki hampir semua tempat penting di kota dan Sebelum melakukan tindakan yang lebih jauh Komisaris Tinggi Belanda dan komandan Garnisun Belanda Major Jendral Engels yang masih Berada di Bandung mendesaknya Supaya Mundur pada hari itu juga.

Pada 26 Januari pasukan Westerling mulai merembes masuk ke Jakarta dengan tujuan ingin memulai suatu Kudeta besar-besaran. Namun sebelum mereka dapat diorganisir kembali mereka sudah ketahuan dan setelah beberapa pertempuran singkat pemberontakan tersebut berhasil di padamkan.

1.3.Akir Pemberontakan

Setelah Pemberontakan berhasil dipadamkan munculah sosok baru yang menurut kesaksian beberapa sumber merupakan dalang Peristiwa tersebut. Orang itu adalah Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat yang merupakan seorang Federalis terkemuka dan anggota Kabinet. Westeling dianggap sebagai senjata Militer saja.

Menurut Sumber-sumber pemerintah Sultan Hamid di tangkap pada 5 april dan dipenjarakan. Dan pada 19 April ia mengakui telah mengadakan usaha menggulingkan pemerintakan RIS dengan mengadakan rencana serangan terhadap Parlemen. Westeling melarikan diri dengan jalan menyamar dan terbang ke Singapore dengan menggunakan Pesawat terbang militer Belanda namun pada 26 Februari ia bisa ditangkap di Singapore.

1.4. Dampak Pemberontakan

1.4.1.      Hubungan Indonesia Belanda Terganggu

Hubungan Indonesia dan Belanda yang sempat membaik seusai Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Kembali memburuk Setelah peristiwa Pemberontakan APRA. Bangsa Indonesia menjadi marah karena terlibatnya beberapa perwira angkata bersenjata dalam pemberontakan tersebut. Bsangsa Indonesia merasa bahwa Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata Belanda begitu bodoh dalam mempertahankan pengawasan atas pasukan-pasukanya sendiri.

1.4.2.      Negara Pasundan Dibubarkan

Beberapa pimpinana Negara Bagian Pasundan yang dicurigai terlibat dalam pemberontakan ini di Tangkap. Hal ini menimbulkan suatu tuntutan yang didorong oleh pemerintahan RIS untuk mengganti Pimpinan Negara Bagian Pasundan. Pada tanggal 8 Februari cabinet RIS membuat konsep undang-undang darurat mengenai penyerahan kekuasaan pemerintahan Pasundan kepada suatu Komisi Negara yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Keesokan harinya Wiranata Koesuma, Wali Negara Pasundan menyerahkan kekuasaanya kepada Sewaka, Komisaris yang baru ditunjuk oleh Pemerintahan RIS.


2.      Pemberontakan PRRI/PERMESTA

PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) adalah suatu pemerintahan pemberontak yang berdiri pada 15 Februari 1958 di Sumatra dengan markas Besarnya berada di Bukit tinggi. Tokoh Penggerak PRRI adalah para tokoh dewan, Seperti Dewan Banteng, Dewan Gajah, Garuda, Manguni. Gerakan Mereka lebih bersiwat Sparatis dan membentuk suatu cabinet dimana duduk beberapa orang tokoh politik dan militer. Dua hari setelah pembentukan PRRI  kaum PERMESTA bergabung dengan PRRI. Gerakan ini mendapat dukungan dari Amerika Serikat.

2.1.   Latar Belakang Pemberontakan.

2.1.1. Ketidak Puasan terhadap Pemerintahan Pusat.

Menurut Bruce Grant dalam Lapian tindakan-tindakan pimpinan pemberontak lahir dari perasaan frustasi bukan berdasarkan perencanaan politik yang praktis, mungkin ada yang didorong ambisi pribadi, namun mempuanyai sikap idealis. Hal ini sesuai dengan tindakan pemberontakan PRRI. Pemberontakan ini diakibatkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintahan Pusat yang lebih mengutamakan pembangunan di Jawa Khususnya di Jakarta. Kebijakan pemerintah ini menimbulkan kekecewaan terhadap beberpa Dewan militer yang ada didaerah daerah.  Oleh karena itu Para dewan ini mencoba mencari saluran baru untuk menyampaikan tuntutan kepentingangan daerah.

2.1.2.      Permaslahan di Tubuh Angkatan Darat

Akibat permainan politik di tunuh TNI terjadi pergolakan-pergolakan, khususnya di tubuh TNI AD. Beberapa orang perwira TNI AD yang tidak sependapat dengan Kebijakan Kepala Staf Angkatan Darat telah meminta Presiden Soekarno mengganti KSAD Kolonel A.H. Nasution. Kolonel Bambang Supeno mendatangi Panglima-panglima daerah untuk mengajak mereka menandatangani pernyataan agar presiden mengganti Kolonel A.H. Nasution sebagai KSAD. Tetapi cara yang ditempuh itu tidak mendapat persetujuan oleh perwira Angkatan Darat yang berada di pusat maupun daerah karena dapat merusak solidaritas intern TNI.

2.1.3.      Kecemasan Amerika terhadap Soekarno dan PKI

Pemberontakan ini mendapat dukungan rahasia dari Amerika Serikat karena Amerika merasa cemas terhadap Soekarno dan PKI. Karena Soekarno adalah seorang Nasionalis dan anti Liberalisme Barat. Soekarno tidak mau bekerja sama dengan bangsa barat termasuk Amerika.

2.1.4.      Keterlibatan Australian

Keterlibatan Australia terhadap pemberontakan PRRI/PERMESTA nampaknya bukan hanya seerdar memberikan simpati tetapi jua memberikan bantuan berupa perangkat luank serta bantuan berupa peralatan perang dan fasilitas-fasilitas lainya hal ini dikarenakan kecurugaan Amerika serikat terhadap Indonesia yang diikuti sekutunya Australia . Hal ini menjadi faktor dominan  Yang ikut menentukan mengapa Australia mendukung dan membantu pemberontakan PRRI.

2.2.Jalanya Pemberontakan

Setelah diumumkan pembentukanya tanggal 15 Februari PRRI segera melakukan konsolidasi dengan PERMESTA .Selain itu pembentukan ini mendapatkan sambutan dari Negara Indonesia Timur. Dalam rapat raksasa yang digelar di beberapa tempat didaerah-daerah Komando Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah ( KDSMUT) Kolonel Sumba mengeluarkan pernyataan nahwa tanggal 17 Februari 1958, daerah Sulawesi Utara dan Tengah memutuskan hubungan dengan Pemerintahan Pusat dan mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pernyataan ini merupakan pernyataan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta (PERMESTA).

2.3. Akir Pemberontakan

Walaupun sudah berhasil menyatukan banyak masa dari berbagai daerah PRRI belum melakukan aksi yang nyata dan besar.  Pada awal pemberontakan pihak PRRI telah mengalami banyak kekurangan-kekurangan. Yang pertama karena Panglima Sumatera Selatan yang tidak ikut bergabung dengan PRRI karena mereka merasa gelisah sebab letaknya dekat dengan Jawa dan kawatir akan banyaknya orang Jawa yang menjadi buruh diladang-ladang minyak merupakan anggota PKI. Yang kedua karena PRRI tidak mendapat dukungan yang berari di Sumatra Utara atau Kalimantan. Para Pemberontak Darul Islam di Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan menempuh cara mereka sendiri

Untuk menghadapi pemberontakan PRRI dan PERMESTA pemerintahan melalui Angkatan Udara Mengebom Instalasi-instalasi PRRI di Padang, Bukit Tinggi, dan Menado pada akir Februari. Pada awal Maret pihak tentara mulai mendaratkan kesatuan-kesatuan dari divisi Siliwangi dan Divisi Diponegoro di Sumatra dibawah pimpinan Ahmad Yani. Pemberontak dapat dipukul Mundur pada 17 maret dan pada 5 Mei Bukit Tinggi berhasil direbut oleh Pemerintahan Pusat Jakarta.

Setelah penguasaan Bukit Tinggi Gerakan PRRI di Sumatra berubah menjadi gerakan Gerilya Hingga ke Pedalaman. Pada pertengahan tahun 1958 pemberontakan PRRI boleh dikatakan sudah gagal walaupun kehancuranya yang terakir masih terjadi tiga tahun kemudian.

2.4.Dampak Pemberontakan

2.4.1.      Perbedaan Pendapat dikalangan Pemimpin Negara.

Perbedaan pendapat tentang penyelesaian dan sangksi untuk para pemberontak Terjadi diantara Soekarno dan Hatta. Soekarno mendesak diberlakukannya sanksi yang tegas untuk para pemberontak. Djuanda dan Nasution dan anggota PNI dan PKI juga mneghendaki pemberontak harus ditumpas. Tetapi Hatta bersama-sama dengan para pemimpin Masyumi dan PSI mendesak penyelesaian dengan perundingan, sehingga menempatkan diri mereka pada posisi kompromis.

2.4.2.      Hubungan Luar Negeri Indonesia tergoncang

Simpati dan dukungan Amerika Serikat terhadap para pemberontak PRRI terlihat jelas oleh pemerintahan pusat RIS di Jakarta, hal ini merusak hubungan Indonesia dan Amerika. Walaupun Amerika sempat melakukan upaya untuk memperbaiki bubungan dengan Indoesia melaluinMentri Luar Negeri Amerika J.F Dulles yang mengecam keikutcampuran Amerika terhadap PRRI namun upaya itu gagal memperbaiki hubungan. Soekarno dan banyak pimpinan lainya cenderung memandang Amerika Serikat dengan kecurigaan yang lebih besar daripada seperti yang biasanya terjadi diantara Negara besar dan Negara berkembang.

2.4.3.      Penyederhanaan Politik Militer Indonesia

Banyak Perwira Militer yang membangkang dikeluarkan dari urusan-urusan Militer. nKebanyakan Perwira yang diberhentikan terebut berasal dari daerah-daerah luar Jwa sehinggan korps perwira semakin banyak ditempati oleh orang jawa. Pada tahun 1960-an diperkirakan 60 samapi 80 persen perwira militer adalah orang Jawa, padahal kelompok suku ini berjumlah 45 persen dari total seluruh jumlah penduduk Indonesia.

2.4.4.      A.H. Nasution menjadi pimpinan Militer yang tak tertandingi

Setelah banyak dilakukan pemecatan terhadap banyak perwira TNI yang membangkang A.H. Nasution dianaikan pangkatnya menjadi Letnan Jendral pada Juli 1958. Ia menjadi orang pertama yang mendapatkan pangkat itu semenjak Soedirman. Hal ini dikarenakan upaya keras yang dilakukan A.H Nasution untk menumpas para Pemberontak. Selain itu ia juga memiliki kesamaan prinsip dengan Soekarno.

3.      Pemberontakan Andi Azis

Pada tanggal 5 April 1950 di Makasar terjadi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh kesatuan bekas KNIL dibawah pimpinan kapten Andi Azis.

Andi Azis yang sebelumnya menjadi Letnan Ajudan Wali Negara “Negara Indonesia Timur” beserta satu komisi anak buahnya bekas KNIL pada tanggal 20 Maret 1950 telah diterima masuk APRIS dan diterima sebagai komandan kompi dengan pangkat Kapten.

Akan tetapi setelah beberapa hari setelah pelantikannya Kapten Andi Azis mengerahkan pasukannya dengan didukung oleh Batalyon KNIL di Makasar yang tidak masuk APRIS, menawan Pejabat Panglima Teritorium Indonesia Timur, Letnan Kolonel Achmad Yunus Mokoginta beserta seluruh stafnya. Ketika itu Terintorium Indnesia Timur baru merupakan organisasi kerangka dengan kekuatan hanya satu peleton Polisi Militer, satu kompi rekrut dan staf terintorium.

3.1. Latar Belakang Pemberontakan

Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.

Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.

jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :

1.      Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.

2.      Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan.

3.      Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.

3.2.     Akhir Pemberontakan

      Oprasi penumpasan RMS yang dilakukan olh Angkatan Prang Republik Indonesia Serikat atau Apris diawali dengan pendaratan merebut pulau Buru setelah operasi militer disana selesai, pasukan Gabungan kemudian Bergerak kearah timur dengan melakukan serangkaian penyerbuan melalui pendaratan di Piru, Seram, Banda, Tanbar, dan akirnya dipulau geser.

           Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.

Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.

Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.

Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.

Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.

Beberapa Kendala yang dihadapi APRIS selain Luasnya wilayah operasi APRIS, Beragam kendala ikut membatasi kiprah pasukan APRIS ketika mereka ditugaskan mernumpas pasukan RMS. Pasukan pemerintah pusat harus bertempur terpisah ratusan kilometer dari pangkalan induk mereka di Jawa. Kendala tersebut diperburuk dengan terjadinya keterbatasan dana dan sarana, berikut keragaman pasukan.

3.3.   Dampak Pemberontakan

Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah dilakukan oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

4. Pemberontakan RMS

Dalam rentetan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia bekas KNIL dan pro Belanda, peristiwa selanjutnya terjadi di Maluku. Di Ambon pada tanggal 25 April 1950 dirumuskan berdirinya Republik Maluku Selatan yang terlepas dari Negara Indonesia Timur dan RIS, dibawah pimpinan Dr. Soumokil, bekas jaksa Agung Negara Indonesia Timur.

Proklamasi RMS itu sudah disiapkan secara matang oleh Soumukil dan kawan-kawannya. Dalam tahap persiapannya, Soumukil berhasil memindahkan pasukan KNIL dan pasukan Baret Hijau yang terlibat pemberontakan Andi Asis ke Ambon. Pasukan-pasukan khusus itulah yang menjadi tulang punggung perlawanan RMS.

4.1. Latar Belakang Pemberontakan

              Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

4.2.   Jalannya Pemberontakan

Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu. Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim tim yang diketuai Dr. J. Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi yang terdiri dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan pemerintah pusat memutuskan untuk menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang.

Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal pemerintah. Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950, sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan, tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar 12.500 orang), mengungsi ke Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk sementara saja.

RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.

4.3.      Akhir Pemberontakan

Dalam upaya penumpasan pemberontakan RMS, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.

Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.

Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).

 Pemberontakan Republik Maluku Selatan sudah berakhir tetapi masih ada beberapa orang yang masih mengakui RMS dan sampai detik ini RMS masih tetap eksis dan mempunyai presiden transisi bernama Simon Saiya.

4.4.      Dampak Pemberontakan

Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.

Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku  karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

5.      Pemberontakan DI TII

            Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Diproklamirkan saat Negara Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai presiden.

            Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.

            Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan. Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.

5.1. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ( Darul Islam/Tentara Islam Indonesia )

Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya ( Jawa Barat ). Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya di namakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia ( TII ). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat di tinggal oleh Pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam Rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan Renville.

                Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan DI/TII ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan membakar Rumah – Rumah Rakyat, Membongkar Rel Kereta Api, menyiksa dan merampok harta benda penduduk. Akan tetapi setelah pasukan Siliwangi mengadakan Long March kembali ke Jawa Barat, gerombolan DI/TII ini harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.

                Usaha Untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :

a.       Medannya berupa daerah pegunungan – pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya,

b.      Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan leluasa di Kalangan Rakyat, Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik – pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,

c.        Suasana Politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha – usaha pemulihan keamanan.

Selanjutnya dalam menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolanini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “ Pagar Betis “ dan operasi “ Bratayudha “ Pada tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “ Bratayudha “ di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapa di padamkan.

5.2.       Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.

  Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengha di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman ( Kiai Sumolangu ).

 Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “ Gerakan Banteng Negara “ ( GBN ) di bawah Letnan Kolonel Sarbini ( Selanjut – nya di ganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan Kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani ). Gerakan operasi ini dengan pasukan “ Banteng Raiders “.

Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/TII , yakni dilakukan oleh “ Angkatan Umat Islam ( AUI ) “ yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “ Romo Pusat “ atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih Tiga Bulan.

 Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini Pemerintah melakukan “ Operasi Merdeka Timur “ yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo. Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak tersebut dapat dihancurkan dan sisa – sisanya melarikan diri ke Jawa Barat.

5.3.      Pemberontokan DI/TII di Aceh.

 Gerombolan DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi kresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur Militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesa di bawah Pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiyo.

Dalam menghadapi pemberontakan DI/TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer 1/Iskandar Muda, Pada tanggal 17 – 21 Desember 1962 diselenggarakan “ Mustawarah Kerukunan Rakyat Aceh “ yang mendapat dukungan tokoh – tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/TII di Aceh dapat dipadamkan.

5.4.  Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

  Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat ( APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.

  Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat.

 Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan Operasi Militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.

5.5.      Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan.

Pada bulan oktober 1950 DI/TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos – pos kesatuan TNI.

Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya pun tertangkap.


DAFTAR PUSTAKA

Soebandio, Hadi . 2002. Keterlibatan Australia dalam pemberontakan PRRI/PERMESTA. Jakarta : Gramedia

Pour, Julus. 2008. Ing. Slamet Rijadi dari mengusir Kempeitai sampai menumpas RMS. Jakarta: Gramedia. Hl. 5

Kahin, George. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Surakarta: UNS Press

Lapian Dkk. 1996. Terminologi Sejarah Indonesia 1945-1950  1950-1969.

Riclefs. 1998. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Gramedia

Kartasasmita, Ginanjar. 30 tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.

Http//www.google.com

Http//www.wikipedia,com.


Page 2

Beranda Tugas kuliah Tentang saya