KOMPAS.com – Manusia menghuni planet bumi dan tersebar ke dalam berbagai benua. Saat ini kita menjumpai lima benua yang dihuni oleh manusia, namun menurut kajian teori pengapungan benua dari Alfred Wegener, bahwa benua tersebut berasal dari satu daratan utuh yang disebut Pangea. Teori tersebut adalah salah satu teori pembentukan permukaan bumi yang dikemukakan Wegener pada awal abad ke-20. Teori tersebut menjelaskan bahwa permukaan bumi yang sekarang adalah hasil pergeseran satu benua utuh bernama Pangea dan dinamakan sebagai teori pengapungan benua atau continental drift theory. Alfred Lothar Wegener adalah seorang ahli meteorology dan geofisika yang mengemukakan hipotesis tersebut pada 1915 dalam bukunya yang berjudul The Origin of Continents and Oceans. Dalam teorinya, Wegener mengatakan bahwa bumi dulunya (sekitar 225 juta tahun yang lalu) terbentuk dari satu permukaan utuh yang sangat besar dan disebut sebagai Pangea. Istilah Pangea berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti seluruh bumi. Baca juga: Batas Wilayah Benua Afrika dan Iklimnya
Superbenua Pangea yang merupakan asal muasal benua modern Pangea kemudian terfragmentasi (terpecah) sekitar 200 juta tahun lalu dan mulai bergeser menjauhi satu sama membentuk benua yang kita kenal sekarang. Teori pengapungan benua yang dikemukakan oleh Alfred Lothar Wegener memiliki beberapa bukti, yaitu:
Jalur penemuan fosil yang membuktikan teori pengapungan benua Alfred Lothar Wegener Dilansir dari Lumen Learning, batuan yang identik atau jenis dan usia batuan yang sama ditemukan di kedua sisi Samudra Atlantik. Wegner menyatakan kesamaan tersebut karena pada dulunya batuan tersebut terbentuk dalam bersamaan dan berdampingan. Namun kemudian daraan tersebut berpisah atau bergeser. Sehingga walaupun benua-benua telah berpisah, batuan yang identik masih bisa ditemukan di sisi Samudra Atlantik sebagai bukti bahwa dulunya benua-benua merupakan satu. Disadur dari National Geographic, fosil reptil Mesosaurus ditemukan di Afrika bagian Selatan dan Amerika Selatan, padajal reptil sepanjang satu meter tersebut hanya bisa berenang di air tawar. Artinya Mesosaurus tidak pernah berenang melintasi Samudra Atlantik, namun dulunya Afrika Selatan dan Amerika Selatan pernah menyatu. Selain penemuan fosil mesosurus, ditemukannya fosil Cynognathus di Amerika Selatan dan Afrika, juga Lystrosaurus di Antartika, India, dan juga Afrika. Padahal, keduanya merupakan reptil darat yang tidak bisa berenang. Baca juga: Benua: Definisi, Jenis, dan Proses Terbentuknya Wegner menemukan kesamaan jenis, struktur, dan juga usia batuan pada dua sisi samudra Atlantik yang saling berlawanan yaitu pada Pegunungan Appalachian (Amerika Serikat) dan Pegunungan Greenland bagian timur. Berdasarkan situs Geoscience LibreTexts, Wegner menyimpulkan bahwa kedua pegunungan tersebut awalnya adalah barisan pegunungan tunggal yang terpisah saat benua-benua mengapung atau bergeser. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya Hipotesis pergeseran benua (bahasa Inggris: continental drift) merupakan gagasan bahwa benua-benua di Bumi berpindah, terlihat seperti "bergeser" di dasar laut. Meski telah dikemukakan sejak abad ke-16, hipotesis ini baru disampaikan secara ilmiah oleh Alfred L. Wegener dalam buku berjudul The Origin of Continent and Oceans (1912).[1] Isinya, benua tersusun dari batuan sial yang terapung pada batuan sima yang lebih besar berat jenisnya. Pergerakan benua itu menuju khatulistiwa dan juga ke arah barat.
Wegener mendapati bahwa timur Amerika Selatan cocok jika dihubungkan dengan barat Afrika, memberi petunjuk bahwa semua benua dahulu pernah bersatu. Wegener mencari bebatuan dan fosil di dua sisi benua yang berbatasan dengan Samudra Atlantik untuk membuktikan hipotesisnya. Dia berhasil menemukan bukti-bukti tersebut tetapi tidak dapat menjelaskan mekanisme pergerakan benua dan gagasannya ditentang oleh organisasi seperti American Petroleum Society.[2] Hipotesisnya tidak diacuhkan hingga kematiannya pada 1930.[3] Hipotesis utamanya adalah di bumi pernah ada satu benua raksasa yang disebut Pangaea (artinya "semua daratan") yang dikelilingi oleh Panthalassa ("semua lautan"). Selanjutnya, 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil yang kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini. Beberapa ilmuwan dapat menerima konsep ini namun sebagian besar lainnya tidak dapat membayangkan bagaimana satu massa benua yang besar dapat mengapung di atas bumi yang padat dan mengapa ini terjadi. Pemahaman para ilmuwan pengkritik adalah bahwa gaya yang bekerja pada bumi adalah gaya vertikal. Tidaklah mungkin gaya vertikal ini mampu menyebabkan benua yang besar tersebut pecah. Pada masa itu belum dijumpai bukti-bukti yang meyakinkan. Wegener mengumpulkan bukti lainnya berupa kesamaan garis pantai, persamaaan fosil, struktur dan batuan. Namun, tetap saja usaha Wegener sia-sia karena Wagener tidak mampu menjelaskan dan meyakinkan para ahli bahwa gaya utama yang bekerja adalah gaya lateral bukan gaya vertikal. Pada tahun 1960-an, ditemukan bahwa magma berada di sepanjang garis lempeng tektonik, menandakan dasar laut bergeser seperti yang diperkirakan Wegener.[4] Jack Oliver disebut-sebut sebagai ilmuwan yang membuktikan pergerakan benua melalui pembuktian seismolog dalam tulisannya "Seismology and the New Global Tectonics" pada 1968.[5]
Twigger, Robert (2014). Red Nile : A Biography of the World's Greatest River (edisi ke-satu AS). New York: St. Martin's Press. ISBN 978-1-250-05233-9. OCLC 883962326. Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
|