Melalui PENGALAMAN hidup beragama yang benar yang dialami dan dirasakan orang akan Allah adalah

Agama adalah sebuah identitas yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Pada dasarnya, manusia hidup dengan berpegang teguh pada dasar ajaran agama. Agama bukan hanya diartikan sebagai sebuah kepercayaan, melainkan agama adalah jalan hidup yang ditempuh oleh pengikutnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dengan beragama, kehidupan manusia lebih terarah dan akan tercipta hubungan antara manusia dengan sang pencipta. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan ekspresi keagamaan. Orang muslim dalam menjalankan setiap kegiatannya pasti berbebeda dengan orang Kristen, begitu juga dengan penganut agama yang lain.

Melalui para Nabi, Allah menurunkan wahyu berupa syariat yang harus dikerjakan oleh umat manusia. Nabi Ibrahim as adalah pondasi awal tentang system ketuhan. mendapatkan julukan abul anbiya’. Hal ini dilandaskan pada sumber kemunculan agama-agama samawi yang bersumber dari Ibrahim as. Nabi Ibrahim memiliki dua orang putra yang bernama Ismail dan Ishaq. Dari Nabi Ismail dan Ishaq inilah kemudian lahirlah bebrapa nabi seperti Nabi Ya’qub, Yusuf, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya, Isa, dan Muhammad yang kemudian membawa pesan Allah berupa wahyu yang memuat tentang seruan untuk beriman dan menyembah kepada dzat yang maha esa, Allah (Ghafur, 2016, p. 2).

Berbicara tentang konsep pengalaman dan ekspresi keagamaan, maka kita akan mengenal Joachim Wach. J. Wach adalah seorang ahli filsafat Fenomenologi. Ia lahir di Chemints, 25 Januari 1898. Wach adalah putra tertua Felix dan Chaterine. (Pujiastuti, 2017) Wach kecil amat disayang oleh keluarganya, bukan hanya ayah dan ibunya, tetapi juga kakek-neneknya. Sejak kecil Wach sudah memiliki minat dengan music, sastra dan puisi. Sepanjang masa kecilnya, Wach selalu bangun jam lima pagi. Imajinasinya yang tinggi membuat dia memiliki negeri fantasi yang disebutnya “Pelagypten”. Minatnya terhadap agama tumbuh ketika dia masih belia. Dia mulai mempelajari agam

Ilmu Antropologi tidak membahas tentang syariat yang dilakukan oleh pemeluknya, melaikan melihat dari sudut pandang perilaku kehidupan beragama yang tampak dari para penganut agama. Antropologi menyatakan tidak akan mempersoalkan masalah benar atau salahnya agama, karena setiap agama memiliki tujuan yang sama, yakni agar terciptanya perdamaian dan kasih sayang diantara para manusia (Djam’annuri, 2003). Keagamaan sudah menjadi bagian dari bentuk kebudayaan. Namun agama biasanya hanya dikenal sebagai sistem kepercayaan yang dianut segala ketentuan yang berlaku di dalamnya tanpa perlu melakukan kajian mendalam tentang agama. Dalam dua abad terakhir ini, agama mulai bisa dijelaskan secara ilmiah dengan berbagai metode dan pendekatan.

Pengalaman keagamaan merupakan aspek hubungan bathiniyah yang terjalin antara manusia dan fikirannya dengan tuhan (Wach, 1996). Setiap individu dengan individu yang lain akan merasakan pengalaman keagamaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan aktivitas keagamaan yang dilakukan oleh manusia dalam berhadapan dengan sang pencipta meliputi segi lahiriyah dan bathiniyah. Sehingga manusia akan mengembangkan pola-pola perasaan yang system-sistem pemikiran, sistem kelakuan sosial, dan organisasi-organisasi dengan orang akan berbeda (Pujiastuti, 2017, p. 65). Ada empat macam gagasan yang disampaikan oleh Joachim Wach mengenai hakikat pengalaman keagamaan, yaitu: pandangan yang menyangkal adanya pengalaman tersebut karena dianggap hanya sebuah ilusi, pengalaman yang mengakui eksistensi pengalaman keagamaan, namun pengalaman tersebut tidak dapat dipisahkan karena sama dengan pengalaman lain yang bercorak umum, pandangan yang mempersamakan antara bentuk sejarah agama dengan pengalaman keagamaan, hal ini merupakan suatu kebiasaan yang menjadi ciri konservatif yang konsisten terhadap pemahaman agama masyarakatnya dan pandangan mengakui adanya suatu pengalaman murni yang dapat diidentifikasikan dengan mempergunakan kriteria tertentu yang dapat diterapkan terhadap ungkapan-ungkapan manapun (Wach, 1996).

Selain adanya konsep diatas, hakikat pengalaman keagamaan diekspresikan dalam tiga hal (Ahmad Norma Permata, 2000).  Ungkapan pengalaman keagamaan dalam bentuk pemikiran dalam berupa doktrin keagamaan. Agama seringkali menjadi tembk yang memenjarakan pemikiran manusia. Manusia seringkali memaknai agama sebagai sebuah kepercayaan yang diikuti dengan mutlak, tanpa ada sesuatu yang melatar belakangi. Namun agama sebenarnya merupaka jalan. Jalan bisa dikatakan sebagai sararan, bukan justru memnjarakan pemikiran manusia hanya sampai pada tahap mengimani. Dengan beragama, sebenarnya kita dituntut untuk memahami arti perintah tuhan, guna memahami maksud tuhan menjadikan segala sesuatu di dunia ini. Dengan berbagai macam metode dan pendekatan, konsep agama sebagai doktrin lama-lama telah memudar. Manusia menggunakan akal dalam memahami agama, karena segala sesuatu tidak ada yang kebetulan, tetapi semua adalah pilihan.

Ungkapan dalam bentuk perbuatan berupa peribadatan. Agama memiliki aturan aturan syariat yang harus diikuti oleh setiap pengikutnya. Agama memiliki cara agar hubungan yang terjalin antara hamba dan tuhannya bisa dirasakan, bukan hanya menjadi sesuatu yang abstrak. Memaui peribadatan, maka tuhan dan hamba akan memiliki media atau sarana untuk saling berkomunikasi. Dengan adanya peribadatan pula, manusia dituntut untuk leboh merasakan adanya tuhan yang menjadikan dan mengatur bumi dan seisinya.

Ungkapan dalam bentuk perseketuan berupa kelompok-kelompok kegamaan. Agama menjadi sesuatu yang disepakati oleh sebagaian manusia. Disisi lain, manusia yang menyepakati suatu agama, berarti meyakini adanya agama. kelompok-kelompok keagamaan adalah mereka yang bergabung dalam satu wadah untuk sama-sama menyalurkan visi dan pemahaman mereka. Kelompok-kelompok ini muncul karena adanya kesamaan cara pandang dan sudut berpikir yang sama, sehingga dalam memahami agama, mereka tidak sendiri, melainkan Bersama-sama dengan kelompok mereka yang sepaham.

Pengalaman agama adalah sebuah hubungan bathiniyah yang dilakukan oleh manusia dengan tuhan. Dalam studi hadis, pengalaman keagamaan sangat diperlukan oleh ahli hadis dalam melakukan analisis yang mendalam atas munculnya sebuah hadis. Kajian-kajian tersebut bisa dari segi historisitas, atau faktor lain yang mempengaruhi munculnya sebuah hadis. Dalam tradisi kajian hadis, pendekatan historisitas digunakan usaha dalam menelusuri asal usul dan perkembangan melalui berbagai periode perkembangan tertentu. Motode ini dilakukan dengan menganalisis dari masa awal mulai dibukukannya hadis.

Hadis yang merupakan teks yang segala sesuatunya disandarkan pada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan memiliki nilai yang sangat tinggi bagi manusia. Sebagai sebuah teks yang memiliki fungsi khusus dalam mengatur kehidupan manusia, baik kehidupan yang berhubungan dengan tuhan (hablum minnallah) maupun hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas) maka wajib dilakukan kajian agar kemurnian hadis tetap terjaga sebagaimana awal munculnya hadis dari Nabi saw. Dengan menjaga kemurnian hadis, maka manusia akan senantiasa mengingat nasihat-nasihat nabi yang sampai pada masa sekarang ini dalam bentuk tulisan.

Pengalaman atas agama merupakan cara pandang seseorang dalam memahami agam. Agama bukan hanya diartikan sebagai sistem kepercayaan, melainkan agama menjadi sistem berpikir dalam memahami aturan-aturan atau justru kekuasaan tuhan yang dipercaya. Agama memiliki peran untuk menjadi jalan agar manusia senantiasa berada di jalur yang tepat dan terarah. Tanpa disadari, agama adalah sebuah cara untuk melaksanakan kehidupan. Agama bukan hanya mengatur pemeluknya sampai pada tuhan yang disembahnya, melainkan agama menjadi sistem yang mengatur tampilan fisik pemeluknya, tindakan sosial, dan segala bentuk perilaku sosial diantara masyarakat. Dengan kata lain, agama tidak bisa diartikan dalam ranah ubudiyah saja, melainkan juga muamalah keduniaan juga.

Daftar pustaka

Djam’annuri. (2003). Studi Agama-Agama; Sejarah dan Pemikiran. Cet pertama. Yogyakarta: Pustaka Rihlah.

Ghafur, W. A. (2016). Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir al Mizan. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Pujiastuti, T. (2017). Konsep Pengalaman Keagamaan Joachim Wach. Syi’ar.

Wach, J. (1996). Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ahmad Ubaidillah Ma’sum al Anwari

Mahasiswa Prodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarata

 17,662 total views,  6 views today

Melalui PENGALAMAN hidup beragama yang benar yang dialami dan dirasakan orang akan Allah adalah

Sebagai sebuah ijthad dalam rangka mengembangkan kajian Studi Hadis di Indonesia dibentuklah sebuah perkumpulan yang dinamakan dengan Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA). Sebagai sebuah perkumpulan ASILHA menghimpun beragam pemerhati hadis di Indonesia. Himpunan ini terdiri atas akademisi dan praktisi hadis di Indonesia dengan memiliki tujuan yang sama.

Berikan tanggapanmu mengenai :- Revolusi Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - 1949)- Peristiwa turunnya Presiden Soeharto dari kekuasaann … ya yang disebut reformasi​

Jawab: 3. Apa saja fakta menarik yang dimiliki Negara Belanda? Jawab:​

Di Belanda, ada bahasa Frisian. Apa yang dimaksud bahasa Frisian? Jawab: ​

Jelaskan bagaimana bentang alam Negara Belanda! Jawab:​

Jawab: 2. Negara manakah yang pernah menjajah Negara Brasil? Berapa lama waktu penjajahannya? Jawab:​

1.kepanjangan Asean2.kapan didirikannya Asean?3.siapa wakil dari Filipina yang menandatangani Deklarasi Bangkok?jawab secepatnya yhh!!​

Negara mana sajakah yang mendirikan negara ASEAN?​

menjelaskan kemajuan perekonomian salah satu negara di benua asia​

1. Singapura merupakan negara yang menggunakan sistem pemerintahan 2. penyebab turunnya hasil sumber daya alam kamboja adalah akibat 3. mengingat wila … yah Indonesia yang 2 per 3 bulan berupa lautan maka Gempa yang terjadi berpotensi menimbulkan

type flora, contoh,terdapat di daerah/pulau?​