Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Lifestyle

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah
Annisa Nur Indah28 Mar 2021

Bagi pencinta teater modern, tanggal 27 Maret merupakan hari penting untuk dirayakan karena tanggal tersebut adalah hari teater modern sedunia. Di Indonesia, teater modern mungkin hanya dinikmati segelintir orang saja karena popularitasnya yang mulai menurun, tergeser oleh jenis hiburan lain lewat internet.
Dilansir dari Kumparan, dahulu teater masih dianggap sebagai suatu yang khidmat dan serius, karena hanya dipertunjukkan dalam kegiatan ritual keagamaan.

Namun seiring berjalannya waktu, fungsi teater mulai bergeser menjadi suatu hiburan.
Hingga saat ini, teater masih menjadi sarana untuk hiburan masyarakat. Tapi tak jarang, teater modern juga digunakan oleh sutradara atau para pemain sebagai pesan berisi kritik sosial.

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Sumber: Pojok Seni

Di tengah maraknya kanal streaming film online sebagai hiburan, ternyata masih banyak lho teater modern Indonesia yang masih berkarya. Apa saja? Simak ulasan berikut ini, yuk!

1.     Teater koma

Bermarkas di Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki dan Gedung Kesenian Jakarta, teater Koma masih berkarya sampai Sekaran. Selain mementaskan karya dramawan dalam negeri, Teater Koma juga menggelar karya kelas dunia, seperti Shakespeare, Georg Buchner, dan Moliere.

Teater Koma tetap yakin, teater bisa menjadi salah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu cara untuk menemukan kembali peran akal sehat dan budi-nurani.

BACA JUGA: Chill di Kost, Ini 10 Rekomendasi Film Indonesia di Netflix  

2.     Bengkel Teater Rendra

Teater modern Indonesia selanjutnya adalah Bengkel teater rendra. Bengkel Teater rendra didirikan oleh Willibrordus Surendra Brata atau yang kita kenal dengan nama Rendra pada tahun 1967. Kelompok ini giat berkarya sejak dari Yogyakarta, pindah ke Jakarta lalu ke Depok pada 1970-an. Bisa dibilang teater modern ini memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan dunia teater di Indonesia. Dalam karya-larya WS Rendra selalu terkandung pemahaman yang mendalam mengenai kesewenang-wenangan order baru. 

3.     Teater Populer

Teater yang didirikan pada 1968 oleh Teguh Karya ini juga masih berkarya sampai sekarang. Pada awal berdiri, Teater Populer bernama Teater Populer Hotel Indonesia dan beranggotakan 12 orang dari mahasiswa Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) dan teaterawan independen. 

4.     Teater Kecil

Kelompok teatrikal ini menarik minat para teaterawan lewat kekuatan naskah bertema rakyat kecil, penderitaan, harapan, dan integritas. Didirikan oleh Arifin C. Noer, Teater Kecil menjadi salah satu gerbong dalam pembaharuan teater Indonesia. Teater Kecil dianggap dekat akrab dengan publik karena Arifin C. Noer memasukkan unsur-unsur budaya seperti lenong, stambul, boneka (marionet), wayang kulit maupun golek, dan melodi pesisir.

BACA JUGA: 5 Film Netflix Tahun 2020 yang Wajib Anak Kos Tonton
 

5.     Teater Mandiri

Teater Mandiri didirikan oleh Putu Wijaya di Jakarta pada tahun 1971. Kata Mandiri berasal dari Bahasa Jawa yang artinya orang yang sanggup berdiri sendiri, namun juga bisa bekerjasama dengan orang lain. Yang mana pada saat itu, sikap mandiri itulah yang dibutuhkan dalam pembangunan kepribadian bangsa di era lepas dari penjajahan fisik namun masih banyak hambatan mentalitas.

Awalnya Teater Mandiri pentas untuk pertunjukan televisi, tapi kemudian tampil di Gedung Kesenian Jakarta. Sejak saat itu, teater Mandiri selalu pentas dan muncul di sana. 

6.     Teater Keliling

Rudolf Puspa, Ir. Dery Syrna, Buyung Zasdar dan Paul Pangemanan mendirikan Teatter Keliling pada Februari 1974. Awal didirikannya teater ini untuk menyebarkan jiwa nasionalisme dan cinta tanah air melalui medium teater dengan cara berkeliling.

Sampai saat ini total ada 1600 lebih pementasan yang telah digelar dan Teater Keliling terus konsisten dalam memperkenalkan teater. Bukan mainnya, mereka memiliki suatu misi, yaitu agar para generasi muda saat ini lebih tertarik untuk mengunjungi sebuah pementasan teater. 

7.     Tetaer Payung Hitam

Teater yang berawal di bandung tahun 1982 ini dibentuk oleh Rahman Sabur. Membawakan drama realis karya penulis Indonesia, mereka lalu mengeksplorasi berbagai hal untuk menemukan ekspresi dan gaya pementasan yang cocok. Kemudian akhirnya mereka identic dengan bentuk teater non-verbal.

Hal ini dipengaruhi oleh sang pendiri, Rahman Sabur, seorang penyair liris yang menghindari banyaknya kata dalam sajak-sajaknya. Karya teaternya pun menjadi sarat akan lambang visual, auditif, dan kinetic. 

8.     Teater Gandrik

Diselingi canda dan penyampaian yang ringan, Teater gandrik dikenal sebagai teater yang menyuarakan tema-tema sosial, dan kritik terhadap penguasa atas keadaan masyarakat kecil yang semakin terpinggirkan. Karena hal inilah pada masa orde baru, kelompok yang berpusat di Padepokan Seni Bagong Kusudiardja ini melenggang tanpa dihinggapi ketakutan atau cekalan dari penguasa. 

9.     Teater Garasi

Teater Garasi didirikan di Yogyakarta pada Desember 1993. Kelompok teater ini beranggotakan seniman kontemporer, diantaranya; Yudi Ahmad Tajudin (sutradara, Direktur Artistik Teater Garasi), Gunawan Maryanto (penyair, sutradara), Jompet Kuswidananto (perupa), Ugoran Prasad (pengarang, dramaturg), Risky Sasono (musisi, anggota Risky Summerbee and The Honeythief), Naomi Srikandi (sutradara, aktor), Yennu Ariendra (musisi, anggota Melancholic Bitch), Sri Qadariatin (aktor/performer), dan Theodorus Christanto (aktor/performer). Pementasan karya yang sifatnya eksperimental telah dipentaskan oleh Teater garasi baik di dalam maupun luar negeri. 

10.  Sanggar Merah Putih Makassar

Sanggar Merah Putih Makassar atau SMPM didirikan pada 20 Mei 1987 di Makassar. Komunitas ini berperan sebagai media transformasi nilai sosial dan budaya dalam arus perubahan masyarakat.Dengan motto ‘Merah Putih setiap Hari’, banyak karya, sutradara, serta seniman teater yang lahir dari kerja-kerja seniman yang mereka lakoni.   

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

5.0

(3)

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

4.5

(4)

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Perkembangan teater di Indonesia tentunya tidak dapat lepas dari campur tangan para pelaku seni teater yang kemudian kita sebut sebagai tokoh teater. Berikut adalah tokoh-tokoh teater yang dianggap berpengaruh dalam perkembangan Teater di Indonesia.

WS Rendra

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Memiliki nama asli Willibrodus Surendra Bawana Rendra, sastrawan sekaligus teaterawan ini lahir pada 7 November 1935 di Solo, Jawa Tengah. Beliau kemudian wafat pada 6 Agustus 2009 di Depok, Jawa Barat pada usia 73 tahun.

Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Namun, akibat tekanan politik yang ada pada zaman itu, kelompok teaternya ini kemudian dipindahkan ke Depok pada Oktober 1985.


Kita tersenyum bukanlah kerana bersandiwara.Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.

Sikap kita untuk Tuhan,manusia sesama,nasib dan kehidupan. “

WS Rendra

Beberapa karyanya antara lain Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954), SEKDA (1977), serta Mastodon dan Burung Kondor (1972)

Arifin C. Noer

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Memiliki nama lengkap Arifin Chairin Noer, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Arifin C. Noer adalah seorang sutradara dan penulis naskah kelahiran Cirebon pada 10 Maret 1941. Arifin tidak hanya dikenal sebagai tokoh teater Indonesia melainkan juga di dunia perfilman.

Arifin sudah aktif menulis cerpen dan puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Semasa sekolah, dia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra dan Himpunan Sastrawan Surakarta, kemudian barulah menemukan kecintaannya pada dunia teater. Di dalam kelompok drama bentukan Rendra itu, dia mulai menulis naskah dan menyutradarai lakon-lakon teater.

Saat kuliah di Universitas Cokroaminoto, Arifin bergabung dengan Teater Muslim yang dipimpin Mohammad Diponegoro. Lalu pada tahun 1968, ia pindah ke Jakarta dan mendirikan kelompok teater bernama Teater Kecil. Tidak hanya aktif sebagai seniman teater, di Jakarta ia juga terus berkarya sebagai sutradara film dan penulis skenario, hingga akhirnya tutup usia pada 28 Mei 1995 di usia 54 tahun.

“Hujan kali ini bagai kata-kata cinta, yang mesra diucapkan Tuhan, dan kita khusuk menunduk mendengarnya.”

Arifin C. Noer

Arifin telah melahirkan banyak naskah drama terkenal, diantaranya adalah Seorang Laki-Laki Tua (1966), Prita Istri Kita (1966), Mega-Mega (1966), Kapai-Kapai (1970), Kasir Kita (1972), Orkes Madun (1974), hingga Sandek, Pemuda Kerja (1979).

Jose Rizal Manua

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

.Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat pada 14 September 1954 merupakan seorang Sarjana Seni lulusan Fakultas Teater, Institut Kesenian Jakarta. Dirinya dikenal sebagai seorang pujangga, pemeran dan pengisi suara film, serta pegiat teater. Pada tahun 1975 dia mendirikan Teater Adinda, bersama dengan Yos Marutha Effendi.

Setelah aktif berkarya selama beberapa tahun bersama Teater Adinda, ia kemudian mendirikan Bengkel Deklamasi Jakarta pada 1986. Dua tahun setelahnya, ia mendirikan salah satu kelompok teater anak-anak bernama Teater Tanah Air. Kelompok teater bentukannya tersebut meraih juara pertama pada Festival Teater Anak-anak Dunia ke-9 di Lingen, Jerman, yang diselenggarakan pada 14-22 Juli 2006. Hingga kini, eksistensi Teater Tanah Air tidak bisa diragukan lagi bagi perteateran Indonesia bahkan dunia.

Wahai, tanah airkuWahai, saudara-saudaraku,Mari kita tumpulkan duri-duri yang runcingDalam hubungan antar manusia, oleh manusia

Dan untuk kesejahteraan umat manusia

Jose Rizal Manua

Putu Wijaya

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Beliau merupakan seorang sastrawan, penulis drama, cerpen, esai, novel dan juga penulis skenario film. Beliau lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali pada 11 April 1944 dengan nama I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dirinya kemudian lebih dikenal di dunia sastra dengan nama Putu Wijaya.

Awalnya, sang ayah ingin Putu menjadi dokter. Namun, karena Putu lemah dalam ilmu pasti, ia lebih memilih untuk menjadi penulis. Ia sudah menulis sejak SMP. Hingga kini Putu sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, seribu cerpen, ratusan esai, artikel lepas dan kritik drama.

Putu sempat bergabung dengan Bengkel Teater Rendra pada tahun 1967 sampai 1969. Sebelum akhirnya bergabung dengan Teater Kecil bentukan Arifin C. Noer. Hingga akhirnya, Putu mendirikan sendiri kelompok teaternya pada tahun 1971 dengan nama Teater Mandiri.

Kita jangan sampai kagum pada bayangan kita sendiri, kadang-kadang bayangan itu tinggi besar jika matahari condong, padahal tubuh kita sebenarnya tetap kecil. “

Putu Wijaya

Putu telah melahirkan banyak naskah drama terkenal, diantaranya adalah Bila Malam Bertambah Malam (1970), Edan (1988), Demokrasi, Aeng, Cipoa, hingga Zetan.

Nano Riantiarno

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Nano Riantiarno sepertinya tidak asing lagi di telinga para pecinta teater modern nasional. Sebagai salah satu tokoh teater Indonesia terbesar, pria bernama lengkap Nobertus Riantiarno ini merupakan teaterawan kelahiran Cirebon, Jawa Barat pada 6 Juni 1949. Ia pertama kali mengenal dunia seni melalui kelompok kesenian Tunas Tanah Air di Cirebon. Ia menjadi anggota di kelompok tersebut pada 1964 hingga 1967 dan aktif bermain drama. Kemudian setelah lulus SMA, ia melanjutkan studinya di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI).

Setahun setelah masuk ke ATNI, tepatnya pada tahun 1968, Nano ikut mendirikan kelompok Teater Populer bersama Teguh Karya. Bersama kelompok teater tersebut, ia dan Teguh Karya juga merambah ke dunia film mulai tahun 1970. Hingga akhirnya, pada tahun 1977 Nano mendirikan salah satu kelompok teater yang sangat kita kenal hingga sekarang; Teater Koma, bersama dengan Ratna Riantiarno yang kemudian menjadi istrinya setahun kemudian.

Tapi sekarang, mencintaimu sebagai bayang-bayang, sebagai impian, membuatku lebih bahagia. Aku mencintaimu, Ars, tanpa jeda. Lebih baik kau tetap menjadi impian. Aku bisa lebih leluasa menyatakannya. Dengan berbagai cara.” 

Nano Riantiarno

Di tangan beliau, banyak naskah drama kolosal yang tercipta, diantaranya adalah Surat Kaleng (Trilogi RUMAH KERTAS I) (1977), Namaku Kiki (Trilogi RUMAH KERTAS II) (1977), Rumah Kertas (Trilogi RUMAH KERTAS III) (1977), Maaf.Maaf.Maaf. (1978), Bom Waktu (1982), Opera Kecoa (1985), Opera Julini (1986), Sampek Engtay (1988), Semar Gugat (1995), Republik Bagong (2001), hingga Demonstran (2014).

Teguh Karya

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Teguh Karya terlahir dengan nama Steve Liem Tjoan Hok pada 22 September 1937 di Pandeglang, Banten. Ia adalah anak pertama dari Laksana Karya (Tjon Hok) dan Naomi Yahya yang merupakan keturunan Tionghoa Indonesia; ia memiliki keturunan Banten dari neneknya. Ia bersekolah di sekolah dasar di daerah Pandeglang, tetapi pindah ke Jakarta untuk menempuh sekolah menengah pertama. Ia meninggal di Jakarta, 11 Desember 2001 pada umur 64 tahun adalah seorang sutradara film legendaris Indonesia.

Teguh Karya juga adalah pemimpin Teater Populer sejak berdirinya tahun 1968. Dikenal sebagai maestro perfilman Indonesia, ia telah enam kali meraih piala citra kategori Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia. Film-filmnya melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim, dan Alex Komang. Pada tahun 2001 Teguh meninggal akibat komplikasi pasca stroke yang ia alami tahun 1998.

Teguh belajar di Akademi Seni dan Film Indonesia (ASDRAFI) Yogyakarta dari tahun 1954-1955. Lalu, ia belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) Jakarta dari tahun 1957 sampai 1961. Ia mendapat beasiswa untuk belajar drama dan film di East–West Center Universitas Hawaii di Honolulu tahun 1963. Sepulang ke Indonesia dia mengajar seni peran di ATNI (1964). Pada masa itu juga ia mendirikan Teater Populer bersama Tuti Indra Malaon, Christine Hakim, Slamet Rahardjo, dan lain-lain. Ia juga tercatat sebagai salah satu pendiri Badan Pembina Teater Nasional Indonesia (1962). Ia pernah bekerja sebagai penata artistik panggung Hotel Indonesia (1961-1972). Teater Populer kemudian berhasil memproduksi sejumlah drama, termasuk Pernikahan Darah (1971), Inspektur Jenderal, Kopral Woyzeck (1973), dan Perempuan Pilihan Dewa (1974)

DEKNONG KEMALAWATI

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Deknong Kemalawati” (2 April 1965, Meulaboh, Aceh) adalah salah seorang penyair modern Indonesia, Pengurus Dewan Kesenian Banda Aceh, Pemenang Hadiah Sastra Pemerintah Aceh.

Beliau tamat dari Fakultas Pedagogis Universitas Syiah Kuala (Banda Aceh), bekerja sebagai guru matematika di sekolah menengah. Antara pendiri Lembaga Kebudayaan dan Masyarakat (Lapena) (1998), Pengurus Dewan Kesenian Banda Ace . Mengambil bagian dalam bengkel puisi Dimas Arika Mihardja.

Beliau mulai menulis puisi di sekolah. Karya-karya pertama diterbitkan di surat kabar dan majalah pada waktu masih mahasiswi. Antologi puisi pertama Surat Dari Negeri Tak Bertuan diterbitkan pada tahun 2006. Novel “Seulusoh” tentang peristiwa Tsunami 2004 diterbitkan pada tahun 2007 dan menerima pujian para kritikus . Sampai saat ini, penyair ikut serta dalam lebih dari sepuluh kumpulan puisi, termasuk beberapa antologi sendiri.

Selain sastra, beliau berpartisipasi dalam produksi teater dan pertunjukan tarian nasional. Pada bulan November 2012 beliau dengan sukses berpartisipasi dalam Hari Puisi Indonesia (Pekan Baru) . 27-28 Oktober 2017, sebagai anggota kelompok budaya Aceh mengunjungi Kazan (Rusia), di mana mendeklamasikan puisinya dan menyajikan tarian tradisional Berulang kali mewakili Indonesia di forum internasional: pada tahun 2016 di Kuala Lumpur di Ekspresi Puisi Dunia Numera dan pertemuan penyair Nusantara , serta pada tahun 2018 di Sabah dalam diskusi penyair Indonesia dan Malaysia tentang peran puisi dalam pengembangan hubungan bilateral 

Ratna Riantiarno 

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

(Lahir di Manado, Sulawesi Utara, 23 April 1952) adalah aktris, manajer seni pentas, aktivis teater Indonesia.

Semula, mengenal dunia kesenian lewat seni tari. Dengan menari, dia berkeliling dunia, kemudian di sempat berdomisili di New York, AS, selama dua tahun, 1974–1975. Guru tari (Bali) yang pertama adalah I Wayan Supartha. Main drama pertama kali di Teater Kecil dalam lakon Kapai Kapai, 1969. Sesudah itu dia sering memainkan peranan penting dalam lakon-lakon karya Arifin C. Noer, sutradara kenamaan asal Cirebon yang dia anggap sebagai guru teaternya, ia antara lain; Sumur Tanpa Dasar, Mega-Mega, Madekur Tarkeni, dan Kocak-Kacik.

Bersama Teater Kecil, ikut pentas Sumur Tanpa Dasar keliling Amerika dalam KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat), 1992. Pada 1997, berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation. Dan pada tahun 2000, memperoleh grant dari Pemerintah Amerika Serikat untuk kunjungan budaya selama sebulan dalam program bertajuk The Role of Theatre in US Society.

Ikut mendirikan Teater Koma, 1 Maret 1977. Bermain dalam banyak lakon karya penulis drama dan sutradara N. Riantiarno, yang kemudian menjadi suaminya pada 1978. Antara lain; Rumah Kertas, Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Primadona, Sampek Engtay, Konglomerat Burisrawa, Suksesi, Kala, Republik Bagong, Presiden Burung-Burung, Republik Togog dan Maaf.Maaf.Maaf. Dia juga memainkan peran penting dari karya para penulis drama kelas dunia. Antara lain; Orang Kaya Baru dan Tartuffe/Moliere, Perang Troya Tidak Akan Meletus/Jean Girodoux, Teroris/Jean Paul Sartre, Brown Yang Agung/Euegene O’Neill, Exit The King dan Makbeth/Eugene Ionesco, The Threepenny Opera dan The Good Person of Szechwan/Bertolt Brecht, The Crucible/Arthur Miller, Romeo Juliet/William Shakespeare dan Women in Parliament/Aristophanes.

Remy Sylado

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Yapi Panda Abdiel Tambayong (ER: Japi Tambajong) atau lebih dikenal dengan nama pena Remy Sylado (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945; umur 75 tahun) adalah salah satu sastrawan Indonesia. Dia sering menuliskan namanya dalam not angka, 23761.

Dia besar di lingkungan keluarga Tambayong di Malino, Ujung Pandang (kini Makassar). Masa kecil dan remaja dihabiskan di Semarang dan Solo. Sejak kecil hobi bertanya tentang banyak hal terkait dengan urusan agama. Latar belakang agamanya yang kuat membuat orang tua Yapi mengirimnya untuk bersekolah ke seminari.

Ia memulai karier sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah Aktuil Bandung (sejak 1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (sejak 1971), ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Dia menulis kritik, puisi, cerpen, novel (sejak usia 18), drama, kolom, esai, sajak, roman populer, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Remy terkenal karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-pertunjukan drama yang dipimpinnya. Ia juga salah satu pelopor penulisan Puisi mBeling, bersama Jeihan dan Abdul Hadi WM.

Selain menulis banyak novel, ia juga dikenal piawai melukis, berdrama, dan tahu banyak akan film. Saat ini ia bermukim di Bandung. Remy pernah dianugerahi hadiah Kusala Sastra Khatulistiwa 2002 untuk novelnya Kerudung Merah Kirmizi.

Remy juga dikenal sebagai seorang Munsyi, ahli di bidang bahasa. Dalam karya fiksinya, sastrawan ini suka mengenalkan kata-kata Indonesia lama yang sudah jarang dipakai. Hal ini membuat karya sastranya unik dan istimewa, selain kualitas tulisannya yang tidak diragukan lagi. Penulisan novelnya didukung dengan riset yang tidak tanggung-tanggung. Seniman ini rajin ke Perpustakaan Nasional untuk membongkar arsip tua, dan menelusuri pasar buku tua. Pengarang yang masih menulis karyanya dengan mesin ketik ini juga banyak melahirkan karya berlatar budaya di luar budayanya. Di luar kegiatan penulisan kreatif, ia juga kerap diundang berceramah teologi.

Remy Sylado pernah dan masih mengajar di beberapa perguruan tinggi di Bandung dan Jakarta, seperti Akademi Sinematografi, Institut Teater dan Film, Sekolah Tinggi Teologi. Dia seorang poliglot, menguasai banyak bahasa. Dalam beberapa kesempatan, dia sering berpakaian serbaputih sebagai ciri khasnya.

Cucuk Espe 

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

 (lahir di Jombang, Jawa Timur, 19 Maret 1974; umur 47 tahun) adalah penyair, eseis, cerpenis penulis naskah drama, dan aktor berkebangsaan Indonesia. Ia belajar bahasa Indonesia di IKIP Malang, tetapi kemudian menggeluti sebagai seniman dan mendirikan Teater Kopi Hitam Indonesia.

Cucuk Espe pernah menjadi aktor teater terbaik pada Peksiminas III di Taman Ismail Marzuki Jakarta (1995). Selanjutnya, ia mendirikan dan memimpin Teater Kopi Hitam Indonesia. Bersama sejumlah pegiat seni di Jawa Timur menggagas Lembaga Baca-Tulis Indonesia (LBTI), sebuah komunitas nirlaba yang bergerak di bidang kebudayaan (menuju masyarakat makin berbudaya). Sejumlah eseinya sering dipublikasikan di Jawa Pos, Kompas, Republika, Media Indonesia, Lampung Post, Radar Surabaya, Bali Post, Banjarmasin Post, Surabaya Pagi, Harian Bhirawa, danmedia daring

Asrul Sani

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Asrul Sani (lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1927 – meninggal di Jakarta, 11 Januari 2004 pada umur 76 tahun) adalah seorang sastrawan, sutradara, dan penulis skenario film ternama asal Indonesia.

Dalam blantika perfilman Indonesia, Asrul Sani telah berkiprah selama lebih kurang 67 tahun (1959-1992); menyutradarai beberapa film, serta meraih delapan penghargaan Piala Citra untuk penulisan skenario dan cerita asli.

Tahun 2000 Asrul menerima penghargaan Bintang Mahaputra dari Pemerintah Republik Indonesia.

Asrul Sani merupakan anak bungsu dari tiga orang bersaudara. Ayahnya, Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Padang Nunang Rao Mapat Tunggul Mapat Cacang, merupakan kepala adat Minangkabau di daerahnya. Ibunya Nuraini binti Itam Nasution, adalah seorang keturunan Mandailing.

Asrul Sani memulai pendidikan formalnya di Holland Inlandsche School (sekolah dasar bentukan pemerintah kolonial Belanda) di Bukit Tinggi pada 1936. Lalu ia melanjutkan SMP di SMP Taman Siswa, Jakarta pada 1942. Setelah tamat, ia melanjutkan ke Sekolah Kedokteran Hewan, Bogor. Akan tetapi, minatnya akan Sastra sempat mengalihkan perhatiannya dari kuliah kedokteran hewan sehingga Asrul sempat pindah ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan, dengan beasiswa Lembaga Kebudayaan Indonesia- Belanda, mengikuti pertukaran ke Akademi Seni Drama, Amsterdam pada 1952 walaupun akhirnya kembali melanjutkan kuliah kedokteran hewan hingga memperoleh gelar dokter hewan pada 1955. Pada masa kuliah itu juga Asrul sempat mengikuti seminar kebudayaan di Harvard University pada 1954. Setelah tamat kedokteran hewan, Asrul kembali mengejar hasratnya akan seni sastra dengan melanjutkan kuliah dramaturgi dan sinematografi di South California University, Los Angeles, Amerika Serikat (1956) dan kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958).

Menurut Ajip Rosidi, ia dapat berbicara dalam Bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman.

Wawan Sofwan

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Wawan Sofwan (lahir di Ciamis, Jawa Barat, 17 Oktober 1965), adalah aktor dan sutradara teater Indonesia. Lulusan kimia dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung pada tahun 1991, ia mulai aktif dalam bidang teater sejak tahun 1984 di Student Theater IKIP Bandung dan kemudian pada tahun 1986 melanjutkan pembelajaran teater di Studiklub Teater Bandung, yang merupakan salah satu teater modern yang tertua di Indonesia.

Naskah drama yang telah dipentaskannya adalah ‘King Lear’, Impian di Tengah Musim, Julius Caesar, Doa Carlos dan lain-lain. Ia mulai mendalami monolog pada tahun 1994. Monolog yang sudah dipentaskannya adalah Oknum, Dam, Laporan untuk Akademi, Zarathustra, Indonesia Menggugat,Kontrabass dan ” The Story of Tiger”.

Tahun 1999 ia mulai meyutradarai> pentas yang pernah disutradarainya, al: Art (Yasmina Reza), Disco Pigs (Enda Wals), Faust I (Goethe), Fragmen opera La Boheme (Pucini),Saudagar Venesia (Shakespeare), Musical “Honk”, Musical “Mary did you know”, Nuri dan Lokomotif Lipang, Electronic City (F. Richter),Fashion Performance “Ti Iwung Nungtung ka Padung”, Opera Dido Aenias (H. Purcel), Konser Bimbo 40 tahun,Nyai Ontosoroh(Pramudya A. Toer/Faiza Marzuki) dan Kehidupan di Teater (David Mamet)

Di samping itu, Wawan Sofwan juga mendapat beasiswa dari Goethe Institut Jerman untuk belajar Bahasa Jerman dan mempelajari Research Theater dari tahun 1995 hingga 1996. Kemudian, antara tahun 1996-2000, ia mulai mengikuti berbagai festival di Australia lalu bergabung dengan main teater Melbourne, dan mendapat anugerah “The Melbourne Fringe Theater Award” serta dicalonkan sebagai “Green Room Award Australia“. Pada tahun 2000, ia mengikuti pertemuan atau kursus “International Forum for Theater Worker” di Berlin, Jerman.

Tahun 2005, mendapat beasiswa dari International Theater Institut Germany untuk magang di kelompok Theater musical “Triebwerk Theater-Hamburg” selama 4 bulan.

Pada tahun 2004, ia mengikuti The London International Festival of Theater. Ia juga pernah mengikuti bengkel-bengkel workshop seperti Dramatugi (Manfred Bachmayer& Manfred Linke), Stage Design (Wolf Wanninger), Voice dan Jogling, Puppet, Commedia del Arte(Allesandro Marchetti) dan Acting di Bandung, Jakarta, Melbourne dan Berlin. Mengajar seni drama di Cultural Center University Malaya-Kuala Lumpur dan sutradara tamu pada kelompok Sumunda Theater Company-Kuala Lumpur.

Sekarang ia mengajar di Voice Training di Jakarta, Acting for Singer di Gita Svara, Acting for Film and TV di Tikar School of Acting,Creative team di Tikar Production dan menjadi Sutradara Teater di mainteater Bandung.

Jajang C. Noer

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Terlahir dengan nama Lidia Djunita Pamoenjak. Ia merupakan seorang sutradara, pegiat teater dan aktris film Indonesia yang dikenal juga dengan nama Jajang Pamuncak atau Jajang C.Noer.

Isteri dari Arifin C.Noer ini mulai mengenal dunia seni pada saat usiainya menginjak lima tahun ketika ia dan keluarganya menetap di Manila. Saat itu ayahnya, menjabat sebagai dubes RI untuk Filipina.

Jajang kecil gemar sekali menari tari payung, tari piring dan sesekali tampil mewakili Indonesia. Saat kembali ke Indonesia, memasuki bangku SMA, perempuan berdarah Minang ini mulai menggeluti dunia teater.

Lalu pada tahun 1972 ia bergabung dengan sanggar Teater Ketjil pimpinan Arifin Chairin Noer yang kemudian menjadi suaminya. Jajang pun juga tercatat sebagai 12 orang pegiat teater yang turut mendirikan Teater Koma.

Meskipun dunia teater begitu melekat pada Jajang C.Noer, Jajang juga dikenal sebagai aktris Indoensia yang bermain di sejumlah film dan menyabet berbagai penghargaan atas peran yang ia mainkan. Mulai dari Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Piala Citra FFI 1992, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Piala Citra FFI 2013 dan lain-lain.

Christine Hakim

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Nama Christine Hakim sudah tidak asing di telinga publik di Indonesia, bahkan di kancah internasional. Ia sering menuai pujian dan meraih penghargaan atas puluhan film yang ia bintangi. Piala Citra sudah menjadi ‘koleksi’ baginya.

Namun, tahukah Anda perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956 ini memulai debutnya dalam dunia seni peran dengan tergabung pada kelompok Teater Populer.Kelompok yang dipimpin oleh Teguh Karya ini berdiri sejak 1968 silam. Dikenal sebagai pelopor teater modern di Jakarta, Teater Populer sukses mencetak para sineas yang terbukti telah menorehkan berbagai prestasi. Kemampuan mereka bahkan seperti tak lekang masa. Di usia yang tak lagi muda, masih dihormati.

Misalnya saja Christine Hakim yang beberapa filmnya yang memenangi penghargaan bergengsi itu seperti Cinta Pertama (1973), Sesuatu yang Indah (1977), Pengemis dan Tukang Becak (1978), Di Balik Kelambu (1982), Kerikil-Kerikil Tajam (1984), dan Tjoet Nja’ Dhien (1988). Dari film-film itu ia dapat predikat Pemeran Utama Wanita Terbaik.

Faiza Mardzoeki

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Siti Faizah Hidayati atau dikenal dengan nama Faiza Mardzoeki adalah seorang penulis naskah, sutradara, produser teater dan aktivis kesetaraan perempuan. Ia juga merupakan pendiri Institut Ungu, sebuah lembaga yang bekerja untuk isu perempuan dan hak asasi manusia melalui seni dan kebudayaan.

Banyak hal yang dilakukan Faiza perihal teater kita. Salah satunya adalah upaya mendokumentasikan pertunjukan yang ditanganinya. Beberapa karya adaptasi yang pernah ia garap diantaranya adalah naskah drama Perempuan Dititik Nol (2002), diadaptasi dari novel Women At Point Zero karya Nawal El Sadawi, naskah drama Nyai Ontosoroh (2007), diadaptasi dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, naskah drama Panggil Saya Kartini (2010), diadaptasi dari kumpulan surat-surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang.

Kemudian naskah teater yang ia ciptakan antara lain naskah drama Monolog Perempuan Menuntut Malam (2008), ditulis bersama Rieke Diah Pitaloka. Kemudian naskah drama Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer (2014) yang merupakan hasil riset panjang yang ia lakukan soal para perempuan eks tahanan politik dan korban tragedi 1965. Kemudian hasil risetnya tersebut dipentaskan dalam sebuah teater “Nyanyi Sunyi Kembang-Kembang Genjer”. Pementasan tersebut mendapatkan tanggapan positif dan apresiasi yang luar biasa.

Happy Salma

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Dikenal sebagai seorang aktris film, Happy Salma belakangan ini tak terlalu terlihat di layar lebar. Rupanya hal tersebut ia lakukan untuk fokus pada dunia seni teater.

Hal ini terlihat dari perannya sebagai produser untuk yayasan Titimangsa Foundation yang ia dirikan. Happy Salma pun telah menghasilkan beberapa pertunjukan teater yakni Bunga Penutup Abad yang diadaptasi dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa yang termasuk dalam seri novel Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, kemudian Perempuan Perempuan Chairil di tahun 2017 yang melibatkan aktor dan aktris papan atas, seperti Reza Rahadian, Chelsea Islan, dan Marsha Timothy.

Djenar Maesa Ayu

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Sosok penulis novel, sutradara, dan aktris kelahiran Jakarta 45 tahun silam ini. Dikenal sebagai salah satu penulis perempuan Indonesia yang cukup menonjol. Tulisannya yang bernuansa feminin membuat namanya dikenal dan diperhitungkan. Namanya pun semakin melambung saat dia terjun ke dunia film.

Sejumlah karyanya seperti Nayla, SAIA, AIR, Satu Perempuan 14 Laki-Laki, dan Mereka Bilang Saya Monyet! mungkin sudah tak asing lagi di telinga. Namun, tak hanya itu Djenar pun juga kerap menggelar pertunjuka teater dalam menvisualisasikan karya tulisannya.

Misalnya saja di sela-sela kesibukannya menulis novel, Djenar menggelar pementasan teater berjudul KENTUT di Goethe Institut Menteng pada 2006 silam. Pementasan dengan judul KENTUT ini diambil sebagai tema karena bersamaan dengan peluncuran buku Slamet Widodo AS.

Kemudian di tahun 2014, ia juga menggelar pementasan teater yang diangkat dari novel tulisannya berjudl ‘Saia’. Pementasan tersebut digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Pementasan yang disutradai Agus Noor ini mengangkat sebuah karya sastra ke atas panggung pementasan dengan mengutamakan pada musik, artistik, dan permainan multimedia.

DIDI PETET

Berikut di bawah ini nama tokoh yang memiliki sanggar teater koma yang terkenal di Indonesia adalah

Didi Widiatmoko atau yang lebih dikenal dengan Didi Petet (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 12 Juli 1956 – meninggal di Tangerang Selatan, Banten, 15 Mei 2015 pada umur 58 tahun) adalah seorang aktor berkebangsaan Indonesia. Ia membuat sebuah kelompok pantomim yang bernama Sena Didi Mime yang berhasil mewakilkan Indonesia di kancah internasional.[1]

Ketika dunia sinetron merebak seiring dengan tumbuh maraknya stasiun televisi di tanah air, Didi pun terjun ke sana. Film iklan tak ketinggalan dirambahnya pula. Bahkan ia kemudian mendirikan sebuah production house. Di samping itu, ia aktif pula dalam sejumlah pementasan teater, seminar tentang seni peran dan tentu saja mengajar di IKJ.

Ia meninggal dunia pada subuh hari Jumat, 15 Mei 2015. Kesehatannya memburuk sepulangnya dari Milan, untuk menghadiri pameran World Expo Milano. Ia adalah Ketua Koperasi Pelestari Budaya Nusantara yang menjadi penanggung jawab paviliun Indonesia di pameran tersebut.