Khitbah mengandung arti permintaan. Menurut adat adalah bentuk pernyataan dari satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan untuk mengadakan ikatan pernikahan. Sebagian ulama berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang hukumnya sunnah. Hal tersebut sesuai dengan konsepsi baku yang disabdakan melalui hadits bahwa diperbolehkan agar mendatangkan kebaikan dalam kehidupan berumah tangga, kesejahteraan dan kesenangan. Tetapi dalam melihat pinangan para ulama berbeda pendapat, ulama fiqih berpendapat bahwa diperbolehkan melihat muka dan kedua telapak tangan, karena muka dan telapak tangan dapat mewakili kecantikan dan kesuburan, sedang mazhab Zhahiri membolehkan melihat seluruh tubuhnya tanpa ada batasan. Mazhab Zhahiri adalah mazhab yang menyatakan bahwa sumber hukum hanya nash, ulama besar pada mazhab yaitu Daud Zhahiri dan Ibnu Hazm. Melihat wanita pada saat peminangan menurut mazhab Zhahiri sebagaimana yang tertuang dalam kitabnya al-Muhalla karya Ibnu Hazm bahwa anggota tubuh wanita yang boleh dilihat adalah seluruh tubuhnya tanpa batasan tertentu, karena dalam hadits tesebut tidak diterangkan bagian-bagian tubuh mana yang boleh diperlihatkan dan tidak boleh diperlihatkan kepada laki-laki yang akan meminangnya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan bahwa mazhab Zhahiri dalam menafsirkan hadits tersebut hanya berdasar kepada zhahirnya nas, tanpa menggunakan qiyas, ijtihad, ra’yu, istihsan atau dzara’i maslahat mursalah.
Apa khitbah itu ? - Khitbah adalah permintaan seorang laki-laki untuk menguasai seorang wanita tertentu dari keluarganya untuk menampakkan kecintaannya dengan tujuan untuk menikahi seorang wanita yang halal dinikahi secara syara’oleh seorang wali.
Diantara hal yang disepakati mayoritas ulama fiqh, syariat, dan perundang-undangan bahwa tujuan khitbah adalah berjanji akan menikah, belum ada akad nikah. Karakteristik khitbah hanya semata berjanji akan menikah, masing-masing calon pasangan memiliki hak untuk menentukan pilihannya menuju tahap pernikahan, karena akad nikah adalah akad yang menentukan kehidupan mereka. Jika dalam khitbah ada beberapa syarat yang diajukan oleh salah satu pihak maka harus dipenuhi, agar bisa lanjut ke tahap berikutnya, yaitu pernikahan.
Hukum Memandang Wanita Terpinang
Syariat Islam memperbolehkan pandangan terhadap wanita terpinang, padahal asalnya haram memandang wanita lain yang bukan mahram. Hal ini didasarkan pada kondisi darurat karena masing-masing calon pasangan memang harus mengetahui secara jelas permasalahan orang yang akan menjadi teman hidup dan secara khusus perilakunya. Anggota Tubuh Terkhitbah yang Boleh Dipandang
Baca juga: Wanita yang tidak boleh di khitbah Kapan Waktu Melihat Wanita Terpinang? Mayoritas ulama berpendapat bahwa waktu yang diperbolehkan melihat wanita terpinang adalah pada saat seorang laki-laki memiliki azam (keinginan kuat) menikah dan ada kemampuan baik secara fisik maupun materiil. Syariat islam yang lain yang berkenaan dengan wanita yang akan dipinang adalah saat dilihat baik untuk dinikahi bukan wanita penghibur atau bukan istri orang dari suami lain. Imam Asy-Syafi’i menjelaskan, hendaknya melihat wanita sebelum khitbah dengan niat akan menikahinya, baik tanpa sepengetahuan yang bersangkutan maupun sepengetahuan keluarganya.
Hukum Pandangan Wanita Terpinang Terhadap Laki-laki Peminang Syariat Islam memperbolehkan wanita dipinang melihat laki-laki yang ingin meminangnya, sebagaimana laki-laki peminang melihatnya, ini bertujuan agar semakin jelas kedudukannya sebelum masuk kepada akad nikah. Jika laki-laki mencari wanita pinangan yang baik, wanita pun senang jika dinikahi seorang laki-laki yang baik pula bagi dirinya. Syariat Islam memandang pandangan wanita terhadap laki-laki pada saat khitbah lebih utama dan sangat urgen daripada pandangan laki-laki terhadap wanita karena setelah menikah, jika tidak cinta, ia tidak kuasa untuk membebaskan diri, berbeda dengan laki-laki yang mampu membebaskan dirinya dengan talak. Sebab hak talak di tangan laki-laki bukan di tangan wanita. Empat Mata dengan Wanita Pinangan Bolehkah berduaan dengan wanita yang sudah di khitbah atau dipinang?
Allah SWT ketika mengharamkan sesuatu sesungguhnya karena keharaman itu dapat menimbulkan bencana terhadap hamba-Nya. Ketika Allah memperbolehkan atau memerintahkan sesuatu, sesungguhnya terdapat maslahat di dalamnya untuk hamba-hamba-Nya. Namun, terkadang akal manusia tidak mampu mengupas berbagai hikmah halal dan haram. Sumber: Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih munakahat, Amzah, jakarta 2011 Penyusun: Devny Silvia
Agama Islam memberikan kemudahan agar masing-masing calon suami istri saling kenal. Ahad , 27 Mar 2022, 19:00 WIB Rep: Imas Damayanti Red: Muhammad Hafil REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam era globalisasi, tak sedikit masyarakat Muslim yang mengakulturasi budaya-budaya yang kian hari kian dianggap wajar. Namun demikian, tak sedikit pula dari keluarga Muslim yang masih memberlakukan budaya Islam, termasuk dalam menjaga kehormatan putrinya agar tidak sembarangan berbicara ataupun menampilkan bagian tubuhnya tertentu kepada orang-orang yang bukan muhrimnya. Baca Juga Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama menjelaskan, bahwa terdapat dua sikap yang cukup ‘ekstrem’ bagi umat Islam dalam menjalankan sebuah tradisi dan adat-istiadat mengenai anak perempuannya. Yakni ada yang terlalu bebas, dan ada pula yang cukup tertutup sampai-sampai dicukupkan saja bagi peminang untuk mengenal anaknya melalui foto atau melihatnya secara sepintas saja. Sedangkan dalam memilih pasangan, umat Islam tentunya diperbolehkan untuk mengenal lebih jauh calon jodoh yang akan dinikahi. Agama Islam, kata Muhammad Bagir, memberikan kemudahan agar masing-masing calon suami-istri dapat saling mengenal dan mengetahui apa saja di antara sifat-sifat masing-masing demi kebahagiaan mereka jika kelak menjadi sepasang suami-istri. Walaupun semua itu tentunya harus berlangsung melalui pengetahuan keluarga mereka dan di bawah pengawasan. Mayoritas ulama fikih berpendapat bahwa yang boleh dilihat dari perempuan yang akan dipinang hanya terbatas pada bagian-bagian yang tidak termasuk aurat. Yaitu wajah dan kedua tangannya saja, seperti dalam pergaulan sehari-hari. Namun menurut Imam Malik dan Abu Hanifah—demikian pula Al-Muzani dari kalangan Madzhab Syafii—menyebut bahwa memperbolehkan melihat sebgaian dari tubuhnya di luar itu. Meskipun (sebaiknya) dengan izin atau sepengetahuan dari perempuan yang akan dipinang atau keluarganya, dan sepanjang niatnya memang benar-benar ingin meminang. Maka dapatlah disimpulkan bahwa dengan mengingat tujuan utama dibolehkannya melihat calon istri, dan mengingat pula bahwa hadis-hadis Nabi mengenai ini tidak menentukan bagian-bagian mana yang boleh dilihat dan mana yang tidak boleh, maka yang lebih dapat diterima adalah dibolehkannya kepada bagian-bagian lain dari tubuh perempuan itu yang secara patut dan wajar—selain wajah dan kedua tangan—yang sekiranya dapat menambah keinginan untuk menikahi perempuan tersebut. Misalnya, sebagian dari lengan dan kaki, leher, rambut, dan sebagainya. Yang mana itu biasanya tampak ketika perempuan itu berpakaian di rumahnya sendiri. Selanjutnya apabila telah melihat perempuan tersebut lalu ia tidak merasa tertarik kepadanya atau tidak cocok dengan seleranya, hendaklah dia tidak mengucapkan sesuatu yang menunjukkan ketidakcocokan itu sehingga tidak menyinggung perasaannya dan perasaan keluarganya. Sebab siapa tahu, sesuatu yang tidak disukainya itu justru menjadi kesukaan orang lain dan sebaliknya. Sisi lahiriah dalam memilih jodoh Meskipun yang paling utama dalam memilih pasangan adalah melihat bagaimana sikapnya terhadap agama, namun demikian Islam tidak mengesampingkan sifat-sifat lahiriah yang ada pada diri perempuan atau pun sebaliknya. Seperti kecantikan wajah, keserasian, kesuburan, dan kesehatan tubuhnya. Misalnya dalam memilih pasangan, Rasulullah menganjurkan agar para laki-laki memilih perempuan yang subur. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bermaksud meminang seorang janda yang dikenal sebagai perempuan yang tidak subur, laki-laki itu datang kepada Rasulullah dan meminta pendapat. Nabi pun menjawab, “Tazawwajuu al-waduda fa-inniy mukaatsirun bikumul-umama yaumal-qiyamah,”. Yang artinya, “Kawinilah perempuan yang penuh cinta kasih (al-wadud) dan yang subur (al-walud), sebab—pada hari kiamat—aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di antara umat-umat yang lain,”.
|