Bagaimana pandangan Islam terhadap pengobatan orang sakit?

Diterbitkan oleh pada Ahad, 5 Januari 2020 10:11 WIB dengan kategori Headline Khazanah dan sudah 7.621 kali ditampilkan

Islam ternyata tidak hanya mengatur persoalan ibadah rutinitas yang dilakukan oleh  umatnya. Jika dipelajari lebih lanjut, Islam ternyata juga mengatur dan memperkenalkan konsep pengobatan dan kesehatan secara preventif atau pencegahan. 

Ada tujuh prinsip dalam pengobatan Islam seperti yang tertera dalam Diktat KHT Dasar Thibbun Nabawi (Kedokteran Islam, red) HNI yaitu keyakinan, obat halal dan thoyib, tidak berbau tahayul dan mudharat, bersifat preventif, mencari yang lebih baik dan mengambil sebab melalui ikhtiar dan berserah diri. 

Dari prinsip pengobatan tersebut titik tekannya bersifat preventif dengan tidak sembarang mengkonsumsi makanan atau produk-produk dan jauh dari tahayul. 

Seperti yang tertera pada QS Abasa; 24-32, "Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya kami benar-benar telah mencurahkan air dari langit, kemudian kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun 
yang lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk 
binatang-binatang ternakmu,". 

Dalam surat dan ayat yang lain disebutkan juga, "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran Alquran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman," 
(QS Yunus: 57)

Secara operasional ada juga hadist yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Al Hakim bahwa Rasulullah SAW menganjurkan pada dua penyembuh yakni madu dan Alquran.

Prinsi atau konsep kesehatan lainnya yakni dengan IAI. Ilahiah, alamiah, dan ilmiah. Ilahiah adalah konsep kesehatan atau pengobatan datangnya dari Allah. "Berobatlah kamu karena sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit, Dia Allah juga menurunkan obatnya," (HR. Ahmad).

Alamiah, menggunakan sumber alam yang ada diatas muka bumi. Tidak menggunakan bahan 
kimia. Pengkajian luas pada bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, kulit, buah, bunga dan tumbuhan lainnya.

Terakhir, ilmiah. Salah satu syarat utama dalam konsep pengobatan Islam adalah dapat dijelaskan secara ilmu pengetahuan. Bukan praktek pengobatan yang mengada-ngada. (ron/net/berbagai sumber)

Pertanyaan

Jikalau seorang telah mencapai masa kritis dari penyakit yang dideritanya, yang mana penyembuhan sudah tidak dapat diharapkan lagi (sudah tipis harapan sembuh). Apakah ia boleh berobat? Dan juga si sakit tidak ingin menambah beban deritanya akibat perobatan yang membawa efek samping. Pada dasarnya apakah seorang muslim wajib berobat ataukah hanya sekedar ikhtiyar?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

, secara umum berobat itu dianjurkan oleh syariat. Berdasarkan riwayat Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram."
(H.R Abu Dawud No:3372)

Dan berdasarkan hadits Usamah bin Syarik Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: "Seorang Arab badui bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?" Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Berobatlah, karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!" Para sahabat bertanya: "Penyakit apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Pikun."
(H.R At-Tirmidzi IV/383 No:1961 dan berkata: "Hadits ini hasan shahih." Dan diriwayatkan juga dalam Shahih Al-Jami' No:2930.)

Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa berobat hukumnya mubah (boleh). Sementara ulama Syafi'iyah, Al-Qadhi, Ibnu Aqil dan Ibnul Jauzi dari kalangan ulama Hambali berpendapat hukumnya mustahab (dianjurkan). Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam :

"Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram."

Dan beberapa hadits lainnya yang berisi perintah berobat.
Mereka juga beralasan: Berbekam dan berobatnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam merupakan dalil disyariatkannya berobat. Menurut ulama Syafi'iyah hukum berobat menjadi mustahab bilamana dipastikan tidak begitu membawa faidah. Namun bilamana dipastikan berfaidah maka hukumnya wajib, seperti membalut luka misalnya. Di antaranya adalah transfusi darah, untuk beberapa kondisi tertentu.
Silakan baca buku Hasyiyah Ibnu Abidin V/249 dan 215, Al-Hidayah takmilah Fathul Qadir VIII/134, Al-Fawakih Ad-Dawani II/440, Raudhatuth Thalibin II/96, Kasyful Qana' II/76, Al-Inshaf II/463, Al-Adabus Syar'iyyah II/359 dan Hasyiyatul Jumal II/134.

Ibnul Qayyim berkata: "Dalam hadits-hadits shahih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakkal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakkal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiyar (usaha) yang telah dijadikan Allah sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan meninggalkan ikhtiyar dapat merusak hakikat tawakkal, sebagaimana juga dapat mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiyar mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakkalnya. Padahal justru sebaliknya, meninggalkan ikhtiyar merupakan kelemahan yang menafikan tawakkal. Sebab hakikat tawakkal adalah mengaitkan hati kepada Allah dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakkal ini harus disertai dengan ikhtiyar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah Allah. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan jangan pula menjadikan tawakkal sebagai kelemahannya.
(Zaadul Ma'ad IV/15, lihat juga Mausu'ah Fiqhiyyah XI/116.)

Kesimpulan jawaban soal di atas, berobat hukumnya tidaklah wajib menurut jumhur ulama, kecuali jika mesti (tidak bisa tidak) harus dilakukan, menurut sebagian ulama. Adapun kondisi yang ditanyakan dalam soal bukanlah pengobatan yang mesti dilakukan dan secara psikologis tanpa berobat si sakit juga tidak terganggu, maka dalam kondisi begitu tidak ada masalah meninggalkan berobat. Akan tetapi si sakit hendaknya tidak lupa bertawakkal kepada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya. Sebab pintu-pintu langit senantiasa terbuka bilamana doa mengetuknya. Dan juga si sakit hendaknya meruqyah dirinya sendiri melalui pembacaan Al-Qur'an, seperti membacakan bagi dirinya surat Al-Fatihah, Al-Falaq, An-Naas. Pengobatan melalui ruqyah itu memberikan efek positif bagi jiwa dan jasmani si sakit, di samping pahala yang diperolehnya dari tilawah Al-Qur'an. Dan Allah adalah Penyembuh dan tiada yang dapat menyembuhkan selain Dia.

Bagaimana pandangan Islam terhadap sakit dan penyakit?

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa- dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun- daunnya”. (HR.Bukhari no 5660 dan muslim no 2571). Sehat dan sakit merupakan karunia Allah tak ada kekuatan yang bisa menghalanginya.

Bagaimana prinsip pengobatan dalam Islam?

Ada tujuh prinsip dalam pengobatan Islam seperti yang tertera dalam Diktat KHT Dasar Thibbun Nabawi (Kedokteran Islam, red) HNI yaitu keyakinan, obat halal dan thoyib, tidak berbau tahayul dan mudharat, bersifat preventif, mencari yang lebih baik dan mengambil sebab melalui ikhtiar dan berserah diri.

Bagaimana cara pengobatan yang Islam dan halal?

Pengobatan dan obat yang dianjurkan Rasulullah.
Kompers dengan air..
Ruqyah..
Bekam..
Minum madu..
Minum Habba Sauda..

Apakah setiap penyakit ada obatnya Menurut Islam?

Hadits di atas menjelaskan diperbolehkannya seseorang mengobati penyakit yang dideritanya. Sebab, setiap penyakit pasti ada obatnya.