Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan
Lihat Foto

KOMPAS.COM/VITORIO MANTALEAN

Jenis sajian pada salah satu keluarga Tionghoa yang menggelar prosesi sembahyang leluhur. Prosesi ini rutin dilakukan sebelum Imlek.

JAKARTA, KOMPAS.com -  Orang Tionghoa dengan kepercayaan Konghucu biasanya melakukan sembahyang jelang Imlek dan Cap Go Meh.

Penghormatan leluhur yang sering disebut dengan sembahyang ternyata memiliki makna tersendiri.

Mengutip buku “Hari-Hari Raya Tionghoa” yang ditulis oleh Marcus A.S terbitan Suara Harapan Bangsa, orang Tionghoa memiliki sebuah pepatah yang berbunyi sebagai berikut:

“Jika kita minum air, maka kita harus selalu ingat kepada sumbernya,”

Berdasarkan pepatah tersebut, jika dikaitkan dengan kehidupan manusia maka kehidupan yang kini dijalani tidak akan ada jika tidak berasal dari leluhur.

Oleh karena itu, manusia harus tetap mengingat dan bersyukur akan kehidupan yang dijalani dengan menghormati leluhur.

Baca juga: Makna di Balik Sajian Makanan Perayaan Imlek

Leluhur tidak melulu soal kakek dan nenek moyang. Leluhur dalam kepercayaan orang Tionghoa mencakup keturunan yang lahir sebelum orang tersebut, termasuk ayah dan ibu.

Akan tetapi, sembahyang biasa dilakukan untuk menghormati mereka yang sudah meninggal.

Umat Konghucu dan Buddha percaya bahwa ada kehidupan lain setelah kematian. Inilah yang juga menjadi alasan mengapa adanya sembahyang leluhur. 

Sembahyang tidak hanya untuk menghormati dan mendoakan arwah leluhir yang dikenal, tetapi juga kepada arwah yang tidak dikenal secara langsung. Sembahyang ini disebut sebagai Sembahyang Rebutan.

Baca tentang

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

Wajah sang perempuan terlihat memerah tersipu malu ketika pria pujaan hati perlahan membuka cadar yang menjuntai menutupi seluruh wajahnya. Senyum manis juga tak henti tersungging dari kedua mempelai yang sedang berbahagia tersebut. Dengan nuansa warna merah yang terlihat dari berbagai penjuru ruangan semakin menyemarakkan kebahagiaan yang terpancar dari para undangan.

Selayaknya pernikahan pada umumnya, masyarakat peranakan Tionghoa juga melaksanakan adat pernikahan yang kental dengan budaya. Budaya pernikahan yang diselenggarakan oleh masyarakat peranakan Tionghoa ini memiliki beberapa kesamaan dengan adat pernikahan suku Betawi, seperti pada pakaian yang dipakai oleh mempelai wanita.

Dalam adat pernikahan, masyarakat peranakan Tionghoa akan melaksanakan tiga upacara yang berlangsung selama 3 hari, yaitu, Hari Potong Ayam, Hari Bumbu Masak, dan Hari Pernikahan. Di hari pertama, mempelai wanita akan memotong ayam dan dibumbui dengan 5 bumbu dasar khas masyarakat peranakan Tionghoa pada hari kedua untuk kemudian diserahkan ke mempelai laki-laki ketika hari pernikahan tiba. Hal ini bermakna bakti seorang istri yang akan setia melayani suami kelak.

Selama tiga hari tersebut, di kening mempelai perempuan terpasang tanda simbolis berbentuk huruf V berwarna pink. Jika tanda tersebut dipasang persis seperti huruf V, maka sang mempelai perempuan merupakan seorang gadis atau masih perawan. Namun jika huruf V dipasang terbalik, maka sang mempelai perempuan sudah pernah menikah sebelumnya. Masyarakat percaya jika sang mempelai perempuan berbohong terkait status keperawanannya, huruf V yang dipasang tersebut akan jatuh.

Sebelum melaksanakan pernikahan, kedua mempelai akan menjalani ritual yang dilakukan bersama keluarga masing-masing. Yang pertama, orang tua dan keluarga inti akan melayani kedua mempelai seperti menyisir rambut, memakaikan baju, dan merias kedua mempelai. Hal ini menandakan rasa cinta orang tua sampai akhir sebelum sang anak memulai kehidupan yang baru. Selepas itu, kini giliran sang anak yang melakukan upacara perjamuan teh kepada orang tua. Hal ini merupakan simbol terima kasih anak kepada kedua orang tua yang sudah merawat dan menyayangi anak dengan penuh cinta kasih. Setelah upacara perjamuan teh tersebut, kedua mempelai akan melaksanakan ritual makan dengan 12 mangkuk hidangan yang berbeda rasa. Hal ini menandakan bahwa pernikahan nanti pasti akan merasakan berbagai macam rasa, seperti manis, asam, asin, pahit, dan lain-lain.

Pada hari ketiga, kedua mempelai akan bertemu di rumah orang tua mempelai perempuan dan melangsungkan upacara pernikahan. Zaman dahulu kedua mempelai akan dianggap sah sebagai pasangan suami istri ketika mempelai laki-laki membuka cadar yang menutupi wajah sang mempelai perempuan.  Ada 2 santapan yang biasanya hadir dalam pesta pernikahan masyarakat peranakan Tionghoa, Sup Pengantin dan Pangsit Pengantin. Sup Pengantin merupakan makanan berupa sup yang diisi dengan soun, oyong, potongan cabai, dan udang. Sedangkan Pangsit Pengantin adalah penganan serupa Sup Pengantin namun ditambahkan pangsit sebagai pelengkap.

Mumpung masih suasana Tahun Baru Imlek dan sebentar lagi kita akan memasuki Cap Go Meh, nggak ada salahnya jika pegipegi bahas soal mitos orang Tionghoa yang sudah mendarah daging. Mungkin, beberapa di antaranya sudah pernah kamu dengar. Mau percaya atau nggak juga terserah kamu. Karena, semuanya kan cuma mitos dan belum bisa dipastikan benar atau nggak. Apa aja nih mitos-mitosnya?

1. Nggak boleh jadi pengapit pernikahan lebih dari tiga kali

Pengapit pernikahan adalah orang yang membantu segala kebutuhan pengantin ketika hari pernikahan. Biasanya, mereka bakal didandani dengan jas dan dress ala pengantin juga. Tugas seperti ini memang mulia banget karena mereka sudah menyediakan waktu selama seharian untuk membantu pengantin. Tapi, katanya tugas ini nggak boleh dilakukan lebih dari tiga kali. Konon katanya, seseorang yang sudah jadi pengapit lebih dari tiga kali bakal mengalami berat jodoh.

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

http://www.thebridelink.com/

2. Kalau belum menikah nggak boleh pakai baju pengantin

Sama seperti mitos barusan. Katanya bakal berat jodoh kalau sebelum menikah sudah pakai baju pengantin. Pakai baju pengantin di sini maksudnya cuma dalam tujuan iseng, coba-coba, atau keperluan pemotretan. Percaya nggak percaya juga sih, soalnya banyak juga kan model yang dibayar untuk memakai baju pengantin. Entah mereka bakal berat jodoh atau nggak. Hihihi…

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

www.aliexpress.com

3. Jomblo wajib makan kue dari pengantin

Kalau di resepsi pernikahan orang Tionghoa, ada ritual yang namanya mingle. Ketika mingle, pasangan pengantin tersebut berkeliling di ruangan resepsi untuk menghampiri tamu undangan, terutama para jomblo atau pasangan yang belum menikah. Supaya mereka bisa membagikan sesuatu, seperti kue atau cokelat. Nah, kue atau cokelat tersebut harus dimakan oleh si jomblo supaya cepat dapat pacar atau oleh pasangan yang belum menikah supaya cepat menyusul.

Selain kue atau cokelat dari pengantin, kamu juga wajib makan rujak pengantin yang disediakan di meja prasmanan supaya enteng jodoh. Walaupun kamu nggak doyan sama makanan itu, setidaknya makanlah sedikit supaya kamu cepat dapat pacar. Hihihi…

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

http://www.stylemepretty.com/

4. Jarak umur pasangan harus diperhatikan

Orang-orang Tionghoa biasanya memerhatikan jarak umur pasangan yang katanya berpengaruh terhadap kelanggengan atau peruntungan percintaan pasangan itu sendiri. Ada beberapa jarak umur yang seharusnya dihindari, yaitu 3, 6, dan 9 tahun. Jadi, kalau misalnya jarak umur kamu sama pasangan 3, 6, atau 9 tahun, katanya hubungan percintaan kamu nggak akan lancar.

Bisa putus di tengah jalan dan kalau pun jadi menikah, kehidupan rumah tangga kamu nggak akan bahagia. Yang bagus itu adalah jarak umur 4 tahun. Karena, angka 4 itu seperti jumlah kaki meja yang menggambarkan dasar rumah tangga yang kokoh. Sedangkan, jarak umur yang lain sih nggak berpengaruh apa-apa.

5. Hindari angka 4, perbanyak angka 8

Jarak umur pasangan yang bedanya 4 tahun memang bagus, tapi angka 4 nggak bagus untuk kehidupan sehari-hari. Soalnya, pelafalan angka 4 di dalam bahasa Mandarin (si) mirip artinya sama kata ‘mati’. Kalau kamu lihat di mal-mal atau beberapa gedung, pemilik gedung biasanya nggak pakai angka 4 untuk menunjukkan letak lantai. Tapi mereka lebih suka pakai angka 3A untuk menggantikan angka 4.

Sedangkan, angka 8 dipercaya bisa membawa keberuntungan. Hal ini dinilai berdasarkan filosofi angka 8 yang nggak berujung. Ketika kita menulis angka 8 aja, angka tersebut ditulis secara mengalir. Diharapkan sih, angka 8 juga membawa keberuntungan yang nggak pernah ada ujungnya. Perhatikan deh, teman kamu yang orang Tionghoa. Kebanyakan dari mereka ketika memilih nomor ponsel, pasti mereka menghindari angka 4 dan kalau bisa perbanyak angka 8.

6. Makan onde harus sesuai umur

Biasanya, tradisi ini dilakukan ketika hari Ibu (22 Desember). Di hari itu, para ibu-ibu Tionghoa suka bikin onde-onde untuk keluarga mereka. Tapi, makan onde-ondenya nggak bisa sebanyak yang kita mau. Makan onde-ondenya harus sesuai dengan jumlah umur kita dan ditambah sebutir onde. Katanya sih biar kita hoki terus dan umur kita bertambah setahun. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini sudah nggak terlalu diikuti banget, sih. Kadang ibu kita juga mengizinkan kita buat makan onde-onde sebanyak yang kita mau, kok. Hihihi…

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

www.kompasiana.com

7. Wajib makan mie pas ulang tahun

Biar panjang umur katanya! Soalnya, mie itu kan panjang ukurannya, jadi memang sudah seperti simbol panjang umur. Entah benar atau nggak, soalnya kan umur ada di tangan Tuhan. Meskipun begitu, bagi orang Tionghoa, ulang tahun bakal terasa kurang lengkap kalau nggak makan mie.

Bagaimana mitos dalam pernikahan tionghoa dan sebutkan

http://www.jpchineseseafood.com/

8. Pakai baju terbalik berarti sumpahin ortu cepat meninggal

Kadang kita suka nggak sengaja pakai baju terbalik. Tapi, habis itu jangan diteruskan, ya! Karena, buat para orangtua Tionghoa, hal itu dianggap kurang ajar. Mereka bakal menganggap kita menyumpahi mereka cepat meninggal. Wah, daripada diomeli lebih baik kamu buru-buru betulin baju, deh.

9. Nggak boleh pakai aksesoris warna putih di kepala

Pernah lihat kan adegan Nobita sedang belajar keras sambil pakai ikatan kepala putih sebagai penyemangat? Sepertinya seru buat diikuti, tapi bagi orang Tionghoa, hal itu dianggap sebagai tindakan menyumpahi orangtua agar cepat meninggal. Makanya, ikat putih di kepala hanya dipakai saat menghadiri pemakanan orangtua yang meninggal.

10. Nggak bagus kalau meninggal di hari Selasa atau Sabtu

Katanya sih, lebih bagus meninggal di hari Minggu saat orang-orang sedang libur dan nggak sibuk. Tapi, sebagai manusia kan kita nggak bisa menentukan kapan kita meninggal. Cuma, kata orang Tionghoa sih lebih baik nggak meninggal di hari Selasa atau Sabtu. Dengar-dengar, kalau ada yang meninggal di kedua hari itu, roh orang meninggal tersebut bakal mengajak anggota keluarga lain untuk ikutan meninggal dalam waktu cukup dekat. Ada beberapa orang sih yang pernah mengalami hal ini, entah cuma kebetulan atau memang sudah takdir.

11. Orang Tionghoa agamanya lebih cocok Buddha

Menurut orangtua zaman dulu, kalau emang punya darah Tionghoa, nggak perlu pindah agama. Tetep aja peluk agama Buddha (kebanyakan orang Tionghoa itu beragama Buddha atau Kong Hu Cu). Karena, kalau dilihat dari muka, orang Tionghoa lebih cocok sembahyang ke Dewi Kwan Im yang mukanya Tionghoa banget. Nggak cocok menyembah Tuhan Yesus yang mukanya bule banget! Dan kurang pantas menghormati Nabi Muhammad yang (mungkin) mukanya Arab banget.

Unik banget, ya, mitos-mitos orang Tionghoa di atas! pegipegi juga pernah bikin artikel soal mitos Tahun Baru Imlek, lho! Kamu bisa baca artikelnya di sini.

Dan jika kamu ingin traveling dalam waktu dekat, jangan lupa pesan tiket pesawat dan hotel murah lewat pegipegi.com. Harga dan diskonnya bukan cuma mitos, lho! Hihihi…

cari tiket pesawat murah cari hotel murah

Comments