Bagaimana Cara Pengajuan WP Non Efektif?

Brevet pajak merupakan pelatihan yang sangat dibutuhkan agar para wajib pajak dapat memahami tata cara dan teknis perpajakan. Tidak hanya dibutuhkan untuk pribadi tapi seluruh perusahaan juga membutuhkan sumber daya yang memahami tentang perpajakan untuk melaksanakan praktik pajak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

PPA&K yang mewadahi Brevet Pajak AB dan C diberikan kepercayaan oleh PT Permodalan Nasional Madani (PT PNM) untuk memberikan In House Training Brevet Pajak AB. Pelatihan ini menjadi angkatan ke-87 yang dilakukan secara virtual dan dijadwalkan setiap Sabtu mulai 3 Desember 2022 hingga 25 Maret 2023 dengan melibatkan 24 pegawai PT PNM. 

Kegiatan dibuka oleh PT PNM dengan sambutan dari Kepala Divisi Pengadaan dan Pengendalian Infrastruktur, Bapak Sri Indra Jaya. 

“Kita butuh meningkatkan kompetensi untuk mendukung penugasan-penugasan selanjutnya, salah satunya adalah pemahaman kita terkait dengan perpajakan,” ujar Bapak Indra dalam sambutannya. 

Tidak lupa beliau menyampaikan harapan agar setelah lulus, para peserta dapat mengimplementasikan pada pekerjaannya. Selain itu disampaikan juga ucapan terima kasih kepada PPA&K selaku penyelenggara, serta kepada fasilitator yang akan membekali para peserta dengan materi. 

Sejalan dengan itu, Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, menyampaikan dalam sambutannya bahwa brevet pajak merupakan hal yang patut untuk dipelajari demi mengimbangi peraturan yang kerap berubah.
“Begitu banyak peraturan perpajakan, sehingga dapat disimpulkan bahwa praktik perpajakan bersifat dinamis. Maka dari itu kita butuh pemahaman untuk meminimalisir permasalahan dalam melakukan penyusunan atau pelaporan pajak” kata Bapak Supriyadi. 

Pelatihan yang diselenggarakan PPA&K ini tentunya tidak terlepas dari para pengajar yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung dalam dunia perpajakan. Adanya hal tersebut diharapkan bisa mengoptimalkan diskusi selama pelatihan dilaksanakan. 

Read more

SEMANGAT MENAMBAH WAWASAN DI BIDANG PERPAJAKAN, PESERTA ANGKATAN 86 BREVET PAJAK AB MEMULAI PEMBELAJARAN

28 Nov 2022

Kondisi perekonomian Indonesia sedang menunjukkan pemulihan. Itulah yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, pada Konferensi Pers APBN Kita, 24 November 2022. Pertumbuhan ekonomi ini juga tentunya tidak terlepas dari jumlah penerimaan pajak suatu negara. Maka sebagai warga negara yang baik, kita harus memahami bagaimana peraturan, penyusunan, dan pelaporan pajak agar pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin baik ke depannya. 

PPA&K berperan sebagai wadah pendidikan dan pelatihan, menyediakan program Brevet Pajak AB dan C yang  terbuka bagi semua kalangan. Mulai dari mahasiswa, fresh graduate, para pekerja, pemilik usaha, bahkan ibu rumah tangga telah menjadi peserta pelatihan Brevet Pajak AB dan C di PPA&K. 

Pada Sabtu, 26 November 2022, PPA&K kembali membuka kelas Brevet Pajak AB Angkatan 86. Peserta yang berasal dari berbagai latar belakang dan tersebar dari seluruh Indonesia itu berkumpul dalam satu ruang virtual pukul 08.00 WIB. 

“Terima kasih kepada para peserta yang telah meluangkan waktu mulai hari ini sampai 18 Maret 2023, setiap hari sabtu, akan mengikuti pelatihan brevet pajak AB,” kata Bapak Supriadi, menyambut para peserta angkatan 86 pada pembukaan kelas. 

Bapak Supriyadi juga mengapresiasi semangat para peserta. Meski ada perbedaan waktu antara Jakarta dengan wilayah lain, tidak membuat mereka bermalas diri untuk menambah wawasan di bidang perpajakan.

“Ada sekitar 9 materi yang akan dipelajari, semua akan mempelajari mulai dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PPh Perorangan, PPh Badan, peraturan perpajakan, sampai ada juga materi E-SPT,” jelas Bapak Supriyadi.

Peserta juga tidak perlu khawatir mengenai siapa yang akan membekali peserta dengan materi. Fasilitator yang mengajar di PPA&K merupakan orang-orang yang kompeten dan berpengalaman di bidang perpajakan. Sehingga tidak heran jika lulusan yang telah dihasilkan dari Brevet Pajak PPA&K mencapai 3.374 Peserta dan masih ada 308 peserta yang sedang mengikuti pelatihan.

Selain Brevet Pajak, PPA&K juga memiliki program pendidikan dan pelatihan lainnya, diantaranya Audit Internal, Audit Forensik, Risk Management, Good Corporate Governance (GCG), serta Akuntansi dan Keuangan. Sehingga kedepannya para peserta dapat memilih jika ingin kembali melakukan diklat bersama PPA&K.

Read more

TINGGINYA PEMINAT PELATIHAN BREVET PAJAK AB, PPA&K MEMBUKA KELAS ANGKATAN 84 DAN 85

22 Nov 2022

Sudah menjadi sebuah rutinitas PPA&K membuka pelatihan Brevet Pajak AB setiap bulan. Minat yang begitu besar dari para calon peserta membuat PPA&K berinovasi untuk membuka kelas siang dan kelas malam di hari kerja. 

Pada 21 November 2022, telah dilakukan pembukaan pelatihan Brevet Pajak AB Angkatan 84 dan Angkatan 85. Pembukaan tersebut dilakukan secara online di waktu yang berbeda. Kelas Angkatan 84 merupakan kelas yang dilakukan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, pukul 13.30 sampai 16.30 WIB. Sedangkan untuk kelas Angkatan 85 dilaksanakan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, pukul 18.30 sampai 21.30 WIB. 

Pada kelas 84 dibuka oleh Direktur Operasional PPA&K, Bapak Budi Hanta. Beliau menyampaikan komitmen PPA&K sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan yang terpercaya di Indonesia. 

“Para peserta PPA&K berasal dari Sabang sampai Merauke. Mereka bekerja di BUMN, BUMD, Swasta, dan sebagainya. Sehingga dalam hal ini kita bisa mempererat juga tali silaturahmi antar peserta dengan dasar persatuan,” ujar Bapak Budi Hanta. 

Pada sambutan tersebut juga Bapak Budi Hanta menyebutkan peserta Brevet Pajak kian bertambah setiap tahun. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi saat membuka kelas Angkatan 85 

“Sampai saat ini PPA&K sudah melulusakan 77 angkatan Brevet Pajak AB, dengan jumlah Alumni sebanyak 3.317. Sementara itu masih ada 8 angkatan yang sedang berjalan,” Kata Bapak Supriyadi dalam sambutannya 

Beberapa hari kedepan, PPA&K juga akan melakukan pembukaan bagi angkatan selanjutnya, yaitu Angkatan 86 dan 87, Kelas yang dilakukan setiap hari Sabtu pukul 08.30 sampai dengan 15.30 WIB. Komitmen yang dibuat oleh PPA&K untuk menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan akan terus dipegang dan selalu diwujudkan dengan memberikan layanan maksimal sebagai pihak penyelenggara kepada para peserta yang sudah menaruh kepercayaan dalam mengikuti diklat. 

 

Read more

PPA&K MEMBUKA KEMBALI PROGRAM PELATIHAN BREVET PAJAK C

15 Nov 2022

PPA&K kembali melaksanakan program Pelatihan Brevet Pajak C mulai 12 November 2022 dan dilakukan secara virtual. Brevet Pajak C angkatan 5 kali ini diikuti peserta yang sebagian besar merupakan alumni yang sudah mengikuti Pelatihan Brevet Pajak AB di PPA&K. 

Brevet C merupakan pelatihan perpajakan yang materinya membahas tentang perpajakan Internasional. Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, pun menyampaikan betapa penting Brevet Pajak C khususnya bagi perusahaan yang memiliki pegawai atau mitra bisnis dengan negara asing. 

"Ada lagi mengenai tax planning. Apabila kita memiliki pemahaman tentang perpajakan dan perencanaannya, maka optimalisasi perusahaan bisa maksimal," kata Bapak Supriyadi. 

Tidak berbeda jauh dengan Brevet Pajak AB, Brevet Pajak C di PPA&K juga akan dibekali oleh para instruktur yang berasal dari praktisi dan akademisi yang berpengalaman. Adapun materi yang akan dipelajari antara lain Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan C, Pajak Pengahasilan Orang Pribadi C, Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan C, Pajak Internasional, Pajak Penghasilan Badan C, Akuntansi Pajak C, dan Tax Planning. 

Diagendakan Pelatihan Brevet Pajak C akan berlangsung selama 8 minggu, yang akan berakhir pada 14 Januari 2023. Setelah selesai mengikuti pelatihan dan dinyatakan lulus maka para peserta akan mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh PPA&K.

Read more

PPA&K MEMBUKA KEMBALI PROGRAM PELATIHAN BREVET PAJAK C

15 Nov 2022

PPA&K kembali melaksanakan program Pelatihan Brevet Pajak C mulai 12 November 2022 dan dilakukan secara virtual. Brevet Pajak C angkatan 5 kali ini diikuti peserta yang sebagian besar merupakan alumni yang sudah mengikuti Pelatihan Brevet Pajak AB di PPA&K. 

Brevet C merupakan pelatihan perpajakan yang materinya membahas tentang perpajakan Internasional. Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, pun menyampaikan betapa penting Brevet Pajak C khususnya bagi perusahaan yang memiliki pegawai atau mitra bisnis dengan negara asing. 

"Ada lagi mengenai tax planning. Apabila kita memiliki pemahaman tentang perpajakan dan perencanaannya, maka optimalisasi perusahaan bisa maksimal," kata Bapak Supriyadi. 

Tidak berbeda jauh dengan Brevet Pajak AB, Brevet Pajak C di PPA&K juga akan dibekali oleh para instruktur yang berasal dari praktisi dan akademisi yang berpengalaman. Adapun materi yang akan dipelajari antara lain Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan C, Pajak Pengahasilan Orang Pribadi C, Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan C, Pajak Internasional, Pajak Penghasilan Badan C, Akuntansi Pajak C, dan Tax Planning. 

Diagendakan Pelatihan Brevet Pajak C akan berlangsung selama 8 minggu, yang akan berakhir pada 14 Januari 2023. Setelah selesai mengikuti pelatihan dan dinyatakan lulus maka para peserta akan mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh PPA&K.

Read more

PELATIHAN SECARA TATAP MUKA KEMBALI DIBUKA, "SELAMAT DATANG PESERTA BREVET PAJAK AB ANGKATAN 83"

05 Nov 2022

Indonesia disebutkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai negara ke 7 dengan Ekonomi Terbesar di dunia, posisi tersebut mengalahkan tingkat perekonomian Inggris dan Prancis. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, yang meyakini ekonomi Indonesia akan terus bertumbuh hingga akhir tahun 2022 dan tantangan ekonomi yang akan muncul di tahun 2023. 

 

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi kini tentunya akan berpengaruh kepada regulasi perpajakan di Indonesia. Maka menjadi keharusan bagi para wajib pajak untuk memahami hal tersebut. Sebagai sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan, PPA&K konsisten dan terus mengembangkan program-programnya. Pelatihan Brevet Pajak AB merupakan salah satu program yang cukup diminati oleh para peserta. 

 

Dikatakan oleh Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, pada pembukaan kelas Pelatihan Brevet Pajak AB Angkatan 83 yang dilakukan pada 5 November 2022, bahwa PPA&K adalah wadah bagi siapapun yang ingin belajar dan memahami perpajakan. 

 

“Disini kita mempelajari fondasi perpajakan yang regulasinya bersifat dinamis. Jika kita tidak mempelajari mulai dari fondasi maka akan timbul kesulitan dalam memetakan masalah perpajakan,” Kata Bapak Supriyadi. 

 

Pelatihan Brevet Pajak AB Angkatan 83 merupakan pelatihan yang dilakukan secara tatap muka. Bapak Supriyadi menjelaskan ada keuntungan bagi para peserta jika mengikuti pelatihan secara tatap muka, salah satunya adalah dapat langsung berdiskusi dengan para fasilitator yang mengajar. 

 

“Fasilitator kami sudah belasan bahkan puluhan tahun menjadi praktisi atau akademisi bidang perpajakan. Jadi jangan sungkan untuk menggali ilmu dari para fasilitator yang nanti memberikan materi di kelas,” jelasnya. 

 

Dijadwalkan Pelatihan Brevet Pajak AB Angkatan 83 akan melakukan pertemuan setiap hari Sabtu, mulai dari 5 November 2022 sampai 18 Februari 2023. Setelah selesai dan dinyatakan lulus, para peserta akan menerima sertifikat yang dikeluarkan oleh PPA&K dan dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhannya.

Read more

KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA (KLU) DAN MEKANISME PENENTUANNYA

04 Nov 2022

Direktorat  Jenderal Pajak (DJP) telah menyesuaikan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) menjadi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada tanggal 9 September 2022 lalu. Ketentuan ini berlaku sejak diterbitkannya PER-12/PJ/2022. Dalam Pasal 7 ayat (1) PER-12/PJ/2022 disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan perubahan KLU secara jabatan bagi wajib pajak yang sudah terdaftar di DJP.  Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) adalah kode yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk mengklasifikasikan wajib pajak berdasarkan jenis badan usahanya. Jika terdapat KLU yang tidak dapat diidentifikasi sesuai dengan PER-12/PJ/2022, Dirjen Pajak atau pejabat yang ditunjuk secara jabatan atau berdasar permohonan wajib pajak yang akan menentukan KLU nya.

Berdasarkan PER-12/PJ/2022, KBLI digunakan sebagai KLU bagi beberapa wajib pajak. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Kedua, wajib pajak warisan yang belum terbagi yang melakukan kegiatan usaha. Ketiga, wajib pajak badan, Terakhir, wajib pajak instansi pemerintah. Bagi wajib pajak orang pribadi yang termasuk pejabat, ASN, anggota TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, pegawai swasta, pensiunan PNS/TNI/Polri, pegawai perwakilan negara asing atau organisasi internasional, orang pribadi yang bekerja dalam hubungan kerja lainnya, dan orang pribadi yang tidak memiliki pekerjaan, KLU yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam Lampiran PER-12/PJ/2022. Apabila wajib pajak memiliki beberapa kegiatan atau aktivitas ekonomi yang berbeda, maka wajib pajak tersebut harus menentukan 1 KLU utamanya. Penentuan KLU utama untuk satu tahun pajak dilakukan berdasarkan aktivitas atau kegiatan ekonomi dengan jumlah peredaran bruto atau penghasilan terbesar di antara aktivitas atau kegiatan ekonomi WP pada tahun pajak sebelumnya. Penentuan KLU utama tidak berlaku bagi WP instansi pemerintah dan WP badan yang tidak berorientasi pada profit. 

Lantas, bagaimana dengan penentun KBLI bagi usaha yang terintegrasi ? Berdasarkan Pasal 5 ayat 2 PER-12/2022 dijelaskan bahwa apabila wajib pajak memiliki aktivitas atau kegiatan ekonomi yang terintegrasi, maka KLU dari kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen atas suatu produk barang atau jasa ditentukan dengan 1 KLU. Oleh karena itu, untuk kepentingan perpajakan, WP pusat dan cabang memiliki klasifikasi lapangan usaha utama yang sama sebagai satu kesatuan entitas legal dan ekonomis.

KBLI wajib pajak ditentukan oleh wajib pajak saat melakukan pendaftaran sesuai dengan aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh wajib pajak atau oleh DJP saat memberikan NPWP secara jabatan. Penggunaan KBLI sebagai pengganti KLU dilakukan untuk menyelaraskan KLU di DJP dengan klasifikasi lapangan usaha yang digunakan oleh instansi lain sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan.

Read more

PEMBUKAAN PELATIHAN BREVET PAJAK AB ANGKATAN 82

18 Oct 2022

Permasalahan ekonomi yang terjadi belakangan ini cukup menjadi perhatian, mulai dari nilai PPN yang naik menjadi 11% sampai isu mengenai resesi ekonomi yang diduga akan terjadi tahun 2023. Adanya permasalahan tersebut membuat masyarakat kini lebih terbuka untuk lebih memahami persoalan ekonomi. PPA&K sebagai tempat pendidikan dan pelatihan bisa menjadi solusi bagi para peserta yang ingin belajar mengenai bidang Auditor, Tata Kelola Perusahaan, Manajemen Resiko, Akuntansi, Keuangan, dan Perpajakan

 

Pada bidang perpajakan, PPA&K menyediakan pelatihan Brevet Pajak AB dan C. Tujuan dibuka pelatihan Brevet Pajak ini supaya para peserta bisa lebih memahami bidang perpajakan dan regulasi terbaru soal pajak. Hingga pada 15 Oktober 2022 PPA&K telah membuka kelas Brevet Pajak AB sampai Angkatan 82.  

 

Direktur Utama PPA&K, Supriyadi, menyampaikan pentingnya kita untuk memahami perpajakan. Regulasi yang selalu berubah membuat kita harus lebih peka jika sewaktu-waktu ada perubahan mengenai pajak. 

 

"Makanya kita selalu mencoba untuk memperbaharui modul pembelajaran agar apa yang dipelajari dengan yang diaplikasikan nanti bisa sesuai," ujar Bapak Supriyadi dalam sambutannya. 

 

Lebih lanjut, Bapak Supriyadi menjelaskan tenaga pengajar yang berperan dalam pelatihan Brevet Pajak di PPA&K sendiri bukan orang sembarangan, melainkan para praktisi dan akademisi berpengalaman. 

 

"Karena adanya kelebihan itu, peminat pelatihan Brevet Pajak AB ikut meningkat dan ada juga permintaan untuk ada pelatihan Brevet C," pungkas Bapak Supriyadi. 

 

PPA&K dijadwalkan akan membuka kelas Brevet C Angkatan 5 pada 12 November 2022 secara online setiap hari Sabtu. Adanya hal itu membuat PPA&K semakin siap untuk menjadi tempat pendidikan dan pelatihan terdepan, terpercaya, dan profesional.

Read more

PPA&K TURUT SERTA PADA KONFERENSI NASIONAL IIA, IMPACTFUL INTERNAL AUDIT IN CHANGING WORLD

14 Oct 2022

Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) turut serta dalam Konferensi Nasional yang diselenggarakan oleh Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesia dengan tajuk “Impactful Internal Audit in Changing World”. Kegiatan ini dilaksanakan pada 12 sampai 13 Oktober 2022 secara tatap muka di Hotel Four Point by Sheraton, Bali.

Selama dua hari peserta konferensi menerima pemaparan yang diisi oleh lebih dari 20 orang pembicara dan presenter internasional yang membahas isu dan tren saat ini terutama yang berkaitan dengan ekonomi dan globalisasi. Hal itu demi mempersiapkan para professional dalam menghadapi tantangan global, digitalisasi ekonomi, dan teknologi baru.

Tidak hanya mengikuti sebagai peserta konferensi, PPA&K juga membuka stan yang mendukung kegiatan ini. Pada stan PPA&K para peserta konferensi dapat berkonsultasi mengenai pendidikan dan pelatihan terkait dengan bidang Auditor, Tata Kelola Perusahaan, Manajemen Resiko, Akuntansi, Keuangan, dan Perpajakan.

Sejalan dengan tajuk konferensi, PPA&K selalu beradaptasi dengan dunia yang semakin berkembang. Hal ini ditunjukkan dengan materi yang digunakan pada pendidikan dan pelatihan merupakan materi terbaru yang telah disesuaikan. Tidak hanya di bidang Auditor, pada bidang Tata Kelola Perusahaan, Manajemen Resiko, Akuntansi, Keuangan, dan Perpajakan juga diberlakukan hal yang sama.

Oleh karena itu, mari ikuti pendidikan dan pelatihan di PPA&K, To PRESENT The Future Today.

Read more

ANTUSIAS YANG TINGGI PADA KELAS MALAM PERDANA BREVET PAJAK AB PPA&K

11 Oct 2022

Ada hal baru dari Pelatihan Brevet Pajak AB di Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K). Jika biasanya kelas hanya dilakukan pada pagi atau siang hari, saat ini baru saja dibuka kelas malam Brevet Pajak AB pada Angkatan 81. Kelas tersebut akan berlangsung mulai tanggal 10 Oktober sampai 12 Desember 2022 setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat pukul 18.30 hingga 21.30 WIB secara virtual.

Berkat antusiasme calon peserta, pada pembukaan yang dilakukan pada 10 Oktober 2022 pukul 18.15, tercatat ada 41 peserta yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia menjadi bagian dari Kelas Brevet Pajak AB Angkatan 81. Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, menyampaikan kelas malam ini adalah wujud nyata PPA&K menerima saran dari berbagai pihak yang mengharapkan PPA&K untuk menjadi lembaga pelatihan yang dapat diandalkan. Termasuk dengan memperbanyak pilihan kelas pelatihan Brevet Pajak AB sehingga semakin terbuka luas kesempatan bagi banyak pihak mengikuti pelatihan Brevet Pajak AB di PPA&K.  

“Kami telah melakukan survei kepada calon peserta dari berbagai pihak Beberapa dari mereka menyampaikan ingin belajar perpajakan, tetapi saat siang hari mereka harus bekerja dan di akhir pekan mereka ingin menghabiskan waktu bersama keluarga. Maka dari itu, kami tampung saran tersebut dan kami wujudkan dengan membuka kelas malam,” ujar Bapak Supriyadi pada sambutannya.

Dibukanya kelas malam ini tentu tidak terlepas dari dukungan para pengajar. PPA&K tetap menjaga kualitas pengajaran dengan menghadirkan pengajar yang berasal dari akademisi dan praktisi perpajakan yang sudah berpengalaman dan profesional sehingga nantinya pertanyaan dari para peserta dapat menjadi bahan diskusi yang mudah dipahami.

Terlepas dari itu, Bapak Supriyadi berterima kasih karena begitu besar kepercayaan berbagai pihak kepada PPA&K sehingga menyadari masih banyak pihak yang ingin mencoba memahami perpajakan dengan mengikuti kelas Brevet Pajak AB dan C di PPA&K.

“Terima kasih dan mohon maaf karena kami sampai harus menutup pendaftaran lebih cepat akibat begitu banyaknya peminat kelas malam Brevet Pajak AB Angkatan 81, sehingga menunda keikutsertaannya pada angkatan 81 dan menunggu kelas malam periode selanjutnya. Semoga kedepannya kita tetap semangat dalam belajar perpajakan terutama di kelas malam,” pungkasnya

Tercatat saat ini PPA&K telah meluluskan sebanyak 3.210 peserta Brevet Pajak atau sebanyak 73 Angkatan.  Bersamaan dengan itu, masih ada 7 angkatan yang masih menempuh pembelajaran atau sejumlah 229 peserta Brevet Pajak AB.

Read more

SUDAH MEMBUKA HINGGA 80 ANGKATAN, WUJUD PPA&K SEBAGAI WADAH BELAJAR BREVET PAJAK

10 Oct 2022

Guna mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan pada APBN 2023, Ditjen Pajak (DJP) akan meningkatkan aktivitas pengawasan terhadap sektor tertentu yang bertumbuh positif. Selain pengawasan, kesadaran masyarakat terhadap pajak juga perlu ditingkatkan agar menambah jumlah masyarakat wajib pajak. Peningkatan kesadaran tersebut juga harus sejalan dengan pemahaman masyarakat mengenai apa dan bagaimana perpajakan itu sendiri.

Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) memberikan jawaban bagi masyarakat yang ingin belajar tentang perpajakan dengan membuka kelas Brevet Pajak AB dan C. Pada pembukaan kelas Brevet Pajak AB Angkatan 80, Bapak Supriyadi selaku Direktur Utama PPA&K, menjelaskan bahwa selama mengikuti kelas Brevet Pajak di PPA&K peserta tidak perlu khawatir jika memiliki pertanyaan terkait dengan perpajakan. Hal ini disebabkan pengajar kelas Brevet Pajak di PPA&K merupakan praktisi dan akademisi yang kompeten dan profesional di bidang perpajakan. Selain itu, adanya dukungan teknologi yang sudah diterapkan dalam pembelajaran membuat peserta dapat tetap terhubung meskipun ada perbedaan ruang dan waktu.

“Kita sudah menggunakan Learning Management System (LMS) sehingga Bapak dan Ibu semua tidak perlu khawatir mengenai modul, latihan, dan ujian karena semua itu akan selalu diperbaharui dan diinformasikan oleh kami melalui grup kelas yang sudah disediakan. Disana Bapak dan Ibu dapat dengan mudah berinteraksi,” ujar Bapak Supriyadi.

Kelas Brevet Pajak AB Angkatan 80 ini dibuka secara virtual pada 10 Oktber 2022 pukul 13.00 WIB melalui Zoom Meeting, dan akan berlangsung setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat sampai dengan tanggal 12 Desember 2022. Pada kesempatan kali ini, kelas Brevet Pajak AB Angkatan 80 diikuti oleh peserta yang berasal dari BUMN, instansi pendidikan, perusahaan swasta, lembaga hukum, rumah sakit, dan umum.

Seperti harapan Bapak Supriyadi, dengan mengikuti kelas Brevet Pajak ini nantinya akan semakin banyak lagi masyarakat yang memahami perpajakan dan tidak melakukan kesalahan dalam proses pencatatan, perhitungan, serta pelaporan pajak.

“Karena peraturan pajak dapat berubah setiap harinya, mari kita belajar bersama di kelas Brevet Pajak PPA&K,” tutup Bapak Supriyadi.

Dalam beberapa waku kedepan, PPA&K tidak hanya membuka kelas Brevet Pajak AB melainkan Brevet Pajak C. Inilah bukti dari konsistensi PPA&K sebagai wadah bagi siapapun yang ingin belajar mengenai perpajakan.

Read more

DAMPAK PERUBAHAN PERATURAN PPN DAN FAKTUR PAJAK TERHADAP PARA PELAKU USAHA

30 Sep 2022

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak pusat yang kewenangan pemungutannya berada di Direktorat Jenderal Pajak. PPN merupakan pajak atas konsumsi yang mekanisme pengenaannya secara tidak langsung.  PPN dikenakan terhadap transaksi penyerahan produk dan/atau jasa baik di dalam negeri maupun di luar negeri kepada Wajib Pajak individu, badan usaha, pemerintah, dan juga wajib pajak luar negeri.  Peraturan terkait dengan penerapan PPN di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan terakhir diubah dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan untuk membuat faktur pajak dalam setiap penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Faktur pajak merupakan dokumen bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Belum lama ini, terdapat perubahan peraturan mengenai Faktur Pajak yang semula diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 yang berlaku mulai 1 April 2022 dan saat ini telah diubah menjadi PER-11/PJ/2022 yang mulai berlaku pada tanggal 1 September 2022 lalu. Dengan berlakunya PER-11/PJ/2022 ini, administrasi penerbitan faktur pajak menjadi lebih sederhana dan lebih akomodatif bagi administrasi wajib pajak PKP.  Terdapat beberapa hal penting yang diatur dalam ketentuan baru ini, diantaranya seperti perubahan aturan mengenai Pembuatan Faktur Pajak kepada Pembeli PKP yang melakukan pemusatan PPN dan PPnBM terutang menjadi lebih sederhana dan lebih mudah untuk WP, klausul dan pengertian pengkreditan pajak masukan yang lebih disederhanakan, dan ketentuan peralihan sehubungan dengan pembuatan faktur pajak dalam periode PER-03 mulai berlaku hingga PER-11 berlaku.

Setidaknya, terdapat 3 (tiga) perubahan utama yang diatur dalam PER-11/PJ/2022 ini jika dibandingkan dengan peraturan sebelumnya yaitu PER-03/PJ/2022. Perubahan pertama yaitu perubahan atas Pasal 6 ayat (6). Pasal 6 ayat (6) mengatur ketentuan jika penyerahan dilakukan kepada pembeli tempat dilakukannya pemusatan di  KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM). PER-11/PJ/2022 mempersempit aturan penyerahannya yaitu ketika penyerahan atau pengiriman ke tempat PPN/PPnBM terutang dipusatkan di KPP BKM, yang berada di kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut. Adapun kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut yaitu tempat penimbunan berikat, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), serta kawasan tertentu lainnya di dalam daerah pabean yang mendapatkan fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut.

Perubahan kedua, yaitu perubahan atas Pasal 37 PER-03/PJ/2022 yaitu bahwa PPN yang tercatat dalam faktur pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dapat dikatakan sebagai pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP pembeli BKP atau oleh peneriman JKP selama  pihak penerima telah memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan berdasarkan ketentuan atau kebijakan perundang-undangan dalam perpajakan.

Perubahan ketiga, yaitu perubahan atas pasal 38A yang mengatur bahwa faktur pajak yang dibuat pada saar sebelum aturan baru diberlakukan, baik dalam melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli yang melakukab pemusatan PPN namun BKP dan/atau JKP-nya diserahkan ke tempat PPN terutang yang dipusatkan pada kawasan tertentu, maka faktur tersebut masih berlaku. Dengan kata lain, sebelum diberlakukan PER-11/PJ/2022 maka faktur pajak yang telah dibuat sebelum peraturan tersebut berlaku maka faktur pajak masih diakui selama faktur pajak tersebut memenuhi syarat pada peraturan lama. 

Read more

PENUTUPAN IN HOUSE TRAINING BREVET PAJAK AB PT ASKRINDO BATCH 2, PESERTA SANGAT ANTUSIAS SAMPAI AKHIR

29 Sep 2022

Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) memiliki program pelatihan salah satunya adalah Pelatihan Brevet Pajak AB. PPA&K kerap dipercaya oleh banyak perusahaan untuk menyelenggarakan pelatihan kepada para pegawainya dengan tujuan pembekalan agar lebih memahami bidang perpajakan dan meminimalisir kekeliruan dalam perhitungan serta pelaporan pajak.

PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) telah menyelesaikan program pelatihan atau In House Training (IHT) Brevet Pajak AB sebanyak dua batch dengan menunjuk PPA&K sebagai pihak penyelenggara. Pada batch pertama, IHT telah selesai pada Minggu, 18 September 2022, dilanjutkan dengan batch kedua yang mulai pada Senin, 19 September 2022 sampai hari Selasa, 27 September 2022 di Hotel Swiss-Belinn, Kemayoran, Jakarta.

”Jika kita membicarakan akuntansi, keuangan, dan transaksi Bisnis, maka sudah melekat betul terkait dengan perpajakan,”ujar Bapak Supriadi, Direktur Utama PPA&K, dalam penutupan IHT Brevet Pajak AB PT Askrindo.

Selama tujuh hari para peserta dipadatkan dengan jadwal IHT Brevet Pajak AB. Meski demikian hal tersebut tidak memadamkan antusiasme peserta yang tetap aktif dalam kelas karena mendapat kesempatan untuk menambah pemahaman perpajakan.

“Diklat Brevet Pajak AB ini sangat berguna sekali, apalagi untuk kita yang tidak sempat mengupdate ilmu perpajakan karena terlalu sibuk di kantor. Jadi, kesempatan ini sangat berkesan,” ujar Bapak Alex, salah satu peserta IHT Brevet Pajak AB.

Selama IHT berlangsung, pengajar yang berasal dari praktisi dan akademisi berpengalaman di bidang perpajakan turut dihadirkan. Ini lah yang membuat peserta semakin aktif dalam berdiskusi. Peserta diberikan kesempatan untuk menanyakan segala hal yang berkaitan dengan pajak yang mereka temui pada saat menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan. Baik PPA&K maupun PT Askrindo memiliki harapan yang besar agar setelah kegiatan ini peserta dapat menerapkan apa yang telah dipelajari ke perusahaan tempat mereka bekerja.

 

Read more

IN HOUSE TRAINING BREVET PAJAK AB PT ASKRINDO BATCH 2 SUDAH DIBUKA

20 Sep 2022

Pada Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1 telah dijelaskan bahwa Pajak merupakan sebuah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Dikatakan wajib karena pajak adalah suatu hal yang sangat berpengaruh khususnya bagi pembangunan negara, sehingga dalam pencatatan, perhitungan dan pelaporannya dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh.  

PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) bekerja sama dengan Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) untuk memberikan In House Training (IHT) Brevet Pajak AB bagi Divisi Keuangan dan Investasi serta Divisi Akuntansi demi menambah pemahaman dan mengasah kemampuannya di bidang perpajakan. IHT dibuka pada tanggal 19 September 2022 di Hotel Swiss-Belinn Kemayoran, Jakarta dan akan berlangsung sampai 27 September 2022.

Pada pembukaan IHT, Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, menyambut baik PT Askrindo yang mempercayakan PPA&K untuk menjadi penyelenggara IHT Brevet Pajak AB gelombang kedua setelah berakhirnya gelombang pertama pada tanggal 18 September 2022. Kepercayaan yang besar tersebut tentu membuktikan bahwa PPA&K adalah lembaga pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dengan fasilitator kredibel dan professional, serta materi yang sesuai dengan perkembangan ilmu perpajakan.

“Melihat antusiasme yang besar hari ini, Saya harap bapak dan ibu dari PT Askrindo tetap semangat sampai akhir In House Training Brevet Pajak AB ini selesai, karena selama satu minggu kedepan bapak dan ibu akan dihadapkan dengan jadwal pembelajaran yang cukup padat,” kata Bapak Supriyadi

Sejalan dengan itu, Ibu Evi selaku Kepala Askrindo Academy menyampaikan rasa suka cita PT Askrindo dapat mengikuti IHT Brevet Pajak AB oleh PPA&K. Adanya IHT ini ditujukan agar para peserta dapat menggali lebih dalam lagi mengenai perpajakan supaya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Saya minta supaya kita sama-sama belajar, sama-sama mencari ilmu. Manfaatkan semua ilmu yang dimiliki oleh fasilitator nantinya untuk ketajaman perhitungan kita, agar dimasa-masa yang akan datang semua laporan dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu,” imbuh Ibu Evi.

Pembukaan IHT Brevet Pajak AB PT Askrindo Bacth 2 berjalan dengan lancar. Adapun dua peserta yang menjadi perwakilan pengalungan name tag sebagai tanda dimulainya kegiatan IHT Brevet Pajak AB PT Askrindo Bacth 2. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan pembahasan materi yang pertama yaitu Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Selama jalannya kegiatan IHT ini, peserta diminta untuk turut aktif dalam diskusi, latihan dan ujian.

Read more

AUDITOR INSPEKTORAT PROVINSI PAPUA BARAT MENGIKUTI IN HOUSE TRAINING DASAR - DASAR AUDIT

14 Sep 2022

Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) telah selesai menyelenggarakan In House Training (IHT) Dasar-Dasar Audit untuk para Auditor dari Inspektorat Provinsi Papua Barat. Pembukaan IHT telah dilakukan pada 29 Agustus 2022. Penyampaian Materi pada IHT ini disampaikan oleh fasilitator yang kredibel dan professional yaitu Bapak M. Sonhadi dan Bapak Tumpal Pakpahan, dimana keduanya merupakan praktisi dan akademisi di bidang Auditor Internal. Selain itu, mereka juga memiliki pengalaman bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

 

Penyampaian materi pada IHT ini disampaikan oleh fasilitator yang kredibel dan professional, Bapak M. Sonhadi yang memiliki pengalaman bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Bapak Tumpal Pakpahan yang berpengalaman sebagai seorang Akademisi di bidang Audit.

 

Sebelum membahas materi yang pertama, peserta diwajibkan untuk mengisi lembar pre-test untuk mengetahui tingkat pemahaman masing-masing perserta terhadap pengertian dasar audit, sistem pengendalian intern, teknik-teknik audit, penyusunan program kerja audit, kertas kerja audit, dan laporan hasil audit.

 

IHT Dasar-Dasar Audit berlangsung mulai tanggal 29 Agustus hingga 3 September 2022 di Grand Inna Malioboro, Yogyakarta. Selama lima hari mengikuti IHT, peserta tetap antusias untuk mendengarkan materi dari fasilitator dan aktif berdiskusi. Salah satu peserta IHT, Yohana Rante Tasak, menyampaikan besarnya antusias pesertatidak terlepas dari peran PPA&K yang telah menyelenggarakan IHT dengan baik, termasuk menghadirkan fasilitator yang benar-benar memiliki kapasitas ilmu yang luas dalam audit internal.

 

“Kami bersyukur mendapatkan fasilitator yang terbaik, yang mana fasilitator tersebut menyampaikan materi dengan sangat baik, dengan kata-kata yang mudah kami mengerti, dengan kata-kata sehari-hari, dan selalu menyelingi humor agar kami selama dikelas tidak mengantuk,” kata Yohana.

 

Harapan kedepan, Yohana ingin kembali mengikuti IHT lainnya dan PPA&K dapat menyelenggarakan kegiatan tersebut di Wilayah Papua Barat agar semakin banyak lagi peserta yang berkesempatan untuk ikut.

                                                                                                                                               

“Jika ada diklat kompetensi lainnya kami ingin ikut lagi untuk pengembangan kompetensi kami selanjutnya, menjadi auditor yang berintegritas, yang independent, yang objektif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab,” tutupnya.

 

In House Training Dasar-Dasar Audit yang diselenggarakan oleh PPA&K merupakan pelatihan yang lakukan demi meningkatkan pemahaman dan kemampuan seorang auditor muda dalam melakukan kegiatan audit sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Setelah mengikuti dan dinyatakan lulus sebagai peserta IHT Dasar-Dasar Audit peserta bisa mengikuti diklat Audit Operasional, sebelum nantinya akan mengikuti sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk jenjang auditor melalui Lembaga Sertifikasi Profesi Audit Internal (LSP-AI).

 

Read more

PT ASKRINDO MEMBEKALI PEGAWAINYA DENGAN IN HOUSE TRAINING BREVET PAJAK A-B DI PPA&K

12 Sep 2022

Pajak merupakan suatu hal yang krusial untuk menopang finansial suatu negara. Kurangnya pengetahuan mengenai perpajakan dapat menimbulkan kekeliruan dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban pajak kemudian dapat berakhir dengan kurangnya optimalisasi dalam penerimaan pajak bagi Negara.

Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) sebagai sebuah lembaga pelatihan memiliki kewajiban untuk membekali para pesertanya dalam mengenal dan memahami perpajakan sesuai dengan regulasi perundang-undangan. Hal ini berguna agar nantinya dapat diimplementasikan pada perusahaannya atau dalam keseharian.

Pada kesempatan kali ini, PPA&K dipercaya oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) untuk melaksanakan In House Training Brevet Pajak A-B untuk para pegawainya. Kegiatan ini akan dilangsungkan selama tujuh hari, mulai 12 hingga 18 September 2022. Bertempat di Grand Orchardz Hotel Jakarta, peserta akan dibekali lansung oleh para fasilitator yang merupakan Akademisi dan Praktisi kompeten di bidang perpajakan.

Pembukaan kegiatan In House Training Brevet Pajak A-B diisi dengan sambutan oleh Kepala Divisi Akuntansi PT Askrindo, Bapak Ein Juhaenda. Pada sambutannya beliau menyampaikan harapannya untuk memperkuat sumber daya manusia yang dimiliki PT Askrindo dalam memahami aspek-aspek perpajakan.

“Kita menginisiasi tim SDM untuk mengadakan diklat mengenai perpajakan, jadi kedepannya jika bagian pusat atau cabang mengalami masalah perpajakan setidaknya bisa nyambung. Oleh karena itu diharapkan unuk semua peserta mengikutinya dengan serius,” ujar Pak Ein dalam sambutannya.

Sambutan kedua sekaligus pembukaan In House Training Brevet Pajak AB oleh Bapak Supriyadi selaku Direktur Utama PPA&K. Beliau menyampaikan bahwa pelaksanaan In House Training sangat berarti bagi peserta dan PT Askrindo.

"Peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia sangat dinamis, oleh karena itu diharapkan bagi Bapak/Ibu yang mengikuti In House Training ini bisa maksimal, kami memberikan kesempatan yang luas untuk Bapak/Ibu mendiskusikan bersama pengajar atas masalah-masalah pajak yang ditemui di Perusahaan selama ini,” kata Pak Supriyadi.

Selain menerima materi, selama kegiatan In House Training Brevet Pajak A-B berjalan peserta akan diberikan waktu untuk berdiskusi, mengerjakan soal latihan, dan melaksanakan ujian. Aktivitas tersebut akan dilihat sebagai penilaian yang nantinya diakumulasikan sebagai nilai kelulusan. Peserta akan dinyatakan lulus apabila memperoleh nilai minimum 65 atau Cukup (C). Adanya hal itu membuat para peserta harus bersungguh-sungguh untuk mendapatkan nilai terbaik.

 

 

 

 

 

 

 

 

Read more

IN HOUSE TRAINING BREVET PAJAK AB PT SANTINI GROUP

10 Sep 2022

Topik mengenai perpajakan semakin hangat belakangan ini. Adanya hal itu membuat perusahaan bertekad untuk membekali para pegawainya dengan pelatihan Brevet Pajak AB agar kedepannya bisa memetakan masalah perpajakan yang selalu berubah.

PT Santini Group yang bergerak di bidang distribusi komponen otomotif, secara khusus bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) untuk melatih para pegawainya dalam perpajakan. Kerjasama ini tertuang dalam In House Training Brevet Pajak AB yang dilaksanakan setiap hari Sabtu, dimulai tanggal 10 September  sampai dengan 17 Desember 2022 secara virtual melalui Zoom Meeting dari pukul 08.30 WIB sampai pukul 15.30 WIB.

Kegiatan In House Training Brevet Pajak AB diawali dengan acara pembukaan. Para pegawai PT Santini Group yang tersebar di wilayah Indonesia saat ini menjadi Angkatan ke 79 di Brevet Pajak AB PPA&K. Mereka sangat antusias mengikuti In House Training ini, mereka bergabung lebih awal pada lini Zoom Meeting untuk mengikuti acara Pembukaan Brevet AB. Acara pembukaan diisi dengan sambutan oleh Ibu Felicia Pandria Soleman selaku Manager Finance Accounting PT Santiniluwansa Lestari dan Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi.

Pada sambutannya, Ibu Felicia menyampaikan bahwa pelatihan Brevet Pajak ini sudah direncanakan sejak tahun 2018, akan tetapi karena satu dan lain hal akhirnya kegiatan ini baru dilaksanakan tahun ini dalam pertemuan virtual. Beliau berharap adanya kegiatan ini bisa memberikan nilai tambah bagi perusahaan juga menambah wawasan pegawai terhadap perpajakan.

“Harapan saya setelah mengikuti kegiatan In House Training ini kita dapat melahirkan bahan diskusi baru karena selalu ada pembaharuan mengenai perpajakan,” kata Ibu Felicia.

Sejalan dengan itu, Bapak Supriyadi pun menyampaikan dalam sambutannya jika materi yang akan dibahas bersama peserta dan pengajar merupakan materi terbaru termasuk peraturan-peraturan pajak terkini dan peserta diberikan banyak kesempatan untuk berdiskusi.

“Jangan ragu untuk berdiskusi atas penerapan pajak yang berlaku di Perusahaan Bapak dan Ibu, karena pengajar Brevet Pajak AB di PPA&K berasal dari Akademisi dan Praktisi yang berkompeten dan berpengalaman di bidang perpajakan,” jelas Bapak Supriyadi.

Adapun materi yang akan dipelajari pada pelatihan Brevet Pajak AB yaitu Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; PPh Orang Pribadi; PBB, BPHTB, dan Bea Meterai; PPh 21/26; PPh Pemotongan dan Pemungutan; PPN dan PPnBM; PPH Badan; Akuntansi Pajak; serta e-SPT PPh, e-Faktur, dan e-Bupot.

Secara professional PPA&K telah mengelola pelatihan Brevet Pajak AB. Sehingga bisa menjadi lembaga pelatihan terpercaya. Terhitung sampai dengan Agustus 2022 PPA&K sudah meluluskan 3.140 peserta. Sementara itu per September 2022, masih ada 203 peserta yang mengikuti pelatihan Brevet Pajak AB PPA&K dan akan terus bertambah seiring besarnya antusias para pendaftar yang ingin mengikuti tiga kelas berikutnya pada bulan Oktober yang akan datang.

Read more

PPA&K MEMBUKA KELAS BREVET PAJAK AB ANGKATAN 78

07 Sep 2022

Peraturan perpajakan yang bisa berubah sewaktu-waktu membuat kita perlu menyadari betapa pentingnya belajar mengenai perpajakan. Brevet pajak merupakan sebuah fondasi untuk memetakan perpajakan sehingga kita dapat mengikuti perubahan peraturan yang dinamis.

Tidak terasa Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) sudah membuka Kelas Brevet Pajak AB hingga mencapai 78 angkatan. Pembukaan kelas dilakukan oleh Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, pada Sabtu, 3 September 2022 pukul 08.00 WIB secara virtual melalui Zoom Meeting dan turut dihadiri juga oleh Direktur Operasional, Bapak Budi Hanta.

Kali ini peserta Kelas Brevet Pajak AB sejumlah 38 peserta yang berasal dari Sekretariat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Universitas Prasetya Mulya, Universitas Mercu Buana, Universitas Mahasaraswati Denpasar, Universitas Internasional Batam, FKS Multi Agro, PT. Tindo Jaya Mitra,  Adaro Power, YPI Tunas Harapan Ilahi, PT. Aneka Cipta Kreasi Jaya, KAP Abdul Hamid dan Rekan, KAP Yuwono dan Rekan, The Ritz Carlton Jakarta – Pasific Place, Lantana Multi Mineral, PT. Gunung Raja Paksi Tbk, PT. Berawal dari Kue, PT. Jakarta Turisindo, ICON+, PT.Bosowa Asuransi, PT.Qtera Mandiri, PT. Ridho Agung Lestari, Klinik Arrohman, dan Umum.

Pada sambutannya, Bapak Supriyadi menyampaikan rasa terima kasih kepada peserta yang telah meluangkan waktu untuk bergabung dalam Kelas Brevet Pajak AB yang akan dilaksanakan selama beberapa minggu kedepan. Adanya kecanggihan teknologi juga membuat pembelajaran tetap berlangsung meski ada perbedaan waktu antara peserta yang tinggal di wilayah Indonesia Bagian Barat dengan wilayah Indnesia Bagian Tengah dan Timur. Meski demikian, Bapak Supriyadi meyampaikan agar metode pembelajaran yang terdiri atas pemaparan materi dan pembahasan studi kasus oleh fasilitator, penyelesaian soal latihan, dan ujian, dapat dilangsungkan secara tepat waktu.

“Sama seperti penyetoran pajak dan penyampaian laporan perpajakan yang harus dilakukan tepat waktu,” ujar Bapak Supriyadi dalam sambutannya.

Berbeda dengan Kelas Brevet Pajak AB Angkatan 77, pada Angkatan 78 ini kelas akan dilaksanakan setiap hari Sabtu mulai tanggal 3 September 2022 hingga 10 Desember 2022. Dalam satu hari, kelas dijalankan selama dua sesi dalam satu hari, mulai pukul 08.30 WIB sampai 11.30 WIB dan dilanjutkan kembali pada pukul 12.30 WIB hingga 15.30 WIB. Diharapkan pada kegiatan ini pemahaman para peserta mengenai perpajakan dapat bertambah dan dapat diimplementasikan pada dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.

 

Read more

APLIKASI E-METERAI DAN PENGGUNAANNYA

02 Sep 2022

Di era yang serba digital seperti sekarang ini, kemudahan dan kecepatan akes data menjadi  hal yang dibutuhkan bagi setiap orang. Efisiensi dan konsep praktis menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai dalam era digital ini. Salah satu bentuk perubahan dengan memanfaatkan teknologi digital adalah penggunaan elektronik meterai (e-meterai) untuk suatu dokumen. Dengan adanya e-meterai ini diharapkan  akan memudahkan masyarakat untuk membubuhkan meterai pada sebuah dokumen elektonik. Keberadaan e-meterai juga memberikan pilihan kepada masyarakat untuk menggunakan meterai fisik atu digital.

Pengertian meterai berdasarkan Pasal 1 Undang- Undang No 10 Tahun 2020 adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektonik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen. Meterai dikenakan atas 1) Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya; 2) Akta notaris, beserta grosse, salinan, dan kutipannya; 3) Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya; 3) Surat berharga dengan nama dan bentuk apapun; 4) Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan bentuk apapun; 5) Dokumen lelang  yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan lelang, dan grosse risalah lelang; 6) Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal Rp5.000.000 (lima juta rupiah) yang menyebutkan pinjaman uang, atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan dan 7) Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Tarif bea meterai  sesuai dengan Pasal 3 UU No 10 Tahun 2020 menggunakan tarif tetap sebesar Rp10.000 (sepuluh ribu rupiah). Tarif ini mulai berlaku pada 1 Januari 2021.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan dan Penjualan Meterai, yang dimaksud dengan meterai elektronik adalah materai berupa label yang penggunaanya dilakukan dengan cara dibubuhkan pada dokumen melalui sistem tertentu. Sistem meterai elektronik adalah sistem tertentu berupa serangkaian perangkat dan prosedur elektronik dalam sistem atau aplikasi terintegrasi yang berfungsi membuat, mendistribusikan, dan membubuhkan meterai elektronik.

Meterai elektonik memiliki kode unik dan keterangan tertentu. Agar bisa mendapatkan meterai elektronik, masyarakat hanya perlu mengunjungi situ web e-meterai.co.id yang disediakan oleh Perum Peruri. Masyarakat dapat melakukan login ke akun yang sudah didaftarkan sebelumnya untuk membeli meterai dan melakukan pembayaran. Setelah berhasil mendapatkan kuota meterai, selanjutnya pengguna sudah dapat mengunggah dokumen yang akan dibubuhkan meterai. Jika dokumen sudah berhasil diunggah, langkah selanjutnya adalah mengatur lokasi e-meterai. Agar dokumen terimplementasi sistem elektronik secara penuh, posisi e-meterai tidak boleh tumpang tindih dengan tanda tangan. Posisi e-meterai dapat dibubuhkan di samping tanda tangan pihak yang berkepentingan atas dokumen yang diunggah. Dokumen yang sudah dibubuhi e-meterai dapat diunduh dan divalidasi keasliannya dengan cara melakukan scan e-meterai pada  dokumen yang sudah dicetak menggunakan Peruri Scanner.

Read more

KELAS BREVET PAJAK AB ANGKATAN 77 TELAH DIBUKA

31 Aug 2022

Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) rutin membuka Kelas Brevet Pajak AB setiap bulan. Kali ini telah dilangsungkan pembukaan Kelas Brevet Pajak AB Angkatan 77 secara virtual melalui Zoom Meeting pada Senin 29 Agustus 2022 mulai pukul 13.00 sampai dengan 13.30 WIB.

Tujuan dari pembukaan kelas ini adalah untuk memberikan pembekalan kompetensi bagi peserta mengenai perpajakan. Pembukaan kelas ini diikuti oleh 39 peserta yang terdiri dari 25 instansi/perusahaan, dan umum yang berasal dari Indonesia Barat hingga Indonesia Timur. Pembukaan diawali dengan panitia pelaksana memberikan gambaran mengenai pembelajaran di Kelas Brevet Pajak AB, mulai dari materi, tenaga pengajar yang terdiri dari para praktisi perpajakan, hingga sistem penilaian peserta.

Selanjutnya sambutan dari Direktur Utama PPA&K, Bapak Supriyadi, sekaligus membuka Kelas Brevet Pajak AB Angkatan 77 yang akan dimulai pada 29 Agustus 2022 hingga 31 Oktober 2022 setiap hari senin, rabu, dan jumat pada pukul 13.30 hinggal 16.30. Terakhir, acara pembukaan ditutup dengan doa dan peserta memulai kelas dengan materi yang pertama.

Pada kelas Brevet Pajak AB PPA&K telah meluluskan 3.130 peserta dari 72 angkatan dan masih ada 5 angkatan lagi yang sedang berjalan dengan jumlah 148 peserta. Adanya Learning Management System (LMS) memudahkan peserta untuk saling terhubung meski terpisah ruang dan waktu.

Read more

PEMANFAATAN PPH FINAL UMKM BAGI PERSEROAN PERORANGAN

26 Aug 2022

Pemerintah telah menetapkan skema PPh Final bagi Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) sejak 1 April 2022. Skema  pajak ini berlaku bagi para pelaku UMKM yang memiliki omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun. Dalam UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmoninasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah mengatur penetapan pembebasan PPh Final 0,5% bagi UMKM. Wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan skema pajak penghasilan final  UMKM selama 7 (tujuh) tahun, sedangkan bagi wajib pajak perseroan perorangan hanya boleh menggunakan skema pajak penghasilan selama 3 tahun pajak saja. Aturan jangka watu penggunaan PPh Final 0,5% ini diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2018.

Bukan hanya itu saja, perusahaan perorangan juga tidak diperkenankan menggunakan fasilitas pembebasan pajak untuk omzet hingga Rp500 juta.  Seperti yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2a) UU HPP bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenakan Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.  Fasilitas ini hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi. Tujuan dari pembebasan pajak ini adalah untuk memberikan asas keadilan dan mendorong UMKM untuk terus berkembang. 

Sebagai informasi, perusahaan perorangan adalah perseroan terbatas (PT) yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil (UKM). Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 menjelaskan bahwa perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil yaitu : a) Perseroan yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih; dan b) Perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang.  Sebagai bagian dari perseroan, dalam ketentuan pajak, perseroan perorangan merupakan subjek pajak badan meskipun hanya didirikan oleh satu orang. Ketentuan ini diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 20/PJ/2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Perseroran Perorangan. Lebih lanjut, PP No 7 Tahun 2021 menjelaskan usaha mikro adalah usaha dengan modal usaha maksimal Rp1 miliar dan hasil penjualan maksimal Rp2 miliar. Sementara itu, usaha kecil adalah usaha dengan modal usaha senilai lebih dari Rp1 miliar hingga maksimal Rp5 miliar dan omzet lebih dari Rp2 miliar hingga maksimal Rp15 miliar.

Read more

APA ITU APLIKASI E-PHTB NOTARIS/PPAT ?

19 Aug 2022

Direktorat Jenderal Pajak  telah menerbitkan peraturan nomor PER-8/PJ/2022 yang mengatur tentang tata cara penelitian bukti pemenuhan kewajiban penyetoran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 14 Juli 2022. Melalui peraturan ini, Dirjen Pajak memperkenalkan satu aplikasi yaitu e-PHTB Notaris/PPAT untuk proses validasi SSP PHTB. Penghasilan yang termasuk dalam Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (PHTB) antara lain penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. Sementara aplikasi e-PHTB adalah layanan daring untuk melakukan validasi Surat Setoran Pajak (SSP) PPh PHTB. Fitur ini dapat memudahkan para wajib pajak untuk mengajukan validasi pemenuhan kewajiban penyetoran PPh PHTB secara elektronik.

Permohonan validasi SSP PHTB atau permohonan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh kini dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara. Pertama, dapat dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak dengan datang secara langsung ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan. Kedua, dilakukan secara daring melalui aplikasi e- PHTB dengan menggunakan akun wajib pajak di DJP. Ketiga, melalui notaris/PPAT yang terdaftar dalam sistem informasi Kemenkumham ataupun Kementerian ATR/BPN. Dengan aplikasi e-PHTB Notaris/PPAK, semua proses validasi akan dilakukan secara otomatis oleh para notaris/PPAT yang terdaftar dalam sistem informasi Kemenkumham atau Kementerian ATR/BPN.

Agar dapat mengunakan aplikasi e-PHTB Notaris/PPAK, terlebih dahulu harus melakukan registrasi akun dan telah memenuhi beberapa persyaratan untuk aktivasi akun. Terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi oleh Notaris/PPAT untuk dapat mengakses aplikasi tersebut. Syarat pertama, notaris/ PPAT telah menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk 2 tahun pajak terakhir dan SPT Masa PPN untuk 3 masa pajak terakhir.  Kedua, Notaris/PPAT tidak boleh memiliki utang pajak untuk semua jenis pajak. Apabila Notaris/PPAT memiliki utang pajak, maka harus memiliki izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran atas keseluruhan utang pajak tersebut. Ketiga, Notaris/PPAT tidak sedang terlibat dalam pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, atau penuntutan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat, Notaris/PPAT tidak sedang terlibat dalam penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan atas tindak pidana pencucian dengan tindak pidana asal di bidang perpajakan.

Read more

PENTINGNYA KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

12 Aug 2022

Keterbukaan informasi perpajakan menjadi salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kepatuhan perpajakan.  Keterbukaan informasi dalam perpajakan (tax transparency) merupakan suatu kondisi dimana semua informasi yang terkait dengan wajib pajak dan usahanya dapat diakses dan diperoleh oleh otoritas perpajakan dengan lengkap sehingga jumlah pajak yang terutang dapat dihitung dengan benar. Hal ini menjelaskan bahwa tidak terdapat informasi yang tidak diungkapkan dalam pelaporan perpajakan.  Seperti yang kita ketahui, Indonesia menganut sistem perpajakan mandiri (self assessment system) dalam pengungutan pajaknya. Dengan sistem ini, kepatuhan pajak menjadi tanggung  jawab wajib pajak itu sendiri.  Wajib pajak diberikan tanggung jawab untuk menghitung pajak yang terutang dan membayarnya tanpa perlu menunggu surat tagihan pajak. Di sisi lain, sistem perpajakan mandiri ini memiliki kelemahan yaitu wajib pajak dapat menyalahgunakan tanggung jawabnya dengan tidak melaporkan informasi yang sebenarnya sehingga pajak terutang yang dibayar juga tidak menunjukkan jumlah yang seharusnya.

Dengan kondisi yang demikian, lantas bagaimana otoritas memastikan bahwa jumlah pajak terutang yang dilaporkan oleh wajib pajak adalah benar ? Otoritas perpajakan melakukan pemeriksaan pajak dengan mengumpulkan informasi dari pihak ketiga untuk mengidentifikasi apakah jumlah pajak yang disetor dan dilaporkan oleh wajib pajak adalah informasi yang benar. Otoritas perpajakan dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak mengumpulkan informasi dari beberapa sumber seperti instansi pemerintah, lembaga asosiasi, dan pihak- pihak lain. Pengumpulan informasi tidak hanya dapat dilakukan di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Perolehan informasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : 1) pertukaran informasi berdasarkan permintaan, 2) pertukaran informasi secara spontan, dan              3) pertukaran informasi secara otomatis.  Idealnya, semakin banyak informasi yang diperoleh maka akan semakin akurat bagi otoritas perpajakan dalam menilai dan menguji kepatuhan perpajakan wajib pajak atas perhitungan pajak yang terutang dalam SPT.  Sebaliknya, jika semakin sedikit informasi yang dikumpulkan, maka semakin tidak akurat perhitungan pajak yang dilakukan oleh fiskus.

Melihat pentingnya keterbukaan informasi dalam pemeriksaan perpajakan, Pemerintah telah menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang juga telah disahkan sebagai Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2017 . Dalam UU ini disebutkan bahwa Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan Entitas Lain untuk secara rutin menyampaikan informasi rekening keuangan nasabahnya kepada otoritas pajak. Beberapa poin penting dalam UU No 9 Tahun 2017 ini adalah sifat perolehan informasi terdiri dari dua jenis yaitu pertukaran informasi secara otomatis dan pertukaran informasi berdasarkan permintaan.  Informasi yang diminta juga tidak hanya meliputi rekening keuangan, tetapi juga informasi lain jika diperlukan.

Sejak tahun 2018, Direktorat Jenderal Pajak, selaku otoritas jasa perpajakan di Indonesia telah melaksanakan keterbukaan informasi melalui automatic exchange of information (AEoI). Keterbukaan informasi melalui AEoI ini diharapkan dapat mendorong penerimaan pajak penghasilan.  Keterbukaan informasi perpajakan juga memiliki beberapa manfaat diantaranya mempersempit aliran dana ke luar negeri, mengurangi praktik penghindaran pajak dan pencucian uang, dan mereduksi ketimpangan dalam struktur masyarakat.

Read more

PENERIMAAN PAJAK SEMESTER I TAHUN 2022 TUMBUH POSITIF, DJP KIAN GENCAR BERIKAN EDUKASI PERPAJAKAN

05 Aug 2022

Kinerja perpajakan pada Semester I Tahun 2022  menunjukkan tren yang positif. Mengutip dari informasi pada website Kementerian Keuangan yaitu www. kemenkeu.go.id, penerimaan perpajakan sampai dengan akhir Juni 2022 mencapai Rp868,3 triliun. Pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 55,7% dengan pencapaian 58,5% dari target yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Kinerja penerimaan pajak yang meningkat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan tingkat permintaan yang terus membaik baik dari permintaan domestik maupun luar negeri, dan dampak penerapan implementasi UU HPP.

Jika diuraikan berdasarkan  kelompok jenis pajaknya, penerimaan pajak yang paling dominan berasal dari kelompok PPh Non Migas dengan kontribusi sebesar Rp519,6 triliun atau 69,4% dari target penerimaan. Kemudian, kelompok PPN & PPnBM dengan kontribusi sebesar Rp4,8 triliun atau 14,9% dari target dan kelompok PBB & pajak lainnya dengan kontribusi sebesar Rp43 triliun atau 66,6% dari target. Meskipun kinerja keuangan dan penerimaan pajak pada Semester I Tahun 2022 tumbuh positif, hal ini tidak lantas membuat Direktorat Jenderal Pajak merasa puas. Direktorat Jenderal Pajak tetap berusaha meningkatkan kinerja dan berhati-hati terhadap pertumbuhan dan situasi ekonomi dunia yang fluktuatif sehingga berdampak pada penerimaan perpajakan nantinya. Pada Semester II nanti diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup konsisten sehingga penerimaan pajaknya pun akan stabil dan dimungkinkan meningkat. 

Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga terus berbenah dalam sistem administrasi perpajakan dan  memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Materi edukasi perpajakan yang disampaikan beragam mulai dari sosialisasi peraturan perpajakan terbaru, kegiatan atau program terkait ketentuan perpajakan yang berjalan, dan himbauan untuk taat lapor & bayar pajak. Hal ini dilakukan mengingat sampai dengan saat ini, masih ada WNI yang belum tersentuh pajak (tidak membayar pajak). DJP juga terus melakukan pengumpulan data untuk mengidentifikasi siapa – siapa saja pihak yang abai dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Data diperoleh dari institusi keuangan, perbankan, dan finansial lainnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berdasarkan data tersebut, akan dilakukan pengawasan wajib pajak dan dicocokkan terhadap SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) yang bersangkutan. 

Perlu diketahui juga bahwa beberapa kelompok wajib pajak berikut dapat dibebaskan dari kewajiban pembayaran pajak. Pertama, adalah masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun. Jumlah penghasilan merupakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga tidak diwajibkan untuk membayar pajak. Kedua, pembebasan pajak diberikan kepada pedagang yang menjalankan usaha sendiri atau UMKM orang pribadi dengan omzet maksimal Rp500 juta per tahun. Berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan disebutkan bahwa UMKM individu dengan  batasan omzet per tahun di atas Rp500 juta saja yang dikenakan pajak. 

Read more

MENGENAL PEMBARUAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN (PSIAP) DAN BEBERAPA MANFAATNYA

29 Jul 2022

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih terus melakukan upaya pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax sytem) atau lebih dikenal dengan istilah PSIAP. PSIAP merupakan proyek redesain dan reengineering proses bisnis administrasi perpajakan melalui pembangunan sistem informasi yang berbasis COTS (Commersial Off The Shelf) disertai dengan basis data perpajakan sehingga sistem perpajakan menjadi mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti. PSIAP juga mendukung optimalisasi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum. Latar belakang dilakukannya PSIAP antara lain teknologi yang telah usang sehingga menyebabkan berkurangnya ketahanan infrastruktur. Sistem administrasi perpajakan yang selama ini berjalan juga belum mencakup semua proses bisnis yang dijalankan oleh DJP. Sehingga diharapkan dengan adanya PSIAP ini akan mengikuti perkembangan dunia digital terkini dan menunjang kinerja serta konektivitas layanan untuk wajib pajak.

Dengan adanya Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan, setidaknya akan ada perubahan terhadap 21 proses bisnis DJP, antara lain : registrasi; pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran, taxpayer account management (TAM); layanan wajib pajak; exchange of information (EoI); serta data quality management (DQM). Kemudian document management system (DMS), business intelligence (BI); compliance risk management (CRM), penilaian, pengawasan, ekstensifikasi, pemeriksaan; penagihan; intelijen; penyidikan; keberatan dan banding; non keberatan; serta knowledge management system.

Dengan adanya PSIAP ini, model pengawasan dan pemeriksaan yang dijalankan oleh DJP kini semakin mudah dan efisien. Selain itu, pembaruan coretax system juga akan memperkuat basis data dan informasi perpajakan. Melalui coretax system, DJP akan memprioritaskan pengawasan dan pemeriksaan terhadap wajib pajak berisiko tinggi. DJP juga telah menggunakan compliance risk management (CRM) untuk mengidentifikasi profil risiko wajib pajak. CRM sebagai sarana yang digunakan untuk memetakan risiko kepatuhan wajib pajak berdasarkan data SPT (Surat Pemberitahuan) yang dibandingkan dengan data yang diterima dari pihak ketiga.

 Saat ini, DJP telah menerbitkan surat imbauan atau permintaan penjelasan berdasarkan hasil pemetaan risiko kepatuhan wajib pajak. Surat imbauan atau permintaan penjelasan tersebut disampaikan kepada sekitar 3,9 juta wajib pajak. Pengawasan terhadap wajib pajak juga dilakukan berdasarkan pemetaan skala usahanya. Pemetaan skala usaha dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu wajib pajak strategis dan wajib pajak kewilayahan. Terhadap wajib pajak strategis, DJP melakukan pengawasan secara lebih intensif. Hal ini dikarenakan skala usaha yang lebih besar, lebih kompleks, dan proses bisnisnya lebih rumit. Sedangkan bagi wajib pajak kewilayahan, pengawasan dilakukan melalui penguasaan wilayah kerja dan memanfaatkan data terkait izin mendirikan bangunan, izin usaha, peta wilayah, dan sebagainya. Data ini disusun menjadi Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE) sebagai dasar ekstenfisikasi.

DJP menjelaskan beberapa manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan PSIAP. Manfaat bagi wajib pajak antara lain tersedianya akun wajib pajak pada portal DJP, lebih berkualitasnya layanan, berkurangnya potensi sengketa, serta adanya minimalisasi biaya kepatuhan. Sementara manfaat PSIAP bagi pegawai DJP antara lain terintegrasinya sistem, berkurangnya pekerjaan manual, kinerja yang lebih produktif, serta meningkatkan kapabilitas. Kemudian manfaat yang dapat dirasakan oleh instansi DJP itu sendiri yaitu PSIAP akan menciptakan kredibilitas dan kepercayaan. Sedangkan bagi stakeholders, adanya PSIAP akan membuat data lebih real time dan valid. DJP juga terbuka terhadap setiap informasi yang masuk dengan menindaklanjutinya sesuai dengan prosedur pemeriksaan informasi, data, laporan, dan pengaduan. Hal ini merupakan bentuk reformasi perpajakan yang terus dikembangkan oleh DJP.

Read more

FORMAT BARU NIK SEBAGAI NPWP SESUAI DENGAN KETENTUAN PMK NOMOR 112/PMK.03/2022

22 Jul 2022

Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) resmi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah yang diterbitkan pada 8 Juli 2022 lalu. Dalam aturan ini dijelaskan bahwa format baru NPWP terdiri dari 3 (tiga) jenis. Pertama, NPWP untuk wajib pajak orang pribadi  yang merupakan penduduk menggunakan NIK. Kedua, bagi wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP dengan format 16 digit. Ketiga, bagi wajib pajak cabang menggunakan Nomor Indentitas Tempat Kegiatan Usaha yang diberikan oleh Dirjen Pajak.  Format ini mulai berlaku per tanggal 14 Juli 2022 lalu. Namun begitu, NPWP dengan format lama masih dapat digunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023, karena belum semua layanan administrasi dapat mengakomodasi NPWP dengan format baru.

Proses integrasi NIK sebagai NPWP masih terus berlanjut. Hingga saat ini, Dirjen Pajak baru berhasil mengintegrasikan sebanyak 19 (sembilan belas) juta NIK yang dapat digunakan sebagai NPWP. Proses pemadanan/ pengintegrasian dilakukan melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Wajib pajak juga dapat mengecek secara mandiri apakah NIK nya sudah terintegrasi sebagai NPWP atau belum. Ketika wajib pajak sudah berhasil menggunakan NIK pada situs DJP Online, maka status NIK wajib pajak tersebut sudah valid dan sudah berfungsi sebagai NPWP. Bagi wajib pajak yang status NIK nya belum valid, ini dikarenakan data wajib pajak belum sesuai dengan data kependudukan. Sebagai contoh, alamat tempat tinggal yang berbeda dengan data kependudukan. Atas status NIK yang belum valid ini, akan dilakukan permintaan klarifikasi oleh Ditjen Pajak melalui DJP Online, email, kring pajak dan/atau saluran lain. Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai prosedur permohonan aktivasi NIK saat ini sedang dalam tahap penyusunan di internal DJP.

Bagi wajib pajak yang saat ini belum memiliki NPWP, maka dapat mengajukan permohonan pendaftaran dengan 3 skema berikut. Pertama, bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk, NIK dapat diaktifasi sebagai NPWP oleh DJP melalui permohonan pendaftaran oleh wajib pajak sendiri atau secara jabatan dan akan tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit yang dapat digunakan hingga 31 Desember 2023. Kedua, bagi wajib pajak badan, instansi pemerintah, dan orang pribadi selain penduduk akan diberikan NPWP dengan format 16 digit melalui permohonan pendaftaran oleh wajib pajak sendiri atau secara jabatan. Ketiga, bagi wajib pajak cabang akan diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dan tetap diberikan NPWP dengan format 15 digit yang dapat digunakan hingga 31 Desember 2023.

Upaya penggunaan NIK sebagai NPWP bertujuan untuk memudahkan masyarakat kedepannya. Dalam berbagai aktifitas nantinya, masyakat hanya perlu mengingat satu nomor yaitu NIK yang juga dapat digunakan sebagai tanda identitas wajib pajak. Sebagai informasi tambahan, mulai tanggal 1 Januari 2024 diharapkan seluruh layanan administrasi perpajakan dan layanan yang membutuhkan NPWP akan menggunakan NPWP dengan format baru.

Read more

MENGENAL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

17 Jun 2022

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang bagi orang pribadi ataupun badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Kegiatan membangun sendiri (KMS) merupakan kegiatan mendirikan bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain. Bangunan sebagaimana dimaksud berupa 1 (satu) atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan. Bangunan ini setidaknya mencakup 3 kriteria diantaranya : 1) Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; 2) Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan 3) Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200m2. Kebijakan tentang kegiatan membangun sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang kemudian diamendemen dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.

Kegiatan membangun sendiri dapat dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu ataupun bertahap sesuai dengan waktu tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Termasuk dalam pengertian kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) PMK Nomor 61/PMK.03/2022 yaitu kegiatan membangun bangunan oleh pihak lain bagi orang pribadi atau badan namun Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain. PPN atas kegiatan membangun sendiri dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dalam kegiatan membangun sendiri sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan dalam setiap masa pajak sampai dengan bangunan tersebut selesai dan tidak termasuk biaya perolehan tanah. Dasar pengenaan pajak tersebut dikalikan dengan tarif 20% (dua puluh persen) dan kemudian dikalikan dengan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN.  Jika tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 11%, maka tarif PPN kegiatan membangun sendiri adalah sebesar 2,2% dari DPP berupa seluruh biaya yang tidak termasuk biaya perolehan tanah. Sebagai contoh, pada bulan April 2022, seorang wajib pajak orang pribadi membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya dengan luas keseluruhan dari rumah tersebut sebesar 300m2. Total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan membangun sendiri tersebut sebesar Rp250.000.000,00 tidak termasuk dengan biaya perolehan tanah. Maka perhitungan PPN nya adalah 2,2%  X Rp250.000.000,00 yaitu sebesar Rp5.500.000,00.

Saat terutangnya PPN kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai mendirikan bangunan sampai dengan bangunan tersebut selesai, dapat dilakukan secara bertahap dan tidak melebihi jangka waktu 2 tahun. Sedangkan tempat terutangnya PPN kegiatan membangun sendiri adalah tempat di mana bangunan tersebut didirikan. PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri wajib disetorkan ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa berakhirnya masa pajak. Orang pribadi maupun badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri juga wajib melaporkan penyetoran PPN nya dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Orang pribadi atau badan yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melaporkan penyetoran PPN dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN ke Kantor Pelayanan Pajak terdaftar; dan
  2. Orang pribadi atau badan yang bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak dianggap telah melaporkan penyetoran PPN sepanjang telah melakukan penyetoran PPN.

Kewajiban melakukan penyetoran PPN dikecualikan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dalam hal tidak terdapat penyetoran PPN.

 

Read more

JELANG PENERAPAN NIK SEBAGAI NPWP, DJP JAMIN KEAMANAN DATA WAJIB PAJAK

10 Jun 2022

Salah satu kebijakan yang tertuang dalam program satu data Indonesia adalah pengintegrasian Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pengintegrasian data kependudukan dengan data perpajakan ini dilakukan untuk meningkatkan kemudahan wajib pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan. Integrasi data NIK dan NPWP juga tercantum dalam amanat Perpres  Nomor 83 Tahun 2021 mengenai Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Wajib Pajak dalam Pelayanan Publik yaitu kewajiban untuk pencantuman NIK atau NPWP dalam pelayanan publik serta kegiatan pembaharuan dan pemutakhiran data kependudukan dan database perpajakan. Integrasi satu data juga telah dilaksanakan oleh beberapa negara maju seperi Amerika Serikat dan Inggris dengan tujuan untuk mewujudkan pengambilan kebijakan secara efektif bagi masyarakat.

Penggunaan NIK sebagai NPWP juga telah diatur dalam Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam Bab II Pasal 2 ayat 10 UU HPP, disebutkan bahwa penggunaan NIK sebagai NPWP akan disertai pemberian data kependudukan dan data balikan dari Kementerian Dalam Negeri kepada Kementerian Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.  Dalam proses ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan dan menjamin keamanan data wajib pajak selama proses transisi berlangsung. Terlebih lagi keamanan data ini juga dijamin oleh Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dengan adanya perpaduan sistem, data wajib pajak akan tetap bersifat rahasia dan terlindungi sehingga tidak mudah disalahgunakan oleh berbagai pihak.

Dalam Pasal 8 Perpres Nomor 83 Tahun 2021, Ditjen Dukcapil dan DJP diperintahkan untuk melakukan pemadanan dan pemutakhiran data secara berkelanjutan. Dalam melakukan pemutakhiran data kependudukan, DJP wajib memberikan identitas wajib pajak berbasis NPWP kepada Ditjen Dukcapil. Dalam melakukan pemutakhiran data kependudukan, DJP wajib memberikan identitas wajib pajak berbasis NPWP kepada Ditjen Dukcapil. Selanjutnya, Ditjen Dukcapil akan melakukan pemadanan terhadap data yang diberikan DJP. Sebagai imbal balik, Ditjen Dukcapil akan memberikan data hasil pemadanan dan data kependudukan berbasis NIK yang memiliki NPWP sesuai dengan jenis pekerjaan kepada DJP.

Saat ini, DJP tengah melakukan proses validasi NIK dengan NPWP untuk menghindari adanya double data atau nomor registrasi kewarganegaraan yang tidak terdaftar, data tidak valid, dan masalah data lainnya. Setelah proses validasi selesai, DJP akan mulai melakukan transisi penggunaan NIK sebagai NPWP. Pada masa transisi ini, wajib pajak orang pribadi dapat secara sukarela melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP melalui KPP terdekat.  Pada saat yang bersamaan, DJP juga dapat melakukan aktivasi NIK secara jabatan apabila diketahui wajib pajak sudah memiliki kewajiban perpajakan. Rencananya, jika keseluruhan proses telah selesai, penggunaan NIK sebagai NPWP akan mulai diterapkan pada tahun 2023 mendatang. 

Read more

PENERAPAN PAJAK KARBON DITUNDA, PEMERINTAH MASIH MENGKAJI ULANG PERATURAN TERKAIT

03 Jun 2022

Pemerintah Indonesia berupaya merespon isu lingkungan yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup, salah satunya melalui pengurangan emisi karbon dan efek gas rumah kaca. Sebagai bentuk dukungan dalam upaya tersebut, pemerintah telah mengatur pengenaan pajak karbon dalam Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam Bab VI Pasal 13 ayat (5) UU HPP disebutkan bahwa subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Pada Pasal 13 ayat (7) lebih lanjut dijelaskan bahwa saat terutang pajak karbon yaitu ditentukan berdasarkan 3 keadaaan yaitu:  (a) pada saat pembelian barang yang mengandung karbon; (b) pada akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu, atau (c) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pajak karbon merupakan jenis pajak baru yang masuk dalam Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022 sebagai Green Fiscal Policy Reform. Berdasarkan rencana awal, pajak karbon ini akan mulai diterapkan pada 1 April 2022. Namun pengenaan pajak karbon ini masih harus ditunda dan direncanakan akan mulai berlaku pada  1 Juli 2022 dikarenakan regulasi yang mengatur pajak karbon saat ini masih dalam tahap penyusunan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak dalam acara briefing Direktorat Jenderal Pajak pada Jumat (27/5) lalu. Saat ini, Badan Kebijakan Fiskal bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup sedang melakukan penyesuaian aturan pengenaan pajak karbon dengan ketentuan nilai ekonomis karbon atau carbon pricing. Pemerintah akan berusaha untuk memastikan penerapan pajak karbon ini memenuhi prinsip keadilan dan keterjangkauan dengan memperhatikan kondisi ekonomi dan masyarakat.

Pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 terkait Tata Laksana Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi agar pengenaan pajak karbon berjalan optimal.  Tarif pajak karbon yang ditetapkan pemerintah paling rendah sebesar Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Sektor – sektor yang dikenakan pajak karbon diantaranya energi, limbah, proses industri, dan penggunaan produk, pertanian, kehutanan dan sektor lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengenaan pajak karbon ini diharapkan dapat mengubah perilaku para perilaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Pengenaan pajak karbon di Indonesia akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia. Sebagai informasi tambahan, pemerintah melalui Nationally Determined Contributions (NDC) telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada ta

Read more

UPDATE INFO PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA (PPS), DITJEN PAJAK TERIMA RP10,36 TRILIUN

27 May 2022

Pemerintah menyelenggarakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berlangsung mulai 1 Januari hinga 30 Juni 2022 sebagaimana yang telah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dan dilaksanakan dengan 2 skema. Skema yang pertama yaitu bagi wajib pajak orang pribadi dan badan peserta program tax amnesty yang tidak atau belum sepenuhnya melaporkan hartanya. Skema kedua yaitu bagi wajib pajak orang pribadi dengan deklarasi harta perolehan tahun 2016-2020. Dalam PPS ini, wajib pajak akan dikenakan PPh Final yang tarifnya berbeda-beda tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta yang diungkapkan.

Sampai dengan 26 Mei 2022, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah mencatat sebanyak 51.459 wajib  pajak telah mengikuti PPS. Terdapat 59.924 surat keterangan yang diterima dari peserta sejak PPS ini berlaku pada 1 Januari 2022. Mengutip dari situs resmi www.pajak.go.id, jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima negara per tanggal 26 Mei 2022 sejumlah Rp10,36 triliun. Total nilai harta bersih yang dilaporkan para peserta sejauh ini telah mencapai Rp103,13 triliun. Sementara itu, aset para peserta PPS yang dilaporkan meliputi deklarasi dalam negeri dan repatriasi sejumlah Rp89,08 triliun. Total dana yang diinvestasikan peserta PPS hingga saat ini tercatat senilai Rp6,48 triliun.

Sampai dengan 26 Mei 2022, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah mencatat sebanyak 51.459 wajib  pajak telah mengikuti PPS. Terdapat 59.924 surat keterangan yang diterima dari peserta sejak PPS ini berlaku pada 1 Januari 2022. Mengutip dari situs resmi www.pajak.go.id, jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima negara per tanggal 26 Mei 2022 sejumlah Rp10,36 triliun. Total nilai harta bersih yang dilaporkan para peserta sejauh ini telah mencapai Rp103,13 triliun. Sementara itu, aset para peserta PPS yang dilaporkan meliputi deklarasi dalam negeri dan repatriasi sejumlah Rp89,08 triliun. Total dana yang diinvestasikan peserta PPS hingga saat ini tercatat senilai Rp6,48 triliun.

Direktorat Jenderal Pajak juga terus melakukan proses pencocokan data dengan pihak ketiga termasuk 67 instansi pemerintah maupun swasta. Dalam UU Nomor 9 Tahun 2017, DJP telah diberikan kewenangan untuk mengakses data keuangan yang dimiliki lembaga keuangan. Pada tahun 2018, DJP juga telah melakukan komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEoI) dengan 159 negara lain. Dengan memanfaatkan keseluruhan data yang dimiliki DJP, pemerintah akan lebih mudah untuk memantau wajib pajak yang menyembunyikan  dan tidak melaporkan hartanya. PPS ini dapat menjadi pendorong bagi DJP untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

Read more

PENYAMPAIAN SPT MASA PPH UNIFIKASI WAJIB DILAKUKAN MULAI MASA PAJAK APRIL 2022

13 May 2022

Pemotong/ pemungut pajak penghasilan (PPh) wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi mulai masa pajak April 2022. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi. Peraturan tersebut juga mengatur bentuk isi, tata cara pengisian, dan penyampaian SPT Masa Pajak Penghasilan Unifikasi. Lantas, apakah yang dimaksud dengan bukti pemotongan/ pemungutan penghasilan unifikasi ? Bukti pemotongan/ pemungutan unifikasi adalah dokumen yang dibuat oleh Pemotong/ Pemungut PPh sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/ dipungut. Pemotong/ pemungut PPh yang diwajibkan membuat  Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi adalah Wajib Pajak, selain Instansi Pemerintah yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh.

Dalam Pasal 4 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2021 disebutkan bahwa Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi terdiri dari : 1) Bukti Pemotongan/ Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, serta PPh Pasal 23 dan 2) Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 dan PPh Pasal 4 ayat (2) bagi Wajib Pajak luar negeri. Sementara itu, SPT Masa PPh Unifikasi meliputi beberapa jenis PPh yaitu : 1) PPh Pasal 4 ayat (2); 2) PPh Pasal 15; 3) PPh Pasal 23; dan 4)PPh Pasal 26. Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi dibuat dan dilaporkan melalui aplikasi e- bupot unifikasi. Lebih lanjut dalam pasal 13 ayat (2) PER-24/PJ/2021 dijelaskan  bahwa pembuatan Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi dan penyampaikan SPT Masa PPh dapat dilaksanakan mulai Masa Pajak Januari 2022 dan harus dilaksanakan mulai Masa Pajak April 2022. Hal ini berarti seluruh Wajib Pajak pemotong/pemungut wajib membuat Bukti Pemotongan/ Pemungutan dan menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sesuai format yang sudah ditetapkan untuk masa pajak April 2022.

 Penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi paling lambat dilakukan 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dengan demikian, untuk masa pajak April 2022, pelaporan SPT Masanya dilakukan paling lambat pada tanggal 20 Mei 2022. Adapun penyetoran PPh yang telah dipotong/dipungut paling lama dilakukan  10 hari setelah masa pajak berakhir. Kemudian, penyetoran PPh yang harus dibayar sendiri paling lama 15 hari setelah masa pajak berakhir.  Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, pemotong/pemungut PPh dapat dikenai sanksi administrasi. Sanksi administrasi sesuai ketentuan pasal 7 UU KUP berupa denda sebesar Rp100.000,00 dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh.

SPT Masa PPh Unifikasi paling sedikit memuat masa pajak dan tahun pajak, status SPT normal atau pembetulan, identitas pot/put PPh, jenis PPh, jumlah dasar pengenaan pajak, jumlah nilai PPh yang dipotong, dipungut, ditanggung pemerintah, dan/atau disetor sendiri, jumlah total PPh, jumlah total PPh yang disetor pada SPT yang dibetulkan, jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor karena pembetulan, tanggal potongan/pungutan dan tanggal penyetoran PPh, nama dan tanda tangan pemotong/ pemungut PPh atau kuasa, dan tanggal SPT Masa PPh Unifikasi dibuat.

Read more

UPDATE PENERIMAAN PAJAK NEGARA TRIWULAN 1 TAHUN 2022 : PEMERINTAH BERHASIL MENCATAT PENERIMAAN SEBESAR RP322,46 TRILIUN

27 Apr 2022

Pada tanggal 20 April 2022 lalu, pemerintah khususnya Kementerian Keuangan melangsungkan kegiatan konferensi pers APBN. Dalam konferensi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa penerimaan pajak negara sampai dengan bulan Maret 2022 mencapai Rp322,46 triliun. Nilai total ini memberikan kontribusi sebesar 25,49% kepada target APBN negara tahun 2022 yang telah diitetapkan yaitu Rp1.846,1 triliun. Jika dibandingkan dengan penerimaan pada tahun lalu, jumlah penerimaan pajak sampai dengan Maret 2022 ini tumbuh sebesar 41,36%. Berdasarkan klasifikasi jenis pajak, jenis penerimaan pajak negara yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling tinggi adalah pajak non migas. Salah satu faktor utama yang menyebabkan penerimaan pajak non migas mengalami pertumbuhan adalah adanya kenaikan harga komoditas.

Penerimaan pajak negara per Maret 2022 secara rinci terdiri dari penerimaan PPh Non Migas sebesar Rp172,09 triliun atau 27,16% dari target. Penerimaan PPN dan PPnBM sebesar Rp130,15 triliun atau 23,48% dari target. Sementara itu, penerimaan PBB dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp 2,29 triliun atau 7,69% dari target dan penerimaan PPh migas sebesar Rp17,94 triliun atau 37,91% dari target.  Sementara itu, jika ditinjau dari jenis sektor, penerimaan pajak, sektor pertambangan mendominasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar 154,7%. Di sisi lain, penerimaan dari sektor perdagangan tumbuh 58,1% dan sektor manufaktur tumbuh sebesar 44,1%.

Pertumbuhan penerimaan pajak negara juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mulai meningkat. Peningkatan penerimaan pajak dipengaruhi oleh berapa faktor diantaranya peningkatan impor dan adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang diselenggarakan pada Januari – Juni 2022. Melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pemerintah berhasil mengungkap nilai harta bersih peserta PPS sebesar Rp68,4 triliun. Selain itu, kondisi pemulihan ekonomi yang berjalan dengan baik juga turut memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak negara. Dengan pulihnya kondisi ekonomi secara bertahap, sektor industri dan bisnis mulai bergeliat dan berdampaik pada peningkatan pendapatan serta konsumsi masyarakat. Bangkitnya kpndisi ekonomi juga mendorong penerimaan negara dari berbagai sektor jasa seperti sektor jasa keuangan dan asuransi serta jasa perusahaan.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Menteri Keuangan bahwa penerimaan pajak per Maret 2022 ini terlihat begitu tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu akibat basis atau penerimaan pajak pada tahun lalu masih rendah (low base effect). Pada tahun lalu, pemerintah masih memberikan fasilitas perpajakan kepada dunia usaha yang menghadapi pandemi Covid – 19. Pemerintah berharap, penerimaan negara terutama dari sektor perpajakan kedepannya akan meningkat dan dapat memenuhi target yang diharapkan. Pemerintah juga menghimbau kepada wajib pajak untuk senantiasa memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik mengingat pembayaran pajak bukanlah untuk kepentingan pemerintah semata, tetapi manfaatnya juga akan dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.

Read more

ASET KRIPTO DIKENAKAN PAJAK ? BERIKUT PENJELASANNYA

22 Apr 2022

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto, pemerintah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap transaksi kripto. Pengenaan pajak terhadap aset kripto ini mulai efektif berlaku pada tanggal 1 Mei 2022 mendatang. Pemerintah mengenakan pajak terhadap aset kripto ini tentunya bukan tanpa alasan. Ditinjau dari peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menjelaskan bahwa aset kripto merupakan komoditas dan bukan alat tukar. Oleh karena itu, aset kripto tergolong barang kena pajak tidak berwujud yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Aset kripto sendiri merupakan aset digital yang berada dalam sistem blockchain. Sistem blockchain adalah sebuah teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan atau bank data yang secara digital terhubung dengan kriptografi. Contoh dari aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, Binance Coin, Theter, dan lain –lain. Masing – masing aset ini dapat diperdagangkan dan ditransaksikan secara global setiap hari selama 24 jam. Nilai tukar setiap aset ini ditentukan oleh penawaran dan permintaan para pelaku pasar perdagangan.

Dalam PMK Nomor 68 Tahun 2022 dijelaskan bahwa aset kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer to peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain. Perdagangan aset kripto di Indonesia berada di bawah naungan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Penyelenggara perdagangan aset kripto di Indonesia adalah Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK). Pedagang Fisik Aset Kripto adalah pihak yang telah telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perdagangan berjangka komoditi, untuk melakukan transaksi aset kripto baik atas nama diri sendiri/ dan atau memfasilitasi transaksi Penjual Aset Kripto atau Pembeli Aset Kripto.

 Tarif PPN yang dikenakan terhadap perdagangan aset kripto terdiri dari 2 tarif. Tarif pertama yaitu 1% (satu persen) dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto. Tarif ini berlaku dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik merupakan Pedagang Fisik Aset  Kripto. Tarif kedua yaitu 2% (dua persen) dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi dalam hal Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik bukan merupakan Pedagang Fisik Aset Kripto. Selain kedua tarif tersebut, pergadagangan kripto juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 yang dipungut kepada penjual penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Besaran tarif PPh itu sebesar 0,1%. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik wajib membuat bukti pemungutan PPN yang terutang berupa dokumen yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan / Pemungutan Unifikasi. Adapun cara pengenaan pajak pada perdagangan aset kripto adalah dengan melakukan penunjukan pihak ketiga sebagai pemungut PPN, yaitu penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektonik (PPMSE) baik dalam negeri maupun luar negeri.

Berdasarkan keterangan dari Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat nomor 4 dengan jumlah investor aset kripto terbanyak di dunia. Selain itu, berdasarkan laporan dari Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa nilai transaksi aset kripto pada tahun 2020 mencapai Rp64, 9 triliun dan meningkat menjadi Rp859,4 triliun pada tahun 2021. Transaksi perdagangan aset kripto pada periode Januari hingga Februari 2022 tercatat sebesar Rp83,3 triliun. Pengenaan PPN terhadap aset kripto dapat dimaknai sebagai bentuk pengakuan legalitas perdagangan aset kripto. Selain itu, dengan berlakunya PPN terhadap aset kripto tentunya akan menambah pemasukan negara. Hal ini didukung dengan jumlah investor aset kripto yang lebih tinggi daripada pasar modal. Pemberlakuan pungutan pajak terhadap aset kripto ini diharapkan akan berjalan secara transparan dan mampu memberikan kontribusi positif bagi perekonomian.

Read more

ASAL MULA PPN DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

14 Apr 2022

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akhir – akhir ini ramai menjadi perbincangan publik, terlebih lagi per tanggal 1 April 2022 lalu tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meningkat dari semula 10% (sepuluh persen) menjadi 11% (sebelas persen). Kenaikan tarif PPN ini tentunya menuai berbagai respon dari masyarakat. Banyak masyarakat yang memahami bahwa kenaikan tarif PPN ini merupakan bentuk reformasi perpajakan pemerintah yang harus dipatuhi oleh seluruh wajib pajak. Namun, di sisi lain ada juga yang berpendapat bahwa kenaikan tarif PPN ini justru akan menyebabkan kenaikan harga secara umum atau yang dikenal dengan istilah inflasi yang justru akan menyulitkan masyarakat khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Terlebih lagi beredar kabar bahwa pemerintah akan mengkaji ulang kenaikan tarif PPN mengingat kondisi ekonomi saat ini masih dalam ketidakpastian. Selain itu, kondisi harga pangan dan kebutuhan pokok saat ini juga masih tinggi. Namun sebelum lebih jauh memahami bagaimana dampak perubahan tarif PPN bagi pemerintah, masyarakat dan pihak terkait lainnya, ada baiknya jika kita mengenal awal mula PPN dan bagaimana perkembangannya di Indonesia melalui uraian  berikut.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pungutan yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang dan jasa kena pajak di wilayah Indonesia. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak tidak langsung dan termasuk dalam kategori pajak konsumsi.  Pemungutan PPN dapat dikenakan pada wajib pajak orang pribadi maupun badan. Gagasan dasar mengenai PPN pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Wilhem von Siemens, seorang pengusaha di Jerman pada tahun 1920 – an yang menyadari bahwa terdapat masalah yang ditimbulkan dari penerapan pajak peredaran. Selain Dr. Wilhem von Siemens, konsep awal dari PPN juga dicetuskan oleh Thomas S. Adams pada tahun 1921 di Amerika Serikat. Konsep yang dijelaskan oleh Adams adalah mengenai cara untuk mengurangi pajak atas penjualan dengan pajak yang sebelumnya telah dibayarkan atas pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi efek mengalir (cascading effect). Konsep inilah yang sekarang dikenal dengan metode pengkreditan PPN masukan terhadap PPN keluaran. PPN pertama kali diterapkan di Perancis pada tahun 1948 dalam bentuk pengenaan pajak di tahap pabrikan. Kemudian pada tahun 1954, Perancis melanjutkan pengenaan pajak di seluruh tahapan produksi dan distribusi.

Banyak negara di Eropa memberlakukan PPN pada tahun 1960 – an dan 1970 –an. Sementara itu, negara berkembang mengikuti penerapan PPN pada tahun 1980-an dan sesudahnya. Negara Indonesia mulai menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 1983 setelah sebelumnya menggunakan sistem Pajak Penjualan (PPn) pada tahun 1951. Peralihan sistem ini didasari oleh penerapan pungutan sebelumnya yang tidak dapat memenuhi aktivitas masyarakat yang terus berkembang. Pajak Penjualan (PPn) sendiri dapat dikatakan sebagai cikal bakal PPN yang berlaku di Indonesia, karena bentuk pengutan sebelumnya masih menggunakan sistem pungutan kolonial Belanda. Pemberlakuan PPN di Indonesia ditandai dengan diterbitkannya Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN.

Dalam perkembangannya, UU PPN telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan pertama melalui Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang mulai berlaku pada 1 Januari 1995. Perubahan kedua dilakukan melalui pengesahan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2000 yang berlaku pada pada 1 Januari 2001. Selanjutnya, perubahan ketiga yaitu pada tahun 2009 melalui Undang Undang Nomor 42Tahun 2009 yang mulai berlaku pada 1 April 2010. Perubahan terakhir UU PPN dilakukan pada tahun 2021 yang termasuk dalam materi Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 (Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan) yang mulai berlaku pada 29 Oktober 2021 khususnya berkaitan dengan kebijakan tarif.

Tarif PPN yang berlaku di Indonesia juga telah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tahun 1950 an seiring dengan berlakunya sistem Pajak Penjualan (PPn), dikenakan tarif umum 10%. Kemudian pada tahun 1974, tarif PPn berubah menjadi tiga golongan. Golongan pertama yaitu 0% bagi jenis barang yang dibebaskan dari PPn. Golongan kedua yaitu 5% bagi jenis barang berupa karton, kertas pembungkus, kertas tulis, kertas cetak, karbon dan lain-lain. Golongan ketiga yaitu 10% bagi jenis barang yang tidak termasuk dalam kategori pertama dan kedua. Kemudian pada tahun 1983, sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1983 berlaku sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 10%. Tarif 10% ini konsisten diterapkan hingga akhir Maret 2021 dan pada 1 April 2022 tarif PPN berubah menjadi 11% sesuai yang telah diatur dalam Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Read more

PEMERINTAH RESMI MENAIKKAN TARIF PPN DAN MENETAPKAN PENYESUAIAN KEBIJAKAN PENDUKUNG

08 Apr 2022

Pemerintah telah secara resmi menetapkan tarif baru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu 11 % (sebelas persen) per 1 April 2022 lalu. Perubahan tarif PPN dari 10% (sepuluh persen) menjadi 11% (sebelas persen) ini sebelumnya sudah dikomunikasikan melalui Undang – Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).  Dalam Pasal 7 ayat 1 (a) dan (b) UU HPP telah disebutkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu sebesar 11% (sebelas persen) mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, selanjutnya tarif sebesar 12% (dua belas persen) mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam pasal 7 ayat 3 UU PPN yang menjelaskan bahwa tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar 15% yang perubahannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pemerintah menjelaskan bahwa perubahan tarif PPN ini merupakan bagian dari reformasi dan konsolidasi fiskal yang bertujuan untuk mengembangkan sistem perpajakan yang lebih adil, optimal dan berkelanjutan. Perlu kita ketahui bersama, bahwa penerimaan pajak dari PPN selama bulan Januari – Februari 2022 memberikan kontribusi sebesar 18,9% terhadap total penerimaan pajak. Penerimaan dari PPN merupakan penerimaan pajak yang paling tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan pajak lainnya.  Pertumbuhan penerimaan negara dari PPN sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipengaruhi oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga memaparkan jika PPN merupakan komponen  penyangga penerimaan negara di tengah situasi pandemic Covid 19.

 

Kebijakan pemerintah dalam menyesuaiakan tarif PPN baru ini juga diiringi dengan beberapa penyesuaian kebijakan perpajakan lainnya. Penyesuaian ini dilakukan untuk mendukung percepatan ekonomi khususnya dalam melindungi masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Terdapat 4 penyesuaian kebijakan perpajakan seiring dengan perubahan tarif PPN diantaranya :

  1. Penurunan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi

Penuruan tarif PPh Orang Pribadi dikenakan terhadap penghasilan kena pajak Rp50-60 juta dari yang semula sebesar 15% menjadi 5%. Hal ini juga telah diatur dalam UU HPP yang menjelaskan pengenaan  tarif 5% untuk penghasilan kena pajak Rp 0 – 60 juta. Sebagai perbandingan, bahwa berdasarkan UU Pajak Penghasilan sebelumnya disebutkan bahwa tarif 5% berlaku untuk penghasilan kena pajak Rp 0 -50 juta.

 

  1. Pembebasan Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku UMKM

Pembebasan pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pelaku UMKM dikenakan atas omzet atau peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta. Penetapan batasan omzet ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat dan usaha kecil.

 

 

 

  1. Fasilitas PPN Final

Fasilitas PPN Final diterapkan dengan besaran tertentu yaitu lebih kecil 1%, 2% atau 3%. Fasilitas PPN Final ini dikenakan atas jenis barang atau jasa dan sektor usaha tertentu yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

 

  1. Layanan Restitusi PPN

Layanan restitusi PPN atau pengembalian PPN lebih bayar dengan jumlah sampai dengan Rp 5 Miliar akan tetap diberikan. Pemerintah juga berencana mempercepat penyaluran restitusi kedepannya.

Read more

EDUKASI PAJAK (PENGERTIAN, TUJUAN, DAN MANFAAT)

11 Feb 2022

Edukasi perpajakan merupakan unsur penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan kesadaraan masyarakat untuk membayar pajak.  Apabila masyarakat telah mendapat edukasi pajak yang baik, maka mereka akan memahami bagaimana ketentuan perpajakan yang berlaku, jenis-jenis pajak dan tarifnya, hingga cara melapor dan menyetorkan pajak. Edukasi perpajakan yang baik juga akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak negara.  Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) yang merupakan otoritas tertinggi dalam perpajakan telah melakukan serangkaian upaya edukasi perpajakan untuk memberikan informasi kepada masyarakat guna meningkatkan kesadaran pajak. Lantas, apakah yang dimaksud dengan edukasi perpajakan? Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor              PER-12/PJ/2021 yang dimaksud dengan edukasi perpajakan adalah setiap upaya dan proses dalam mengembangkan serta meningkatkan potensi warga negara (jasmani, rohani, moral, dan intelektual) untuk menghasilkan perilaku kesadaran perpajakan yang tinggi, peningkatan pengetahuan, dan ketrampilan perpajakan yang tinggi, peningkatan pengetahuan, dan keterampilan perpajakan, serta peningkatan kepatuhan perpajakan. Sasaran edukasi perpajakan adalah calon wajib pajak, wajib pajak baru, dan wajib pajak terdaftar.

Edukasi perpajakan yang efektif dan efisien sebaiknya dilakukan secara terencana, terukur, terstruktur, dan berkelanjutan supaya tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Adapun tujuan dari edukasi perpajakan antara lain meningkatkan kepatuhan perpajakan, pengetahuan perpajakan, dan keterampilan perpajakan. Proses edukasi perpajakan dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu edukasi secara langsung dan tidak langsung. Proses edukasi secara langsung berupa sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga penyuluh perpajakan dengan target sasaran edukasi yang jelas. Sementara proses edukasi perpajakan secara tidak langsung dilakukan secara daring baik dengan komunikasi satu arah maupun dua arah. Proses edukasi satu arah tidak ada interaksi langsung di dalamnya. Tenaga penyuluh perpajakan akan memberikan materi sosialisasi dalam bentuk seminar atau presentasi. Sementara, proses edukasi dua arah melibatkan interaksi dua pihak yaitu dari penyuluh perpajakan dan target edukasi.

Materi edukasi perpajakan dapat disampaikan dalam bentuk audio, visual, dan audiovisual. Materi yang disampaikan dalam edukasi perpajakan meliputi :

  1. Materi teknis operasional mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan serta petunjuk pelaksanaannya.
  2. Materi kebijakan perpajakan mengenai filosofi kebijakan atau ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan yang masih membutuhkan penegasan, dan/atau penegasan lebih lanjut.
  3. Materi lainnya di luar materi teknis operasional dan materi kebijakan perpajakan.

Penerimaan negara dari sektor pajak yang meningkat merupakan salah satu indikator bahwa masyarakat sudah mendapat edukasi perpajakan yang baik. Masyarakat sudah menyadari kewajiban membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan pajak tinggi. Peran kita sebagai wajib pajak dan masyarakat yang baik adalah sadar akan kewajiban perpajakan dengan melaporkan dan membayar pajak tepat pada waktunya.

Read more

DJP MERANCANG CORE TAX ADMINISTRATION SYTEM SEBAGAI WUJUD REFORMASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

28 Jan 2022

Sejak tahun 2018, pemerintah telah merancang core tax administration system atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) untuk mengganti Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP). Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau  core tax administration system juga telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.483/KMK.03/2020. Melalui core tax administration system, pemerintah mendukung upaya reformasi di bidang perpajakan yang bertujuan untuk menyediakan suatu sistem pelayanan perpajakan yang lebih praktis dan mudah. Melansir dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), core tax administration system adalah suatu sistem teknologi informasi dalam administrasi perpajakan yang bertujuan untuk mengotomatisasi proses bisnis yang dijalankan oleh DJP sebagai pihak yang memegang otoritas perpajakan. Beberapa proses bisnis yang akan diautomatisasi dalam SIAP ini diantaranya proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, serta kegiatan pemeriksaan dan penagihan pajak.

Menurut rencana dari DJP, core tax administration system akan mulai diuji coba mulai Juni 2023, sehingga diharapkan pada Oktober 2023 sistem sudah benar- benar bisa berjalan. Pengembangan sistem administrasi perpajakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan institusi perpajakan yang kredibel dan akuntabel sehingga proses bisnis yang dijalankan dapat berlangsung secara efektif dan efisien.  Melalui pembaharuan sistem administrasi perpajakan juga diharapkan tercipta sinergi yang optimal antar lembaga sehingga mampu mencapai tujuan akhir yaitu meningkatnya penerimaan negara sejalan dengan tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak. Beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa DJP perlu melakukan pembaruan sistem administrasi diantaranya karena sistem DJP yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengimplementasikan perubahan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai suatu sistem yang terintegrasi seharusnya dapat segera menyesuaikan aplikasi sesuai dengan kebijakan terbaru yang telah ditetapkan. Selain itu, sistem yang ada selama ini masih bergantung ke data server pusat, sehingga apabila terjadi gangguan pada pusat maka sistem yang digunakan secara nasional juga akan ikut drop.

Dengan core tax administration system, nantinya terdapat 21 proses bisnis DJP  yang akan dirancang ulang diantaranya pendaftaran, pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi, pengelolaan SPT, pembayaran, data pihak ketiga, exchange of information (EOI), penagihan dan tax payer management (TPM). Selain itu juga pemeriksaan, pemeriksaan bukper dan penyidikan, compliance risk management (CRM), business intelegence, document management system, data quality management, keberatan dan banding, non-keberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, serta knowledge management. Saat ini, proses pengembangan core tax administration system sudah memasuki tahap build and test yang berlangsung mulai Juni 2021 sampai dengan April 2023. Pada tahap ini akan dilakukan pengembangan dan pengujian sistem aplikasi disertai dengan pembangunan modul aplikasi sistem inti dan pengujian. Proses pengujian dilakukan terhadap keseluruhan sistem, integrasi sistem, dan uji coba oleh pengguna. Jika keseluruhan proses pengembangan core tax administration system selesai, tentunya akan memberikan manfaat bagi DJP selaku pihak penyedia sistem dan wajib pajak selaku pengguna. Bagi DJP, sistem yang baru ini akan membantu proses bisnis berjalan lebih akuntabel, cepat, dan dapat lebih dipercaya oleh wajib pajak. Sedangkan bagi wajib pajak, penggunaan sistem pajak digital ini akan mengurangi biaya kepatuhan dan mendapatkan layanan yang lebih berkualitas.

Read more

OVERVIEW UU NO 1 TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

21 Jan 2022

Pada tanggal 5 Januari 2022 lalu, pemerintah baru saja mengesahkan UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah  (UU HKPD).  Tujuan perumusan UU HKPD antara lain untuk mendorong pengalokasian sumber daya nasional yang efektif dan efisien; mewujudkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; dan mewujudkan pemerataan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat.  UU HKPD ini berisi ketentuan anggaran, ketentuan fiskal dan retribusi daerah. UU HKPD terdiri dari 12 Bab dan 193 Pasal. Aturan dan ketentuan yang terkandung dalam UU HKPD ini akan berlaku secara bertahap mulai tahun 2023.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan bahwa UU HKPD ini akan menyederhanakan jenis pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang saat ini diatur dalam UU No 28 Tahun 2009. Beliau menjelaskan bahwa terdapat 4 pilar utama dalam UU HKPD antara lain : 1) Memperbaiki kebijakan transfer ke daerah dalam rangka mengembangkan hubungan keuangan pusat dan daerah dengan memperkecil ketimpangan vertikal dan horizontal; 2) Mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya yang efisien; 3) Meningkatkan kualitas belanja daerah; 4) Harmonisasi belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.

Perumusan UU HKPD diharapkan dapat mendorong penggunaan Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah (APBD) secara maksimal untuk pemerataan pembangunan. UU HKPD juga menjadi sarana untuk mengatur desentralisasi fiskal dan otonomi daerah yang akuntabel dan berkinerja. Beberapa ketentuan baru yang diatur dalam UU HKPD antara lain :

  1. Perubahan ketentuan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH)

DAU dan DAK bertujuan untuk memberikan kesetaraan layanan publik di setiap daerah, sedangkan DBH bertujuan untuk mengurangi ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam UU HKPD mengatur Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai komponen terbesar transfer ke daerah dan dana desa untuk pembangunan sarana dan prasarana. Pengalokasian DAU tidak menyamaratakan kondisi daerah melainkan berdasarkan klasterisasi dan pertimbangan kebutuhan fiskal. Selain itu terdapat ketentuan dalam DBH untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari sebelumnya 90% menjadi 100%. Dalam UU HKPD juga mengatur bagi hasil DBH sumber daya alam kepada daerah pengolah dan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, meskipun berada di provinsi yang berbeda serta penambahan DBH untuk sektor perkebunan dan kelapa sawit.

  1. Penyederhanaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

UU HKPD ini mereklasifikasi pajak daerah dari 16 jenis menjadi 14 jenis dan mengurangi retribusi daerah dari 32 jenis menjadi 18 jenis untuk mengurangi biaya administrasi pemungutan. Upaya penyederhanaan pajak dan retribusi daerah ini diharapkan mampu mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan melalui efisiensi pelayanan publik di daerah.

  1. Pengenalan Skema Opsen Pajak untuk PBB

Melalui UU HKPD, pemerintah mengenalkan skema opsen pajak atau pungutan tambahan atas jenis pajak tertentu. Jenis pajak yang dikenakan skema opsen adalah Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama atas Kendaraan Bermotor dengan tarif 66%.  Skema opsen dilakukan antar provinsi dan kota dengan tujuan untuk menambah pendapatan di daerah kabupaten/ kota dengan tidak menambah beban bagi wajib pajak.

 

 

 

Read more

FUNGSI- FUNGSI PAJAK DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL DAN PEMULIHAN EKONOMI

14 Jan 2022

Menurut UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, definisi pembangunan nasional adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Pembangunan nasional merupakan serangkaian proses berkelanjutan sehingga tidak akan berhenti hanya jika satu rencana sudah tercapai. Guna mendukung proses pembangunan nasional yang berkelanjutan, tentunya dibutuhkan sumber pembiayaan yang tidak sedikit. Salah satu sumber pembiayaan yang digunakan adalah penerimaan pajak. Dari keseluruhan sumber-sumber penerimaan negara, penerimaan pajak memberikan kontribusi yang sangat signifikan. Berdasarkan data dari Kemenkeu, penerimaan pajak neto negara tahun 2021 per tanggal 26 Desember 2021 sebesar Rp 1.231,87 Triliun Rupiah atau 100, 19 % dari target penerimaan. Jumlah ini melebihi target penerimaan pajak yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yaitu sebesar Rp 1.229, 6 Triliun. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan perpajakan menunjukkan tren yang positif dan tingkat kepatuhan wajib pajak terus meningkat. 

Dalam proses pembangunan nasional, pajak memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

  1. Fungsi Anggaran (Budgetair)

Pajak memiliki fungsi anggaran yaitu sebagai sumber pemasukan kas ke negara yang digunakan untuk melakukan pembiayaan rutin pengeluaran negara. Apabila masih terdapat sisa atau surplus, maka akan digunakan untuk investasi pemerintah. Di dalam fungsi anggaran, terdapat pula fungsi demokrasi yang menunjukkan bahwa adanya kegotong royongan rakyat kepada negara yang diwujudkan dalam bentuk  pembayaran pajak. Dengan membayar pajak, rakyat turut memberikan kontribusi dalam upaya pembangunan negara. Fungsi penerimaan pajak terkait anggaran di masa pandemi Covid-19 digunakan untuk belanja vaksin dan penyelenggaraan program vaksinasi serta pembayaran tagihan rumah sakit pasien Covid-19.

  1. Fungsi Regulasi

Sebagai fungsi regulasi, pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam fungsi regulasi, pajak berperan untuk mendorong penyaluran dana dari dana yang tersimpan (private saving) ke bentuk investasi (public investment).

  1. Fungsi Distribusi

Distribusi berarti pemerataan. Dalam fungsi ini, pembayaran pajak berperan dalam mengatur pemerataan pembangunan nasional. Pendistribusian pajak dilakukan dengan memperhatikan jumlah penerimaan yang diterima dengan kesejahteraan rakyat. Dengan pendistribusian penerimaan pajak negara secara merata, diharapkan taraf hidup masyarakat akan meningkat. Sebagai contoh, di masa pandemi Covid 19 ini penerimaan pajak negara digunakan untuk pemberian bantuan sosial baik itu PKH (Program Keluarga Harapan) dan bansos tunai.

 

  1. Fungsi Alokasi

Fungsi alokasi adalah pengalokasian penerimaan pajak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Fungsi ini menekankan bahwa pajak harus digunakan untuk mendanai kebutuhan masyarakat atau menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat. Sebagai contoh, pajak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana publik atau infrastruktur seperti jembatan, rel kereta api, pelabuhan, dan bendungan. Dengan fungsi alokasi ini pula, pemerintah memberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang berjuang di barisan terdepan dalam penanganan Covid 19. Pemerintah juga memberikan subsidi BBM dan biaya listrik yang selisih harganya dibayar oleh pemerintah dengan uang penerimaan pajak.

Sebagaimana telah diuraikan di atas, pajak memiliki empat fungsi penting dalam proses pembangunan nasional. Pajak mendukung dan menjamin keberlangsungan program pemerintah serta meningkatkan kemakmuran rakyat. Fungsi-fungsi pajak yang tersebut di atas juga penting untuk membantu mewujudkan tujuan nasional khususnya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Read more

PEMERINTAH MENCATAT PENERIMAAN PAJAK NEGARA TAHUN 2021 MELEBIHI TARGET

07 Jan 2022

Pemerintah khususnya melalui Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan bahwa penerimaan pajak negara pada tahun 2021 sudah melebihi target 100%.  Keberhasilan penerimaan pajak pada tahun 2021 ini telah menutup kondisi penerimaan pajak di bawah target selama 12 tahun terakhir. Pemerintah Indonesia terakhir kali mencatatkan jumlah penerimaan pajak negara melebihi target pada tahun 2008. Berdasarkan pernyataan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani, penerimaan pajak neto negara tahun 2021 per tanggal 26 Desember 2021 sebesar Rp 1.231,87 Triliun Rupiah atau 100, 19 % dari target penerimaan. Jumlah ini melebihi target penerimaan pajak yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yaitu sebesar Rp 1.229, 6 Triliun. Keberhasilan pencapaian pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya dalam sektor perpajakan ini patut diapresiasi, mengingat dalam 2 tahun terakhir kondisi ekonomi Indonesia cukup mengalami guncangan akibat pandemi Covid 19. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari kerja sama pemerintah khususnya Dirjen Pajak dan partisipasi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Mengutip dari laman Kemenkeu.go.id, meningkatnya penerimaan pajak negara pada tahun 2021 didorong oleh keberhasilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam mencapai target penerimaan yang telah ditetapkan untuk masing-masing KPP. Tercacat sebanyak 138 KPP di Indonesia berhasil melampaui target penerimaan pajak lebih dari 100%. Sebanyak 7 Kantor Wilayah (Kanwil) berhasil menyumbangkan penerimaan pajak terbesar dan melebihi capaian target, diantaranya : Kanwil DJP Jakarta Selatan 1; Kanwil DJP Wajib Pajak Besar; Kanwil DJP Jakarta Khusus; Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara;  Kanwil DJP Kalimantan Barat;  Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Utara; serta Kanwil Jakarta Utara.

Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak negara tentunya dipengaruhi oleh beberapa  faktor pendukung. Pertama, pengawasan yang optimal dari Dirjen Pajak. Dirjen Pajak selalu berupaya untuk memberikan pelayanan perpajakan terbaik sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya dalam sektor perpajakan. Dirjen Pajak juga selama ini aktif  terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan sosialiasi dan edukasi mengenai aturan perpajakan terbaru, kewajiban perpajakan, dan program- program yang dijalankan oleh pemerintah terkait perpajakan. Peningkatan pelayanan KPP Madya terhadap wajib pajak orang pribadi dan badan juga menjadi faktor pendorong keberhasilan pemerintah dalam mencapai target penerimaan perpajakan negara.  Kedua, adanya pemberian relaksasi pajak yang efektif. Relaksasi pajak bagi para pelaku usaha seperti insentif pajak bagi UMKM dinilai mampu mendorong penerimaan pajak di tengah kondisi ekonomi yang terdampak akibat Covid 19. Ketiga, adanya pemulihan ekonomi yang kuat sepanjang tahun 2021. Walaupun di tengah pandemi Covid 19, laju ekonomi Indonesia pada tahun 2021 menunjukkan tren yang positif. Hal ini dapat dinilai dari beroprasinya kembali beberapa sektor bisnis secara penuh dan peningkatan daya beli masyarakat.

Pemerintah juga akan terus berupaya untuk menjaga dan meningkatkan tren positif penerimaan perpajakan pada tahun 2022. Capaian penerimaan tahun 2022 diharapkan juga akan lebih meningkat diimbangi dengan beberapa upaya perbaikan yang dijalankan. Beberapa ketentuan perpajakan baru yang akan berlaku pada tahun 2022 seperti perubahan tarif dan lapisan PPh, peningkatan tarif PPN, dan  adanya Program Pengungkapan Sukarela diharapkan dapat menjadi dorongan untuk peningkatan penerimaan perpajakan tahun 2022.

Read more

TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU RESMI NAIK PER 1 JANUARI 2022

31 Dec 2021

Pada tanggal 14 Desember 2021 yang lalu pemerintah resmi menetapkan tarif baru cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rata kenaikan sebesar 12% dari rentang kenaikan tarif  10 – 14,4%. Tarif baru cukai hasil tembakau ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2022. Kenaikan tarif tertinggi pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Sementara Sigaret Kretek Tangan (STM) mengalami kenaikan dengan tarif paling rendah yaitu sebesar 4,5%. Perbedaan kenaikan tarif cukai tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bentuk keberpihakan terhadap industri padat karya antara produksi rokok dengan mesin dan produksi rokok dengan tangan.

Mengutip dari laman Kemenkeu.go.id, Selasa (14/12/2021) kebijakan CHT merupakan salah satu instrument peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam upaya mendukung produktivitas nasional. Kebijakan kenaikan tarif ini bertujuan untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Cukai. Kenaikan tarif cukai juga telah mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak seperti petani tembakau, pekerja, industri, dan masyarakat secara keseluruhan. Tarif baru CHT ini juga berdampak pada kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok kemasan. Pada rokok golongan Sigaret Putih Mesin (SPM), harga jual per bungkus rokok batangan menyentuh angka               Rp 40.100 pada rokok golongan Sigaret Putih Mesin (SPM). Harga ini merupakan harga tertinggi jika dibandingkan dengan golongan lainnya yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Menurut Menteri Keuangan, harga jual rokok memang dibuat semakin tinggi melalui kenaikan cukai hasil tembakau supaya masyarakat sulit untuk membeli. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2021 lalu, konsumsi rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan pedesaan setelah konsumsi beras. Jika dilihat dari total pengeluarannya, konsumsi rokok mencapai 11,9% di perkotaan dan 11,24% di pedesaan. Angka ini dinilai cukup tinggi sehingga pemerintah berkomitmen untuk terus menekan tingkat konsumsi rokok khususnya di kalangan anak- anak dan remaja.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2022 – 2024, pemerintah menargetkan tingkat konsumsi rokok anak-anak  usia 10- 18 tahun turun minimal menjadi 8,7% di tahun 2024. Kebijakan peningkatan CHT dinilai efektif menekan tingkat konsumsi rokok dan mendukung kesehatan masyarakat dibuktikan dengan menurunnya tingkat konsumsi rokok pada tahun 2020 sebesar  9,7 % jika dibandingkan dengan tahun 2019 seiring dengan indeks kemahalan rokok yaitu 12,6%. Supaya upaya menekan tingkat konsumsi rokok semakin efektif, selain melakukan penyesuaian tarif CHT pemerintah juga akan menerapkan Dana Bagi Hasil CHT ke sektor kesehatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, menyederhanakan tarif  cukai, menyesuaikan batasan harga jual eceran (HJE), dan melakukan penindakan terhadap rokok illegal.

Dengan berlakunya tarif CHT yang baru ini, diharapkan akan dapat menurunkan tingkat konsumsi rokok sebesar rata-rata 3% per tahun. Kerja sama dan dukungan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk keberhasilan pemenuhan target yang diharapkan, seperti dari produsen rokok, petani tembakau, masyarakat, dan pemerintah.

Read more

KETENTUAN PENGENAAN PPH FINAL DAN PELAPORAN OMZET BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI UMKM

24 Dec 2021

Dalam rangka mendukung masyarakat dengan penghasilan menengah ke bawah dan sebagai wujud nyata keberpihakan pada UMKM, pemerintah akan memberikan insentif perpajakan yang akan mulai berlaku pada tahun 2022. Insentif perpajakan ini juga bertujuan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kebijakan ini tertuang dalam perubahan Undang-Undang PPh dalam Undang - Undang No 7 Tahun 2021 (UU Harmoninasi Peraturan Perpajakan) bahwa wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas bagian omzet sampai dengan Rp 500 juta dalam 1 tahun pajak. Dengan ketentuan ini, hanya setiap omzet yang melebihi nilai Rp 500 juta dalam 1 tahun pajak saja yang akan dikenakan pajak penghasilan. Pajak penghasilan yang dimaksud adalah PPh Final dengan tarif 0,5%.

Sebagai contoh, seorang wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha tertentu mendapatkan omzet sebesar Rp 900 juta dalam 1 tahun pajak, maka nilai yang dikenakan PPh Final 0,5% hanya sebesar Rp 400 juta saja.  Besarnya batasan peredaran bruto yang dikenakan PPh dapat disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dengan pertimbangan DPR. Penyesuaian dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan ekonomi, kebijakan moneter, dan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu menyebutkan bahwa penggunaan PPh Final untuk wajib pajak orang pribadi dapat dimanfaatkan selama 7 tahun. Sehingga berdasarkan ketentuan ini seluruh wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya masih dapat memanfaatkan ketentuan batasan peredaran bruto tidak kena pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Neilmaldrin Noor menyampaikan bahwa saat ini otoritas perpajakan tengah menyusun mekanisme pelaporan pajak untuk wajib pajak UMKM yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan. Walaupun omzet yang tercapai selama 1 tahun pajak belum mencapai Rp 500 juta dan belum membayar pajak, UMKM tetap harus melaporkan omzetnya kepada Ditjen Pajak.

Read more

PAJAK KARBON SEBAGAI BUKTI PEMERINTAH INDONESIA MENGATASI PERUBAHAN IKLIM

17 Dec 2021

Pemerintah Indonesia tengah bersiap untuk upaya perbaikan iklim dunia dengan mengurangi dampak emisi karbon dan efek gas rumah kaca.  Melalui Nationally Determined Cotribution (NDC) , pemerintah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sebagai bentuk dukungan atas upaya tersebut, pemerintah telah mengatur pengenaan pajak karbon yang tertuang dalam Undang- Undang  Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Tujuan dari pengenaan pajak karbon ini adalah sebagai upaya pemerintah untuk merespon isu lingkungan. Pajak karbon juga merupakan jenis pajak baru yang masuk dalam Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022 sebagai Green Fiscal Policy Reform. Rencananya, pajak karbon ini akan mulai berlaku pada 1 April 2022. Pengenaan pajak karbon juga telah dilakukan oleh beberapa negara diantaranya Jepang, Singapura, Finlandia, dan Swiss. Dengan pemberlakuan pajak karbon ini, diharapkan akan menambah pemasukan pemerintah untuk mendukung pembangunan khususnya dalam penanangan perubahan iklim.

Pengenaan pajak karbon akan dilakukan terhadap orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau menghasilkan emisi karbon. Pajak karbon terutang atas pembelian yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Pada Bab VI pasal 13 ayat (7) UU HPP dijelaskan bahwa saat terutang pajak karbon ditentukan pada saat : a) pembelian barang yang mengandung karbon, b) akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan karbon dalam jumlah tertentu, atau c) saat lain yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya, Bab VI pasal 13 ayat (9) UU HPP mengatur tarif pajak karbon yang ditetapkan paling rendah sebesar Rp 30,00 ( tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

 

Di Indonesia, pengenaan pajak karbon dilakukan dengan skema cap and trade atau disebut juga skema perdagangan emisi. Berdasarkan skema ini, setiap perusahaan mendapatkan jatah emisi pelepasan karbon dengan jumlah tertentu.  Perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon sampai dengan ambang batas (cap) yang ditetapkan oleh pemerintah tidak akan dikenakan pajak karbon. Sebaliknya, perusahaan yang mengeluarkan emisi melebihi ambang batas (cap) yang ditetapkan oleh pemerintah akan membeli jatah emisi karbon dari perusahaan yang mengeluarkan emisi karbon dibawah ambang batas yang sudah ditetapkan, dan atas kelebihan emisi tersebut maka dikenakan pajak karbon dengan tarif Rp 30 per  kilogram karbon dioksida ekuivalen. Sebagai informasi, berdasarkan Perpres No 98 Tahun 2021 nilai ambang batas atas emisi karbon sub sektor usaha dan/atau kegiatan disusun berdasarkan : 1) baseline emisi gas rumah kaca sektor, 2) target NDC nasional pada sektor, 3) hasil inventarisasi emisi gas rumah kaca, dan/atau 4) waktu pencapaian target. Sektor-sektor yang dikenakan pajak karbon diantaranya energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, pertanian, kehutanan dan sektor lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Pengenaan pajak karbon di Indonesia akan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Pada tahap pertama yang dimulai di tahun 2021, pemerintah mengembangkan mekanisme pengembangan pajak karbon dengan melakukan uji coba perdagangan di sektor pembangkit  listrik. Tahap kedua yang akan berlangsung pada tahun 2022 sampai dengan 2025, perdagangan emisi karbon akan dilanjutkan ke sektor PLTU batubara. Tahap ketiga yaitu setelah tahun 2025 akan diperluas ke semua sektor pemajakan  dan sektor lainnya yang menghasilkan emisi karbon.

Read more

IMPLEMENTASI UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN, NIK DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI NPWP

13 Dec 2021

Pembenahan sistem perpajakan menjadi salah satu target utama pemerintah demi mencapai pemulihan ekonomi yang akan mendukung pertumbuhan nasional. Terlebih lagi, pada era kemajuan teknologi digital saat ini, kemudahan akses data menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan program Satu Data Indonesia (SDI) untuk memperbaiki pengelolaan data, mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dan mendukung program pembangunan nasional. Satu Data Indonesia (SDI) diharapkan dapat menciptakan data yang berkualitas, mudah diakses, dan dapat dibagikan antar instansi pusat ke daerah. Salah satu bentuk terobosan integrasi data khususnya di bidang perpajakan adalah menjadikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi.  Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam kegiatan sosialisasi Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Sebagaimana disebutkan dalam Bab II Pasal 2 ayat (1a) UU HPP, bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi orang pribadi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).  Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 2 ayat 10 UU HPP, bahwa penggunaan NIK sebagai NPWP akan disertai pemberian data kependudukan dan data balikan dari Kementerian Dalam Negeri kepada Kementerian Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

Penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, masyarakat dapat mendaftarkan sendiri di Kantor Pajak Perwakilan (KPP) terdekat untuk diaktifkan NIK nya menjadi NPWP. Kedua, diaktifkan langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan beberapa ketentuan. Ketentuan tersebut diantaranya orang yang bersangkutan telah memiliki NPWP, memiliki kewajiban perpajakan, dan memiliki penghasilan per tahun di atas Rp 60.000.000,00.  Berdasarkan cara yang kedua ini, wajib pajak yang memenuhi ketentuan tersebut akan mendapatkan notifikasi dari DJP bahwa NIK yang bersangkutan telah diaktifkan menjadi NPWP. Sedangkan untuk NPWP wajib pajak badan akan tetap menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang nantinya akan dilapis dengan NPWP.

Dirjen Pajak menyampaikan bahwa apabila nantinya NIK sudah berfungsi sebagai NPWP, maka otoritas pajak yang berwenang dapat menemukan dan melakukan validasi terhadap data wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan secara pribadi ataupun dari pihak lain sehingga akan mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Saat ini, Dirjen Pajak sedang membangun sistem informasi sebagai basis administrasi untuk mengidentifikasi NIK orang pribadi. Sistem informasi ini nantinya akan dapat mengetahui kapan NIK seseorang dapat diaktivasi sebagai wajib pajak. Secara otomatis, sistem tersebut akan membaca NIK jika memang pemiliknya sudah memiliki penghasilan baik dari hasil usaha atau sebagai pekerja. Sehingga, tidak semua penduduk yang memiliki NIK harus membayar pajak. Berdasarkan target dari DJP, sistem informasi ini akan selesai pada tahun 2023, sehingga diharapkan pada tahun 2023 nanti kebijakan NIK sebagai NPWP sudah berlaku  dan dapat memudahkan proses administrasi seluruh masyarakat.

Read more

TARIF DAN KETENTUAN PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA SKEMA 2 (BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI)

26 Nov 2021

Pada artikel sebelumnya sudah diuraikan mengenai program pengungkapan sukarela (PPS) skema 1 yang berlaku bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan yang sudah terdaftar sebagai peserta tax amnesty tahun 2016. Sedangkan pada skema ke 2 ini, program pengungkapan sukarela (PPS) ditujukan bagi wajib pajak orang pribadi baik yang belum maupun sudah terdaftar sebagai peserta tax amnesty. Peserta program pengungkapan sukarela skema ke 2 ini dapat melaporkan harta bersih yang bersumber dari penghasilan sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020 ataupun harta yang masih dimilki pada 31 Desember 2020 serta harta bersih yang belum disampaikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT) tahun 2020 kepada Direktur Jenderal Pajak.

Dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini, pemerintah sudah mengumpulkan data dan informasi terkait wajib pajak wajib pajak orang pribadi maupun badan yang memiliki tingkat kepatuhan pajak rendah. Sehingga, dengan adanya program pengungkapan sukarela ini diharapkan wajib pajak memiliki inisiatif dan secara sukarela melaporkan harta bersih ataupun penghasilan yang memang belum dilaporkan kepada negara. Tarif dan ketentuan Program Pengungkapan Sukarela skema ke 2 diatur dalam Bab V Pasal 9 ayat (3) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai berikut :

  1. Tarif 18% atas harta bersih yang berada di luar negara Indonesia yang tidak dialihkan ke dalam negeri.
  2. Tarif 14% atas harta bersih yang berada di Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke dalam negeri dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau energi terbarukan di dalam negeri dan/atau surat berharga negara.
  3. Tarif 14% atas harta bersih yang berada di luar negara Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke dalam negeri dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau energi terbarukan di dalam negeri dan/atau surat berharga negara.
  4. Tarif 12 % atas harta bersih yang berada di Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke dalam negeri dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau energi terbarukan di dalam negeri dan/atau surat berharga negara.
  5. Tarif 12 % atas harta bersih yang berada di luar negara Indonesia dengan ketentuan dialihkan ke dalam negeri dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau energi terbarukan di dalam negeri dan/atau surat berharga negara.

Tarif tersebut dikalikan dengan dasar pengenaan pajak yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadi tahun pajak 2020.  Pasal 9 ayat (5) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjelaskan nilai yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta bersih ditentukan berdasarkan : 1) Nilai nominal untuk harta berupa kas dan setara kas, dan 2) Harga perolehan untuk harta selain kas dan setara kas.

Read more

TARIF DAN KETENTUAN PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA SKEMA 1 (BAGI WAJIB PAJAK YANG TELAH MENJADI PESERTA AMNESTI PAJAK)

19 Nov 2021

Pemerintah resmi menetapkan adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau voluntary disclosure program dalam pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.  Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Mengutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) adalah program yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela. Berdasarkan UU HPP, Program Pengungkapan Sukarela akan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari – 30 Juni 2022. Program Pengungkapan Sukarela ini akan diterapkan melalui 2 skema. Skema pertama yaitu bagi wajib pajak orang pribadi dan badan peserta program amnesti pajak atau tax amnesty. Skema kedua yaitu bagi wajib pajak orang pribadi dengan deklarasi harta perolehan tahun 2016 - 2020.

Melalui Program Pengungkapan Sukarela skema 1 ini, wajib pajak dapat melaporkan harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam surat pernyataan pengampunan pajak sepanjang Dirjen Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta yang dimaksud. Dalam Bab V Pasal 5 ayat (2) dan (4) UU HPP dijelaskan bahwa harta yang dimaksud merupakan nilai harta dikurangi nilai utang yang dimaksud dalam UU Pengampunan pajak dan diperoleh Wajib Pajak sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015. Harta bersih tersebut merupakan tambahan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final dan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.  Besaran Tarif PPh Final untuk skema 1, lebih lanjut diuraikan pada Pasal 5 ayat 7 UU HPP sebagai berikut :

  1. Tarif 6% atas harta bersih yang berada di Indonesia dengan ketentuan harta tersebut diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energy terbarukan dan/ atau dalam surat berharga negara.
  2. Tarif 8% atas harta bersih yang berada di Indonesia dengan ketentuan harta tersebut tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energy terbarukan dan/atau dalam surat berharga negara.
  3. Tarif 6% atas harta bersih yang berada di luar negara Indonesia dengan ketentuan harta tersebut dialihkan ke dalam negeri dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energy terbarukan dan/atau dalam surat berharga negara.
  4. Tarif 8% atas harta bersih yang berada di luar negara Indonesia dengan ketentuan harta tersebut dialihkan ke dalam negeri dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energy terbarukan dan/atau dalam surat berharga negara.
  5. Tarif 11% atas harta bersih yang berada di luar negara Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam negeri.

Berdasarkan UU HPP Pasal 5 ayat (9), disebutkan bahwa dasar pengenaan pajaknya adalah nilai harta bersih dengan ketentuan : 1) Nilai nominal untuk kas dan setara kas; 2)Nilai Jual Objek Pajak untuk tanah dan/atau bangunan serta NIlai Jual Kendaraan Bermotor untuk kendaraan bermotor; 3)Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang untuk emas dan perak; 4)Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan 5) Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk Surat Berharga Negara dan efek yang bersifat utang atau sukuk yang diterbitkan perusahaan. Dalam pasal 5 ayat (10) juga ditambahkan jika tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman, maka nilai harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil penilaian kantor jasa penilai publik. Apabila berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya, Dirjen Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan.

Read more

KETENTUAN BARU PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN BADAN

12 Nov 2021

Satu diantara perubahan dan penambahan regulasi perpajakan yang diatur dalam Undang Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) adalah aturan baru mengenai pajak penghasilan (PPh). Aturan baru pajak penghasilan (PPh) ini mencakup perubahan lapisan tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan perubahan ketentuan perpajakan bagi wajib pajak badan.

Perubahan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi terletak pada penambahan dan pelebaran lapisan tarif perpajakan. Sebelumnya, pada pasal 17 ayat 1 UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa terdapat 4 lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi berdasarkan besarnya Pendapatan Kena Pajak (PKP). Tarif pajak 5% untuk rentang PKP Rp 0 – Rp 50 juta. Tarif pajak 15% untuk rentang PKP diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta. Tarif pajak 25% untuk rentang PKP diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta. Tarif pajak 30% untuk rentang PKP diatas Rp 500 juta. Sementara itu, pada Bab III pasal 17 ayat 1a UU HPP dijelaskan bahwa terdapat 5 lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi berdasarkan PKP nya yaitu : 1) Tarif pajak 5% untuk rentang PKP Rp 0 – Rp 60 juta, 2) Tarif pajak 15% untuk tentang PKP diatas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta, 3) Tarif pajak 25% untuk rentang PKP diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta, 4) Tarif pajak 30% untuk rentang PKP diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar, dan 5) Tarif pajak 35% untuk PKP di atas Rp 5 miliar. Berikut tabel perbandingan tarif pajak berdasarkan UU PPh dengan UU HPP :

Lapisan TarifUU PPhUU HPPRentangan Penghasilan Kena Pajak (PKP)TarifRentangan Penghasilan Kena Pajak (PKP)TarifI0 - Rp 50 Juta5 %0 - Rp 60 Juta5 %IIRp 50 - 250 Juta15 %Rp 60 - 250 Juta15 %IIIRp 250 - 500 Juta25 %Rp 250 - 500 Juta25 %IV> Rp 500 Juta30 %Rp 500 Juta - 5 Miliar30 %V> Rp 5 Miliar35 %

 

Besarnya pendapatan tidak kena pajak (PTKP) wajib pajak orang pribadi per tahun masih sama yaitu sebesar Rp 54 juta dan tambahan Rp 4,5 juta untuk status kawin serta tambahan Rp 4,5 juta untuk setiap tanggungan keluarga maksimal 3 orang.

Tarif baru ini akan mulai berlaku pada tahun pajak 2022. Dengan penerapan tarif baru ini diharapkan mampu memberikan keadilan, karena melindungi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan menerapkan pajak yang tinggi untuk masyarakat berpenghasilan besar. Selanjutnya, pada Bab III pasal 7 ayat 2(a) UU HPP dijelaskan bahwa wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenakan pajak penghasilan.

Selain perubahan pada tarif pajak penghasilan orang pribadi, pemerintah batal menurunkan tarif untuk PPh badan, perusahaan dalam negeri, dan bentuk usaha tetap menjadi 20%. Bab III Pasal 17 ayat 2 UU HPP mengatur tarif pajak penghasilan sebesar 22% bagi wajib pajak badan yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2022. Penetapan tarif PPh badan sebesar 22%  ini ditujukan untuk menambah penerimaan negara dari sektor PPh sejalan dengan meningkatkan tren penerimaan perpajakan secara global.

Read more

MENCERMATI PERUBAHAN REGULASI PPN DALAM UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN

05 Nov 2021

Pada artikel sebelumnya, telah dijelaskan mengenai apa itu Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)  dan muatan materi yang ada di dalamnya. Salah satu muatan materi yang diatur dalam UU HPP adalah adanya perubahan terhadap Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai dan kelompok barang dan/atau jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Sampai saat ini, tarif PPN yang berlaku sebesar 10% sesuai dengan UU No 42 Tahun 2009 (UU PPN). Sedangkan pada UU HPP dijelaskan bahwa tarif PPN naik sebesar 1% yaitu menjadi 11% dan mulai berlaku pada 1 April 2022. Selanjutnya, tarif PPN akan kembali meningkat menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Sesuai dengan pasal 7 ayat 3 UU PPN disebutkan bahwa tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar 15% yang perubahannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Kenaikan tarif pajak ini cukup berisiko karena akan membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan jika tarif PPN naik antara lain penerimaan pajak negara akan meningkat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi seperti pembangunan infrastruktur dan program perencanaan pembangunan jangka panjang lainnya. Sedangkan dampak negatif dari kenaikan tarif pajak ini akan meningkatkan harga barang secara umum dan akan memicu terjadinya inflasi. Kenaikan harga barang ini juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Jika harga-harga barang naik, maka daya beli masyarakat cenderung menurun.

Dalam UU HPP juga mengatur perubahan beberapa barang dan jasa yang semula tidak dipungut PPN menjadi barang dan jasa yang memperoleh fasilitas pembebasan. Perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa fasilitas tidak dipungut berbeda dengan fasilitas dibebaskan. Pengertian fasilitas tidak dipungut PPN adalah barang dan jasa yang bersifat untuk kepentingan umum yang tidak dikenakan PPN. Salah satu contohnya adalah bahan kebutuhan pokok. Sedangkan pengertian fasilitas pembebasan PPN adalah fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan kegiatan penyerahan barang kena pajak (BKP)  atau menyelenggarakan kegiatan impor. Dalam fasilitas pembebasan PPN, barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN termasuk bagian dari barang kena pajak, namun karena barang tersebut memiliki sifat strategis, maka dibebaskan dari pengenaan PPN.

Beberapa kategori barang dan jasa yang mendapat fasilitas pembebasan PPN sesuai dengan UU HPP antara lain : 1) bahan kebutuhan pokok; 2) jasa pelayanan kesehatan medis tertentu; 3) jasa pelayanan sosial; 4) jasa keuangan; 5) jasa asuransi; 6) jasa pendidikan; 7) jasa angkutan umum; dan 8) jasa tenaga kerja.

Berdasarkan UU HPP Bab IV Pasal 16B, fasilitas pembebasan dapat diberlakukan sementara atau selamanya. Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas yang diberikan atas barang dan jasa akan diatur secara lebih rinci melalui peraturan pemerintah. Dengan berlakunya fasilitas pembebasan PPN tersebut, pemerintah memiliki ruang untuk mengenakan PPN untuk barang tergolong mahal atau barang impor.

Read more

OVERVIEW UNDANG - UNDANG HARMONISASI PERPAJAKAN

28 Oct 2021

Saat ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan upaya pemulihan ekonomi dan percepatan pembangunan nasional. Penataan ulang sistem perpajakan menjadi salah satu hal utama yang menjadi perhatian pemerintah di tengah pemulihan ekonomi di masa pandemi dan menghadapi tantangan ketidakpastian di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan dengan fungsi pajak yang merupakan salah satu sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk pembiayaan rutin negara. Berdasarkan data dari Kementrian Keuangan, penerimaan pajak per September 2021 mencapai Rp 850,1 Triliun atau tumbuh sebesar 69,1% dari target penerimaan negara tahun ini dan tumbuh 9,5% jika dibandingkan pada bulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan perpajakan menunjukkan tren yang positif.  Oleh karena itu, sistem perpajakan yang efektif akan membantu meningkatkan sumber penerimaan negara yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendanaan untuk upaya pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional.

Pada tanggal 7 Oktober 2021 yang lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau yang lebih dikenal dengan UU HPP.  UU HPP ini berisi berisi 9 Bab dengan 19 Pasal didalamnya memuat beberapa perubahan dan penambahan regulasi perpajakan. Melalui pengesahan UU HPP diharapkan dapat membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Tahapan reformasi perpajakan yang termuat dalam UU HPP meliputi perubahan dan penambahan regulasi perpajakan dibagi menjadi enam kelompok materi utama, diantaranya : 1) UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), 2) UU Pajak Penghasilan ( UU PPh), 3) UU Pertambahan Nilai (UU PPN) , 4) UU Cukai, 3) Pengungkapan Sukarela, dan 6) Pajak Karbon. UU HPP bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan mendukung pemulihan ekonomi. Pada era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang kian berkembang pesat, UU HPP ini diharapkan dapat mendukung reformasi administrasi, konsolidasi perpajakan, dan perluasan basis perpajakan. Jika beberapa tujuan tersebut dapat terpenuhi, maka bukan tidak mungkin bahwa tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak juga akan meningkat.

Pengesahan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga diiringi dengan  pemberlakuan dari masing- masing kelompok materi tahapan regulasi. Pertama, perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mulai berlaku pada tanggal UU HPP diundangkan. Kedua, perubahan UU Pajak Penghasilan mulai berlaku pada tahun pajak 2022. Ketiga, perubahan UU Pajak Pertambahan Nilai mulai berlaku pada 1 April 2022. Keempat, perubahan UU Cukai mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Kelima, program pengungkapan sukarela mulai berlaku sejak 1 Januari – 30 Juni 2022. Dan keenam, pengenaan pajak karbon mulai berlaku mulai 1 April 2022.

Jika dilihat dari masa berlakunya, tahapan penerapan reformasi perpajakan baru akan dilaksanakan pada tahun 2022. Saat ini pemerintah sedang melakukan tahap publikasi dan perluasan komunikasi kepada masyarakat  supaya apa yang diharapkan dari pengesahan UU HPP dapat terwujud dan mampu mendukung sistem perpajakan yang efektif dan berkeadilan.

Read more

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

27 Jul 2021

Secara umum materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) terdiri atas:

  1. Gambaran umum hukum pajak.
    Peserta Brevet AB paling sedikit akan diberikan pengetahuan terkait dengan pengertian dan kedudukan hukum pajak, hukum pajak formal dan material, fungsi pajak, asas dan dasar pemungutan pajak, dan jenis pajak.
  2. Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP), Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), Surat Pemberitahuan (SPT) dan tata cara pembayaran pajak.
    Peserta Brevet AB minimal akan diberikan pemahaman tentang: (1) pengertian dan tata cara pendaftaran/penghapusan  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan/Pencabutan Pengusaha Kena Pajak serta pengenaan sanksi, (2) pengertian dan fungsi Surat Pemberitahuan (SPT), jenis-jenis dan waktu penyampaian serta perpanjangan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Pembetulan dan Pengungkapan Surat Pemberitahuan (SPT), (3) pengertian dan jenis-jenis Surat Setoran Pajak (SSP), tata cara pembayaran pajak, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak dan sanksi terlambat atau tidak membayar pajak.
  3. Penetapan dan Ketetapan Pajak serta Penagihan Pajak
    Peserta Brevet AB minimal akan diberikan pemahaman tentang: (1) Saat terutang Pajak, (2) fungsi dan jenis-jenis surat ketetapan pajak, (3) Dasar Penagihan, Bunga, Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak, (4) pencegahan dan penyenderaan, (5) penghapusan piutang pajak Keberatan dan banding pajak;
    Peserta Brevet AB minimal akan diberikan pemahaman tentang: (1) ketetapan pajak atau hal lain yang dapat diajukan keberatatan, (2) syarat-syarat dan proses keberatan, (3) pihak dan syarat pengajuan surat permohonan banding, (4) peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung (5) penyelesaian sengketa pajak
  4. Pembukuan dan Pemeriksaan;
    Peserta Brevet AB minimal akan diberikan pemahaman tentang: (1) pengertian dan pembukuan dan pencatatan, (2) hak dan kewajiban pajak serta kewajiban dan kewenangan pemeriksa, (3) proses pemeriksaan kepatuhan perpajakan oleh Dirjen Pajak,
  5. Ketentuan Pidana dan Penyidikan Pajak;
    Peserta Brevet AB diberikan pemahaman tentang hal-hal yang mengakibatkan terjadinya ketentuan pidana dan penyidikan pajak.
  6. Amnesti/Pengampunan Pajak
    Peserta Brevet AB diberikan pemahaman tentang amnesti/pengampunan pajak terkait dengan (1) tujuan, asas, subyek dan obyek pengampunan pajak, (2) cara menghitung uang tebusan, (3) Fasilitas pengampunan pajak.
    Materi Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sangat penting untuk dipahami oleh peserta brevet AB sehingga menjadi bekal baik dalam pekerjaan maupun mengelola usaha sendiri terkait dengan hak dan kewajiban pelaksanaan perpajakan serta bekal untuk tujuan kelulusan bagi peserta brevet AB yang akan mengikuti ujian sertifikasi konsultan pajak yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).

Read more

HAK-HAK WAJIB PAJAK YANG HARUS DIKETAHUI

09 Jul 2021

Pelatihan Brevet Pajak AB yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) akan memberikan pengetahuan dan pemahaman terkait hak-hak  wajib pajak, diantaranya meliputi:

  1. Pendaftaran Wajib Pajak, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman  hak-hak Wajib Pajak dalam hal Pendaftaran Wajib Pajak yang meliputi: (1) Memperoleh tanda bukti sebagai Wajib Pajak; (2) Memperoleh tanda bukti sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP); (3) Mengajukan perubahan data Wajib Pajak; (4) Mengajukan perubahan data Pengusaha Kena Pajak (PKP); (5) Mengajukan penghapusan dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); (6) Mengajukan penghapusan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  2. Penyetoran Pajak, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak dalam hal penyetoran pajak yang meliputi: (1) Mengajukan permohonan angsuran pajak; (2) Mengajukan permohonan penundaan pembayaran pajak.
  3. Pelaporan Pajak, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak dalam hal pelaporan pajak yang meliputi: (1) Mengajukan pengungkapan kesalahan dalam Surat Pemberitahuan (SPT); (2) Mengajukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT); (3) Mengajukan perpanjangan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT); (4) Mengajukan kompensasi pajak, (5) Mengajukan restitusi pajak.
  4. Pemeriksaan Pajak, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak dalam hal pemeriksaan pajak yang meliputi: (1) Memastikan menerima atau menolak untuk dilakukan pemeriksaan pajak; (2) Memastikan menerima surat pemberitahuan hasil pemeriksaan pajak dan memberi tanggapan atas hasil pemeriksaan; (3) Mengajukan permohonan untuk pembahasan atas hasil temuan yang belum disepakati kepada tim Quality Assurance.
  5. Fasilitas Perpajakan, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak dalam hal mengajukan fasilitas perpajakan.
  6. Administrasi Perpajakan, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak dalam hal administrasi perpajakan yang meliputi: (1) Mengajukan permohonan pengurangan, keringanan, pembatalan, penghapusan sanksi administrasi perpajakan; (2) mengajukan keberatan perpajakan;
  7. Upaya Hukum, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak dalam hal upaya hukum  yang meliputi: (1) Mengajukan banding; (2) Mengajukan gugatan; (3) Mengajukan peninjauan kembali.
  8. Kerahasiaan Wajib Pajak, peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman hak-hak Wajib Pajak berupa ketentuan kerahasiaan Wajib Pajak.  

Read more

KEWAJIBAN PELAKSANAAN PERPAJAKAN YANG HARUS DIKETAHUI

08 Jul 2021

Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) mendefinisikan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Siapakah Wajib Pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP)?. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Pelatihan Brevet Pajak AB yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) akan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada para peserta terkait kewajiban pelaksanaan perpajakan oleh wajib pajak, diantaranya meliputi:

  1. Pendaftaran Wajib Pajak; peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman yang meliputi: (1) Tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); (2) Tata cara pendaftaran pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); (3) Tata cara melakukan perubahan data Wajib Pajak.  
  2. Penentuan Besarnya Pajak Terutang; peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman yang meliputi: (1) Menentukan dasar pengenaan pajak; (2) Menghitung pajak terutang.
  3. Pembayaran atau Penyetoran Pajak; peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman yang meliputi: (1) Tata cara pengisian Surat Setoran Pajak (SSP); (2) Tata cara pembayaran atau penyetoran pajak.
  4. Pelaporan Pajak; peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman yang meliputi: (1) Tata cara pengisian Surat Pemberitahuan (SPT); (2) Tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).
  5. Pelaksanaan Kewajiban dalam hal Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak; peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan diberikan pemahaman yang meliputi: (1) Memberikan kesempatan dan mendampingi pemeriksa pajak untuk melakukan pengambilan data transaksi; (2) Mendampingi petugas pajak dalam pelaksanaan cash opname dan menandatangani berita acara hasil cash opname, (3) Memberikan dokumen pada saat pemeriksaan pajak; (4) Menyiapkan dan memberikan keterangan pada saat pemeriksaan pajak; (5) Membuat dan menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP); (6) Menganalisis hasil pemeriksaan.

Read more

PENINGKATAN KOMPETENSI PERPAJAKAN MELALUI PELATIHAN BREVET PAJAK AB

05 Jul 2021

Ketentuan dan kebijakan peraturan perpajakan selalu berubah sangat dinamis mengikuti perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis. Namun sayangnya hak dan kewajiban perpajakan masih belum disadari dan dipahami oleh sebagian besar wajib pajak di Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan dan peraturan turunannya, meskipun pemahaman perpajakan para wajib pajak belum cukup memadai, wajib pajak diharapkan dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara benar, jelas, dan lengkap, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesalahan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan akan mengakibatkan timbulnya pengenaan sanksi perpajakan yang akan merugikan wajib pajak itu sendiri.

Pelatihan Brevet Pajak AB yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) merupakan proses pembelajaran secara terstruktur, terarah, terpadu guna memahami hak dan kewajiban perpajakan. Melalui pelatihan Brevet Pajak AB diharapkan dapat terwujud peningkatan pemahaman perpajakan bagi wajib pajak sehingga tidak terjadi kesenjangan pengetahuan dan informasi perpajakan antara Wajib Pajak dan Pemerintah.

Peserta pelatihan Brevet Pajak AB akan mendapat materi meliputi:

1. Ketentuan Umum Perpajakan;

2. Pajak Penghasilan Orang Pribadi;

3. Pajak Penghasilan Pasal 21/26,

4. Pajak Penghasilan Pasal 4 (2), 15,22,23, 24;

5. Pajak Penghasilan Badan;

6. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM);

7. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai;

8. Akuntansi Pajak;

9. Elektronik-Surat Pemberitahuan Tahunan (e-SPT); dan

10. Elektronik Faktur (e-Faktur)

Acuan kurikulum pelatihan Brevet Pajak AB yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K)  adalah agar peserta pelatihan Brevet Pajak AB dapat memenuhi tingkat keahlian untuk memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak. Selain itu, kurikulum pelatihan Brevet Pajak AB juga telah memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 347 Tahun 2014 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Jasa Profesional Ilmiah dan Teknis Golongan Pokok Perpajakan Bidang Teknis Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan.

Read more

MEDIA PENINGKATAN KOMPETENSI PADA ERA “THE NEW NORMAL”

20 Apr 2020

Sampai dengan awal tahun 2020, Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan (PPA&K) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang audit internal, audit forensik, manajemen risiko, Good Corporate Governance, Akuntansi, Keuangan dan Perpajakan secara tatap muka langsung. Peserta dan fasilitator wajib hadir secara fisik di ruang-ruang kelas yang bertempat di berbagai kota yaitu Puncak Bogor, Yogyakarta, Malang dan Bandung.

Diawali di Wuhan RRC, pandemi Covid-19 menyebar hampir ke seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Pandemi Covid-19 memberi dampak cepat dan luar biasa bagi kesehatan dan menjalar ke segenap sisi kehidupan. Untuk menghindari penyebaran Covid 19 yang lebih luas, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan menjaga jarak (Physical Distancing)  lebih 1 (satu) meter dari orang lain. Penerapan ketentuan tersebut diantaranya work from home (WFH), menghindari pertemuan besar dan transportasi umum. Berkat teknologi informasi yang begitu maju, kita masih bisa tetap berkomunikasi dengan orang lain tanpa harus berada dalam ruangan yang sama secara fisik.

Pada masa pascapandemi Covid-19 sebagai the new normal, diprediksi ada tren perubahan sosial, lingkungan dan bisnis. Interaksi fisik akan semakin terbatas namun interaksi digital selama masa WFH akan bertahan menjadi opsi utama dalam beraktifitas. 

Sebagai strategi untuk menghadapi kondisi saat ini dan pascapandemi Covid 19, PPA&K telah membangun portal Pembelajaran Jarak Jauh atau e-learning dengan nama PPA&K Virtual Class. Portal tersebut akan menghubungkan peserta baik dengan fasilitator maupun panitia dalam proses diklat.

Proses diklat setidaknya terdiri atas 3 (tiga) jenis aktivitas. Pertama, aktivitas diklat berupa pembahasan konsep dan diskusi studi kasus menggunakan metode komunikasi pada waktu yang telah ditentukan (real time) dengan kehadiran fasilitator dan peserta. Dengan metode tersebut diharapkan peserta dapat mengikuti waktu diklat setiap hari secara terstruktur dan adanya interaksi dengan fasilitaor dan peserta lainnya. Fasilitas yang digunakan adalah Video Conference dengan memanfaatkan diantaranya google meet/zoom/m-teams.  

Kedua, peserta melakukan pembelajaran mandiri dengan membaca atau mendengar materi diklat diantaranya adalah e-book/slide/mediavisual/audiovisual yang diterima oleh peserta. Pembelajaran mandiri tidak terikat pada jadwal yang ketat, tidak memerlukan komunikasi antara fasilitator dan peserta pada waktu yang bersamaan. Pembelajaran mandiri memerlukan motivasi dan kesungguhan dari diri sendiri.

Ketiga, peserta diberikan penugasan atau ujian atas materi diklat yang telah ditentukan waktu penyelesaiannya pada platform PPA&K Virtual Class. Aktivitas tersebut guna mengevaluasi atas capaian tujuan dan sasaran diklat.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS: Ar-Rad :11). “Tujuan dari belajar adalah terus tumbuh. Akal tidak sama dengan tubuh, akal terus bertumbuh selama kita hidup.” Mortimer J. Adler. (Filsuf Amerika)

Semoga krisis ini menjadikan kita semua terus berbenah, berubah dan bertumbuh serta lebih maju dan kuat lagi.