Apakah tanda pada tali tersebut akan berpindah tempat


Page 2

maka kita juga harus dapat menyembuhkan orang dari rasa sakit yang kita perbuat. > Simpul ke-empat (4) berisi potongan kayu Lawang tanaman berbatang, tetapi bila kering

akan lembut seperti tepung, dan bila tersentuh kulit akan terasa hangat. Berseberangan dengan simpul ke-enam (6) yang berisi Wangelei (Tumulawak). Bahan ini bukan batang tapi umbi akar, tetapi bila mengering akan mengeras. Simbolisasi, sifat pemarah tapi baik hati namun pendendam. Sifat ini (pemarah tapi baik hati) harus seimbang dalam diri manusia karena memang diperlukan. Simpul nomor lima (5) berisi tanah dari batu penjuru negeri atau batu Tumotowak. Bila tali ini diikatkan pada perut, maka simpul No. 5 harus menempel di pusar, sebagai peringatan

kepada si pemakai bahwa suatu waktu manusia akan mati dan berubah menjadi tanah. Inilah jimat tertinggi yang disebut Sambilang Buku yang berisi falsafah hidup dan berperilaku dalam damai maupun berperang. Adapun bila si pemakai hanya menggunakan satu (1), Tiga (3), atau tujuh (7) buku (simpul) atau dengan kata lain tidak menggunakan/memakai sembilan (9) buku sekaligus, maka orang / si pemakai tersebut hanya akan memiliki kekuatan supranatural masing-masing :

Menggunakan satu (1) buku yaitu hanya mempunyai satu simpul, berisikan satu (1) jenis benda/bahan (mis. hanya batang kayu, kapur sirih, tanah, atau benda lainnya). Fungsinya, untuk melindungi diri dari pengaruh roh jahat. Menggunakan tiga (3) buku yaitu terdiri dari tiga simpul, berisikan masing-masing simpul satu (1) jenis bahan. Fungsinya, untuk melindungi diri dari senjata tajam dan peluruh (kebal). • Menggunakan tujuh (7) buku yaitu terdiri dari tujuh simpul, berisikan masing-masing simpul satu (1) jenis benda/bahan. Fungsinya, selain untuk melindungi diri dari senjata tajam dan peluruh (kebal), juga bisa menghilang. Yang jelas semakin banyak buku (simpul) yang digunakan oleh si pemakai, maka semakin banyak pula pantangan atau persyaratan yang tidak boleh dilanggar bahkan yang akan dibebankan kepada si pemakai. Contoh : Tidak boleh lewat di bawah jemuran, Tidak boleh selingkuh, tidak akan mendapat keturunan, dan sebagainya. Jimat yang menggunakan batu berharga baru digunakan orang Minahasa setelah kembali dari perang Jawa tahun 1830; jimat ini tidak memiliki nilai falsafah hidup kecuali menambah kekuatan supranatural (keketer). Membaca arti bunyi burung tertentu, membaca arti gerak ular hitam merayap, serta membaca arti bentuk urat-urat pada hati babi hewan kurban, termasuk ilmu pengetahuan yang sampai sekarang ini masih diketahui orang Minahasa. Acara mendengar bunyi Manguni dimalam hari disebut Tumalinga asal kata (Talinga artinya mendengar). Proses mendengar bunyi burung hantu tersebut disebut Kumungkung, artinya menutup seluruh badan dengan sehelai kain atau kulit kayu sambil duduk diam di bawah pohon supaya tidak terlihat oleh burung hantu, dan si burung hantu tersebut akan tetap bertengger di pohon tertentu dan tidak berpindah-pindah tempat. Menurut penulis Coomans De Ruiter 252) burung yang didengar arti suara hanya dua jenis, yakni jenis burung hantu ukuran sedang dinamakan Kwoit (Tonsea), Uni (Tombulu'), Loyot (Tondano) yang umumnya disebut Manguni (Ninox Punctulata). Bahasa upacara adat disebut Wara Imbengi artinya burung dewata pemberi tanda pada manusia di malam hari.


Page 3

1. Tonsea 2. Tombariri 3. Tompaso 4. Kalabat atas 5. Tomohon 6. Likupang 7. Kawangkoan 8. Tondano 9. Kakas 10. Langouwan 11. Kakaskasen

14.400 gantang 4.000 gantang 4.000 gantang 3.600 gantang 3.600 gantang 3.200 gantang 3.200 gantang 3.200 gantang 1.600 gantang 1.600 gantang 1.200 gantang

12. Rumoong 13. Pasan 14. Ratahan 15. Bantik 16. Manado 17. Remboken 18. Ares Tikala 19 Sarongsong 20. Ponosakan 21. Kalabat Bawah 22. Tonsawang

1.200 gantang 1.200 gantang 1.200 gantang 1.200 gantang

280 gantang 240 gantang 240 gantang 240 gantang 240 gantang 240 gantang 120 gantang

Pontak-Motoling di Minahasa Selatan, hasilnya hanya dikonsumsi sendiri. Tahun 1856 baru ada beberapa petak sawah di Tomohon, Tonsea dan Tondano 261). Persawahan di Langouwan baru mulai ditanami pertama kali tahun 1883 dengan perkelahian masalah pembagian air 262). Sudah ada gerobak sapi yang mengangkut padi ke gudang-gudang pengumpulan di ibu negeri masing-masing Walak, walaupun bola gerobak masih terbuat dari kayu utuh tanpa jari-jari. Tahun 1873 sawah di Tondano sudah sangat berkembang, kita lihat skala perbandingan kebun sawah dan kebun kering antara Tondano dan Amurang. Kebun sawah Tondano 4.764 bau (ukuran luas bujur sangkar), Amurang 164 bau. Kebun kering Tondano 7.599 bau, Amurang 7.829 bau. Kekayaan para pemimpin dan pedagang di Minahasa dapat kita lihat dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada Gubernemen Belanda, ketika Residen Manado Prediger memerlukan untuk membiayai perang Tondano yang dimulai tahun 1808. Mereka antara lain sebagai berikut 263). - Janda Lintong

600 Rijxdaalders. Urbanus Poluan

300 - M. Scharam

... 100 H. Dotulong (Tonsea).

100 - J. B. Weijdemuller

150 Jacob Supit (Tanawangko)

50 - D. Wakarij (Manado)..........

50 - Johanis Andries .......

....50 - A. Rau ....

50" Cina Manado

1.500 ".

Dalam daftar ini terlihat yang paling kaya adalah janda Ny. Lintong dan pedagang Cina Manado, urutan kedua a dalah Urbanus Poluan, sedangkan yang ikut perang Tondano di pihak Gubernemen yakni Tololiu H. Dotulong dan Jacob Supit hanya tergolong menengah. Pedagang senjata Gerrit Wuisan beserta tokoh Minahasa lainnya yang mendalangi perang Tondano (18081809) seperti Tewu, Lontoh Kamasi, Matulandi, Mamahit, dan Lumingkewas tidak diketahui kekayaannya karena pada periode itu mereka tidak mau lagi bayar pajak ; kalaupun mereka membayar pajak hanya sekitar 50-100 Rijxdaalders setiap orang. Kita tidak ketahui siapa suami Ny. Lintong dan apa jenis usahanya; kemungkinan besar dia menguasai perdagangan beras, karena bekas Residen Belanda G. F. Durr hanya membayar pajak 300 Rijxdaalders. Data ini menunjukkan bahwa di tahun 1800-1807 sudah ada pedagang Cina Manado yang kaya-raya melebihi para Kepala Walak Minahasa. Dari upacara adat, gelar adat untuk para Tona'as dan Walian, serta nyanyian - nyanyian yang berhubungan dengan dewi padi, telah menunjukkan bahwa tanaman padi telah menjadi mata


Page 4

Nyiru dan bakul terbuat dari anyaman kulit batang bambu disebut Ni'u (nyiru) dan Lo'lo' (loto)
untuk mengangkut padi dan membersihkan beras. Keranjang terbuat dari anyaman rotan disebut
Sampiey. Wanita Minahasa lebih suka menjunjung bakul di atas kepala dari pada menjinjing keranjang, sekalipun bakul dipenuhi barang bawaan.

Topi untuk bekerja di kebun disebut Tolu dengan garis tengah sekitar 50 cm, terbuat dari bahan

pelepah pohon pinang dianyam berbentuk segi tiga. Topi yang lebih kecil dan lebih halus adalah

dari bahan daun silar yang kadang-kadang diberi warna disebut Tindung. Agar tidak basah


kuyup bila kehujanan pulang ke rumah dari ladang maka petani membawa Simbel daun Woka
(Livingstonia Rotundingfolia) yang dapat mengembang dan mengecil berfungsi sebagai payung.
Alat penumbuk biji-bijian seperti padi dan jagung disebut Lesung atau Lisung terbuat dari batang kayu yang diberi satu sampai tiga lobang, atau terbuat dari batu segi empat yang dilobangi. Alat

penumbuk disebut Alu. Alat penumbuk bumbu dapur disebut Luluwekan (cobek) terbuat dari

kayu segi empat atau bulat pipih maupun terbuat dari batu. Alat penumbuknya terbuat batang kayu atau batu.

Jarum logam yang disebut Ketengan sudah dikenal orang Minahasa sebelum kedatangan bangsa

barat, tapi gunting, cermin dan peniti baru dikenal jaman Spanyol di Minahasa abad 16. Sisir

rambut juga telah lama dikenal, disebut Susurur yang telah digunakan wanita Minahasa pada


legenda dewi Lumalundung pada cerita Tumatenden. Legenda itu menceritakan bahwa dewi

Lumalundung tidak boleh disisir suaminya agar satu-satunya rambut putih di tengah kepala tidak terlepas. Selain piring dan jambangan da-

ri tanah liat bakar atau kure' bua-

tan orang Minahasa, ada juga pi- ring, mangkuk, dan jambangan porselein dari Cina yang sudah mulai ada di Minahasa sejak sebe- lum abad ke-15. Barang-barang

tersebut yaitu barang porselein Gambar 32. Klenteng Ban Hin Kiong, Manado, dari Dinasti jaman Dinasti Yuan atau Dinasti Ching

Mongol dengan warna biru tua agak kabur (1271-1368), porselein jaman Dinasti Ming (1368-1644) warna biru putih yang cerah, serta porselein jaman dinasti Ching (1644-1900) keramik merah darah ayam. Semua ini menunjukkan orang-orang Cina sudah mulai berdagang dan bermukim di Minahasa sejak lama dan mempunyai Klenteng dari Dinasti Ching (GAMBAR 32). Barang-barang porselein berbentuk tempayan (GAMBAR 33), guci, piring, mangkuk, cepuk,


Page 5

Molemo wo mapatoro, Eeeh
Ma 'ambangko im balolongan, Eeeh

Eeeh, londei nami Artinya :

berlayar dan bergerak maju walau berombak besar

Wahai.. sang perahu. . Nyanyian dalam bentuk berkata-kata dengan nada suara menyanyi disebut

Tarendem misalnya nyanyian penari


Kabasaran di Sonder 305), dan nyanyian

$30
Maengket Lalaya'an berbentuk nyanyian
menggoda lawan jenis. Menyanyi Ma'iap
dinyanyikan pada upacara kedukaan oleh seseorang di depan jenazah orang tuanya

yang meninggal. Menyanyi Keso'an

dinyanyikan di depan kedua penganten baru yang syaimya mengenai nasehat-

nasehat perkawinan. Nyanyian Zazanian ni


Karema atau nyanyian dewi Karema bercerita mengenai Lumimu’ut dan To'ar leluhur pertama Minahasa hanya terdiri dari tiga not, yakni: 1 (do), 2 (re), 3 (mi). Dinyanyikan secara atonal, lepas dari iringan akord.Dinyanyikan ketika menari

Mangorai dalam upacara Rumages yang

termasuk upacara agama asli Minahasa. Ketika orang Minahasa mulai mengenal nyanyian gerejani agama Katolik abad 16

lahir nyanyian yang disebut Kakantaren asal


kata Cantar yang artinya menyanyi dari bahasa Portugis-Spanyol.

Gambar 36. (dari atas ke bawah) Maengket Imbasan

Kawangkoan tahun 1952, Maengket Talikuran negeri Seni Tari

Kawangkoan tahun 1951 dan Maengket Imbasan di Seni tari Minahasa umumnya dilakukan

Amurang saat menerima tamu Jend. A. H. Nasution

pada tahun 1959. sambil menyanyi, tetapi ada juga tarian yang benar-benar murni menari dimana si penari tidak menyanyi. Dewi penari Minahasa bernama Rumintuwu', asal kata Tuwu'artinya daun woka muda (daun pohon Livingstonia Rotundifolia), menari sambil memegang dan menggoyang-goyangkan daun Woka 306). Dewa penari Kabasaran bernama Nileyleyan (asal kata leyley yang artinya kalung leher kaum pria) yang suka menari di atas sebilah papan memakai pedang meloncat-loncat dengan mata melotot 307). Namanya yang lain adalah Totokai dimana istrinya bernama Tomabarian yang juga pemimpin tari Kabasaran Wanita 308). Totokai terdiri dari dua kata : Toktok artinya memotong halus dan Kai artinya kayu, maksudnya batang kayu - yang sebenarnya dewa ini pelaksana hukuman mati dengan dicincang (Tumoktok). Tarian yang paling utama disebut Maengket (GAMBAR 36) yang sebenarnya tidak murni tarian, karena para penari juga harus dapat menyanyi mengenai dewa-dewi kesuburan yang berhubungan dengan tanaman padi, naik rumah baru dan nyanyian cinta kasih. Arti Maengket menurut penulis C. H. M. Heeren Palm 309) adalah gerakan menari mengayun-ayunkan tangan yang memakai daun Woka atau sapu tangan sambil mengangkat kaki turun naik. Maksud menari dengan gerakan ayunan tangan agar si penari dapat memasuki keadaan trans (tidak sadar diri) hingga tubuhnya dapat dimasuki roh dewi bumi Si Opo nimemah in tanah yakni dewi Lumimu’ut. Bila si pemimpin tari (seorang wanita yang menduduki jabatan sebagai Walian in uma ahli upacara pertanian) sudah kemasukan roh dewi bumi atau dewi kesuburan Lingkan Wene, maka dia mulai menggoyangkan tongkat berkepala arca perunggu setinggi 1,40 cm yang disebut Sekad, kemudian menentukan langkah tari, lalu mulai menyanyi dan diikuti oleh para penari yang lain. Tarian Maengket pada upacara petik padi Manempo di Tontemboan yang berlangsung selama tiga hari ditulis oleh J. Alb. T. Schwarz sebagai berikut 310) :


Page 6

321). Jaman Hindia Belanda organisasi Kabasaran ditangani oleh para Hukum tua atau kepala kampung, dimana setiap kampung mememiliki beberapa orang penari Kabasaran. Mereka mendapat tunjangan : garam, beras, gula putih, kain, dan tembakau setiap bulan, karena para Kabasaran Minahasa diatur oleh peraturan pemerintahan Jajahan Hindia Belanda Staatblad tahun 1859 No. 104B yang disebut Kabesaran Dienst (Dinas Kabesaran). Mereka bertugas melakukan penjemputan adat para tamu agung, upacara adat pemakaman pemimpin masyarakat, dan sebagai Polisi Am untuk menjaga keamanan kampung dan menangkap penjahat. Peraturan Dinas Kabesaran dikukuhkan dengan besluit Residen tanggal 30 Mei No. 429 tahun 1900 322). Pengalaman Dinas Kabasaran sebagai penjaga keamanan wilayah ditulis N. Graafland 323) tahun 1856 ketika bajak laut Mangindanau Filiphina Selatan mengancam Benteng Amsterdam tanggal 12 September 1855 324) :

MEREKA MEMAKAI TOMBAK, KELEWANG (PEDANG) DAN PERISAI, BARISAN MANADOSCHE SCHUTTERIJ BERDIRI DI SEPANJANG TIANG-TIANG BENDERA BARISAN TERNATE MENJAGA PELABUHAN, BARISAN KABASARAN MINAHASA BERDIRI DI GERBANG YANG TERLETAK DI POJOK KAMPUNG CINA, MEREKA MENARI CAKALELE SEPERTI DI TERNATE YANG KENA PENGARUH SPANYOL.” Tarian membawa kepala manusia sekembalinya dari berperang yang dilihat penulis Robertus

Padtbrugge 325) disebut dalam bahasa Tombulu'Kumoyak asal kata Koyak artinya menggerakkan


pedang dan Tombak turun naik. Pada tarian ini para Kabasaran membentuk lingkaran menari
mengelilingi kepala manusia yang diletakkan di tengah lingkaran sambil menyanyi lagu Koyak
e waranei, termasuk lagu patriotik keprajuritan tradisional Minahasa jaman tempo dulu. Untuk
menurunkan emosi kemarahan berperang maka ada tarian khusus oleh para Kabasaran dimana
mereka harus meletakkan senjata tajam sambil menari Lionda dengan penuh senyuman. Lionda artinya meletakkan tangan di pinggang dan berdiri dengan satu kaki terangkat.

Dalam tarian Kabasaran, yang dimaksud dengan sembilan jurus potongan pedang adalah :


(1) Sambouwen potong atas kanan ke kiri
(2) Sambiku potong atas kiri ke kanan
(3) Ramperen potong tengah kanan ke kiri
(4) Rimperen potong tengah kiri ke kanan
(5) Parasen potong bawah kanan ke kiri
(6) Raprapen potong bawah kiri ke kanan
(7) Tawasen potong silang atas ke bawah
(8) Kiwilen potong silang bawah ke atas

(9) Pu'isen potong kepala. Sembilan jurus tusukan tombak terdiri dari : tiga jurus tusukan atas disebut Tuza' (Tura), tiga jurus tusukan tengah disebut Tundek, dan tiga jurus tusukan bawah disebut Ruki. Itu adalah jurus-jurus potong dan tusukan serta tangkisan dengan perisai yang menjadi dasar gerakan tari dengan dua langkah ke kanan dan ke kiri dalam irama 4/4 cepat. Apabila para kabasaran kembali dari peperangan dengan membawa kepala orang, atau sengaja mencari kepala orang untuk ditanamkan di bawah tiang rumah baru, 326) mereka lalu mengganti pakaian serba merah dan mengadakan pesta makan-minum dalam upacara untuk mengucapkan terima kasih kepada dewa perang Totokai dan dewa pembuat rumah Tingkulengdeng. Tetapi upacara pokok atau utama adalah mengucapkan terima kasih pada dewi wanita yang bernama Warangkiran (Wereng = merah tua, karai = busana) yakni wanita pertama yang menenun kain warna merah untuk digunakan menari oleh para Kabasaran 327). Tarian Minahasa lainnya bernama Katrili asal kata bahasa Eropa Quadrille 328). Tarian ini mempunyai dua jenis langkah tari yakni Waltz irama 3/4 dan Gallop langkah 2/4 dengan abaaba komando dilakukan oleh pimimpin tari dalam bahasa Perancis 329). Tarian ini berawal dari


Page 7

istilah sub-etnik Minahasa lainnya, digunakan untuk istilah kesatuan wilayah dan kesatuan masyarakatnya sub-etnik atau kesatuan beberapa walak, sehingga Belanda menterjemahkan jadi distrik. Nyanyian ketika istirahat waktu memetik padi di Tombulu' disebut Ma’owey, tetapi di Tontemboan dinamakan Mawinson 349). Syairnya mengenai dua jenis burung padi Kekekow, sejenis burung puyuh yang bersuara seperti nama burung itu (Excalfactoria Chinensis) dan burung Weris (Rallus Celebensis). Syair lagunya sebagai berikut :

Kekekow Kamberu Wa 'ilan
Kekekow Kamberu Owey
Si Kekekow wo si Weris, Kamberu Wa 'ilan
Si Kekekow wo si Weris, Kamberu Owy
Refrein: Kamberu, Kamberu .

Weris wo si Kekekow-Owey Terjemahan :

Kekekow nasi baru maha mulia Kekekow nasi baru, aduhai Si Kekekow dan Si Weris, nasi baru maha mulia Si Kekekow dan Si Weris, nasi baru Aduhai.... Refrein: Nasi baru, nasi baru

Weris dan si Kekekow, aduhai.... Syair sastra nyanyian yang dinyanyikan pada acara “Maso Minta” atau meminang, dibedakan dengan syair nyanyian pada upacara pesta perkawinan 350). Syair nyanyian waktu meminang contohnya sebagai berikut :

Tinuru, 'an lalan ko tumimu' embere-werenan

endonokan towo-mu sa rua pa 'lampangan artinya :

Sudah ditunjukkan arah supaya ke selatan, agar diperhatikan

Engkau berdusta bila masih bingung menentukan pilihan Contoh syair nyanyian ketika berlangsungnya perkawinan, adalah sebagai berikut :

Kentur um Benang wo u'Lembe, masuat uman

Sa 'ana masungkulo, makenturo rambu-rambunan Artinya :

Gunung Wenang dan gunung di pulau Lembe, sama aja

Bila kedua gunung itu bertemu, menjadi gunung yang lebih tinggi Maksud syair lagu ini memuji kedudukan sosial keluarga mempelai wanita dan mempelai lelaki yang sepadan, yang kelak akan membentuk keluarga yang besar. Pepatah atau kata-kata mutiara biasanya hanya singkat tetapi mengandung arti yang dalam, misalnya 351);

saha wahu' u na'e, embahu' ungkero'an

Artinya :

apa bila kaki basah terkena embun yang menempel di rumput karena sejak pagi subuh
sudah berangkat bekerja di ladang, maka kerongkongan juga akan basah karena senan- tiasa ada yang dimakan.

tari'is ung kan, ta'an pasu'si endo



Page 8

Masakan dalam bambu misalnya Tinoransak (asal kata Tinau'an Saksak) artinya bambu diisi potongan-potongan daging babi dan lemaknya, dengan bumbu Rica tumbuk, Goraka, Ramparampa, Gramakusu, Wowou, daun jeruk, dan garam. Masakan Pangi terbuat dari daun Pangi yang diiris halus, disiram air panas kemudian diberi bumbu dan sedikit potongan lemak babi lalu dimasukkan dalam bambu. Masakan Sa'ut atau Kotei dalam bahasa Tondano terbuat dari batang pisang Capatu yang diiris halus, diberi bumbu dan potongan daging babi atau lalu dimasukkan dalam bambu. Masakan Nasi Jaha dari beras ketan diberi santan kelapa, bawang merah, Sarimbata, garam lalu masukkan dalam bambu yang telah diberi gulungan daun Laikit. Masakan bambu jenis yang kedua disebut Winongos, misalnya hati babi dipotong halus diberi bumbu lalu dibungkus dengan daun Pangi muda kemudian dimasukkan dalam bambu. Atau lemak babi yang disebut Tawa' dipotong halus, diberi bumbu dibungkus daun pepaya lalu masukkan dalam bambu. Sayur pakis yang disebut Paku dicampur daun pepaya ditambah sedikit daun kemangi, diberi minyak goreng sedikit tambah bumbu dan garam, lalu masukkan dalam bambu. Seluruh masakan bambu dimasak di dalam bambu dengan mendekatkan bambu pada api sehingga isinya mendidih tapi harus dijaga agar bambu jangan sampai terbakar. Masakan Woku terutama sekali untuk memasak ikan laut atau ikan air tawar dan bumbunya juga agak berbeda yakni menggunakan kemiri, bumbu lainnya sama yakni Rica, Goraka, Kunir, Sarimbata, Wowou, Tomat, bawang daun, bawang merah, dipotong halus atau ditumbuk halus. Ikan yang telah dibersihkan serta diberi olesan air jeruk nipis dibungkus dengan daun kunir diberi beberapa helai daun jeruk, kemudian dibungkus dengan beberapa helai daun Laikit atau daun pisang atau daun woka, kemudian dibakar diatas bara api sampai masak. Masakan di belanga atau Rumping yang juga disebut Belanga Goreng (terbuat dari besi), sangat banyak jenis dan ragamnya, yakni pakai minyak goreng, tidak pakai minyak goreng, dan pakai santan kelapa. Masakan yang hanya direbus antara lain Kuah Terang. Ikan direbus dengan rempah bumbu masak. Tinutu'an terdiri dari sayuran berbagai jenis seperti : ubi singkong, sambiki, dan bumbu masak lainnya, dan beras dimasak sampai jadi setengah bubur. Brenebon terbuat dari kacang merah direbus hingga kacangnya membelah lalu diberi bumbu masak seperti bawang daun, pala, cengkih, seledri dan sedikit daging atau tulang babi. Masakan yang memakai minyak goreng dimulai dengan menggoreng bumbu masak seperti bawang-bawangan, Rica sudah ditumbuk, kemangi, tomat lalu dimasukkan masakan utama, misalnya Cakalang Fufu yang telah dipotong-potong. Daging-daging yang dimakan termasuk Babi, Sapi, Anjing, Tikus, Tuturaga (penyu), Ayam, Wan, Sogili (belut), Ular Patola, Yaki (monyet), Soa-soa (biawak), Sayok, Paniki (Kelelawar) dan sebagainya. Masakan daging anjing disebut Rintek Wu'uk disingkat RW, artinya bulu halus maksudnya hewan yang berbulu halus dibandingkan dengan babi. Tiap masakan daging memiliki bumbu masak yang khusus tetapi semuanya memakai goraka atau jahe untuk merobah aroma asli dari bau daging hewan masakan utama. Untuk makanan jenis tertentu ditambahkan santan kelapa misalnya masakan daging Paniki (kelelawar), Tuturuga (penyu), Katang Kalapa (kepiting besar), Renga’dan Kolombi (kerang air tawar). Memasak sayur-sayuran dengan cara menggoreng bumbu disebut Tumis yakni dengan menggoreng bumbu masak terlebih dahulu, baru kemudian sayuran seperti, kangkung, bayam, petsai, kol, s elada aer, sayatan jantung pisang, Poki-Poki (terong) dimasukkan ke dalam penggorengan. Kueh di Minahasa disebut Kukis, ada yang manis ada yang asin. Yang rasanya asin misalnya, Panada, Bagea, Nasi Jaha, Lalampa, Biapong. Yang memiliki rasa manis antara lain : Balapis, Lampu-Lampu, Binyolos, Kokole, Bobengka, Onde-Onde, Brudel, Brot Goreng, Cucur, Apang, Sinegor (apang coe), Waji, Dodol, Kacang Goyang, Halua, biji-biji, Koa, Gula Tare, Taart Kelapa,


Page 9

Walaupun di negeri Belanda organisasi pendeta Protestan “ Nederlandsche Zendeling Genootschap" (NZG) telah berdiri sejak tahun 1797, organisasi ini baru beroperasi di Minahasa mulai tahun 1822. Pendeta Belanda pertama yang datang ke Minahasa untuk menjadi guru sekaligus menyebarkan agama Kristen Protestan adalah Lenting dan Kam, masing-masing pada tahun 1817 dan 1819, di Amurang dan Tondano 382). Kedua pendeta ini hanya bertugas sementara karena pada tahun 1827 pemerintah Hindia Belanda atau Gubernemen mengirim Pendeta G. Hellendoorn untuk bertugas di Manado dengan gaji dibayar oleh Gubernemen, sehingga lebih banyak melayani pegawai Hindia Belanda di Minahasa. Pada tahun 1829 organisasi misi Protestan Belanda NZG di Rotterdam memutuskan untuk secara penuh mengkristenkan seluruh Minahasa dan Sulawesi Utara. Pendeta-pendeta yang dikirim benarbenar profesional. Mereka tinggal menetap di Sulawesi Utara dan mempelajari bahasa Minahasa seperti pater Katolik pada abad ke-16. Pada tanggal 12 Juni 1831 dua pendeta keturunan Jerman, Johann F. Riedel dan Johann G. Schwarz, tiba di Manado. Riedel pergi ke Tondano, sementara Schwarz ke Langouwan. Pada tahun 1835 pendeta Adam Mattern tiba di Minahasa dan memilih wilayah Tomohon untuk meneliti sistem dewa-dewi Minahasa yang menyamakan dewa tertinggi Minahasa Muntu-Untu dengan Yesus Kritus 383). Usaha ini melanjutkan teori kristenisasi yang telah ditempuh oleh pater Katolik di Minahasa pada abad ke-16 bahwa mahadewa Muntu-Untu itu sudah menjadi Kristus, maksudnya telah menjadi Kristen 384). Hal ini perlu dilakukan karena kepercayaan penduduk Tomohon pada agama asli sangat kuat. Usaha ini dilanjutkan oleh Pendeta N. Ph. Wilken yang bertugas di Tomohon antara tahun 1842-1878. Ia meneliti agama animisme orang Minahasa melalui ilmu Daemonologie, yang memisahkan dewa (roh) atas yang bukan roh leluhur orang Minahasa dari dewa atau roh leluhur orang Minahasa 385). Dalam sistem agama animisme di Minahasa, orang Minahasa minta bantuan roh leluhur untuk mengatasi gangguan dari roh jahat yang bukan berasal dari roh leluhur orang Minahasa. Cara-cara menghilangkan kepercayaan animisme yang pada waktu itu masih terdapat juga di Eropa, khususnya di negeri Belanda, digunakan oleh pendeta-pendeta Protestan yang datang bertugas di Minahasa 386) Dalam melakukan evangelisasi atau penginjilan, pada awalnya pendeta Zending menggunakan bahasa sub-etnik Minahasa di daerah mereka ditempatkan, seperti bahasa Tombulu', Tonsea, Tondano, Tontemboan, Ratahan, atau Bantik. Namun karena kitab Injil Perjanjian Baru wak

tu itu dicetak dalam bahasa Melayu, maka terpaksa Pendeta N.Ph.Wilken menggunakan kembali bahasa Melayu. Pendeta Leydekker menulis "ELKHAWLU'LDJADID

ija itu segala surat Gambar 51. Gereja Langouwan masa lalu dan sekarang

PERDJANDJIAN

BAHARUW atas Titah Segala Tuwan Pamerentah KOMPANIJA Tersalin kepada Bahasa Malajuw, di Bendar AMSTERDAM MDCCXXXI(Re-printed at the Mission Press Serampore 1817). Pendeta Johann G. Schwarz pada tahun 1843 tidak saja beroperasi di Langouwan (GAMBAR 51), ia juga secara teratur mengunjungi wilayah Tonsea, Kema, Likupang sampai ke pantai Belang 387). Pada tahun 1835 jumlah sekolah Zending di Minahasa sudah mencapai 22 buah dan mulai menyebar ke desa-desa. Penginjilan ditangani langsung oleh pendeta Zendeling dibantu oleh anak didik mereka. Pada mulanya pendeta Riedel dan Schwarz mengalami kesulitan mendapatkan pembantu untuk bekerja di rumah mereka, karena tidak ada keluarga Minahasa yang bersedia memberi anak mereka untuk menjadi pembantu rumah. Oleh karena itu kedua pendeta tersebut mengambil anak dari Ambon bernama Amos dan dari Sangihe-Talaud yang kemudian dididik menjadi pembantu untuk mengabarkan injil. Melihat anak remaja yang tinggal di rumah pendeta mendapat pelajaran dan dididik menjadi calon guru sekolah dan guru agama, banyak keluarga Minahasa akhirnya mengirim anak mereka untuk tinggal di rumah pendeta Zending sebagai anak piara 388). Mereka diberi pakaian dan makan gratis, diajar menulis, membaca serta berhitung, diajar menjadi tukang kayu, memasak, serta mencuci. Anak gadis diberi pelajaran menjahit, mengatur perabotan rumah dan pelajaran Alkitab, serta mendapat uang saku. Setelah dewasa mereka dijadikan pembantu untuk menolong para pendeta Zending mengabarkan ajaran Injil Yesus Kristus. Mereka ini lalu disebut sebagai Hulp Predicant” atau Penulong Injil, yang berasal kata 'tolong' yang pada awalnya berarti membantu dan kemudian diartikan sama dengan pendeta pribumi. Mereka dapat berkhotbah dengan berapi-api mengenai Tuhan yang menurut agama asli Minahasa sangat baik dan tidak pernah menghukum manusia 389) dan Tuhan Yesus Kristus yang menurut ajaran agama Kristen adalah pengasih dan penyayang tapi dapat memberi hukuman pada manusia yang berdosa. Ada empat orang anak piara pendeta N. Ph. Wilken di Tomohon, yaitu Corneles Wohon, Jusuf Tumbelaka, Wilhelmina Lensun, dan Herling Turambi. Corneles Wohon mulai tahun 1843 bertugas menjadi guru sekolah di Tataaran-Tondano. Ia membaptis 10 lelaki dan 13 wanita di depan gereja kayu Tomohon tempat gereja Sion dan rumah sakit Bethesda sekarang ini berdiri. Dengan sangat berapi--api ia membawakan khotbah di gereja mengenai Yesus sebagai sumber terang dunia. Jusuf Tumbelaka, kelahiran Tondano dan murid terbaik pendeta N. Ph. Wilken, mulai bertugas pertama jadi guru pada tahun 1846 di Tara-tara dan guru di Kakaskasen pada tahun 1849. Seorang ahli pertukangan yang membangun sekolah dan gereja, ia membaptis 776 orang dan mengawinkan 125 pasangan. Ia menikah dengan Wilhemina Lensun yang sebelumnya bekerja bersamanya. Herling Turambi mulai bertugas menjadi guru di Tomohon dan Tanawangko. Ayat Alkitab Perjanjian Baru yang paling disukai ketika berkhotbah di gereja adalah 1 Korintus 3:9. Dua anak piara Pendeta A. Mattern yang terkenal adalah Samuel Elias, kelahiran Pondang, Kec. Tombasian yang sekarang menjadi Kec. Amurang Timur. Ia pertama bertugas sebagai guru di Kakaskasen pada tahun 1841, di Tata'aran pada tahun 1843, dan minta berhenti tahun 1870. Alexander Wajong lahir di Tomohon, mulai jadi guru di Sarongsong pada tahun 1840. Dalam berkhotbah ia menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Ia membaptis 1453 orang lelaki, wanita dan anak-anak, dan mengawinkan 303 pasangan. Anak piara pendeta N.Graafland yang terkenal, Seth Lantang, mulai bertugas menjadi guru di Kayawu. Banyak muridnya yang menjadi pegawai pemerintahan seperti hukum tua dan pegawai klerk 390). Ketika pendeta Jerman Johann F. Riedel baru tiba di Tondano pada tahun 1831, anak piaranya yang pertama adalah H. K. Paat dan yang berikutnya adalah Sylvanius Item (1835). Anak piara J. G. Schwarz di Langouwan adalah J. Pandeij dari Belang (1833), kemudian L. Palilingan, M. Ratu, P. Sumual (1834), dan A. Angkouw (1847). Anak piara N. Ph. Wilken angkatan tahun 1848 antara lain J. Roring dan J. Tiwouw. Anak piara Pendeta K. T. Hermann di Amurang adalah A. Rumengan (1843) dan A. Umboh, S. Pangkeij, J. Rungkat, dan Jacobus (1845). Anak piara Pendeta F. Hartig di Kema antara lain F. Mantiri (1851) dan Dedekaka (1853). Mereka adalah angkatan pertama sistem anak piara para zendeling. Angkatan berikutnya sudah lebih banyak bertugas sebagai guru, misalnya: Walintukan (Rumo'ong Atas), Saweho (Ratahan), Wawolumaya (Kakas), dan Lambertus Mangindaan (Amurang). Semua guru orang Minahasa tamatan 1835-1865 juga berfungsi sebagai guru agama Protestan karena mereka juga mendapat pelajaran menjadi “Doopkandidaat", atau calon juru baptis. Dalam periode ini belum ada pendeta


Page 10

orang Minahasa tamatan khusus sekolah pendeta. nama-nama guru merangkap Hulp Predikant" (Penulong Injil) sekolah Zending tahun 1868 adalah sebagai berikut :

1. E. Lasut (Tomohon)

2. Samuel Elias (Tataaran) 3. L. Lengkong (Rurukan)

4. Alexander Wajong (Sarongsong) 5 A. Siwu (Lahendong)

6. A. Piyoh (Tondangou) 7 M. Gosal (Pinaras)

8.

Jusuf Tumbelaka (Kakaskasen) 9. E. Malonda (Kinilouw)

10. O. Turangan (Kayawu) 11. D. Wajong (Pangolombian)

12. D. Sarajar (Lota) 13. C. Lumowa (Koka)

14. S. Liu (Tinoor) 15. D. Pangemanan (Warembungan) 16. S. Rengu (Kembes) 17. H. Longdong (Singkil)

18. P. Kolondam (Malalayang) 19. J. Pehenan (Bengkol, Bantik)

20. W. Wulur (Sawangan-Ares) 21. J. Pangemanan (Pandu-Ares) 22. J. Lewoh (Kolongan Kalabat Atas) 23. J. Pinontoan (Maumbi)

24. L. Rumuat (Paniki Kalabat Bawah) 25. D. Kambei (Kuwil Kalabat Atas) 26. J. Tumuju (Tewasen Kawangkoan) 27. J. Liando (Wuwuk Kawangkoan) 28. M. Kaligis (Karimbouw Kawangkoan) 29. L. Tumiwa (Wakan Kawangkoan) 30. L. Rompis (Te'ep Kawangkoan) 31. R. Mundung (Poigar)

32. S. Pangkei (Rumoong Bawah) 33. A. Umboh (Kemelembuai)

34. P. Siwu (Radei Rumoong) 35. T. Runtunuwu (Elusan Rumoong) 36. L. Tumiwa (Rumoong Atas) 37. J. Wuaten (Sonder)

38. P. Sumual (Kiawa) 39. Z. Imbon (Leilem)

40. A. Wajongkere (Tincep) 41. E. Kuhu (Pinapalangkou)

42. J. Rungkat (Kapoyo-Sonder) 43. D. Jakobus (Tumpaan)

44. Joseph Pangkey (Lelema-Sonder) 45. W. Rorimpandey (Munte-Sonder) 46. J. Kumaat (Paku Weru) 47. A. Lumintang (Pakuure)

48. J. Tumbuan (Tenga'-Sonder) 49. H. Kalangi (Tompaso)

50. J. Wungouw (Pinalin-Sonder) 51. A. Karwur (Pinamorongan)

52. L. Rataq (Kaneiyen Kawangkoan) 53. A. Rumengan (Wuwuk)

54. P. Ondong (Talaited) 55. G. Rompas (Lapi-Kawangkoan) 56. J. Kumaseh (Tombasian Atas) 57. J. Worotitjan (Pondang)

S. Girot (Ritei-Tombasian) 59. S. Tumbelaka (Amurang)

60. J. Rataq (Popontolan) 61. N. Rambi (Woloan)

62. J. Tiwou (Tara-Tara) 63. J. Roring (Lola-Tombariri)

64. P. Liwey (Lemo-Tombariri) 65. D. Pangemanan (Kumu Arakan) 66. J. Markus (Tanawangko) 67. W. Tumbel (Senduk-Tombariri) 68. M. Wehantouw (Popareng) 69. J. Wakarij (Koha-Kakaskasen) 70. S. Sibi (Tateli-Kakaskasen) 71. H. Gerung (Rambunan-Sarongsong) 72. 1. Dimpudus (Tonsea Lama) 73. J. Petrus (Tetei-Tonsea)

74. M. Makaampouw (Manado-Wenang) 75. F. Mantiri (Mapenget-Tonsea) 76. J. Mantiri (Talawa'an) 77. A.L. Maramis (Lilang-Tonsea) 78. M. Amos (Lansot-Tonsea)


Page 11

organisasi partikulir Belanda NZG mulai menugaskan para pendetanya di Minahasa untuk mendirikan sekolah sendiri pada tahun 1831, dan dimulai dari pendidikan di rumah pendeta 407). Dengan demikian ketika Zending mulai mendidik murid sekolah di Minahasa, pihak pemerintah Hindia Belanda atau Gubernemen telah memiliki 12 sekolah yang sebagian besar masih berasal dari jaman VOC 408). Pusat pengembangan Zending Protestan mulai dari awal sampai tahun 1845 terletak di ibu negeri Tondano dengan motor penggeraknya Pendeta Johann F. Riedel 409). Banyak orang tua Minahasa mengirim anak-anak mereka untuk belajar di rumah pendeta Zending sebagai anak piara karena melihat masa depan yang lebih baik yang dapat meningkatkan status sosial keluarga 410). Pada tahun 1840, anak-anak didik para pendeta Zending mulai ditugaskan sebagai guru sekolah merangkap guru agama Kristen, yang berarti misi Zending Protestan berawal dari didirikannya sekolah-sekolah Zending “11). Pada tahun 1844 Gubernemen minta bantuan tenaga pengajar dari pihak Zending untuk sekolah Gubernemen di Popontolen, Lelema, Munte, Tangkunei, Suluan, Senduk, Lola, Lemo, Ranotongkor, Tinoor, Kembes, dan Pangolombian. Pihak Zending kemudian memberikan guruguru tamatan sekolah Zending dari seluruh Minahasa, terutama tamatan sekolah Zending Tanawangko *12). Walaupun di sekolah Gubernemen tidak ada mata pelajaran agama Protestan, tapi guru-guru tamatan sekolah Zending memberi pelajaran membaca ceritera Alkitab Perjanjian Baru. Pada tahun 1854 kepala-kepala walak Minahasa minta pada Gubernemen agar mendirikan sekolah-sekolah negeri yang kemudian disebut sekolah “gemeente”. Gubernemen lalu bekerja sama dengan Zending mendirikan sekolah guru untuk kaum pribumi Minahasa di Tanawangko. Dengan demikian dalam periode ini hampir tidak dapat dibedakan antara sekolah Gubernemen, sekolah Zending, dan sekolah negeri; semuanya disebut “Kweekschool. Dari semua sekolah di Minahasa, sekolah Zending adalah yang terbaik, seperti sekolah Zending di Liwutung tahun 1860 yang dikelola oleh guru-guru Zending orang Minahasa tamatan sekolah Zending Tanawangko 413). Sebelum sekolah Zending didirikan di negeri Belang Minahasa Selatan pada tahun 1854, penduduknya bertelanjang dada dan anak-anak gadisnya hanya memakai sarung. Pada tahun 1887 sekolah-sekolah di Belang termasuk paling bersih dan teratur, termasuk pakaian anak-anak sekolahnya 414). Pendidikan sekolah dasar belum memakai buku tetapi memakai batu tulis berbingkai kayu disebut lei dan tangkai penulis yang disebut grep. Selain belajar berhitung, membaca dan menulis, anak-anak sekolah belajar meniup suling bambu karena musik Kolintang Gong dianggap menjauhkan orang Minahasa dari kristenisasi sehingga dianggap perlu untuk menggantikannya dengan suling bambu 415). Alat suling bambu yang mulai diajarkan di sekolah Zending mulai tahun 1860-an, kemudian menjadi dasar terbentuknya orkes Musik Bambu. Selain sekolah Gubernemen, sekolah partikulir seperti sekolah Zending, dan sekolah negeri, sudah lama para pegawai Belanda di Minahasa mendirikan sekolah bersubsidi yang mereka biayai sendiri. Sekolah itu didirikan oleh Pendeta G. Hellendoorn di Manado pada tahun 1827. Pada mulanya sekolah itu bernama Nederlandsche School atau Sekolah Belanda, kemudian berubah menjadi Europeesche School atau Sekolah Eropa karena tidak semua pegawai Hindia Belanda itu orang Belanda, melainkan ada juga orang Belgia, Inggris, Perancis, dan Jerman. Tetapi anak-anak kepala walak seluruh Minahasa juga bersekolah di situ. Pada tahun 1855 ketika penulis DR. W.R. Van Hoevell bertemu dengan dua orang tamatan sekolah Belanda di Manado, ia sangat terkejut akan kemajuan pendidikan orang Minahasa. Orang pertama dari kedua a rang tersebut adalah mayoor kepala walak Tonsea O utford Pelengkahu, seorang Alifuru yang fasih berbahasa Belanda dan lancar berdiskusi mengenai sejarah Eropa. Istrinya asli orang barat tapi tidak dapat berbahasa Belanda dan dia ternyata adalah Maria Riedel, kelahiran Tondano, anak pendeta Johann F. Riedel 416). Penulis Van Hoevell


Page 12

• Dr. Ch. Singal, Airmadidi 1885, jadi dokter 1910, mendapat bintang jasa “Oranje Nassau”

dari kerajaan Belanda • Dr. A. B. Andu, Manado 1888, jadi dokter 1911, mengambil gelar doktor di Leiden Belanda,

sebagai pejuang dia ditangkap Belanda di Manado 1942 • Dr. B. F. Rotty lahir di Airmadidi 1886, jadi dokter 1911, diangkat menjadi kepala rumah

sakit Tondano . Dr. Andries Lumanauw, Tondano 1887, jadi dokter 1912 sebagai dokter keresidenan

Manado • Dr. D. M. Pesik, Amurang 1890, jadi dokter 1913, belajar lagi di Belanda jadi dokter

keresidenan Malang • Dr. J. F. Matuli, Magelang 1892, jadi dokter 1915 • Dr. A. Tilaar, Tondano 1893, jadi dokter ahli paru-paru 1916 • Dr. A. H. Makaliwe, Tondano 1894, jadi dokter 1919, melanjutkan sekolah spesialis di

Belanda • Dr. T. A. Kandouw, Ternate 1896, jadi dokter 1921, meraih gelar Doktor di Leiden, Belanda

sebagai dokter Indonesia pertama yang mengajar Fakultas Kedokteran di Amsterdam

Belanda • Dr. Victor Ratumbuisang, Remboken 1893, jadi dokter 1921, dokter ahli penyakit jiwa

tahun 1942-1945, ketua Kawanua Malang Jawa Timur, ikut berjasa dalam pembentukan

divisi VI TNI, profesor luar biasa di UNSRAT Manado tahun 1964 • Dr. E. J. Karamoy, tamat sekolah dokter 1922 sebagai dokter ahli bedah, 1948 sebagai

kepala rumah sakit Manado • Dr. Marie Thomas, tamat 1922, dokter wanita pertama di Hindia Belanda (Indonesia) • Dr. Anna Warouw, Amurang 1897, jadi dokter 1924, dokter wanita kedua di Indonesia,

bersuamikan Dr. J. Karamoy • Dr. S. F. Warouw, Amurang 1900, jadi dokter 1925, melanjutkan sekolah di Negeri Belanda

mencapai gelar Doktor 1937, ahli penyakit mata dan paru-paru, jadi profesor Universitas

Hassanudin Makasar • Dr. R. D. Kandou, Batjan, Halmahera 1898, jadi dokter 1925, ahli penyakit dalam dan

menjadi Profesor Fakultas Kedokteran UNSRAT Manado • Dr. H. A. Abuthan, Manado 1906, jadi dokter 1930, ahli penyakit paru-paru, mengajar di

Universitas Airlangga Surabaya • Dr. J. L. Makalew, tamat 1930, diangkat menjadi Profesor di Universitas Hassanudin

Makasar juga kepala rumah sakit Katolik Stella Maris • Dr. R. C. L. Senduk, Tataaran 1905, jadi dokter 1932, bertugas di rumah sakit Manado,

Tomohon, Tondano, Balikpapan, Makasar, pergi ke Den Haag, Belanda 1949, mencapai gelar Doktor 1951, jadi dokter tentara TNI dengan pangkat Let. Kol. Dokter dari ManadoMinahasa

Angkatan ketiga adalah tamatan sekolah dokter NIAS (Nederlandsche Indische Artsen School) Surabaya, Jawa Timur yang dibuka pada tahun 1913. Merekaituadalah :

Dr. Nona M. A. Weydemuller, Manado, bersuami L. Engelen Dr. W. H. Tumbelaka, tamat 1932, jadi kepala rumah sakit Kusta Malalayang 1936-1942 Dr. Liem Keng Hong, Manado 1906, jadi dokter 1933, bekerja di rumah sakit Gorontalo Dr. C. L. Winter, Manado 1907, jadi dokter 1933, sebagai dokter ahli penyakit kulit dan kelamin, dikirim oleh Zending memimpin rumah sakit “Imanuel" Bandung


Page 13

Sarjana sekolah tinggi ilmu pendidikan mengajar (guru) pada jaman Hindia Belanda mendapat ijazah “Hoofd Acte". Berikut adalah beberapa orang Minahasa yang memiliki ijazah tersebut. • Nona Marie Doodoh, kelahiran Airmadidi Tonsea tahun 1900, berijazah Europeesche

Hoofd Acte sebagai orang Indonesia pertama yang tamat dari sekolah itu. • E. Kattopo mendapat ijazah Hoofd Acte di Bandung tahun 1926, kembali ke Minahasa

dan menjadi kepala Sekolah Louwerir Tomohon, memimpin gerakan Indonesia Merdeka di Minahasa bersama Ds. Sondakh, Dr. C. L. Winter, Mr. F. Gerungan, Abe Mantiri, R. C. L. Lasut, dan A. Waworuntu pada tahun 1945, menjadi Menteri Pendidikan dan Pengajaran 1946, menjadi pegawai tinggi departemen P&K 1958-1962, pengarang buku sejarah

“NUKU” jaman VOC di Maluku. • G. W. J. Rampen, Airmadidi 1904, mendapat ijazah di Surabaya, bekerja di Manokwari

Irian Papua, Lumajang Jawa Timur, Semarang dan kembali ke Minahasa tahun 1946. • F. Paath, Tomohon 1904, mendapat ijazah Hoofd Acte 1931, menciptakan sistem mengetik

cepat “Stenografie" yang disebut Sistem Paath • B. H. W. Warouw, Tondano 1907, mendapat ijazah Hoofd Acte tahun 1933, menjadi guru

MULO Tomohon 1945, Kepala Sekolah Langouwan 1946, Direktur sekolah Kweekschool

Makasar 1947, dosen PT P. G. Tondano 1955 Yang berhasil menggondol ijazah “Hoofd Acte” Bandung tahun 1937 adalah E. Parengkuan kelahiran Tondano, F. Tuera, dan Alex Tampenawas kelahiran Tondano 1910. Angkatan tahun 1938 antara lain profesor G. M. A. Ingkiriwang yang mulai bekerja di Watampone, Sulawesi Selatan 1935, mendapat kesempatan belajar ilmu hukum di Leiden, Belanda 1948, dan tamat 1951, diangkat pemerintah menjadi guru besar, profesor orang Minahasa pertama 1955. Angkatan tahun 1939 adalah H. Abuthan yang kemudian mengajar di Amurang dan SMA Manado. Angkatan tahun 1940 antara lain E. Langitan kelahiran Tara-Tara 1910; E. Mangindaan kelahiran Amurang 1909, memegang jabatan Inspektur Sekolah-sekolah SMP, memiliki ijazah dari Jerman Barat sebagai pelatih sepakbola ; N. M. W. Legoh ditempatkan di Maras Sulawesi Selatan kemudian menjabat Sekjen Kementrian Sosial NIT, pensiun sebagai pegawai tinggi Departemen Sosial RI. Angkatan tahun 1941 antara lain L. P. Rumokoy kelahiran Kumelembuai 1908, kembali ke Minahasa 1945, membentuk gerakan Indonesia Merdeka, jadi kepala P & K daerah Minahasa 1949. Bidang sekolah tinggi ilmu pelayaran dan ahli mesin kapal baru dapat dimasuki orang Minahasa setelah tahun 1900, dan pelopornya adalah Tombey Kandou kelahiran Ambon tahun 1878 tamatan sekolah HBS negeri Belanda lalu bekerja sebagai kelasi di Kapal Samudra. Sambil bekerja dia membiayai sendiri sekolahnya dan mendapat ijazah “Grate Vaart Diploma" untuk pelayaran samudra sebagai orang Indonesia pertama yang mendapatkan ijazah seperti itu di pelayaran KPM Hindia Belanda. Berikut adalah Eman Doodoh, kelahiran Air Madidi, tamat sekolah pelayaran Batavia (Jakarta) tahun 1922 sebagai "Stuurman" (jurumudi) Kapal Samudra. Karel Schram, kelahiran Manado, menjadi jurumudi Kapal Samudra. J.O. D. Mattheu, kelahiran Tatelu, tamat 1923. Max Tumbel kelahiran Manado 1904, tamat 1923 sebagai jurumudi Kapal Samudra, terjun ke dalam dunia politik dan pada Konferensi Meja Bundar antara Belanda dan di Indonesia di Den Haag Belanda tahun 1949 ikut sebagai perwakilan Indonesia, Direktur PT PERINDO (Pelayaran Rakyat Indonesia) 1947, Syahbandar Manado 1950, Inspektur Pelayaran Makassar 1954. J. Kojongian, tamat sebagai jurumudi pelayaran Samudra, menjadi pegawai tinggi di Departemen Pelayaran RI, Ketua Mahkamah Pelayaran Indonesia. Christ Lolong ahli mesin-mesin kapal samudra, orang pertama Indonesia yang mendapat ijazah “C” bidang mesin perkapalan. F. Mantiri kelahiran Manado berijazah diploma “A” dan “B” mesin perkapalan "Maschinnes" || Kapal KPM. R. Tumbelaka, berijazah diploma “A” dan “B” mesin kapal. Nico Gontha, Surabaya 1914, berijazah diploma “A” mesin kapal. Setelah Indonesia Merdeka 1945 ia menjadi Direktur Sekolah Tehnik Menengah di Jakarta. Ahli jawatan Pos-Telegrap-Telepon (PTT) jaman Hindia Belanda antara lain Kandou Dimpodus kelahiran Tonsea lama tahun 1892. Ketika mendapat kesempatan ujian pegawai tinggi tahun 1920 lulus Cum Laude dan menjadi orang Indonesia pertama yang menjabat kontrolir dinas PTT. Angkatan berikutnya yang berhasil menjadi pegawai tinggi Hoofd Bedrijf Ambtenaar PTT" antara lain I. P. Lengkong. pejabat tinggi sejak tahun 1942; Daan Watupongo, Kantor Pos Makasar ; A. E. Maengkom, Tondano 1911; R. R. Kandou, Tonsea Lama; J. Tambajong, Amurang; J. Matuli, Tondano; Sam Pondaag, Malalayang 1909. Ahli perbankan antara lain R. A. B. Massie yang kemudian menjadi direktur Bank Bumi Daya Indonesia. Satu-satunya orang Minahasa yang belajar ilmu politik di Eropa adalah Arnold Mononutu, tamatan Fakultas Ilmu Politik Sorbonne, Perancis. Pemerintah Hindia Belanda segan menangkapnya tahun 1947 sebagai wakil ketua Parlemen NIT. Ia kemudian menjadi anggota wakil Indonesia pada perundingan Indonesia-Belanda di Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda tahun 1949. Setelah itu ia diangkat menjadi Duta Besar RI di Peking dan setelah kembali di Indonesia menjadi guru besar Profesor Universitas Hassanudin Makassar. Sejak para muda-mudi meninggalkan Minahasa sekitar tahun 1850 untuk menuntut ilmu di pulau Jawa tempat pusat pemerintahan Hindia Belanda dan ke Eropa tempat pusat pendidikan pegawai Hindia Belanda, sebagian besar dari mereka tidak lagi kembali ke Minahasa. Kalaupun mereka kembali, sifatnya hanya sementara, karena mereka tidak mau merebut lapangan kerja bagi mereka-mereka yang tidak meninggalkan Minahasa. Mereka inilah yang kemudian disebut Kawanua, artinya orang Minahasa yang hidup di luar Minahasa, yang kemudian membentuk organisasi yang disebut MAESA di P. Jawa.


Page 14

buah pinang melalui perantara kepada si gadis. Sang perantara menyebut nama jejaka si pengirirm buah pinang. Bila si gadis bersedia menjadi teman dekat, ia akan mengirim buah pinang yang telah dikupas kulit buahnya. Pada pagi subuh si jejaka meletakkan setandan pisang atau seruas bambu berisi saguer di depan rumah si gadis untuk memberi tahu kepada kedua orang tua si gadis, bahwa ada jejaka yang menaruh hati pada anak gadis mereka. Jejaka yang tidak putus asa karena cintanya ditolak dengan mendapat kiriman buah pinang yang tidak dikupas kulit buahnya yang disebut pangilekan tenga’ atau pahaleien lema'en 461), akan datang langsung bertamu ke rumah si gadis pada malam hari. Oleh si gadis, ia diberi tempat tidur di ruang tamu, dan apabila ia tidak membangunkannya sampai hari sudah pagi, itu berarti bahwa si gadis tetap menolak cinta sang jejaka. Tapi apabila si gadis berubah pikiran atau hanya mencobai si jejaka, dan sebelum matahari terbit ia membangunkan si jejaka supaya pulang ke rumah, maka itu pertanda bahwa si gadis menerima cinta si jejaka 462). Pihak jejaka kemudian meminta kepada orang tuanya untuk mengangkat seorang perantara yang tetap orang dewasa, dan meminta kepada gadis kekasihnya untuk berbuat hal yang sarna. Pihak perantara itu disebut walu' (Tombulu'), wadu' (Tonsea), rereoan (Tondano), pabuseian (Langouwan), aingka (Bantik). Para wali kedua pihak kemudian membicarakan jumlah mas kawin, hari untuk melakukan pinangan yang dalam bahasa MelayuManado disebut masominta atau toki pintu, dan hari pelaksanaan perkawinan. Pemberian mas kawin pada kedua acara ini memiliki tujuan yang berbeda. Mas kawin pada acara meminang atau bertunangan maso minta disebut kasi harta (memberi hadiah) untuk menyenangkan orang tua si gadis. Sedangkan mas kawin pada hari upacara perkawinan, dalam bahasa Melayu Manado disebut antar harta. Pada upacara Masominta, pihak lelaki bersama rombongan dan kedua orang tuanya dipimpin wali pihak lelaki yang datang bertamu ke rumah si gadis dengan menyerahkan sembilan buah pinang muda dan sembilan buah sirih beserta perhiasan emas atau perak 463). Acara ini dalam bahasa Tombulu' disebut tumantu, atau dalam bahasa Tontemboan disebut po'owindoma. Pada acara inilah baru dapat dipastikan hari pelaksanaan perkawinan. Hari perkawinan dapat batal bila tidak disetujui si gadis dan kedua orang tua si gadis, oleh karena itu persetujuan harus diberikan oleh si gadis itu sendiri dalam bentuk ucapan kata yang disebut putus suara 464). Setelah mendapat persetujuan dari si gadis, barulah ditentukan jumlah dan jenis barang dan bentuk mas kawin. Penentuan ini dilakukan hanya oleh Wali kedua pihak. Orang Tonsea menyebutnya dengan peko', artinya membengkokkan jari tangan ketika menghitung kelompok jenis harta mas kawin, dimana kedua Wali saling berunding tawar-menawar 465). Jumlah mas kawin yang tertinggi pada jaman tempo dulu terdiri dari: 100 helai kain Salempuris hitam, seekor kuda, satu gong perunggu besar, satu set alat musik Kolintang gong logam, sebidang tanah dan seorang budak 466). Jaman lampau Minahasa juga pernah mengenal acara, dimana pihak calon pengantin pria menyerahkan kepala orang pada acara meminang sebagai tanda kepahlawanan 467) yang berfungsi sebagai mas kawin dan menunjukkan status sosial calon penganten pria 468). Bentuk mas kawin pada tingkat meminang ini disebut memberikan harta meheroko' (Tombulu'). mehearoro (Tontemboan/Pakewa), atau ateran dalam bahasa tua Minahasa 469). Mas kawin tahap ini berbentuk pemberian kain-kain seperti Kain patola, sejenis sutra India atau tenunan Minahasa sendiri (kain bentenan), kain linen Cina warna putih, merah, hitam (roko'= kain). Pada hari perkawinan, mempelai lelaki bersama rombongan berjalan menuju rumah pengantin wanita dengan membawa mas kawin yang telah disetujui pada acara meminang. Mas kawin adalah berupa barang-barang yang dapat dibawa dalam bentuk pakaian yang dimasukkan dalam peti a tau lemari kayu yang disebut tumuru'im pakean (Tontemboan), mahali u m pamaya (Tombulu') 470). Setiba di rumah mempelai wanita, pihak Wali wanita akan menanyakan barang mas kawin yang tidak dapat dibawa seperti, sebidang tanah, pohon kelapa, pohon akel (seho), kuda, babi yang harus disebutkan oleh Wali mempelai pria. Wali pihak wanita lalu mengajak mempelai pria menjemput mempelai wanita di kamarnya lalu mereka duduk bersanding. Walian pemimpin upacara lalu berdiri berhadapan dengan kedua mempelai 471). Pada meja upacara terletak perlengkapan upacara adat perkawinan, ia (walian) mengambil pinang, membelahnya menjadi dua, memberikan masing-masing setengah kepada kedua mempelai, mengunyah pisang dan sirih lalu menyuapkannya pada kedua mempelai. Kemudian ia mengambil daun Woka atau La'ikit, membaginya menjadi dua, mengisinya dengan nasi dan sedikit ikan. Dari kedua helai daun


Page 15

Ilmu kesehatan secara pengetahuan tradisional Minahasa yang masih diketahui oleh dukundukun di Minahasa berhasil digali kembali oleh Dr. Boetje H. Moningka pada tahun 1985. Tulisan mengenai beberapa bahan obat, cara pengobatan dan ritual mengobati orang sakit serta penyebab penyakit dapat dijadikan gambaran mengenai cara pengobatan dan ilmu kesehatan Minahasa jaman lampau sebelum mengenal pengobatan modern. Untuk penyakit lahiriah seperti patah tulang, tertusuk benda tajam, dan terkilir, dukunnya disebut Tona'as Mengundam. Untuk penyakit yang berhubungan dengan Roh, misalnya tenung dan mistik, diobati oleh Walian Tulus 491) atau Walian Mengundam. Penyebab penyakit menurut ilmu tradisional bisa saja angin jahat Regesun Tana'(Tonsea) atau Reges Lewo'(Tombulu'), yang dapat menyebabkan influensa, sampar, kolera, dan malaria. Peparwitunawak adalah sakit fisik manusia karena kesalahan sendiri; misalnya, kerja melampau batas fisik manusia, salah urat, salah makan, terluka, patah tulang, terkilir. Lelengei Ne Tou Wadina adalah sakit karena niat jahat orang lain dengan melakukan guna-guna, mistik atau tenung ; disebut misalnya racun melalui minuman dan makanan, alat magis yang disangkutkan, ditanam dalam tanah, dikirim melalui udara, dan diikatkan ; ditenung melalui rambut si penderita atau bahan pakaian ; atau mentera bacaan doti-doti oleh dukun jahat. Terakhir adalah sakit yang disebabkan aleh roh leluhur, dewa-dewi, Opo'-Opo'yang ingin memberi teguran atau hukuman 492). Pengobatan dilakukan dengan beragam cara, mulai dari mengoles bahagian tubuh yang sakit dengan minyak ramuan atau materi obat, memijat, membalut dengan ramuan obat, memberi minum ramuan obat, menyebut si sakit, melakukan mandi uap ramuan obat, mengasapi si sakit dengan bakaran tanaman obat, sampai dengan memberi obat anti magis melalui upacara ritual. Bahan obat dari tumbuh-tumbuhan antara lain daun tungkara, turi, getah saketa, rumput putih, rumput macan untuk luka tersayat. Untuk bisul dan borok, amurung cendawan pelepah kelapa, kemiri, dan kunyit. Untuk luka dalam, daun tondong noat (telapak kuda), sese'wanua, kay lawang akar sarawet. Untuk sakit perut, rebusan daun koyawas (jambu biji) kulit pohon pakewa, kunir (kunyit) diminum. Untuk patah tulang, setelah tulang posisinya diperbaiki, dibungkus dengan daun dudi tudus, daun kumaraskas, lalu dibungkus lagi dengan pelepah pinang muda. Masih banyak lagi akar, batang, daun, biji, tanaman obat seperti sukur (kencur), wangelei (Tumulawak), getah tangkai tewasen, waringbing, kumis kucing, Umbi batang pisang, jeruk popontolen, daun reramdam, se'se' panga (benalu), popowuran, serewung (mayana). Selama pengobatan si pasien ada pantangan, yaitu dilarang makan makanan yang dibusukkan seperti bakasang dan Tina'i termasuk terasi 493). Penyembuhan penyakit yang berbentuk teguran, hukuman, peringatan oleh para Opo'roh leluhur, seperti sakit uluhati sinonge, sakit bahu dan dada sinangsang, sesak napas sinambet, takuttakut, gelisah dan susah tidur, dilakukan oleh dukun yang berfungsi sebagai Tona'as atau Walian yang akan mengatakan kesalahan si pasien. Misalnya, tidak berhenti berjalan waktu burung tertentu seperti kei-keti betet hijau, atau titikak sri gunting terbang memotong jalan, tidak berhenti waktu ular hitam memotong jalan, atau bahkan membunuh ular hitam, burung Manguni, dan binatang-binatang lainnya yang berfungsi sebagai “Komunikator Sakral” pemberi pesan dewadewi Opo' leluhur kepada manusia 494), Dalam proses penyembuhan jenis penyakit di atas, sebelumnya si dukun Mengundam telah mencoba mengobati / memberikan obat-obat bahan tanaman pada si pasien, tapi si pasien yang datang untuk disembuhkan tidak juga membaik. Oleh karena itu si dukun akan berubah fungsi dengan menyediakan dirinya dimasuki roh leluhur atau Opo' yang disebut kinarendean (Tonsea) atau pa'kampetan (Tombulu). Setelah membakar kemenyan untuk mengundang para Opo', si dukun jatuh tidak sadarkan diri (trans). Ketika roh leluhur atau Opo' masuk dalam dirinya, ia mulai bicara dalam bahasa asli Minahasa dialek Tonsea, Tombulu dan Tontemboan atau daerah lainnya. Diperlukan asisten penerjemah untuk berdialog dengan si dukun untuk mengerti masalah si pasien. Ketika si dukun kemasukan roh leluhur atau Opo', denyut jantung dan tekanan darahnya normal 495). Ketika ditanyakan oleh penerjemah, si dukun mengatakan nama Opo' leluhur yang masuk ke dalam badannya yang berasal dari wilayah itu, misalnya Wagiu, Lengkong Wuaya dan sebagainya. Tingkah laku si dukun sama dengan perangai dan suara leluhur yang masuk ke dalam badannya. Selain itu kekuatannya menjadi supranatural, tahan tusukan senjata tajam, tahan api, dapat memanjat dinding. Setelah si penerjemah menyebutkan penyakit si pasien, leluhur yang berada dalam tubuh si dukun mengatakan kesalahan si pasien dan cara-cara penyembuhannya. Waktu roh leluhur atau Opo'telah meninggalkan tubuh si dukun barulah si dukun sadarkan diri. Ia menanyakan kepada si penerjemah apa saja yang baru terjadi dan apa saja pesan dan nasehat Opo'. Orang yang kemasukan roh jahat, biasanya tiba-tiba akan mengamuk tanpa sebab, bahkan suka menggigit dan mencakar. Jenis roh yang masuk ke dalam badannya bukanlah roh leluhur tetapi roh setan. Dukun atau Tona'as atau Walian manapun yang sanggup mengusir roh jahat, dipanggil untuk menangani orang kesurupan yang mengamuk. Mula-mula dukun memercikkan air ke wajah si pasien lalu berusaha membujuk roh jahat untuk keluar. Bila tidak berhasil, ia menyembur wajah pasien dengan kunyahan goraka merah. Kalau ini masih juga belum berhasil, ia akan mengusir dengan kayu pohon karimenga dengan mengetuk di leher pasien, memukul badan pasien dengan daun saketa dan tawa'ang. Setelah itu, biasanya roh jahat jin akan segera keluar dari badan si pasien. Si pasien sadarkan diri dan tidak lagi mengamuk. Bila roh jahatnya memang jagoan, si dukun akan memakai jimat andalannya pemberian dewa-dewi tertinggi Minahasa seperti Opo' Muntu-Untu, Siouw Kurur, Mamarimbing, Opo' wanita Kirai (Warangkiran) dengan melakukan upacara ritual. Apabila sebuah desa diserang penyakit menular sehingga beberapa orang meninggal, semua dukun berkumpul dipimpin seorang Tona's Mbanua. Upacara bersih desa disebut Mator Mbanua atau Rume'en mbanua. Rumah, jalan, parit, dan halaman rumah dibersihkan. Jimat diasapi dengan bakaran kemenyan, kolong rumah diasapi dengan bakaran kayu diberi belerang. Semua itu ditutup dengan cara ritual memotong hewan kurban babi dan melakukan upacara membaca hati babi untuk mengetahui penyebab mala petaka, lalu makan minum bersama. Upacara bersih desa di Tonsea terakhir dilakukan pada sekitar tahun 1950 di Lembean, di mana seluruh Tona'as dan Walian Tonsea diundang datang berkumpul 496). Sebelum tahun 1800 para penulis barat belum melaporkan adanya rumah sakit dan dokter Gubernemen di Minahasa. Kemungkinan besar dokter Belanda pada periode itu hanya khusus untuk mengobati pegawai Hindia Belanda. Wabah penyakit pertama yang berjangkit di seluruh Minahasa dilaporkan terjadi pada tahun 1819 yakni epidemi cacar air yang meminta korban 1/ 6 penduduk Minahasa 497). Penyakit ini dibawa oleh orang barat ke Minahasa dengan nama Spaansche Poken, suatu penyakit yang belum pernah ada di Minahasa sebelumnya 498). Menyusul wabah-wabah penyakit sampar kolera dan disentri pada tahun 1853-1854. Dari catatan jumlah penduduk, pada tahun 1853 ada 99.518 jiwa dan pada tahun 1854 merosot menjadi 92.546 jiwa. Ini berarti yang meninggal karena wabah penyakit antara tahun 1853-1854 ada sekitar 700 orang 499) Oleh karena itu Gubernemen mendatangkan tenaga dokter ke Minahasa tahun 1853, dan untuk yang pertama kalinya orang Minahasa mengenal pengobatan moderen cara Eropa 500). Tapi


Page 16

Fauna dan flora Minahasa sangat menunjang penulisan Sejarah dan Budaya, karena kesenian Minahasa berhubungan erat dengan peralatan dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bangsa barat datang ke Minahasa berabad yang lampau karena tanaman padi (beras). Hewan dan tanaman yang didatangkan ke Minahasa di masa lampau dapat menjelaskan sistim perdagangan di Minahasa jaman tempo dulu. Fauna atau dunia binatang darat dan air, dan Flora atau dunia tumbuh-tumbuhan di Minahasa masuk dalam jenis Fauna dan Flora pulau Sulawesi. Nama-nama ilmiah dari Fauna dan Flora Minahasa diambil dari buku-buku tulisan Alfred Russel Wallace (1859), J. Hickson (1889), F.S. Sarasin (1893), N. Graafland (1898), S. Pangemanan (1919), Coomans de Ruiter (1926), dan sumber buku bacaan lainnya 509). Karena para ilmuwan ini kadang-kadang memberikan nama yang berbeda, penulis hanya memilih satu nama ilmiah saja. Misalnya nama ilmiah burung Titikak atau Mengenge'kek (Tombulu'), Kete' Ro'kos, Wara Endo, sejenis burung Srigunting bersuara keras pemberi tanda siang hari. Penulis N. Graafland dan J. Hickson memberi nama ilmiah Phaenicophaes Calorhynchus, penulis F. S. Sarasin Meropogon Forseni, dan Coomans de Ruiter Rhamphococcyx Calorhynchus. Sementara itu, jenis burung hantu terbesar di Minahasa yang bernama Totosik dengan badan dua kali lebih besar daripada burung hantu yang terkenal yakni burung hantu pemberi tanda pertanda baik yang disebut Manguni, ternyata tidak terdaftar dalam uraian tulisan N. Graafland maupun J. Hickson, dan salah diberikan penjelasan oleh penulis Coomans de Ruiter. Ilmuwan barat Rosenberg adalah yang pertama memberikan nama kepadanya pada tahun 1863, dan ia menyebutnya dengan namanya sendiri, Strix Rosenbergii

. Dalam buku ini burung itu (Totosik) kita beri nama yang berhubungan dengan nama asli Minahasa, yaitu Strix Totosikan. Ada beberapa kisah mengenai fauna di Minahasa. Misalnya, penulis DR. W. R. Van Hoevell mencatat pada tahun 1855 bahwa dalam perjalanan keliling Minahasa Selatan, kemalaman di tengah jalan dan tiba di Tombatu hanya memakai penerangan obor. Dia berkisah bahwa di tengah jalan dia mendengar ribuan suara burung hantu di kesunyian malam. Angka ini mungkin terlalu banyak, barangkali hanya ratusan ekor dalam jarak jari-jari lingkaran 2 /2 kilometer 510), karena hanya ada dua jenis burung hantu yang berbunyi keras yakni Manguni dan Totosik. Sementara penulis Albert Bick More menceriterakan bahwa pada tahun 1868, dalam perjalanannya di Kema-Bitung ada ular Patola (Piton) besar yang menelan anak bocah laki-laki dengan kepala terlebih dahulu. Seorang lelaki dewasa yang sedang mandi di sungai diserang buaya besar yang menggigit kepalanya, tangannya yang bebas dapat memegang mulut buaya. Temannya yang melihat lalu datang menolong dengan memukul kepala buaya dengan kayu, sehingga melepaskan gigitannya 511). Selain nama ilmiah, Fauna dan Flora Minahasa dalam bahasa Minahasa masih terbagi lagi dalam beberapa dialek :

Istilah bahasa Minahasa Asli, disingkat dengan kode (MA) Istilah bahasa Melayu Manado, disingkat dengan kode (MM) Istilah bahasa Minahasa Tombulu, disingkat dengan kode (Tomb) Istilah bahasa Minahasa Tonsea, disingkat dengan kode (Tons) Istilah bahasa Minahasa Tontemboan, disingkat dengan kode (Tont) Istilah bahasa Minahasa Tondano, disingkat dengan kode (Tond)


Page 17

FLORA (DUNIA TANAMAN) Jenis tanaman atau dunia tumbuh-tumbuhan di Minahasa kita mulai dengan pohon-pohon besar

:Wetes (MA) atau Pohon Beringin (Urostigma Benyaminum) ; Walantakan (MA) (Erythrina


Lithosperma); Maruasei (MA) Kayu besi (Eusideroxylon Zwangeri); Waleh (MA), Kayu Hitam
(MM) (Diospyrus Ebenum); Ma'umbi (MA) (Artocarpus Dasyphylla); Wasian (MA) Cempaka
Hutan (Michelia Celebica); Marintek (MA), Kayawu (Tomb) (Bischofia Javanica); Tongke (MA)
Kayu Ting (MM) kulitnya warna merah (Rizophoren); Nantu'(MA) (Sapotacede Spec. Celebensis);
Nani (MA) (Nania Veramig); Ares (MA) jenis kayu meranti yang terbaik (Dipeo Carpacea).
Yang kualitas kayunya hampir sama adalah Sea'(MA) (Morinda Bracteata) dan Tumbawa'(MA)
(Dysoxylum Densifolium).
Jenis pohon jati hutan lainnya (Tectona Grandis) dalam bahasa Minahasa adalah pohon: Wuring,
Mea, Malesung, Mapanget, Liwas, Lampasiouw, Aripungu.

Jenis pohon yang kayunya dibuat papan dalam bahasa Minahasa disebut: Wenuang, Wolo, Wakan, Bintangor, Walangitang, Sumering, Kamuni. Jenis pohon cemara dan pohon damar adalah Terembu’uk (MA), Kayu Roya (Tond), jenis cemara rambut (Casuarina), Dama' (MA) (Canarium Rostratrim Zipp). Tumbuhan jenis pohon palma adalah : Akel (MA), Seho (MM), Pohon Aren atau Pohon Saguer (Arenga Sacchrariferum) pohon yang menghasilkan tuak untuk diminum atau dimasak jadi gula Aren, disuling jadi minuman “Captikus"; Tewasen (MA), Rumbia (MM) batangnya menghasilkan Sagu, daunnya dianyam jadi Atap Katu (Metroxylon Sagus Rott); Sesa'(MA), Bobo (MM) Pohon Nipa (Nipa Fructicans Wurinb); Wanga (MA), pohonnya sangat tinggi tumbuh di jurang--jurang (Metroxylon Elatum); Nibong (MM) (Areca Nibung); Woka (MA), Simbel (MA) daunnya dijadikan sebagai payung di musim hujan atau sebagai pembungkus makanan (Livistonia Rotundifolia); Sirar (MA), Palma Kincir (MM) (Corypha Umbaculifera); Po'po'(MA), Kalapa (MM) (Cocos Nucifera). Jenis pohon kelapa antara lain Kalapa ljo (MM) buahnya warna kehijauan, tumbuh di pegunungan berbuah besar (Cocos Nucifera Viridis); Kalapa Putih (MM) buahnya berwarna terang (Cocos Nucifera Alba), Kalapa Babi (MM) buahnya agak lonjong memanjang (Cocos Nucifera Pumila). Pohon pinang dalam bahasa Minahasa disebut Tenga': Tenga'Intalun (MA), Pinang Hutan (MM) (Metroxylon Rumphii) ; Pinang Yaki (MM) (Ptyokosperma Kuhlii); Tenga'po'po' (MA), Pinang Kalapa (MM) buahnya terbesar di antara buah pinang, dan dipakai sebagai ramuan obat; Tenga' Rusip (MA) pinang hutan yang pelepahnya berwarna kuning, Tenga'wua’ (MA) pinang biasa yang buahnya digunakan dalam upacara adat (Areca Catechu). Tanaman rotan dalam bahasa Minahasa disebut Nue (Tomb/Tons), Pondos (Tont), Nue SageSagen (MA) berbatang besar bila dipotong keluar air; Nue Londeiyan (MA) Rotan yang tumbuh menjalar di permukaan tanah; Nue Marengis (MA) Rotan yang warnanya kehitaman seperti terbakar; Nue Warakis (MA) Rotan yang dapat dibelah kecil-kecil untuk dijadikan tali penganyam; Nue Rintek (MA) Rotan kecil sedikit lebih kecil dari pensil atau potlot. Pohon yang buahnya dapat dimakan, seperti jenis pohon Mangga dalam bahasa Minahasa disebut Kawiley (Mangifera), Mangga Tolor (MA) (Mangifera Laurina), Mangga Kuini (MM) (Mangifera Foetida); Mangga Daging (MM) buahnya besar dan dagingnya berwarna kemerahan; Kawiley Imbenek (MA) buahnya kecil-kecil (Mangifera Macrocarpa); Ganemo (MA) pohon Malinjo, buahnya disebut Wene Keliat, jaman sebelum ada tanaman padi orang Minahasa makan buah ini sebagai makanan utama (Gnetum Edule); Koka (MA), Gomu (MM) buahnya bulat sebesar buah durian, serat buah agak berongga (Artocarpus Incisa); Kurur (MA), Amu (MM) buahnya agak bulat bila digoreng terasa seperti makan kentang goreng. Kaima (MA) pohon Jamblang, buahnya bulat kecil seperti anggur (Syzygium Jamabalanum) ; Rerik Ne Uwak (MA) Kanari hutan yang buahnya disukai burung Uwak (Canarium Zephyrinum) ; Kanari Tarinate (MM) Kenari asal Ternate buahnya besar (Canariopsis Decuma). Duriang (MA), Durian (MM) (Durio Zibethinus); Manggustang (MA), Manggis (MM) (Garsinia Manggustana); Lasot (MA), Lansot (Tont), Langsa (MM), buahnya k uning seperti buah Duku (Lancium Domesticum) ; Koha (MA), Gora (MM) buahnya besar sepanjang 7 sentimeter, warna putih (Jambosa Alba). Rambutan (MM) buahnya merah tua dan tidak manis seperti Rambutan di P. Jawa (Nephelium Lappaceum) ; Wia'u (MA), Kamiri (MM) pohon Kemiri (Aleurites Triloba); Nangka (MM) (Artocarpus Intergrifolia); Sirsak (MM) juga disebut Nangka Walanda (Anona Muricata). Koyawas (MA) Jambu Biji, Jambu Klutuk (Psidium Guajava); Pala Hutan (MM) (Myristica), Namu-namu (MA) buahnya memanjang sekitar 5 sentimeter, melekat di batang. Tome-tome (MA) buahnya bulat sebesar anggur berbiji (Flacourtia Rukam) ; Kembes (MA), Gora (MM) jambu air warna merah (Jambosa Domestica); Mokupa (MA) jenis pohon jambu air (Jambosa Vulagaris); Pakewa (MA) tumbuh di hutan, buahnya seperti jambu air; Buah Yaki (MA) buah biji mete (Anarcadium Occidentale) bijinya berada di luar buah. Lumpi'as (MA), Balimbing Botol (MM) Belimbing yang buahnya bila masak langsung jatuh dan pecah di permukaan tanah (Averhoa Balimbi); Balimbing Bintang (MM), juga disebut Balimbing manis, berbentuk segi lima (Averhoa Carambola); Atis (MA), Srikaya (MM) buah nona (Anona Squamosa) ; Delima (MM) bulat isinya merah muda (Punioa Granatum); Asam Jawa (MM) pohon besar berdaun halus (Indica); Mundung (MA) buahnya kuning, dipetik sebelum masak, karena bila masak rasanya sangat asam (Maranta Dichotoma); Kapaya (MA), Popaya (MM) buah pepaya yang banyak jenisnya (Carica Papaya). Jenis pohon jeruk: Kasumba (MA) Pohon jeruk terbesar jenis Jeruk Bali (Citrus_Decumana) disebut Lemong (MM) ; jeruk yang buahnya lebih kecil disebut Munte (MA) seperti : Munte Popontolen (MA), Lemong Swangi (MM) jeruk upacara adat (Citrus Limetta Risso); Munte Kereng (MA), Lemong Purut (MM) Jeruk pencuci rambut. Munte Pola (MA), Lemong Manis (MM) buah jeruk biasa (Citrus Aurantium); Munte Kingkit (MA) jeruk sebesar kelereng, jeruk penyedap masakan. Munte Kapaya (MA) jeruk besar bulat lonjong; Munte Inta (MA), Lemong Nipis (MM) jeruk jambu masak (Citrus Limonellus) ; Lemong Cina (MM) jeruk untuk dimakan (Citrus Nobilis); Lemong Cui (MM) juga disebut Lemong ikang untuk penyedap masakan ikan laut. Tanaman pohon kapas ada dua jenis : Kapes (MA), Pohong Kapas (MM) (Gossypium Indicum) tinggi pohon hanya sekitar 70 sentimeter, buahnya persegi empat berisi kapas putih bersih, dipintal jadi benang untuk ditenun jadi kain. Kapok (MA), Kapas Utang (MM) buahnya memanjang berisi kapas warna kekuningan dijadikan pengisi B antal dan kasur-bolsak (Eriodenrum Anfractuosum). Pohon-pohonan termasuk pohon semak: Gedi (MA) ada tiga jenis bila dilihat dari bentuk daun, dimakan sebagai sayuran. Leilem (MA) daunnya dimakan sebagai sayuran (Clerodenrum Minahassae). Kayu Manis (MM) (Cinamonum Zeylanicum), Tagalolo (MA) daun besar untuk pembungkus, buahnya dimakan Kus-kus hutan (Ficus Septica) tengah batangnya sebagai obat. Tawa'ang (MA) ada tiga jenis : Tawa'ang Pondang (MA) warna kemerahan digunakan untuk upacara adat ; Tawa'ang Kulo (MS) warna hijau sebagai tanaman pembatas wilayah kebun ladang ; Tawa'ang Tiga Warna (MM) daunnya berwarna hijau, kuning, merah (Draccaena). Talise (MA), Ketapang (MM) (Terminalaia Cattapa) disebut juga pohon Sombar, Walisu (MA), atau Lawang (MM) Kayu Lawang dikunyah sebagi obat; Wariri (MA) pohon semak setinggi satu


Page 18

meter, batang dan cabangnya kenyal dan kuat, sulit dicabut, berbunga kuning dan ungu, asal nama wilayah Tombariri. Lenu (MA) buahnya berduri, akarnya sebagi bahan perwarna kuning; Lausip (MA) buahnya dapat dimakan, kulit kayunya sebagai bahan pewarna kuning-merah (Baccaurea Minahassa); Sangket (MA) k ulitnya direbus sebagai bahan perwarna hitam (Homolanthuas Populifolius); Wori (MA), Bori (MM) Tumbuhan seperti ubi kayu tetapi umbinya beracun (Ormocacarpum Glabrum). Benalu yang tumbuh menumpang di cabang pohon disebut Se'se'panga (MA) Tumbuhan pisang-pisangan : Wali'an (MA), Pisang Batu (MM), Pisang Yaki, pelepah batangnya dibuat tali pengikat (Musa Mindanensis); pohon pisang yang buahnya dimakan disebut Punti (MA) (Musa Paradisiaca), antara lain Mararagos (MA), Goroho (MM) walau sudah masak tapi buahnya tetap berwarna hijau; Tewang (MA) Pisang Ambon (MM) berukuran sedang ; Sunge (MA) Pisang tanduk berukuran besar dan panjang; Werang (MA) pisang merah, Pisang Mas (MM) warna kuning kecil; Wulinga (MA) kuning bulat ; Pisang Susu (MA), ada yang kuning polos ada yang buahnya kuning berbintik coklat; Pisang Capatu (MM) buahnya berwarna seperti logam tembaga. La'ikit (MA) berfungsi sebagai daun pembungkus (Heliconiopsis Amboinensis), sedangkan daun pembungkus yang tidak masuk jenis pisang-pisangan adalah Daong Nasi (MM), La'it Imbene’(MA). Yang terkenal dari jenis tanaman pakis hutan : Apune (MA), Pakis raksasa tinggi sekitar 4 meter (Alsophila Contaminans); tanaman pakis yang tidak tinggi disebut Sirang (MA), antara lain Paku (MM) tinggi pohon sekitar satu meter, daun mudanya dimakan sebagai sayuran (Polypodiaceae Diversae), tanaman pakis lainnya lebih pendek (Filices). Tanaman bumbu masak: Wowou (MA), Kukuru (Tond/Tons), Balakama (MM) Kemangi (Jatropha Curcas); Sarimbata' (MA), Gramakusu (MM) Sereh, tanaman seperti rumput; Selderei (MA), Daong Sup (MM) daun Sledri untuk masakan berkuah ; Solasi (MA) Daunnya seperti tapak kuda, tumbuh bercabang-cabang satu rumpun di permukaan tanah (Ociman Basilicum), Balacai (MA) tanaman seperti daun bawang tapi lebih kecil (Jatropha Curcas) digunakan sebagai obat penurun panas bila anak sakit. Marisa (MA), Rica (MM), Cabai atau cabe dengan rasa pedas (Capsicum Tuft) ada beberapa jenis yang dalam bahasa Minahasa disebut Kokoak, Rintek atau Loloati panjang, Sela' besar, Rerer cabai merah, Kurumbuk besar membengkok. Kucai daun bawang yang halus (Allium Uliginosum). Tanaman Bawang disebut Lansuna (MA) seperti Lansuna Rangdang (MA) Bawang merah (Allium Ascalenicum); Lamsuna Kulo' (MA) Bawang putih (Allium Sativum); Lansuna Menonou (MA), Rampa-Rampa (MM) Bawang daun ; Bawang Bombae (MM) Bawang bulat besar (Allium Cepa.L); Daong Tabal (MM) daunnya berbau tajam untuk bumbu masakan Tuturuga (Penyu). Komantes (MA), Buah Tamate, Tomat, ada yang besar ada yang kecil (Lycopersicum Esculenta); Pala (MM) digunakan bijinya (Myristica) ; Rica Jawa (MM) biji Lada (P. Nigrum).

Tanaman Umbi-Akar : Lia Rangdang (MA) Goraka merah ; Lia Kulo' (MA) Goraka putih (Zingiber Officinale); Kunir Rintek (MA) Kunyit halus untuk bahan pewarna kuning; Kunir Sela'(MA) kunyit biasa digunakan sebagai bumbu masak. Wangelei (MA) Tumulawak; Sukur (MA) Kencur; Lingkuas (MM), Tu'is (MA) buahnya kecil berduri tumbuh dipangkal batang (Ananassa Sativa) tingginya sampai 2 meter.

Tanaman Umbi-umbian :
Umbi dalam bahasa Minahasa disebut Kapu' seperti Kapu'tale' (MA) Ubi talas (Calocsia Sp);
Kapu'karengan (MA), Ubi Maraya (MM) Ubi jalar, yang berukuran besar dan isinya berwarna
kuning disebut Kapu'riri' (MA) (Dioscorea Sativa). Ubi jalar yang lain Umbinya berwarna

kemerahan, ungu dan putih ukuran lebih kecil. Kapu'kai (MA), Kayu Uwi (Tont), Ubi Kayu (MM) (Manihot Esculanta); Lelengu (MA) umbinya tidak dimakan tapi sebagai obat pencuci rambut ; Akar Kuning atau Wortel (MM).

Tanaman Tebu Dalam bahasa Minahasa disebut Pola (Saccharium): Pola Wanga, tebu besar dan tinggi warna kuning, mudah dikunyah. Menurut buku “Hal Bertanam Roepa-roepa tanaman" tulisan G. A. Wenas, Manado, 1946, halaman 31, orang Minahasa pernah membuat gula dari air tebu ini yang dicetak dalam tempurung kelapa seperti membuat gula pohon enau (pohon gula); Pola Rangdang (MA) tebu batang merah, atau tebu gula, sulit dikunyah (Saccharium Officinarum); Pola Tawa'ang (MA) batang dan daun kemerahan, mudah dikunyah ; Pola Werotan (MA) batang kuning kemerahan, sulit dikunyah; Pola Kulo' (MA) batang warna hijau-putih termasuk tebu biasa.

Tanaman Rumput-Rumputan (Gramina): Kuhun (MA), Kusu-Kusu (MM) Alang-alang (Gramimperata Chrysopogon); Asa (MA), Tiwoho (MA), Kano-Kano (MM) Tumbuhan jelaga bunganya halus seperti kapas (Graminae Arundinaceae) ; Pangalo (MA) Rumput tanah kering ; Tatarip (MA), Sarawet (Tond) rumput tanah basah, sisi daunnya dapat menggores kulit manusia. Lelenu (MA), Anal (MM) batang daun direbus pemberi warna merah (Peristrophe Tinctoria); Taki (MA) rumput halus yang sengaja ditanam di halaman untuk miemberi kesan lapangan rumput.

Tanaman Padi : Padi dalam bahasa Minahasa disebut Wene' (Oryza Sativa). Jenis padi ladang terdiri dari sekitar 30 jenis, antara lain : dipanen setelah 210 hari Wene'kembut (MA), Wene'songkala (MA), Wene' Wintangor (MA), Wene’koyang (MA) ; 180 hari, Koyang Rintek (MA); 150 hari, Koyang Lana (MA) ; 165 hari, Kan Pulut (MA), menghasilkan beras ketan (Oryza Glutinosa). Padi sawah belum lama ditanam di Minahasa.

Tanaman Jagung dan Jagung-jagungan : Ayamen (MA) batangnya berbentuk segi tiga dengan tinggi 2 m (Spargnium Erectum) dianyam jadi tikar ; Wiliran (MA) batang berbentuk segi tiga dengan tinggi satu meter, dianyam jadi tikar ; Pepeselen batang bulat berongga setinggi satu meter, dianyam jadi tikar halus ; Werot (MA) daunnya pipih sepanjang 3/4 meter dianyam jadi tikar halus.

Tanaman di dalam air : Arakan (MA) tumbuh memanjang berliku-liku, ada tangkai dan daun. Ada beberapa jenis menurut ukuran besarnya.

Tanaman di permukaan air :
Tara-Tara (MA) Teratai kecil dengan bunga warna putih; Karati (MA) Teratai dengan bunga
warna kemerahan; Pepengpengen tanaman yang hidup di atas permukaan air; Tumpeng (MA) Tanaman yang hidup di atas permukaan air, bunganya berwarna ungu.

Tanaman Bambu : Dalam bahasa Minahasa disebut Wulu'(Bambusa): Tahaki (MA) (Babusa Vulgaris); Toto'oren (MA) Bambu duri, digunakan untuk memanjat (Schizotachyum Durio) ; Tambelang (MA) kulit tipis berongga besar, hingga digunakan untuk memasak makanan; Tambelang Lana (MA) batang seperti berminyak digunakan mengambil air ; Teling (MA) Bambu pagar, juga disebut “Bitung" (Bambusa Nigro Celiata); Wulu’riri' (MA) Bambu kuning (Melocanna Brachclada); Wulu'golao (MA) Bambu yang batangnya berbintik-bintik (Melocanna Ezachlada); Bulu Tui (MM) (Bambusa Longinodis), Bulu Cina (MM) berdaun halus sebagai tanaman hias (Arundinaria Glaucescens).

Tanaman Sayur-sayuran : Karawa (MA), Bayam (MM), terdiri dari Bayam Merah (MM) (Amaranthus Melancholicus), Bayam Putih (MM) (Amaranthus Spinosus), dan Karawa Ne Asu (MA) bayam berduri. Peko' (MA), Kangkong (MM) (Ipomoed reptans); Salada Aer (MA) tumbuh di telaga; Mostor Pait (MM), Kol (MM), Koles (MA) Tumbuh di hutan ; Petsai (MM), Caisin (MM), Salada (MM), Bunga Popaya jenis popaya yang hanya berbunga, tidak pernah berbuah (MM). Buah yang berfungsi sebagai Sayuran : Wala'an (MA), Katimun (MM), Mentimun (Cucumis Sativus) ; Kapitu (MA), Sambiki (MM) buah labu (Cucurbita pepo); Poki-Poki (MA), Terong (MM) buah terung banyak jenisnya seperti Terong Blanda (MM).

Tanaman merambat dan Kacang-kacangan : Wawali (MA), Sirih (MM) nama dalam bahasa Minahasa antara lain Kundamah, berdaun lebar; Kulo'buah sirihnya panjang sekali ; Rangdang buahnya kemerahan ; Wene’berbuah di musim petik padi ; Wulangoan buahnya berbau tajam ; Wawali Tarinate (MA) tidak pernah berbuah. Tali Pait (MM) batangnya terasa pahit sekali; Tangkunei (MA) merambat hingga menutupi pohon di hutan, berbunga biru; Kunet (MA) merambat yang terkuat berkayu keras tumbuh di hutan. To'ngauw tanaman kacang yang buahnya berpenampang segi empat; Sarupapa (MA) buahnya berbentuk pipih, bertumbuh sangat cepat ; Wongkis (MA) Kacang merah, Ercis (MM) kacang yang bijinya pipih. Satu-satunya kacang yang bukan tanaman merambat adalah Kacang Tanah (MM).

Tanaman Bunga-bungaan : Kuranga (MA), Kembang Sepatu (MM) warna merah tua (Hibiscus Rosa Sinensis); Tungkara' (MA) Pohon setinggi 30 sentimeter, bunga-bunganya begelantungan di batang warna merah muda; Totosiken Kema (MA), Kana (MM) bunga warna merah ; Tambaloi (Tomb), Tomabali Sela (Tont), Pasa (Tons), Lokina (Tond), Makocowe (Tonsawang), bunganya bersusun mulai mekar dari tangkai paling bawah (Xanthostemon Celebicum) warna putih kuning ungu. Melati Hutan (MM) (Clerodendrum Fragsan); Sedap Malam (MM), (Polyanthus Tuberosa) ; Manuru (MA) (Jasminum Sambac); Bunga Gambir (MM) (Jasminum Grandiflorum); Rosi (MM) bunga mawar (Grandiflora Polyanta) ; Bunga Kananga (MM) (Cananga Odorata) ; Bunga Tanjung (MM) (Mimosups Elengi); Bunga Seruni (MM) (Pyren Pyrehrum indicum); Bunga Biru (MM) (Clitoria Ternatea); Bunga bangkai (amorphophalus Sp).

Cendawan yang disebut Kulat (Crytogamia) :
Ruwun (MA) Cendawan besar yang keluar dari tanah di musim hujan ; Kulat Kalunting (MA)
Cendawan telinga tikus ; Kulat Inerut (MA) Cendawan putih, adalagi Cendawan yang bercahaya di malam hari.

Tanaman yang daunnya untuk ramuan obat antara lain : Daun Mangkok (MM) (Nothopanax


Cocliatum), Daun Kaki Kuda (Hydrocotila Asiatica), Daun Kelor (MM) (Moringa Pterygosperma),
Ganda Rusa (Gandarussa Vulgaris).
Jenis tanaman berbisa dinamakan Pa'aweng, kulit manusia yang tersentuh daun ini akan

meradang selama beberapa hari. Pa'aweng Kulo' pohonnya setinggi 3 meter berdaun lebar. Pa'aweng Rangdang setinggi 1 meter daunnya lebih kecil. Jenis tanaman budidaya yang pertama adalah pohon pala dan cengkih yang masuk ke Minahasa melalui P. Siauw ketika VOC (Kompeni) tahun 1661 melarang tanaman tersebut termasuk kayu manis ditanam di P. Siauw 512). Selama berabad-abad hanya pedagang Cina-Manado yang tahu cara menjual hasil pala, cengkih dan kayu Manis keluar Minahasa. Nanti di akhir awal abad 19 barulah orang Minahasa mengetahui jalur perdagangan cengkih dan menanam seluruh Minahasa dengan pohon cengkih. Penanaman kopi baru dimulai sekitar tahun 1840-an serta tembakau dan coklat (Cacao) dimulai tahun 1870-an oleh pemerintah Hindia Belanda. Produksi Tembakau akhirnya dikonsumsi penduduk Sulawesi Utara dengan nama “Tabaku Lempeng" dijual di dalam bambu yang diasapi.

Memasuki pintu gerbang jaman kemerdekaan tahun 1945, orang Minahasa di dalam maupun di luar Minahasa adalah sub-etnik bangsa Indonesia yang paling siap untuk merdeka atau merebut kemerdekaan dari tangan Hindia Belanda. Sebagian besar penduduknya sudah dapat membaca dan menulis sehingga dapat bekerja sebagai pegawai Hindia Belanda dalam segala bidang terutama dalam dinas militer (KNIL). Akan tetapi tidak ada di antara mereka yang pedagang besar; pada tahun 1945 ketika sekutu (Australia) menawarkan persenjataan sisa-sisa perang dunia ke-II kepada R. C. L. Lasut di Morotai, Halmahera para pemimpin Minahasa tidak punya uang ataupun emas. Orang Minahasa di kesatuan tentara Belanda KNIL pimpinan Ch. Ch. Taulu dan B. W. Lapian pada tanggal 14 Februari 1946 nyaris menumbangkan kekuasaan Hindia Belanda di Sulawesi Utara dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan “Merah-Putih” setelah merebut senjata Belanda di asrama Teling Manado. Namun para pemimpin Minahasa ini hanya berkuasa selama 25 hari; Hindia Belanda melanjutkan penjajahan di Minahasa sampai tahun 1950. Tapi di luar Minahasa seperti di Makassar, Jakarta, Bandung dan Yogyakarta, para Kawanua (orang Minahasa di luar Minahasa) menunjukkan kualitasnya dalam perjuangan bersenjata maupun dalam dunia diplomasi dan politik. Daan Mogot, yang bernama lengkap Daniel Elias Mogot, lahir di Manado pada tanggal 28 Desember 1928 dan lulus dari Europeesche Lagere School Manado pada tahun 1934. la pindah ke Batavia pada tahun 1939 untuk ikut pendidikan PETA Jaman Jepang. Pada tahun 1945 ia sudah menjadi komandan peleton TKR (Tentara Keamanan Rakyat) resimen Tangerang. Gagasannya mendirikan akademi militer disetujui pada tanggal 5 Nopember 1945 dan ia menjadi direktur pada usia 17 tahun. Karena itu ia terpaksa mondar-mandir dengan sepeda motor Jakarta -Tangerang tanpa pengawal. Dalam perundingan yang gagal untuk minta senjata dari pihak Jepang yang sudah kalah perang pada tanggal 25 Januari 1946, ia bersama 33 orang Taruna Akademi dan dua perwira gugur di hutan Lengkong Tangerang bertempur dengan pihak Jepang. Wolter Mongisidi, lahir di desa Malalayang-Manado pada tanggal 14 Februari 1925. Setamatnya dari sekolah MULO Frater Manado pada tahun 1938 ia pergi ke Makasar masuk sekolah Menengah Pertama Nasional. Ia kemudian menjadi sekretaris Laskar Lipan Bajeng karena dapat berbahasa Belanda dan Inggris, hingga mudah menjebak tentara Hindia Belanda. Belanda kemudian menjatuhi hukuman tembak mati kepada pejuang yang masih bujangan dan berusia 24 tahun itu di penjara Makasar pada tanggal 5 September 1949 (Gambar 56). Arie Lasut, lahir di Tondano pada tanggal 6 Juli 1918. Sebagai seorang ahli pertambangan yang mengetahui seluruh bahan tambang di Indonesia, ia dapat melakukan perang urat saraf

Gambar 56. Pemakaman Wolter Mongisidi dengan dinas Intelijen Hindia Belanda.


Page 19

1990 desa lain sudah membuatnya dari besi putih, mungkin lebih bagus tapi tidak dapat lagi disebut musik bambu.

Tarian Maengket di Minahasa semakin sulit berkembang, karena tidak ada lagi upacara adat


yang menggunakannya, misalnya tarian Maengket khusus Marambak untuk upacara naik rumah baru. Tarian ini tidak dapat menghidupi penarinya dari segi ekonomi seperti penari Ronggeng

di P. Jawa. Hal yang sama juga terjadi pada musik kolintang yang kalah bersaing dengan musik

elektronik (kaset) untuk mengisi acara perkawinan atau acara pesta lainnya. Karena orang Minahasa sendiri sebagian besar tidak mau menggunakan cabang-cabang kesenian tradisionalnya dalam berbagai acara, maka sanggar-sanggar kesenian di Minahasa beroperasi dengan kerja bakti sampai kehabisan modal atau sponsor mengundurkan diri. Kerajinan pembuatan rumah adat berbentuk Rumah Panggung mengalami kemajuan mengarah

pada bentuk industri, tapi karena tidak ada buku panduan mengenai model rumah adat Minahasa


maka produksi pembuatan rumah mengarah pada jumlah kamar atau ruangan. Makin banyak, makin mahal, sehingga bentuk rumahnya menjadi sarna dengan bentuk rumah di Sulawesi

Selatan dan di pulau Jawa. Dengan demikian produksi industri rumah mulai
mengarah pada Rumah Kayu dan bukan lagi Rumah Adat. Hubungan pemerintah daerah Minahasa dengan organisasi Kawanua di luar Minahasa sangat penting dalam membahas seni budaya, misalnya dengan KKK ("Keturunan Kawanua”) Jakarta dengan yayasan kebudayaannya pimpinan Ny. M. Tengker Rombot. Tapi karena ketua Majelis Kebudayaan Minahasa di Minahasa selalu harus Bupati Minahasa, maka setiap kali ganti Bupati, program kerja kebudayaan juga berubah atau terhenti.

Sanggar kesenian penari Kabasaran yang menari Cakalele pimpinan

Lodewijk Ngantung (GAMBAR 60) hanya berkembang di Tombulu-Tomohon.

Berkembang artinya, penari dapat hidup dari Gambar 60.

cabang kesenian tersebut. Penari Tarian Cakalele

Baru kemudian di akhir tahun 2005 Benny J.

Mamoto (ketua Perseketuan Matuari Tumpaan di Jakarta) mengadakan Festival Maengket tingkat nasional yang penyelenggaranya Persekutuan Matuari Tumpaan

Tumpaan di Jakarta

bekerjasama dengan Kerukunan SIKALELO

Keluarga Kawanua (KKK) Pusat (GAMBAR 61). Acara ini berhasil dengan baik, tebukti dengan begitu banyaknya peserta yang ambil bagian /ikut, seperti dari Bali, Manado, Bogor, Semarang dan daerah-daerah lainnya. Yang lebih menarik lagi adalah acara ini dihadiri oleh Gubernur Sulawesi Utara serta seluruh Bupati dan walikota di Tanah Malesung. Selanjutnya dalam rangka pelestarian dan pengembangan

budaya Minahasa khususnya bahkan Gambar 61. Acara Festival Tari Maengket Tingkat

Sulawesi Utara pada umumnya, maka Nasional di Jakarta tahun 2005.

Benny J. Mamoto yang didukung


Page 20

gedung-gedung bertingkat untuk perkantoran dan Ruko (rumah dan toko) sehingga penduduk kota Manado semakin banyak jumlahnya seiring dengan adanya perkantoran dan Ruko tersebut.

Kota Manado pada jaman lampau di sebut Wenang. Sekitar tahun 1623 Kompeni VOC Belanda menamakannya Manado dan ini berlanjut hingga sekarang ini. Antara tahun 1919-1927 pejabat pemerintahan disebut Gemeente Raad, pada tahun 1928 walikota Manado disebut Burger Meester. Pada jaman pendudukan Jepang ketika perang dunia ke-Il pada tahun 1942, walikota Manado disebut Sityo. Kemudian pada tahun 1945 ketika Belanda kembali menguasai Minahasa jabaan ini kembali disebut Burger Meester. Pada tahun 1950 pemimpin kota Manado disebut Walikota Manado, pada tahun 1958 Manado menjadi daerah tingkat dan pada tahun 1974 Manado menjadi Kota Madya. 1. A. M. Waworuntu (Tiene) 13 September 1950

29 Maret 1951 2. H. R. Ticoalu (Hendrik) 29 Maret 1951

1 Maret 1952 3. B. J. Lapian

1 Maret 1952

1 September 1953 4. J. T. Parera (Tilu)

1 September 1953

1 Mei 1955 5. J. Intan Permata (Jakin) 1 Mei 1955

23 September 1958 6. J. P. Mongula (Piet) 23 September 1958

1 Maret 1960 7. F. Walandouw (Frans)

1 Maret 1960

15 Juni 1965 8. Soepani Ba

15 Juni 1965

20 Oktober 1966 9. Rauf Mo'o (Kolonel Purn.) 20 Oktober 1966

12 Maret 1971 10. M. H. W. Dotulong (Markus) 12 Maret 1971

19 April 1971 11. J. H. Pussung (Johny)

19 April 1971

31 Januari 1975 12. H. V. Worang (Victor) 31 Januari 1975

23 Agustus 1975 13. A. A. Pelealu (Anse) 23 Agustus 1975

23 Agustus 1985 14. Ir. N. H. Eman (Najo) 23 Agustus 1985

23 Agustus 1995 15. Ir. L. H. Korah (Lucky) 23 Agustus 1995

23 Agustus 2000 16. W. Frederik (Wempie) 23 Agustus 2000

2005 17. Rimba Rogi 2005

Sekarang

Kota-kota lain yang telah menjadi kota adminisratif adalah Bitung dan Tomohon.

Bupati Minahasa Dari Zaman Hindia Belanda Mulai tanggal 1 Maret 1948 jabatan kepala distrik sebagai pembantu Residen Belanda disebut Kepala Daerah Minahasa yang berdiri sendiri (otonom). Seorang anggota parlemen Negara Indonesia Timur (NIT) yang dibentuk Hindia selanda juga menjadi anggota dewan Minahasa


Page 21

45. Tontemboansche Teksten, J. Alb. T. Schwarz, Boekhandel en Drukkerij E. J. Brill, Leiden, 1907, halaman 260,262. 46. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 322. 47. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 326 48. Kaart van de Minahasa, oleh P. Baron Melvill Van Carnbee, 1853. 49. Geschiedenissen van Ratahan en Passan, J. N. Wiersma, Gravenhage Nijhoff, Batavia, 1871, halaman 204 - 206. 50. Aasaren Tuah Puhuna ne Mahasa, J. G. F. Riedel, Landsdrukkerij, Batavia, 1870, halaman 24. 51. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 214. 52. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, 62. 53. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, 59. 54. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, 77. 55. Aasaren Tuah Puhuna ne Mahasa, J. G. F. Riedel, Landsdrukkerij, Batavia, 1870, halaman 33 - 34. 56. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 360. 57. Aasaren Tuah Puhuna ne Mahasa, J. G. F. Riedel, Landsdrukkerij, Batavia, 1870, halaman 32. 58. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 370. 59. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 77. 60. Naturalist in North Celebes, J. Hickson, John Murray, London, 1889, halaman 249 61. Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia di pulau Siauw, H. B. Elias, Cabang Legiun Veterean RI Manado, 1973,

halaman 63-64. 62. Sejarah Daerah Sulawesi Utara, Prof. DR. Haryati Soebadio & Drs. Bambang Suwondo, Proyek penelitian Departemen

P&K, Jakarta, 1982, halaman 4. 63. Uit Onze Kolonien, H. Van Kol, Leiden, 1903, halaman 129-132. 64. Geschiedenis van de Minahasa tot 1829, DR. E. C. Godee Molsbergen, Lands Drukkerij Weltevreden, Batavia,

1928, halaman 30. 65. Majalah "Philipina Quartely" vol. 5 No. 3, tanggal 20 September 1973, Filipinas Foundation, Manila, 1973. 66. L'Indonesia Nella Relazione di viaggio di Antonio Pigafetto (Lapporan Perjalanan Antonio Pigafetta) 1519, Cento Italiano di

Cultura, Jakarta-Roma, 1972 (terjemahan), halaman 113. 67. "Seminar Perang Tondano, November 1986", Yayasan Kebudayaan Minahasa, Jakarta, 1986. 68. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 362. 69. Geschiedenis van de Minahasa tot 1829, DR. E. C. Godee Molsbergen, Lands Drukkerij Weltevreden, Batavia,

1928, halaman 64. 70. Sejarah Sosial Daerah Maluku, Drs. R. Z. Leirissa, MA, Dep. P&K, 1983, halaman 30. 71. Sejarah Minahasa, F. S. Watuseke, Manado, 1968, cetakan ke-2, halaman 30. 72. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 109-110. 73. Tentang Minahasa, Ch. A. Rondonuwu, Yayasan mapalus Minaesa Tomohon, Manado, 1984, halaman 120. 74. Kampung Jawa Tondano, Tim G. Babcock, GADJAH MADA University Press, Yogyakarta, 1989, halaman 31-33. 75. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 115. 76. Uit Onze Kolonien Uitvoering Reisverhaal, pastoor A. W. Sijthoff, De Minahasa, Leiden, 1902, halaman 297. 77. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batovio, 1898, jilid II, halaman 357. 78. Departement Binenlandsch Bestuur, Residentie Manado-afjiliding Manado, 1941. 79. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 115. 80. De Minahaso, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 316-317.

Bab 3 81. Sulawesi: Island Crossroads of Indonesia, Part I: Pre-History, Peter Bellwood, Republic of Singapore, Toby A. Volkman


Page 22

247. De Alifoersche Dierenriem, J. Ten Hove, Oegstgeest Zendings Bureau, Rotterdam, 1887, gambar III, lukisan J. Parera. 248. Koran "Tjahaja Siang", tanggal 11 Juli 1887, pimpinan redaksi N. Graafland, Archive of the Zending Bureaus,

Oegstgeest, Rotterdam, 1887. 249. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman halaman Appendix LXXXIV - LXXXV. 250. Tontemboansche Teksten, J. Alb. T. Schwarz, Boekhandel en Drukkerij E. J. Brill, Leiden, 1907, halaman 267-268. 251. De Alifoersche Dierenriem, J. Ten Hove, Oegstgeest Zendings Bureau, Rotterdam, 1887, gambar III, lukisan J. Parero. 252. Minahasische vogel namen en hun beteekenis, Coomans de Ruiter, Harlem Echede, 1926, halaman 183-184. 253. Tontemboansche Teksten, J. Alb. T. Schwarz, Boekhandel en Drukkerij E. J. Brill, Leiden, 1907, halaman 185. 254. Fragment uit een Reisverhaal, DR. W. R. Van Hoevell, Joh. Noman en Zoon, 1856, jilid III, halaman 82. 255. Toumbuluhsche Pantheon, DR. J. G. F. Riedel, von R. Friedlander & Sohn, Berlin, 1894, halaman 7. 256. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 36. 257. "Diskusi ilmiah Bandar Jalur Sutra", Pemimpin Proyek: G. A. Ohorella, Penerbit Departemen P&K, Percetakan CV

EKA DHARMA, Jakarta, 1998, Topik No. 5: Bandar Niaga Kawasan Nusa Utara, Alex Ulaen, halaman 109. 258. Tijdschrift Nedelandsch Indie, DR. W. R. Baron Van Hoevell, Joh. Noman en Zoon, 1871, halaman 28. 259. Sejarah Minahasa, F. S. Watuseke, Manado, 1968, cetakan ke-2, halaman 35. 260. Geschiedenis van de Minahasa tot 1829, DR. E. C. Godee Molsbergen, Lands Drukkerij Weltevreden, Batavia,

1928, halaman 174. 261. Fragment uit een Reisverhaal, DR. W. R. Van Hoevell, Joh. Noman en Zoon, 1856, jilid II, halaman 20. 262. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 75. 263. Geschiedenis van de Minahasa tot 1829, DR. E. C. Godee Molsbergen, Lands Drukkerij Weltevreden, Batavia,

1928, halaman 170-171. 264. Leadership and Social Mobility in a Southeast Asian Society: Minahasa 1677-1983, M. J. C. Schouten, KITLV Press,

The Netherlands, 1998, halaman 41. 265. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 185. 266. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolf & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 187. 267. Minahasa Bestuur, Mieke Schouten, 1976 (naskah ketikan), Tesis Vrije Universiteit Amsterdam 1976 dengan judul

utama: “De Veranderende positie van het walakhoofd in De Minahasa", halaman 38. 268. Uit Onze Kolonien Uitvoering Reisverhaal, pastoor A. W. Sijthoff, De Minahasa, Leiden, 1902, halaman 308. 269. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 151. 270. East indian Archipelago, Albert Bickmore, London Murray, 1868, Chapter X, halaman 348. 271. Sejarah Minahasa, F. S. Watuseke, Manado, 1968, cetakan ke-2, halaman 36. 272. Malay Archipelago, Chapter XVII – Celebes, Alfred Russel Wallace, 1859, halaman 387. 273. De Minahassa, P. Eibergen, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1928, halaman 235-237. 274. Leadership and Social Mobility in a Southeast Asian Society: Minahasa 1677-1983, M. J. C. Schouten, KITLV Press,

The Netherlands, 1998, halaman 172. 275. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 190. 276. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 197-198. 277. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 194-197. 278. De Minahassa, P. Eibergen, Gravenhage Nijhoff

, Nederlandsche Indie, 1928, halaman 236. 279. Alfoersche Legenden, N. Ph. Wilken, Oegstgeest Zendings Bureau, Rotterdam, 1863, halaman 120. 280. Sejarah Minahasa, F. S. Watuseke, Manado, 1968, cetakan ke-2, halaman 27-31. 281. Geschiedenissen van Ratahan en Passan, J. N. Wiersma, Gravenhage Nijhoff, Batavia, 1871, halaman 212. 282. Sejarah Minahasa, F. S. Watuseke, Manado, 1968, cetakan ke-2, halaman 25. 283. Uit Onze Kolonien Uitvoering Reisverhaal, pastoor A. W. Sijthoff, De Minahasa, Leiden, 1902, halaman 303. 284. Oud Tondano, L. Mangindaan, Gravenhage Nijhoff, Batavia, 1871, halaman 371. 285. Uit Onze Kolonien Uitvoering Reisverhaal, pastoor A. W. Sijthoff, De Minahasa, Leiden, 1902, halaman 325. 286. L'Indonesia Nella Relazione di viaggio di Antonio Pigafetto (Lapporan Perjalanan Antonio Pigafetta) 1519, Cento

Italiano di Cultura, Jakarta-Roma, 1972 (terjemahan), halaman 128. 287. Adat Recht Bundels Serie "M" Minahasa - Celebes - XVII, Gravenhage - Martinus Nijhoff, Nederlandsche Indie,

1919, No. 24, halaman 79. 288. Geschiedenis van de Minahasa tot 1829, DR. E. C. Godee Molsbergen, Lands Drukkerij Weltevreden, Batavia,

1928, halaman 108. 289. Kerajinan orang Minahasa, S. Pangemanan, Landsdrukkerij Batavia, 1919, halaman. 290. Decorative Art in Indonesian Textiles, Laurens Fritz Wagner, Uitgeverij C. P. J. van der Peet, Ansterdam, 1962.


Page 23

291. Koran "Tjahaja Siang", tanggal 12 Agustus 1880, pimpinan redaksi N. Graafland, Archive of the Zending Bureaus,

Oegstgeest, Rotterdam, halaman 5. 292. Ancient Art of the Minahasa, DR. Hetty Palm, Penerbit: Italian Embassy, Percetakan: GITA KARYA Petjenongan, Djakarta,

1961, halaman 8. 293. Kebudayaan Kerja Pengusaha orang Sonder di Minahasa - Sulawesi Utara, UNSRAT- Manado, 1980, halaman 328. 294. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 173-174. 295. Laporan penelitian Arkeologi Situs Woloan Sulawesi Utara, Diman Suryanto & Dwi Yani, P&K, 1996, halaman 15. 296. Minahasa - 1, Drs. R. E. H. Kotambunan, 1977, halaman 61. 297. Fosso Mahapansa, F. S. A. De Clerq, Gravenhage Nijhoff, Batavia, 1870, halaman 550. 298. Kerajinan orang Minahasa, S. Pangemanan, Landsdrukkerij Batavia, 1919, halaman 14. 299. Interaksi Porselein Delft dan Keramik Timur, C. J. A. Jörg, Kerjasama Museum Nasional dan "Erasmus Huis", 1992,

halaman 6-8. 300. "Laporan Survei pengadaan koleksi, proyek pengembangan Museum dari kecamatan Tondano, Sulawesi Utara",

P&K, 1985, halaman 62. 301. Laporan Survei pengadaan koleksi, proyek pengembangan Museum dari kecamatan Tondano, Sulawesi Utara",

P&K, 1985, halaman 26, 50. 302. Tontemboansche Teksten, J. Alb. T. Schwarz, Boekhandel en Drukkerij E. J. Brill, Leiden, 1907, halaman 380. 303. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 161. 304. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman 202. 305. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 138. 306. Tontemboansche Teksten, J. Alb. T. Schwarz, Boekhandel en Drukkerij E. J. Brill, Leiden, 1907, halaman 386. 307. Het verhaal van Nileyleyan, N. Adriani, Gravenhage Nijhoff, Batavia, 1920, halaman 489. 308. Toumbuluhsche Pantheon, DR. J. G. F. Riedel, von R. Friedlander & Sohn, Berlin, 1894, halaman 7. 309. De Minahassische Priesterstaf, C. H. M. Heeren Palm, Gravenhage Nijhoff, Diakarta, 1952, halaman 3 310. Tontemboansche Teksten, J. Alb. T. Schwarz, Boekhandel en Drukkerij E. J. Brill, Leiden, 1907, halaman 259, 260,

266. 311. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 358. 312. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 294. 313. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 292. 314. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 295-297. 315. Adat Recht Bundels - Serie "M" Minahasa - Celebes - XVII, Gravenhage - Martinus Nijhoff, Nederlandsche Indie,

1919, halaman 80. 316. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 297. 317. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 298. 318. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 133. 319. Fosso Mahapansa, F. S. A. De Clerq, Gravenhage Nijhoff, Batavia, 1870, halaman 551. 320. De Kabesaran in de Minahasa, Nieman G. K., Oegstgeest Zendings Bureau, Rotterdam, 1871, halaman 200-202. 321. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 131. 322. Uit Onze Kolonien Uitvoering Reisverhaal, pastoor A. W. Sijthoff, De Minahasa, Leiden, 1902, halaman 257-258. 323. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman halaman 132. 324. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 129-130. 325. Beschrijving Der Zeden en Gewoonten van de bewoners der Minahasa - 1679, Robertus Padtbrugge, Gravenhage

Nijhoff, Nederlandsch Indie, 1866, halaman 317-318. 326. Adat Recht Bundels - Serie "M" Minahasa - Celebes - XVII, Gravenhage - Martinus Nijhoff, Nederlandsche Indie,

1919, halaman 108. 327. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 240-241. 328. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 130. 329. Adat Recht Bundels - Serie "M" Minahasa - Celebes - XVII, Gravenhage - Martinus Nijhoff, Nederlandsche Indie,

1919, halaman 76. 330. Naturalist in North Celebes, J. Hickson, John Murray, London, 1889, halaman 334. 331. Naturalist in North Celebes, J. Hickson, John Murray, London, 1889, halaman 344-346. 332. Kamus Tombulu - Minahasa, H. M. Taulu, 1971 (P-Z) ketikan tanpa nomor halaman. 333. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 449, 526, 534. 334. Naturalist in North Celebes, J. Hickson, John Murray, London, 1889, halaman 334.


Page 24

495. Pengobatan Tradisional Minahasa - Tonseo, Dr. Boetje Moningka, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 1985,

halaman 35. 496. Pengobatan Tradisional Minahasa - Tonseo, Dr. Boetje Moningka, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 1985,

halaman 39-40. 497. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 115. 498. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 197. 499. De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid I, halaman 115. 500. Omschrijving van het Civiele Summier Zieken Rapport, Manado, C. W. F. Mogk, Noorwijk Batavia, 1855 halaman 470. 501. De Minahassa en de Geneeskunst, A. C. N. Bouvy, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1924, halaman 366. 502. De Minahassa en de Geneeskunst, A. C. N. Bouvy, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1924, halaman 374. 503. Het Ziekenhuis te Sonder, G. H. Jansen, Oegstgeest Zendings Bureau, Rotterdam, 1929, halaman 41. 504. De Minahassa en de Geneeskunst, A. C. N. Bouvy, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1924, halaman 368-370. 505. De Minahassa en de Geneeskunst, A. C. N. Bouvy, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1924, halaman 378. 506. De Minahassa en de Geneeskunst, A. C. N. Bouvy, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1924, halaman 393. 507. De Minahassa, A. H. Verkuyl, "Tropisch Nederland" Tijdschrift, Amsterdam, 1937-1938. 508. De Minahassa en de Geneeskunst, A. C. N. Bouvy, Gravenhage Nijhoff, Nederlandsche Indie, 1924, halaman 389.

Bab 8
509.509a Malay Archipelago, Chapter XVII - Celebes, Alfred Russel Wallace, 1859.

509b Naturalist in North Celebes, J. Hickson, John Murray, London, 1889.
509c Die Minahasser, F. S. Sarasin, Wiesbaden Kreidel, 1893. 509d De Minahasa, N. Graafland, G. Kolff & Co., Batavia, 1898, jilid II, halaman appendix, IV-LXXVII.

509e Kerajinan orang Minahasa, S. Pangemanan, Landsdrukkerij Batavia, 1919.


5094 Minahasische vogel namen en hun beteekenis, Coomans de Ruiter, Harlem Echede, 1926. 510. Fragment uit een Reisverhaal, DR. W. R. Van Hoevell, Joh. Noman en Zoon, 1856, jilid II, halaman 82. 511. East indian Archipelago, Albert Bickmore, London Murray, 1868, Chapter X, halaman halaman 334-349. 512. "Diskusi ilmiah Bandar Jalur Sutra", Pemimpin Proyek: G. A. Ohorella, Penerbit Departemen P&K, Percetakan

CV EKA DHARMA, Jakarta, 1998, Topik No. 5: Bandar Niaga Kawasan Nusa Utara, Alex Uloen, halaman 15

Bab 9 513. Ventje Sumual: Menatap hanya ke depan, Bert Supit & B. E. Matindas, Laksmi Studio, Jakarta, 1998,

halaman 43, 47. 514. Ancient Art of the Minahasa, DR. Hetty Palm, Penerbit: Italian Embassy, Percetakan: GITA KARYA Petjenongan, Djakarta,

1961, halaman 7. 515. Sejarah Penginjilan ke Sulawesi Utara-Tengah, H. M. Taulu, 1976, halaman Tambahan. 516. Profil Kebudayaan Minahasa, Prof. DR. Jan Turang Dkk, Majelis Kebudayaan Minahasa, Tomohon, 1997,

halaman 176. 517. Profil Kebudayaan Minahasa-Majelis Kebudayaan Minahasa, Prof. DR. Jan. Turang dkk, Profil Kebudayaan Minahasa,

Prof. DR. Jan Turang Dkk, Majelis Kebudayaan Minahasa, Tomohon, 1997, halaman 176. 518. Harian "Komentar", Sabtu 10 Mei 2003, PT AZRAVI, Kompleks Mega Mas Manado, 2003. 519. Majalah bulanan "Warta Pertanian" no. 171/XIV, Agustus 1997, Departemen Pertanian, Ragunan-Jakarta, 1997 520. Majalah bulanan "Warta Pertanian" no. 173/XIV, Oktober 1997, Departemen Pertanian, Ragunan-Jakarta, 1997. 521. "Pustaka Time Life, Serie Ikan (terjemahan)", F. D. Ommanney, 1928, edisi 2, halaman 74. 522. Siaran "Metro TV" tgl. 16 Juli 2004 Jam 21.30 523. Harian "Suara Pembaruan", tanggal 20 Maret 1991, John Rembet, Jakarta, 1991. 524. Leadership and Social Mobility in a Southeast Asian Society: Minahasa 1677-1983, M. J. C. Schouten, KITLV Press,

The Netherlands, 1998, halaman 236. 525. Pengobatan Tradisional Minahasa - Tonseo, Dr. Boetje Moningka, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 1985,

halaman 14. 526. Pengobatan Tradisional Minahasa - Tonsea, Dr. Boetje Moningka, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 1985,


Page 25


Page 26

Sambutan oleh Bpk. Benny J. Mamoto

Budaya suatu masyarakat — di dalam mana seni menjadi salahsatu lokomotif utama pembentukannya merupakan penentu kualitas bahkan kadar kebahagiaan manusia-manusia dalam masyarakat itu. Budayanyalah yang akan menentukan kualitas politik suatu negara serta daerahnya, sehatnya sistem demokrasi, tegaknya penegakan hak asasi manusia, kerukunan antargolongan masyarakat, berkembangnya sistem hukum yang lebih benar, adil, tertib dan berkepastian. Demikian halnya dalam bidang ekonomi, sejarah

sejumlah bangsa maju telah membuktikan betapa nilai-nilai budayanya telah berperan sangat determinan dalam membangun sumber daya manusianya yang lebih produktif dan inovatif meskipun di tengah keterbatasan sumber daya alamnya. Sedemikian besar dan pentingnya peran kebudayaan, namun sayang sekali sedemikian pula ia sangat sering tak memperoleh perhatian yang memadai. Seni budaya terlalu sering hanya diperlakukan sebagai “faktor tambahan”, faktor yang nanti diberi perhatian belakangan, setelah semua perhatian, dana dan tenaga tercurah pada aktivitas ekonomi maupun politik yang serba mahal dan menyita segenap perhatian. Sehingga seni budaya yang tumbuh umumnya hanya sebatas budaya pop (pop culture) yang kita sangat tak bisa diharap berlebih untuk menjalankan peran mulia dan strategisnya sebagai penumbuh kualitas masyarakat, sebab seni budaya pop tersebut sepenuhnya diarahkan oleh dan untuk kepentingan pasar. Sementara kegiatan seni budaya yang lebih serius terus terlalaikan, atau terlalu kurang dikembangkan dan difungsikan secara cukup berarti. Bertolak dari kenyataan yang memprihatinkan itulah kami bersama teman-teman selama beberapa tahun terakhir ini bersatu hati melakukan sedapat yang kami bisa, demi membangun kebudayaan. Kebudayaan dalam makna dan fungsinya yang hakiki. Suatu gerakan kebudayaan — yang antaranya ditandai serangkaian program penelitian, seminar dan simposium, konservasi dan dokumentasi, pelatihan/workshop, apresiasi seni dan festival/ lomba yang meliputi setiap cabang seni tradisional Sulawesi Utara kami tujukan tak lain untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya warisan leluhur yang di atas mana dapat dibangun secara lebih kokoh kebudayaan generasi hari ini dan generasi-generasi mendatang. Buku Sejarah & Kebudayaan Minahasa karya Jessy Wenas, yang tersaji di hadapan Pembaca yang kami muliakan, ini adalah wujud dari upaya kita bersama mendokumentasikan serta melestarikan kebudayaan warisan leluhur kita. Bila di masa lampau orang Minahasa telah terbukti unggul di hampir setiap bidang kehidupan dibandingkan dengan umumnya etnis lain di seluruh Nusantara, nilai-nilai budaya apa saja yang melatarbelakanginya? Sejumlah nilai budaya tradisional Minahasa sangatlah relevan dan penting untuk dihayati serta dilestarikan generasi kini dan nanti. Sebut sebagai misal, nilai-nilai budaya tumani o rumapar (keluar dari kampung halaman untuk membuka lahan penghidupan baru dan mencapai keberhasilan puncak) yang di masa sekarang ini kurang-lebih selaras dengan