Apa saja syarat dan rukun dalam sewa menyewa?

Akad ijarah adalah kegiatan sewa-menyewa dengan biaya yang telah ditetapkan.

Kata Ijarah berasal dari bahasa Arab al-’Ajr yang artinya “pertimbangan”, “kompensasi”, “imbalan”, atau “substitusi”. Akad Ijarah adalah kegiatan dimana sebuah lembaga keuangan menyewakan sesuatu dengan membebankan biaya sewa seperti yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Secara sederhana pengertian akad Ijarah adalah perjanjian dalam hal sewa-menyewa. Untuk penjelasan lebih lengkap mengenai apa itu akad Ijarah akan dibahas dalam artikel di bawah ini.

Apa itu Akad Ijarah?

Pengertian akad Ijarah adalah suatu perjanjian yang bertujuan untuk memindahkan manfaat (hak guna) suatu barang selama periode masa berlaku akad Ijarah, yaitu setelah pembayaran upah sewa, tanpa diikuti oleh pergantian kepemilikan atas barang tersebut.

Pengertian Akad Ijarah Menurut Undang-Undang

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pengertian akad Ijarah adalah perjanjian penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna (manfaat) dari suatu barang, yang didasarkan pada transaksi sewa-menyewanya. Dimana pemindahan ini tidak diikuti dengan perpindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah, akad Ijarah adalah suatu perjanjian dimana salah satu pihak menyewakan hak atas asetnya kepada pihak lain berdasarkan biaya dan periode sewa-menyewa yang telah disepakati.

Pengertian Akad Ijarah Menurut Para Ahli

Menurut Rachmadi Usman, pengertian akad Ijarah adalah akad sewa-menyewa suatu barang milik pihak bank (muajjair) oleh pihak nasabah atau penyewa (mustajir), dimana nantinya setelah masa berlaku akad berakhir, barang sewaan tersebut akan dikembalikan kepada muajjair.

Menurut Wiku Suryomurti, pengertian akad ijarah adalah sebuah perjanjian dimana pihak pemilik barang (pemberi sewa) berkomitmen untuk memberikan hak guna (manfaat) barang tersebut kepada penyewa selama masa berlaku akad Ijarah, dengan senantiasa mengikuti kewajiban sebagai penyewa yaitu membayar biaya sewa (ujrah).

Rukun Akad Ijarah

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, dijelaskan beberapa rukun Ijarah, di antaranya sebagai berikut.

  • Ada pernyataan ijab qabul (shigat) atau pernyataan sewa dari kedua pihak.
  • Ada pihak yang melakukan akad, terdiri dari pemberi sewa (pemilik aset) dan penyewa (pengguna aset)
  • Manfaat dari aset yang disewakan dalam Ijarah harus dijamin oleh pihak yang menyewakan, dan pihak penyewa wajib menggantinya dengan pemberian upah (ujrah).

Syarat Akad Ijarah

Dalam suatu perjanjian sewa-menyewa, penting untuk selalu memperhatikan syarat-syaratnya agar proses transaksi dapat terjalin secara sah. Berikut adalah syarat akad ijarah yang perlu Anda ketahui.

  • Pihak penyelenggara akad, baik penyewa maupun yang menyewakan tidak atas keterpaksaan. Kemudian, orang yang tidak sah melakukan akad ijarah adalah orang yang belum dewasa atau dalam keadaan tidak sadar.
  • Objek yang disewakan harus berwujud sama sesuai dengan realitas dan tidak dilebih-lebihkan, sehingga meminimalisir unsur penipuan.
  • Kegunaan dari objek yang disewakan merupakan sesuatu yang bersifat mubah (dibolehkan), bukan haram.
  • Pemberian imbalan atau upah dalam transaksi Ijarah harus berwujud sesuatu yang dapat memberikan keuntungan bagi pihak penyewa.

Jenis Akad Ijarah

Kita tahu bahwa skema akad Ijarah adalah “menyewakan atau menyediakan suatu jasa dan barang yang bersifat sementara dengan imbalan berupa upah”. Di dalamnya terdapat jenis akad ijarah yang terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Ijarah Wa-Iqtina atau Al-Ijarah Muntahia Bittamleek

Di dalam jenis ini, akad Ijarah terjadi dimana suatu perjanjian atau wa’ad pemindahan hak milik atas suatu benda yang disewakan pada suatu waktu tertentu. Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan setelah transaksi pembayaran atas objek Ijarah telah selesai.

Pengalihan kepemilikan kemudian bisa dilakukan dengan menandatangani akad baru yang terpisah dari skema akad Ijarah sebelumnya. Pembayaran pengalihan kepemilikan bisa dilakukan dengan hibah, penjualan, atau pembayaran angsuran.

2. Ijarah Thumma Al Bai’

Untuk Ijarah thumma al bai’, penyewa akan menyewa sebuah barang dan bertujuan untuk membeli barang tersebut. Sehingga di akhir masa sewa, barang tersebut menjadi hak miliknya.

3. Ijarah Mawsufa Bi Al Dhimma

Ijarah mawsufa bi al dhimma menerangkan dengan jelas perihal keuntungan dan jasa yang disewakan, namun tidak dengan properti yang menghasilkan manfaat. Oleh sebab itu, jika terjadi kerusakan pada properti tersebut, kontrak tetaplah berjalan.

4. Ijarah Manfaat

Ijarah jenis ini yaitu memiliki objek sewa berupa aset tidak bergerak seperti pakaian, perhiasan, kendaraan, rumah, dan lain sebagainya.

5. Ijarah Pekerjaan

Ijarah pekerjaan mengarah kepada penyewaan objek pada bentuk pekerjaan atau jasa yakni seperti memperbaiki barang, membangun bangunan, menjahit baju, mengantar paket, dan lain-lain.

6. Ijarah Asli

Ijarah asli hampir sama dengan Ijarah lainnya, yaitu melakukan transaksi sewa menyewakan terhadap objek sewa yang ingin dilakukan, namun dalam ijarah ini tidak ada perpindahan hak kepemilikan atas aset atau barang tersebut.

7. Ijarah Lanjut

Ijarah lanjut merupakan kegiatan lebih lanjut perihal menyewakan aset atau barang yang sebelumnya sudah pernah atau telah disewa pemilik kepada pihak lain.

Contoh Akad Ijarah

Salah satu contoh akad ijarah adalah ketika seseorang sedang mencari bangunan untuk dijadikan tempat usaha. Kemudian, ia bertemu dengan pihak yang sedang menyewakan propertinya. Setelah menunjukan detail serta keadaan bangunan, penyewa akhirnya setuju dengan properti tersebut.

Maka dibuatlah kesepakatan antara kedua belah pihak. Setelah keduanya menyetujui kesepakatan tersebut, selanjutnya pihak penyewa dapat menggunakan seluruh manfaat dari bangunan dan yang menyewakan juga memperoleh manfaat melalui upah. Nah, itu dia salah satu contoh akad ijarah.

Jika dibandingkan dengan akad lain, kelebihan akad Ijarah adalah dalam hal objek transaksi akad ini lebih fleksibel. Selain itu bila dibanding dengan investasi, risiko usaha akad Ijarah lebih rendah, karena pendapatan sewanya cenderung tetap.

Itulah penjelasan lengkap dari akad Ijarah. Jika ingin membangun manajemen keuangan yang baik, penting untuk memperhatikan segala unsurnya. So, simak lebih lanjut berbagai layanan dan produk berprinsip syariah di OCBC NISP!

Baca juga:

Apa saja syarat dan rukun dalam sewa menyewa?

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama yang lain. Ketika salah satu membutuhkan dan tidak memiliki apa yang ia butuhkan, maka yang lain bisa membantu untuk memenuhinya. Inilah di antara hikmah ijarah (persewaan) yang disyariatkan di dalam islam. Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf berkata:

الحكمة منها أنها ليس لكل أحد مركوب وسكن وخادم وغير ذلك وقد يحتاج لها ولا يستطيع أن يشتريها فجوزت الإجارة لذلك

“Di antara hikmah dari ijarah adalah, sesungguhnya tidak setiap orang memiliki kendaraan, tempat tinggal, pelayan dan selainnya, sedangkan ia membutuhkan semua itu namun tidak mampu membelinya, maka ijarah (sewa menyewa) diperbolehkan karena hal itu.” (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

Akad ijarah dilegalkan di dalam syariat berdasarkan nash Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari (Lihat: Asna al-Mathalib, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kelima, 2003, jilid 5 halaman 73). 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ 

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS Ath-Thalaaq: 6)

Ayat ini menunjukan tentang akad ijarah sebab bentuk kalimat فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ adalah bentuk kalimat perintah dan perintah di dalam ushul fiqh menunjukkan wajib. Upah hanya bisa diwajibkan/ditetapkan oleh akad (transaksi). Sehingga ayat ini secara pasti diarahkan pada menyusui yang disertai dengan akad (ijarah). (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

Di dalam sebuah hadits disampaikan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصِّدِّيقَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اسْتَأْجَرَا رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ يُقَالُ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْأُرَيْقِطِ 

“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar Shiddiq ra pernah menyewa seorang lelaki dari Bani ad-Diil yang bernama Abdullah ibn al-Uraiqith.” (HR. Bukhari)

Di dalam hadits yang lain juga disebutkan:

أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُزَارَعَةِ وَأَمَرَ بِالْمُؤَاجَرَةِ وَقَالَ لَا بَأْسَ بِهَا

“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang muzara’ah dan memerintahkan muajjarah (akad sewa). Beliau bersabda, ‘Tidak apa-apa melakukan muajjarah’.” (HR Muslim)

Secara bahasa ijarah memiliki arti nama untuk sebuah upah. Sedangkan secara istilah syariat adalah 

عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والإباحة بعوض معلوم

“Akad (transaksi) terhadap kemanfaatan yang maqshudah, maklum, bisa untuk diserahkan dan mubah dengan ‘iwadl (upah) yang maklum” (Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Songgopuro - Indonesia, al-Haramain, cetakan pertama, halaman: 257)

Maksud ‘manfaat maqshudah’ adalah manfaat menurut pandangan syariat maka tidak boleh menyewa uang untuk hiasan. Maksud ‘manfaat yang maklum’ adalah manfaat yang jelas dan dibatasi seperti menyewa orang untuk menjahit baju dengan ukuran dan model tertentu. Maksud ‘bisa untuk diserahkan’ adalah mungkin untuk diserahkan, maka tidak boleh menyewakan Al-Qur’an kepada orang kafir, sebab Al-Qur’an tidak bisa diserahkan kepada orang kafir. Maksud ‘manfaat yang mubah’ adalah manfaat yang tidak haram, maka tidak boleh menyewa alat-alat musik yang diharamkan. (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 137)

Transaksi ijarah hukumnya sah jika memenuhi rukun-rukun yang ada di dalamnya. Adapun rukun ijarah ada lima:

Pertama, shigat (kalimat yang digunakan transaksi) seperti perkataan pihak yang menyewakan “Saya menyewakan mobil ini padamu selama sebulan dengan biaya/upah satu juta rupiah.” Dan pihak penyewa menjawab “Saya terima.”

Kedua, ujrah (upah/ongkos/biaya)

Ketiga, manfaat (Kemanfaatan barang atau orang yang disewa)

Keempat, mukri/mu’jir (pihak yang menyewakan)

Kelima, muktari/musta’jir (pihak yang menyewa)

(Lihat: Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 138)

Masing-masing dari kelima rukun ini memiliki syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi agar transaksi ijarah yang dilakukan bisa sah dan legal menurut syariat.

Shighat: Sebagaimana transaksi-transaksi yang lain, di dalam ijarah juga disyaratkan shigat dari pihak penyewa dan pihak yang menyewakan dengan bentuk kata-kata yang menunjukan terhadap transaksi ijarah yang dilakukan sebagaimana contoh di atas.

Ujrah/upah/ongkos: Ujrah di dalam akad ijarah harus diketahui, baik dengan langsung dilihat ataupun disebutkan kriterianya secara lengkap semisal ‘seratus ribu rupiah.’

Manfaat: harus mutaqawwamah (bernilai secara syariat), maklum, mampu diserahkan, manfaat dirasakan oleh pihak penyewa, manfaat yang diperoleh pihak penyewa bukan berupa barang.

Penyewa dan pihak yang menyewakan: Baligh, berakal, tidak terpaksa. 

(Lihat: Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Songgopuro - Indonesia, al-Haramain, cetakan pertama, halaman: 257)) 

Demikianlah konsep dasar di dalam transaksi ijarah. Insyaallah dalam edisi-edisi berikutnya akan dipaparkan penjelasan lebih lanjut dan permasalahan-permasalahan yang lumrah terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan ijarah.

Apa saja syarat dan rukun dalam sewa menyewa?

Artikel-artikel Favorit Fiqih Bencana