Apa saja dampak dari pendudukan jepang bagi masyarakat Indonesia brainly?

Jakarta (4/2) – Pada tanggal 21 Januari 2021 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis hasil survei penduduk 2020. Diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia per-September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa atau bertambah 32,56 juta jiwa dari survei penduduk 2010.

Kontribusi pertambahan penduduk paling besar disumbangkan Jawa Barat mencapai lebih dari 5,25 juta jiwa, diikuti Jawa Tengah sebanyak 4,13 juta jiwa, dan Jawa Timur sebanyak 3,18 juta jiwa. Namun secara keseluruhan, laju pertumbuhan penduduk mengalami perlambatan dari tahun 2010 sebesar 1,49% menjadi 1,25%.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy diwakili oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan langkah-langkah terobosan dalam menyikapi hasil survei penduduk tersebut.

“Hasil survei  penduduk 2020 ini perlu disikapi oleh para pengambil kebijakan agar kita dapat memanfaatkan pertambahan jumlah penduduk untuk memaksimalkan potensi bonus demografi melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),” ujarnya saat menjadi pembicara kunci Webinar Implikasi Hasil Survei Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, Kamis (4/2).

Sebagaimana terungkap melalui hasil survei, penduduk Indonesia didominasi usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 191,08 juta jiwa (70,72%). Jumlah itu jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 63,03 juta jiwa (23,33%), dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 16,07 juta jiwa (5,95%).

Lebih lanjut, jumlah penduduk usia muda cenderung turun sebagai konsekuensi penurunan total fertility rate yang merupakan dampak dari berhasilnya pengendalian kuantitas penduduk melalui program keluarga berencana. Sedangkan jumlah penduduk lanjut usia cenderung meningkat sebagai dampak peningkatan kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia.

Hasto mengungkap dari struktur komposisi tersebut, diketahui rasio ketergantungan mencapai angka 41 yang bermakna bahwa setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung 41 penduduk usia nonproduktif. Rasio ketergantungan tahun 2020 sebesar 41 itu juga merupakan yang terendah selama ini.

“Hal itu menandakan bahwa kita sedang memasuki periode terbaik bonus demografi dan melimpahnya penduduk usia produktif tentu harus dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan penduduk. Ini merupakan peluang bagi bangsa Indonesia untuk bagaimana meningkatkan kualitas dan produktivitas SDM menjadi lebih unggul dan berdaya saing,” pungkas dia.

Selain mewakili Menko PMK, Kepala BKKBN juga memaparkan langkah-langkah strategis BKKBN dalam memanfaatkan hasil survei penduduk 2020 untuk meningkatkan kualitas SDM. Demikian juga pembicara lain dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas) pada webinar yang dimoderatori oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto.

Eksploitasi terhadap perempuan menjadi  budak seksual, pada masa pendudukan Jepang adalah suatu rangkaian sistem yang terencana dan terorganisir. Saat perang Asia Timur Raya, Jepang menyadari kebutuhan mendasar bagi para tentara. Hal yang memungkinkan saat itu adalah menggunakan perempuan pribumi sebagai ‘comfort women’ (wanita penghibur). Hal itu diutarakan Katherine Mc Gregor dalam kuliah umum yang diadakan oleh Departemen Sejarah FIB UGM, pada Selasa (25/4), di Ruang Multimedia, gedung Margono lt. 2, FIB UGM.

Pada kesempatan itu Katherine memberikan kuliah umum dengan topik “Piecing Together The Threads Of The So-Called ‘Comfort Women’ System During The Japanese Occupation Of Indonesia”. Perempuan yang juga Profesor di Melbourne Universtity Australia ini, menguraikan dengan detail sistem perbudakan seksual masa pendudukan Jepang. “Jadi apa yang terjadi pada perbudakan seksual perempuan pada masa Jepang itu merupakan sesuatu yang terencana” ungkap Katherine.

Lebih jauh Katharine menerangkan bahwa Jepang memberlakukan seleksi pada perempuan-perempuan tersebut. Setiap perempuan kemudian digolongkan berdasarkan kecantikan. Mereka kemudian dipaksa melayani para tentara. “Perempuan untuk para perwira dan prajurit, berbeda” jelasnya.

Mayoritas perempuan yang dijadikan budak seksual atau disebut Karayukisan diambil secara paksa dari keluarga mereka di desa-desa. Pada masa pendudukan Jepang, langkah awal adalah membuat stratifikasi masyarakat. Orang-orang Eropa kemudian dikirim ke kamp-kamp interniran, termasuk para perempuan Eropa. Sementara bagi masyarakat pribumi nasibnya tidak jauh lebih baik. Pihak perempuan mereka dijadikan budak seksual (karayukisan). Beberapa juga mengalami kekerasan berupa pemerkosaan–karena dilakukan secara terpaksa.

Dalam melihat sistem yang bekerja pada masa pendudukan Jepang, Katharine menelusuri dokumen-dokumen dan catatan dari tentara Jepang yang tersisa dari Perang Asia Timur Raya. Selain itu juga menggunakan memori yang tersisa dari perempuan yang selamat. “Saya bertanya tentang ingatan Indonesia saat pendudukan Jepang, dan terutama kesaksian korban perempuan, yang sebagian besar masih hidup, saat empat puluh tahun setelah perang, mengungkapkan tentang konteks pendudukan dan bagaimana dan mengapa perempuan ditipu kemudian dipaksa, bekerja di sistem perbudakan seksual itu” papar Katharine.

Di sisi lain, Katherine juga  menggunakan pelbagai media, termasuk film, untuk mengerti realitas zaman itu. Salah satunya adalah film dokumenter yang digarap oleh Kana Tamoko, pada 2011, yang berjudul Mardiyem.

Meski begitu, ada perbedaan antara perempuan sebagai pekerja seksual (karayukisan) –termasuk didalamnya Jugun Ianfu- dan perempuan penghibur (geisha). Kata Geisha merujuk pada perempuan yang mempunyai keterampilan dalam seni –tari ataupun tarik suara. Mereka adalah pekerja seni, dan mempunyai lisensi yang legal. Dan itu adalah pekerjaan utama mereka. “Kendati pada beberapa kasus juga terdapat geisha yang menjadi pekerja seks, namun sekali lagi itu bukan pekerjaan utama mereka” jelas Katherine.

Apa saja dampak dari pendudukan Jepang bagi masyarakat Indonesia?

Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan Jepang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat Indonesia. Kehidupan yang menderita dan sengsara karena kemiskinan. Hal ini dikarenakan segala potensi ekonomi di Indonesia digunakan untuk mendukung Jepang dalam perang.

5 Apa saja dampak positif pendudukan Jepang di Indonesia?

dampak positif pendudukan jepang antara lain diperbolehkannya penggunaan bahasa Indonesia, didirikannya kumyai, menghapuskan diskriminasi dalam pendidikan, membentuk strata warga, diperkenalkannya sistem pertanian dan melatih dan melatih dan juga mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia.

Apa saja dampak pendudukan Jepang di Indonesia dalam bidang sosial?

Dampak Pendudukan Jepang di Bidang Sosial Budaya.
Diterapkannya kebijakan tradisi kerja bakti massal pada masa Jepang yang dikenal dengan Kinrohoshi..
Komunikasi antarpulau dan akses ke dunia luar yang terkendala dan terhambat karena saluran komunikasi diambil alih Jepang..

Apa saja dampak positif pendudukan Jepang di Indonesia brainly?

Jawaban. 1. Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional. 2. Jepang mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat nasionalisme Indonesia.