This Paper A short summary of this paper 37 Full PDFs related to this paper Oleh Isa Wahyudi PENGERTIAN PARIWISATA Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan. (Karyono, 1997:15). Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain. Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan. Menurut Ensiklopede Nasional Indonesia Jilid 12 bahwa pariwisata adalah kegiatan perjalanan seseorang atau seerombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu tempat di kota lain atau di negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, bagian kegiatan agama, muhibah atau juga silahturahim. Pariwisata adalah suatu fenomena kebudayaan global yang dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam model yang dikemukakan oleh Leiper, pariwisata terdiri atas tiga komponen yaitu wisatawan (tourist), elemen geografi (geographical elements) dan industri pariwisata (tourism industry). Defenisi pariwisata menurut Yoeti (1996:108) adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beranekaragam. Robert Mc.Intosh bersama Shashiakant Gupta mengungkapkan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya (Pendit, 1999:31). The Ecotourism Society (1990) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut: “Pariwisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat”. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002). Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara Pariwisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu turisme, Terjemahan yang seharusnya dari tourism adalah wisata. Yayasan Alam Initra Indonesia (1995) membuat terjemahan tourism dengan turisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah pariwisata yang banyak digunakan oleh para rimbawan, mempergunakan istilah pariwisata untuk menggambarkan adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan. Pengertian tentang pariwisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnya, pengertian pariwisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk pariwisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan o!eh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis. Semula pariwisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk pariwisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Pada tahun 1995 The Tourism Society kemudian mendefinisikan pariwisata sebagai bentuk baru dari kegiatan perjalanan wisata bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan pariwisata. Di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian pariwisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Australian Department of Tourism yang mendefinisikan pariwisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternatife tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka terdapat lima hal penting yang mendasari kegiatan pariwisata :
Menurut Pendit (1994), ada beberapa jenis pariwisata yang sudah dikenal, antara lain:
Definisi wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah setiap orang yang datang dari suatu Negara yang alasannya bukan untuk menetap atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di Negara dimana ia tinggal untuk sementara itu membalanjakan uang yang didapatkannya di lain tempat, sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan adalah pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak-tidaknya tinggal 24 jam dan yang datang berdasarkan motivasi:
Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Karyono, 1997).
Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat wisman. Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal. Misalnya, staf kedutaan Belanda yang mendapat cuti tahunan, tetapi ia tidak pulang ke Belanda, tetapi melakukan perjalanan wisata di Indonesia (tempat ia bertugas).
Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Misalnya warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan ke Bali atau ke Danau Toba. Wisatawan ini disingkat wisnus.
Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. Misalnya, warga negara Perancis yang bertugas sebagai konsultan di perusahaan asing di Indonesia, ketika liburan ia kembali ke Perancis dan melakukan perjalanan wisata di sana. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist. Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu Negara tertentu yang terpaksa singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri. Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis selesai dilakukan. DAERAH TUJUAN WISATA Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menjelaskan beberapa pengertian istilah kepariwisataan, antara lain.
Leiper (dalam Gde Pitana, 2005: 99) mengemukakan bahwa suatu daerah tujuan wisata (destinasi wisata) adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi). Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata. Menurut Jackson (dalam Gde Pitana, 2005: 101) suatu daerah yang berkembang menjadi sebuah destinasi wisata dipengaruhi oleh beberapa hal yang penting, seperti.
Suatu destinasi harus memiliki berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan agar kunjungan seorang wisatawan dapat terpenuhi dan merasa nyaman. Berbagai kebutuhan wisatawan tersebut antara lain, fasilitas transportasi, akomodasi, biro perjalanan, atraksi (kebudayaan, rekreasi, dan hiburan), pelayanan makanan, dan barang-barang cinderamata (Gde Pitana, 2005: 101). Tersedianya berbagai fasilitas kebutuhan yang diperlukan akan membuat wisatawan merasa nyaman, sehingga semakin banyak wisatawan yang berkunjung. Salah satu yang menjadi suatu daya tarik terbesar pada suatu destinasi wisata adalah sebuah atraksi, baik itu berupa pertunjukan kesenian, rekreasi, atau penyajian suatu paket kebudayaan lokal yang khas dan dilestarikan. Atraksi dapat berupa keseluruhan aktifitas keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti belajar tari, bahasa, membatik seperti yang ada di Desa Wisata Krebet, memainkan alat musik tradisional, membajak sawah, menanam padi, melihat kegiatan budaya masyarakat setempat, dan lain-lain (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2011: 13). Atraksi merupakan komponen yang sangat vital, oleh karena itu suatu tempat wisata tersebut harus memiliki keunikan yang bisa menarik wisatawan. Fasilitas-fasilitas pendukungnya juga harus lengkap agar kebutuhan wisatawan terpenuhi, serta keramahan masyarakat tempat wisata juga sangat berperan dalam menarik minat wisatawan. Faktor-faktor tersebut harus dikelola dengan baik, sehingga menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata dan wisatawan rela melakukan perjalanan ke tempat tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa destinasi wisata merupakan interaksi antar berbagai elemen. Ada komponen yang harus dikelola dengan baik oleh suatu destinasi wisata adalah wisatawan, wilayah, dan informasi mengenai wilayah. Atraksi juga merupakan komponen vital yang dapat menarik minat wisatawan begitu juga dengan fasilitas-fasiltas yang mendukung. Unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya meliputi lima unsur: DAYA TARIK WISATA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sarana atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Menurut Suwantoro dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997:19) mengatakan bahwa objek dan daya tarik wisata dikelompokkan atas :
Studi kelayakan ini menyangkut perhitungan secara komersial dari pembangunan objek wisata tersebut.
Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memilki dampak sosial ekonomi secara regional, dapat menciptakan lapangan pekerjaan, dapat meningkatkan devisa dan sebagainya. Pembangunan objek wisata harus dapat dipertanggung-jawabkan secara teknis dengan melihat daya dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk membangun suatu objek wisata apabila daya dukung oleh wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata tersebut membahayakan keselamatan para wisatawan. Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan pembangunan suatu objek wisata. Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya lingkungan harus dihentikan pembangunannya. Pembangunan objek wisata buaknlah untuk merusak lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia dan untukmeningkatkan kulitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan, keselarasan dan keserasian (Suwantoro, 1997:20). PRASARANA PARIWISATA Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan dan lain sebagainya. Untuk kesiapan objek-objek wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan di daerah tujuan wisata, prasarana wisata tersebut perlu dibangun dengan disesuaikan lokasi dan kondisi objek wisata yang bersangkutan (Suwantoro, 1997: 21). Pembangunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksesbilitas suatu objek wisata yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya tarik objek wisata itu sendiri. Di samping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata seperti bank, apotik, rumah sakit, pom bensin, pusat-pusat pembelanjaan dan sebagainya. Dalam melaksanakan pembangunan prasarana wisata diperlakukan koordinasi yang mantang antara instansi terkait bersama dengan instalasi pariwisata di berbagai tingkatan. Dukungan instansi terkait dalam membangun prasarana wisata sangat diperlukan bagi pengembangan pariwisata di daerah. Koordinasi di tingkat perencanaan yang dilanjutkan dengan koordinasi di tingkat pelaksanaan merupakan modal utama suksesnya pembangunan periwisata. Dalam pembangunan prasarana pariwisata pemerintah lebih dominan karena pemerintah dapat mengambil manfaat ganda dari pembangunan tersebut, seperti untuk meningkatkan arus informasi, arus lalu lintas ekonomi, arus mobilitas manusia antara daerah dan sebagainya yang tentu saja dapat meningkatkan kesempatan berusaha dan bekerja. Yang dimaksud dengan prasarana adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian, dalam hal ini adalah sektor pariwisata dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi fungsinya adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas utama atau dasar yang memungkinkan sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang dalam rangka memberikan pelayanan kepada para wisatawan. Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Suwantoro (2004:21) Prasarana khusus bagi pariwisata dapat dikatakan tidak ada. Pembagunan prasarana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan daya tarik obyek wisata itu sendiri. Disamping berbagai kebutuhan yang telah disebutkan di atas, kebutuhan wisatawan yang lain juga perlu disediakan di daerah tujuan wisata, seperti bank, apotik. Untuk lebih jelasnya Prasarana dibagi atas tiga komponen : Yaitu prasarana yang menyangkut kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian. Adapun yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya ialah :
Ada lima kategori yang termasuk dalam prasarana (infrastructures), masing-masing adalah:
Segala bentuk badan usaha atau organisasi yang kegiatannya khusus untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata, yaitu :
Termasuk dalam kelompok ini adalah semua Fasilitas yang dapat digunakan untuk tujuan rekreasi dan olah raga. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah fasilitas untuk bermain golf, kolam renang, boating, surfing, fishing, tennis court, dan fasilitas lainnya SARANA PARIWISATA Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun objek wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik seecara kuantitatif maupun kualitatif. Lebih dari itu selera pasar pun dapat menentukan tuntutan sarana yang dimaksud. Berbagai sarana wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata adalah hotel, biro perjalanan, alat transportasi, restoran dan rumah makan serta sarana pendukung lainnya. Tidak semua objek wisata memerlukan sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. Sarana wisata secara kuntitatif menunjukan pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukkan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Dalam hubungannya dengan jenis dan mutu pelayanan sarana wisata di daerah tujuan wisata telah disusun suatu standar wisata yang baku, baik secara nasional dan secara internasional, sehingga penyedia sarana wisata tinggal memilih atau menentukan jenis dan kualitas yang akan diisediakannya (Suwantoro, 1997: 23). Sarana pariwisata adalah hal-hal yang keberadaannya adalah berhubungan dengan usaha untuk membuat wisatawan lebih banyak datang, lebih banyak mengeluarkan uang di tempat yang dikunjunginya. Dalam kepariwisataan dikenal ada tiga macam sarana, yakni:
Yakni perusahaan-perusahaan yang fungsinya adalah menyediakan fasilitas pokok kepariwisataan. Sarana ini juga dibagi ke dalam tiga bagian, antara lain: Adalah perusahaan yang mempersiapkan perjalanan dan penyelenggaraan tour, sightseeing bagi wisatawan. Contoh : travel agent, tour operator, tourist transportation, dan lain-lain. Adalah perusahaan yang memberikan pelayanan untuk menginap, Contoh : hotel, motel, dan jenis akomodasi lainnya.
Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan atau tempat yg menyediakan fasilitas yang fungsinya melengkapi sarana pokok dan membuat wisatawan dapat lebih lama tinggal di suatu DTW. (Suwantoro, 1997)
Sarana Penunjang Kepariwisataan adalah perusahaan yg menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok. Berfungsi tidak hanya membuat wisatawan tertahan lebih lama tetapi berfungsi agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan uang di daerah yang dikunjunginya seperti :
Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata maupun obyek wisata tertentu harus disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sarana wisata secara kuantitatif merujuk pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kuantitatif yang menunjukan pada mutu pelayanan yang diberikan dan yang tercermin pada kepuasan wisatawan yang memperoleh pelayanan. Kriteria dan standar minimal yang harus ada di daerah tujuan wisata terdiri dari: Tabel 1. 2 Kriteria dan standar minimal sarana prasarana daerah wisata
Sumber: Lothar A.Kreck dalam Yoeti, 1996, Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa TATA LAKSANA/ INFRASTRUKTUR Menurut Suwantoro dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997: 23) Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah dan di bawah tanah seperti:
MASYARAKAT / LINGKUNGAN Daerah dan tujuan wisata yang memiliki berbagai Objek dan Daya Tarik Wisata akan mengundang kehadiran wisatawan yang berkunjung. Adapun yang ikut berperan dalam pengembangan suatu objek dan daya tarik wisata adalah sebagai berikut menurut Suwantoro dalam bukunya Dasar-dasar Pariwisata (1997: 23-24) : Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan. Untuk ini masyarakat di sekitar objek wisata perlu mengetahui berbagai jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh para wisatawan. Dalam hal ini pemerintah melalui instansi-instansi terkait telah menyelenggarakan berbagai penyuluhan kepada masyarakat. Salah satunya adalah dalam bentuk bina masyarakat sadar wisata. Dengan terbinanya masyarakat yang sadar wisata akan berdampak positif karena mereka akan memperoleh keuntungan dari wisatawan yang membelanjakan uangnya. Para wisatawan akan untung karena mendapat pelayanan yang memadai dan juga mendapatkan berbagai kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya. Di samping masyarakat di sekitar objek wisata, lingkungan sekitar objek wisatapun perlu diperhatikan dengan seksama agar tak rusak dan tercemar. Lalu lalang manusia yang terus meningkat dari tahun ke tahun dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem dari fauna dan flora di sekitar objek wisata. Oleh sebab itu perlu ada upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui penegakan berbagai aturan dan persyaratan dalam pengelolaan suatu objek wisata. Lingkungan masyarakat dalam lingkungan alam di suatu objek wisata merupakan lingkungan budaya yang menjadi pilar penyangga kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang mengesankan bagi setiap wisatawan yang berkunjung. Masyarakat yang memahami, menghayati dan mengamalkan Sapta Pesona Wisata di daerah tujuan wisata menjadi harapan semua pihak untuk mendorong pengembangan pariwisata yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. PENGEMBANGAN PARIWISATA Perencanaan dan pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan menuju ketataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan penyesuaian dan koreksi berdasar pada hasil monitoring dan evaluasi serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya yang merupakan dasar kebijaksanaan dan merupakan misi yang harus dikembangkan. Perencanaan dan pengembangan pariwisata bukanlah system yang berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang lain secara inter sektoral dan inter regional. Perencanaan pariwisata haruslah di dasarkan pada kondisi dan daya dukung dengan maksud menciptakan interaksi jangka panjang yang saling menguntungkan diantara pencapaian tujuan pembangunan pariwisata, peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, dan berkelanjutan daya dukung lingkungan di masa mendatang (Fandeli,1995). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Pengembangan kepariwisataan saat ini tidak hanya untuk menambah devisa negara maupun pendapatan pemerintah daerah. Akan tetapi juga diharapkan dapat memperluas kesempatan berusaha disamping memberikan lapangan pekerjaan baru untuk mengurangi pengangguran. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat yang tinggal di kawasan tujuan wisata tersebut melalui keuntungan secara ekonomi, dengan cara mengembangkan fasilitas yang mendukung dan menyediakan fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk setempat saling diuntungkan. Pengembangan daerah wisata hendaknya memperlihatkan tingkatnya budaya, sejarah dan ekonomi dari tujuan wisata. Pariwisata bukan saja sebagai sumber devisa, tetapi juga merupakan faktor dalam menentukan lokasi industri dalam perkembangan daerah-daerah yang miskin sumber-sumber alam sehingga perkembangan pariwisata adalah salah satu cara untuk memajukan ekonomi di daerah-daerah yang kurang berkembang tersebut sebagai akibat kurangnya sumber-sumber alam (Yoeti, 1997). Gunn (1988), mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side) dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata. Menurut Robert (Toety, 1990). Kelincahan dalam berusaha harus dilakukan agar pendapatan selama musim kedatangan wisatawan bisa menjadi penyeimbang bagi musim sepi wisatawan. Pengaruh yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap ekonomi ada dua ciri, pertama produk pariwisata tidak dapat disimpan, kedua permintaanya sangat tergantung pada musim, berarti pada bulan tertentu ada aktivitas yang tinggi, sementara pada bulan-bulan yang lain hanya ada sedikit kegiatan. https://cvinspireconsulting.com/category/ekonomi-kreatif/ |