Apa itu fungsi profetik agama

FUNGSI PROFETIK AGAMA DALAM HUKUM Disusun Oleh: 1. Kadek Sintyani (01) 2. Kadek Dina Wulandari (02) 3. Ni Kadek Ria Ardhiyantari (03) 4. Ni Kadek Ratna Wijayanthi Karang (04) 5. Ni Ketut Ayu Warmayanti (05) 6. Ni Putu Ayu Ari Setyawati (06) KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR TAHUN AJARAN 2020/2021 i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Fungsi Profetik Agama Dalam Hukum Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Fungsi Proferik Agama Dalam Hukum.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Denpasar, Agustus 2020 Penyusun ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1 C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Fungsi Profetik Agama dalam Hukum………………………………………..2 B. Catur Warna....................................................................................................................3 C. Penyimpangan.................................................................................................................6 BAB III PENUTUP A. Simpulan...................................................................................................................7 B. Saran.........................................................................................................................7 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................8 iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan merupakan mahakuasa, maha penyayang, maha segalanya yang menciptakan segalanya yang ada di bumi. Kehendak dari Tuhan yaitu kejadian peristiwa baik maupun tidak pada manusia. Kesederhanaan pengetahuan manusia mengenai anugrah yang bisa dirasakan oleh semua makhluk idup, dan dapat mengungkapkan suatu ketaatan kepada Tuhan yang dapat menjadikan manusia lalai terhadap kepercayaannya kepada Tuhan yang maha kuasa. B. Rumusan Masalah 1. Apa fungsi profetik agama dalam hukum? 2. Apa saja pembagian Catur Warna yang berhubungan dengan fungsi profetik agama dalam hukum? 3. Seperti apa penyimpangan-penyimpangan proterik agama dalam hukum? C. Tujuan Tujuan dari perumusan masalah diatas adalah untuk menambah ilmu pengatahuan siswa, mahasiswa, dan orang lain tentang fungsi proferik agama dalam hukum, pembagian catur warna, dan penyimpangan-penyimpangan mengenai proferik agama dalam hukum. D. Manfaat Manfaat dari perumusan masalah diatas adalah mahasiswa dapat lebih mudah menemukan inti dari pembuatan atau isi dari makalah. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Fungsi Profetik Agama dalam Hukum Fungsi profetik agama merupakan agama sebagai sarana menuju kebahagiaan juga memuat peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas, yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral) kearifan yang menjiwai langkah hukum dengan memberikan sanksi hukum secara bertahap sehingga membuat orang bisa memperbaiki kesalahan. Fungsi Profetik Agama dalam mengatasi krisis Kebudayaan dan Kemanusiaan a. Menjelaskan dan mengubah fenomena-fenomena sosial masyarakat yang salah atau kurang baik seperti :  Dalam deideologisasi yang tidak sehat dan merugikan tantanan masyarakan (politik atau paham yang tiak sehat)  Dalam keamanan dan kebebasan yang nyaris menabrak rambu-rambu hukum dan noma serta nilai yang ada  Dalam kultural (kebudayaan, peradaban) seperti globalisasi ( Ends o Pluralisme) Selain itu 1) Dalam berpolitik, seperti : Enthnocenterisme = Pemerintahan ditangan satu Orang 2) Dalam Materialisme, seperti : Ekonomi kapitalisme 3) Dalam Ekologi, seperti : Materialisme, Sekularisme (pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan moral, memisahkan pemerintahan negara dengan Agama). Agama terasing dari persoalan kehidupan manusia 4) Dalam Reduksionisme, seperti : Penurunan nilai, akhlak, kebenaran, kwalitas ilmu pengetahuan 5) Dalam Kultural atau Budaya, seperti : Hedonisme (hanya memburu dan mengejar kesenangan dunia. 2 Fungsi profetik agama dalam hukum berhubungan dengan Menawa Dharmasastra. Kitab ini merupakan bagian dari kitab dharma yang dihimpun secara sistematis oleh Bhagawan Bhrigu,seorang penganut ajaran manu dan juga seorang Sapta Rsi. Kitab ini dianggap paling penting bagi masyarakat Hindu dan dikenal sebagai salah satu bagian dari Kitab Sad Wedangga. Wedangga sendiri adalah kitab yang berasal dari batang tubuh Weda yang tidak dapat dipisahkan dari Weda Sruti dan Smerti. Oleh karena itu kitab ini dijadikan sebagai dasar hukum oleh masyarakat Hindu. Di zaman Majapahit Menawa Dharmasastra lebih populer disebut sebagai Manupadesa.Tokoh-tokoh sucinya Wiswarupa,Balakrida,Wijnaneswara dan Apararka. Dalam agama hindu dikenal profesi itu berkaitan dengan istilah Kasta disebut dengan Warna (Sanskerta: वववव;varṇa). Akar kata Warna berasal dari bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah kelompok)". 1. Catur Warna Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan serta kualitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Catur warna membagi masyarakat Hindu menjadi empat kelompok profesi secara pararel horizontal.Empat kelompok dari Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra. A. Brahmana Brahmana disimbulkan dengan warna putih. Brahmana merupakan golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu masyarakat, sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling dihormati. Penjelasan tentang brahmana ada pada kitab manawadharma sastra, X 65 menjelaskan sifat warna brahmana itu ditinjau dari keturunan. Sloka tersebut berbunyi : “Seorang sudra menjadi brahmana dan brahmana menjadi sudra (karena sifat dan kewajiban). Ketahuilah sama halnya dengan kelahiran ksatria dan waisya” 3 Jadi seorang sudra bisa menjadi brahmana ketika ia menjadi pemangku atau pendeta ia mempelajari ilmu keagamaan dan kerohanian maka ia bisa dikatakan sebagai brahmana dalam catur warna begitupun sebaliknya pada bagian catur warna yang lain. Dalam ajaran Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya dalam bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat diperoleh sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama sampai seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan. B. Ksatriya Ksatriya dilambangkan dengan warna merah. Ksatriya merupakan golongan para bangsawan yang menekuni bidang pemerintahan atau administrasi negara. Kewajiban ksatriya terdapat dalam kitab manawadharma sastra I,89 menguraikan : “Para ksatriya diperintahkan untuk melindung rakyat, memberikan hadiah- hadiah,melakukan upacara kurban,mempelajari weda dan mengekang diri dari ikatanikatan pemuas nafsu”. Ksatriya juga merupakan golongan para kesatria ataupun para Raja yang ahli dalam bidang militer dan mahir menggunakan senjata. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan Brahmana, Waisya, dan Sudra. C. Waisya Waisya dilambangkan dengan warna kuning. Waisya merupakan golongan para pedagang, petani, nelayan, dan profesi lainnya yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala sesuatu yang bersifat material, seperti misalnya makanan, pakaian, harta benda, dan sebagainya. Waisya disebutkan dalam kitab manawadharma sastra disebutkan: “Para waisya ditugaskan untuk memelihara ternak, memberikan hadiah, melakukan upacara kurban, mempelajari weda, meminjamkan uang dan bertani”. 4 Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra. D. Sudra Sudra dilambangkan dengan warna hitam. Sudra merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan brahmana,ksatriya,dan waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Peranan dan fungsi warna sudra pada sarasamucacaya,60: “ Perilaku sudra setia mengabdi kepada brahmana, ksatria dan waisya sebagai mana semestinya apabila puaslah ketiga golongan yang dilayani olehnya, maka terhapuslah dosanya dan berhasil segalanya”. Dalam Bhagavata Purana, VII,XI,24 menunjukkan ciri-ciri warna sudra bunyinya: “Kerendahan hati , kesucian, bakti kepada atasan yang tulus, iklas beryadnya tanpa mantra, tidak mempunyai kecenderungan untuk mencuri, jujur dan menjaga sapi sang Vipra (brahmana) inilah ciri-ciri yang dimiliki sudra”. Dalam filsafat Hindu, tanpa adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya secara seimbang dan saling memberikan kontribusi. Keempat golongan tersebut saling membantu dan saling memenuhi jika mereka mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik. Dalam sistem Caturwarna, ketentuan mengenai hak tidak diuraikan karena hak diperoleh secara otomatis. Hak tidak akan dapat diperoleh apabila keempat golongan tidak dapat bekerja sama. Keempat golongan tersebut sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Caturwarna terjadi suatu siklus "memberi dan diberi" jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya. 5 1. Penyimpangan Banyak orang yang menganggap Caturwarna sama dengan Kasta yang memberikan seseorang sebuah status dalam masyarakat semenjak mereka lahir. Namun dalam kenyataannya, status dalam sistem Warna didapat setelah seseorang menekuni suatu bidang/profesi tertentu. Sistem Warna juga dianggap membeda-bedakan kedudukan seseorang. Namun dalam ajarannya, sistem Warna menginginkan agar seseorang melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya. Kadangkala seseorang lahir dalam keluarga yang memiliki status sosial yang tinggi dan membuat anaknya lebih bangga dengan status sosial daripada pelaksanaan kewajibannya. Sistem Warna mengajarkan seseorang agar tidak membanggakan ataupun memikirkan status sosialnya, melainkan diharapkan mereka melakukan kewajiban sesuai dengan status yang disandang karena status tersebut tidak didapat sejak lahir, melainkan berdasarkan keahlian mereka. Jadi, mereka dituntut untuk lebih bertanggung jawab dengan status yang disandang daripada membanggakannya. Warna seseorang tidak selamanya tetap apalagi turun temurun. Misalnya seorang petani (berwarna Sudra) karena ketekunannya berhasil menyekolahkan anaknya dan di kemudian hari menjadi bupati maka anaknya sudah menjadi Warna Ksatriya demikian sebaliknya seorang keturunan Brahmana yang tidak lagi berprofesi sebagai Wiku tidak dapat disebut sebagai Warna Brahmana. Perubahan status pada seseorang bahkan dapat terjadi setiap saat menurut bidang tugasnya, misalnya seorang pesuruh di suatu kantor yang merangkap menjadi Pemangku di Pura/Sanggah Pamerajan ketika bertugas sebagai pesuruh dia berwarna Sudra, tetapi jika bertugas nganteb piodalan di Pura dia berwarna Brahmana. 6 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Kesimpulannya adalah Warna itu realistis dan idealnya semua profesional berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama dan kesejahteraan umat manusia. Ke-empat Warna itu status dan derajatnya sama, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah, karena wujudnya adalah professionalisme. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. B. SARAN Agar manusia memiliki kesadaran bahwa semua ciptaan tuhan tidak di beda- bedakan dari pekerjaan yang rendah sampai tinggi dan menciptakan peraturan yang sesuai dengan hukum dan norma yang ada. Karena semua ciptaan yang ada di bumi sama rata derajat nya yang di ciptakan oleh Tuhan 7 DAFTAR PUSTAKA Swastiningsih. A. 2018. Fungsi Profentik Agama Dalam Hukum. All Rights Reserved. https://dokumen.tips/documents/fungsi-profetik-agama-dalam-hukum.html.

8