You're Reading a Free Preview
Merlin (Mahasiswi PPA BCA 47) 2201827351 Negara Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman suku, etnis, budaya, ras, dan agama. Setiap masyarkat Indonesia pastilah memiliki hak untuk dilindungi, dihargai, dihormati, dan dimajukan oleh negara tanpa memandang perbedaan yang ada. Sulit nyatanya bagi sebuah negara yang berkebudayaan kompleks untuk hidup saling berdampingan. Di negara Indonesia yang majemuk ini, dibutuhkan sebuah pemersatu agar terhindarnya perpecahan dan konflik. Pancasila sudah menjadi landasan dan pedoman kehidupan bangsa Indonesia bahkan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Pancasila merupakan sesuatu yang telah teruji kebenaran, kekuatan, dan kesaktiannya sehingga Pancasila tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu hingga saat ini. Pancasila disebut juga way of life yang artinya Pancasila digunakan sebagai pegangan dan petunjuk arah semua kegiatan dan aktivitas kehidupan dalam segala bidang. Mulai dari kehidupan bermasyarakat sampai dengan jalannya proses pengaturan pemerintahan dan penyelenggaraan semuanya haruslah didasari dengan Pancasila. Hal ini mengartikan bahwa segala tingkah laku masyarakat Indonesia dijiwai dan didasari oleh kelima sila yang ada dalam Pancasila. Masing – masing sila dalam Pancasila memiliki makna tersendiri yang tentunya memiliki arti tersendiri. Sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa ) mengandung nilai saling menghormati dan menghargai antar sesama penganut agama, tidak mempermasalahkan cara beribadah , dan tidak membanding- bandingkan agama mana yang paling benar. Peran pemersatu dalam sila pertama sangatlah kuat adanya. Dikarenakan Indonesia terdiri atas banyak agama dan agama merupakan sesuatu yang sangatlah sentimen, kaum mayoritas bisa saja menindas kaum minoritas dan berujung pada konflik antar agama. Namun dengan adanya pemahaman mengenai sila pertama landasan kehidupan masyarakat Indonesia atau Pancasila , akan tercipta rasa menghormati dan menghargai antar umat beragama. Sila kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab) mengandung nilai- nilai pengakuan yang adil bagi setiap individu dan martabatnya , serta perlakuan yang beradab bagi setiap makhluk di muka bumi ini. Dengan pemahaman sila kedua ini, pelanggaran hak-hak dasar manusia dapat diminimalisir guna menghindari perpecahan dan mencapai persatuan. Sila ketiga (Persatuan Indonesia) mengandung nilai persatuan pastinya dan juga pengakuan terhadap semboyan Bhineka Tunggal Ika dimana walaupun Indonesia terdiri dari berbagai suku, bangsa , dan agama, Indonesia tetaplah satu kesatuan yang membentuk suatu harmoni kebudayaan yang menjadikan hal tersebut sebagai ciri khas tersendiri bagi Indonesia. Sila keempat (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan) mengandung nilai kedaulatan , musyawarah merupakan sesuatu yang sangat penting, dan nilai persamaan hak serta kewajiban bagi setiap masyarakat. Dengan pemahaman sila keempat, penanggulangan konflik dapat dilakukan dengan musyawarah, sehingga tidak ada perpecahan dan permasalahan yang berkepanjangan guna mewujudkan Indonesia yang Bersatu. Sila kelima (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia) menganandung nilai perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial bermasyarakat guna terbentuknya nilai pancasilais dalam setiap individu masyarakat untuk mencapai Indonesia yang Bersatu. Pancasila sangatlah penting untuk diakui, dihormati dan dihargai keberadaannya karena Pancasila tidaklah lahir begitu saja dengan mudah. Melainkan, Ia lahir ditengah kondisi penuh tekanan, gejolak , dan himpitan dari pada penguasa palsu negara Indonesia yang biasa kita sebut dengan penjajah. Pancasila adalah obat yang dibuat oleh para pejuang kemerdekaan untuk dijadikan pijakan dan pondasi yang biasa dikenal dengan pilar – pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila dibuat berdasarkan nilai – nilai yang ada dari Bumi pertiwi kita. Bukan hanya semata untuk provokasi atau penyemangat saja dalam pengusiran penjajah, melainkan untuk tujuan seumur hidup bangsa Indoenesialah , Pancasila itu dirumuskan. Referensi : Krisna, A. (2018, Desember 2). Kompasiana. Diperoleh dari https://www.kompasiana.com/alexanderkrisnai/5c03ae5f43322f10e5725303/memaknai-pentingnya-pancasila-dalam-kehidupan-bermasyarakat-dan-persatuan-indonesia Rahmawati, L. (2013, September 30). liputan 6. Diperoleh dari https://www.liputan6.com/citizen6/read/706890/pancasila-perekat-persatuan-bangsa?related=dable&utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7w9arwTvQ.1&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Fcitizen6%2Fread%2F706890%2Fpancasila-perekat-persatuan-bangsa Wibowo, S. E. (2017, Agustus 16). Kumparan. Diperoleh dari https://kumparan.com/beritabojonegoro/mengamalkan-nilai-pancasila-untuk-keutuhan-bangsa
Peringatan tersebut sejalan dengan Surat Edaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dengan nomor 362/B/SE/2017 tertanggal 16 Mei 2017 tentang imbauan untuk melaksanakan upacara pada tanggal 1 Juni 2017 dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila. Upacara dilangsungkan mulai pukul 09.00 WIB dengan Rektor Irjen Pol (Purn) Drs. H. Bambang Karsono, SH., MM, yang bertindak sebagai Pembina Upacara. Meski tengah menjalani ibadah puasa karena bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan, namun hal itu tidak menyurutkan semangat nasionalisme civitias akademika UBJ yang hadir sebagai peserta upacara, yang di antaranya mahasiswa, dosen, pegawai, hingga pejabat teras UBJ. Dalam sambutannya, Rektor Irjen Pol (Purn) Drs. H. Bambang Karsono, SH, MM mengungkapkan, bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia keberadaannya sangat penting. Untuk itu, sebagai generasi penerus, hendaknya nilai-nilai Pancasila bisa diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasalnya saat ini Pancasila akhir-akhir ini kian terkikis dengan aksi-aksi intoleran. Pancasila adalah alat perekat persatuan dan kesatuan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Di mana apabila dalam Pancasila telah diterapkan maka tidak ada minoritas dan mayoritas sebagai perekat kesatuan dan persatuan, namun yang ada hanya mayoritas itu Pancasila dan yang minoritas itu anti-Pancasila. Pancasila merupakan harga mati bagi NKRI. (Tim Media Ubhara Jaya)
Pancasila adalah landasan dari segala keputusan bangsa dan menjadi ideologi tetap bangsa serta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila merupakan ideologi bagi negara Indonesia. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Pancasila merupakan kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang mementingkan semua komponen dari Sabang sampai Merauke.
Pada bulan April 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?”. Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:
Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk:
Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kmeudian diberi nama Piagam Jakarta. Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah: Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017. Akhir-akhir ini muncul kesadaran baru tentang betapa pentingnya Pancasila digelorakan lagi, yang sudah beberapa lama seperti dilupakan. Sejak memasuki masa reformasi, maka apa saja yang berbau orde baru boleh dibuang dan atau dijauhi. Reformasi seolah-olah mengharuskan semua tatanan kehidupan termasuk ideologinya agar supaya diubah, menjadi idiologi reformasi. Siapapun kalau masih berpegang pandangan lama, semisal Pancasila, maka dianggap tidak mengikuti zaman. Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disingkat dengan P4. Pedoman itu berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu, menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan. Sementara itu, era reformasi belum berhasil melahirkan idiologi pemersatu bangsa yang baru. Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup, menyimpang, dan otoriter, dan kemudian harus diganti dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dan lambang Burung Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara, yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4. Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang mencakup lebih dari 17.500 pulau, baik yang berpenghuni dan memiliki nama, maupun yang tidak berpenghuni dan belum memiliki nama. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang 81.000 KM, setelah Kanada. Dari keseluruhan pulau yang dimilikinya, Indonesia memiliki 92 pulau terluar (TERDEPAN) yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh negara lain. Indonesia, dalam pandangan Nurcholish Madjid (1939-2005), merupakan bangsa yang sukses. Bagaimana tidak? Indonesia adalah bangsa yang mampu mempertautkan solidaritas kultural, merangkum tak kurang dari 250 kelompok etnis dan bahasa, di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa, Indonesia mampu menghadirkan suatu lingua franca yang mampu mengatasi isolasi pergaulan antarsuku. Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk mengikat suku bangsa dalam sebuah negara kebangsaan. Tepatnya sebelum pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai landasan negara Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat menyinggung “negara kebangsaan” yang mengandaikan kedaulatan yang berfungsi memberi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta kesempatan luas berhubungan dengan negara lain. Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti bebas dari rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku. Saat yang sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak dan bentuk kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang persatuan ini. Persatuan merupakan kata yang penting di dalam Indonesia yang beragam dalam hal agama, suku, etnis dan bahasa. Pentingnya persatuan sebagai landasan berbangsa dan bernegara Indonesia bukan hanya bertumpu pada perangkat keras seperti kesatuan politik (pemerintahan), kesatuan teritorial, dan iklusivitas warga, akan tetapi juga memerlukan perangkat lunak berupa eksistensi kebudayaan nasional. Bahwa persatuan memerlukan apa yang disebut Soekarno sebagai “identitas nasional”, “kepribadian nasional”, dan “berkepribadian dalam kebudayaan”. Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad yang menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia, kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (“berbeda-beda namun satu jua”) adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya komitmen negara untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak dan pada pihak lain pada tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia. Prinsip Indonesia sebagai negara “bhineka tunggal ika” mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat ini, terutama setelah reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak fundamental tapi kemudian disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis dan agama. Kini, setelah enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan secara publik saat ini merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan, demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Pancasila haruslah menjadi perekat bangsa, menjadi landasan persatuan dan kesatuan Indonesia. Persoalan wilayah perbatasan dinilai menjadi masalah yang sangat krusial dalam sebuah negara. Hal ini karena ia menyangkut juga batas wilayah negara tersebut. Untuk negara seperti Indonesia, masalah perbatasan mestinya mendapat perhatian lebih karena beberapa tahun kemarin kita dikejutkan dengan lepasnya pulau Sipadan-Ligitan ke pelukan negeri jiran, Malaysia. Setelah Sipadan-Ligitan yang lepas, kawasan Kepulauan Miangas di Sulawesi juga terancam lepas karena klaim laut oleh Filipina. Hal ini juga menjadi persoalan bagi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Belajar dari pengalaman Sipadan-Ligitan, aksi nyata untuk pembangunan wilayah perbatasan lebih dibutuhkan dan lebih jelas pembuktiannya daripada sekadar pengesahan Peraturan Pemerintah. Selain karena absennya perhatian pemerintah dalam persoalan perbatasan ini, masalah kesenjangan struktural dan ketidakmerataan juga menjadi faktor dominan bagi lepasnya wilayah-wilayah tersebut dari bumi Indonesia. Kasus lepasnya Timor-Timor dari pangkuan Bumi Pertiwi patut menjadi pelajaran penting agar kasus serupa tidak terjadi di wilayah lain. Lalu lintas perdagangan barang/orang, misalnya di Entikong, Kalimantan Barat, juga patut menjadi perhatian pemerintah Indonesia agar menghilangkan ketergantungan pada pihak Malaysia. Berbagai problem seperti kemiskinan,kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga, keterbatasan akses permodalan dan pasar bagi masyarakat, kebijakan fiskal dan moneter yang kurang kondusif, keterisolasian dan mobilitas penduduk akibat keterbatasan akses transportasi, lemahnya penegakan hukum, dan problem degradasi sumberdaya alam, merupakan sederet persoalan yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk segera dicarikan solusinya. Sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga keutuhannya. Tak ada persatuan tanpa keadilan. Dengan kata lain, persatuan haruslah dibangun atas dasar keadilan dan kesejahteraan sosial. Mustahil, negara bisa membangun persatuan jika tidak ditopang keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya. Karena itu, sila ketiga dan sila kelima dalam Pancasila memiliki keterkaitan erat. Hal ini terumus dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 bahwa ketika negara sudah terbentuk maka kekayaan negara dieksplorasi demi kemaslahatan warga negara Indonesia. Sehingga tidak adil jika hanya satu daerah yang menikmati hasil pembangunan. Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini. Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap agama yang ada pasti memiliki ajaran tentang gambaran kehidupan ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan mungkin dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu. Memang ada sementara pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi antara penganut agama yang berbeda. Tidak sedikit orang merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan pemeluk agama yang berbeda itu. Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu dipersatukan oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila. Itulah sebabnya, maka melupakan Pancasila sama artinya dengan mengingkari ikrar, kesepakatan, atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain itu, juga dem ikian, manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah kesepakatan itu, maka sama artinya dengan melakukan pengingkaran sejarah dan janji yang telah disepakati bersama. Maka, Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu. Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila. Realitasnya, kesenjangan sosial masih terjadi di era reformasi ini, sebagaimana yang terjadi di wilayah perbatasan. Bangunan demokrasi yang ditegakkan pascareformasi memang ditantang untuk menjawab harapan masyarakat yang begitu besar. Para pengambil kebijakan dituntut untuk membuktikan bahwa pilihan demokrasi yang memakan biaya cukup mahal bukanlah pilihan yang keliru. Jawaban yang diberikan tidak cukup dengan pemberian ruang kebebasan yang lebih besar, tetapi juga kehidupan ekonomi yang lebih baik. Itulah cita-cita hakiki demokrasi Indonesia yang terkandung dalam Pancasila, yakni cita-cita yang tidak hanya memperjuangkan emansipasi dan partisipasi di bidang politik namun juga emansipasi dan partisipasi di bidang ekonomi. Hal ini seturut dengan tesis yang mengatakan bahwa dasar pendirian sebuah negara, apapun ideologinya, adalah bagaimana membawa warganya kepada kesejahteraan dan kemakmuran bersama. “Kemerdekaan nasional”, tegas Soekarno saat sidang pertama RIS tahun 1949, “bukanlah tujuan akhir bagi kita semua. Bagi kita kemerdekaan nasional Indonesia hanyalah syarat untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dalam arti jasmani dan rohani. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah tujuan kita bersama”. Polemik Perbaikan ekonomi bangsa dan pewujudan kesejahteraan rakyat memang bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata, tetapi juga memerlukan bantuan dan partisipasi warga masyarakat, pelaku ekonomi dan bisnis, negarawan, politikus, akademisi, dan elemen organisasi pemerintah. Selanjutnya, kebijakan politik harus memberi kerangka insentif berbasis meritokrasi, bagi inteligensia yang mencurahkan talenta-talenta terbaiknya dalam berbagai bidang profesi. Oleh karena itu, marilah kita bersama merevitalisasi nilai dan pelaksanaan Pancasila secara kongkret. Kita telah diingatkan oleh Bung Karno wahai Pemuda! Indonesia akan kembali menjadi bangsa terhormat, atau bahkan menjadi kuli yang terhina di rumah sendiri (Dan Sejarah akan menulis di sana, di antara benua Asia dan Benua Australia, di antara lautan Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup suatu bangsa yang mula-mula mentjoba untuk hidup kembali sebagai sebuah bangsa, akhirnja kembali mendjadi satu kuli di antara bangsa-bangsa, kembali mendjadi een natie van koelis, en een koelie onder de naties – Sukarno, ”Tahun Vivere Pericoloso” (Tahun-tahun nyrempet bahaya), 17 Agustus 1964). DIRAGAHAYU PANCASILA 1 JUNI 2017 Penulis Lisstra penkostrad |