Apa dalil landasan berdirinya Muhammadiyah?

Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H. Ada beberapa faktor yang mendorong K. H. Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Di antaranya ayat al-Qur’an yang menginspirasi berdirinya Muhammadiyah. Di antara ayat-ayat yang menginspirasi Muhammadiyah bergerak di amal usaha pendidikan dan sosial adalah?

  1. QS Ali Imran 110
  2. QS Al-Maidah 104
  3. QS. Ali Imran 104
  4. QS. Lukman 12
  5. QS. Al-Maun

Jawaban yang benar adalah: C. QS. Ali Imran 104.

Dilansir dari Ensiklopedia, muhammadiyah berdiri pada 8 dzulhijjah 1330 h. ada beberapa faktor yang mendorong k. h. ahmad dahlan untuk mendirikan muhammadiyah. di antaranya ayat al-qur’an yang menginspirasi berdirinya muhammadiyah. di antara ayat-ayat yang menginspirasi muhammadiyah bergerak di amal usaha pendidikan dan sosial adalah QS. Ali Imran 104.

Baca juga:  Berikut yang bukan pukulan tangan terbuka adalah?

Pembahasan dan Penjelasan

Menurut saya jawaban A. QS Ali Imran 110 adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali.

Menurut saya jawaban B. QS Al-Maidah 104 adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut lebih tepat kalau dipakai untuk pertanyaan lain.

Menurut saya jawaban C. QS. Ali Imran 104 adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.

Menurut saya jawaban D. QS. Lukman 12 adalah jawaban salah, karena jawaban tersebut sudah melenceng dari apa yang ditanyakan.

Menurut saya jawaban E. QS. Al-Maun adalah jawaban salah, karena setelah saya coba cari di google, jawaban ini lebih cocok untuk pertanyaan lain.

Kesimpulan

Dari penjelasan dan pembahasan serta pilihan diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa jawaban yang paling benar adalah C. QS. Ali Imran 104.

Baca juga:  Jumlah ketukan not di bawah adalah?

Jika anda masih punya pertanyaan lain atau ingin menanyakan sesuatu bisa tulis di kolom kometar dibawah.

Ada surat pendek yang paling disenangi makmum kalau surat itu dibaca iman shalat tarawih, yaitu surat Wal-Ashri [Al-Ashr]. Surat ini ternyata diajarkan oleh Kyai Dahlan kepada murid-muridnya selama 7 bulan. Dan nama Wal Ashri ini diabadikan dalam satu lembaga yaitu Pengajian Wal Ashri yang sampai sekarang masih ada.

Surah apa yang selalu diulang KH Ahmad Dahlan yang ditanyakan muridnya dan berapa ayat itu?

Al-Isra’ ayat 81.

Apa ayat Al Qur an yang menginspirasi kegiatan dakwah KH Dahlan?

Pemahaman KH. Ahmad Dahlan terhadap wahyu khususnya ayat 104, surat Ali Imron dan realitas sejarah telah mendorong Kyai mendirikan Muhammadiyah.

Surat Al Ma un surat ke berapa?

Surat Al Maun adalah surat ke-107 dalam Al-Qur’an dan terdiri dari tujuh ayat. Surat ini termasuk golongan surat Makiyah. Arti Al Maun adalah “barang-barang berguna”.

Ilmu apa saja yang dipelajari Kiai Dahlan sebutkan?

Menurut Dahlan, materi pendidikan yang diberikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar.

Apakah inti dari Surat Al Ma un yang dijadikan Muhammadiyah sebagai landasan untuk membangun karakter kepedulian?

Dengan spirit Surat Al Maun, Muhammadiyah menganjurkan agar umat Islam memperhatikan orang-orang yang terbelakang, tertindas, dan masih di bawah garis kemiskinan. Karena, bisa saja orang yang disebut sebagai penduata agama adalah juatru orang yang hanya melakukan shalat tapi abai terhadap anak yatim.

Jelaskan pembaharuan apa yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan agar pendidikan di sekolah Madrasah Muhammadiyah lebih baik?

Pembaharuan yang dirintis K. H. Ahmad Dahlan yaitu menggabungkan pendidikan umum dan pendidikan agama Islam yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah pada tahun 1911, pembaharuan pendidikan K. H. Ahmad Dahlan menimbulkan dampak terhadap masyarakat yang tidak menerima Salah satunya adalah tentang arah kiblat shalat

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah terdapat dalam surat Al Quran apa dan ayat berapa?

Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan kemasyarakatan dengan pola dasar perjuangannya dakwah, amal ma’ruf nahi mungkar sebagai salah satu pemahaman firman Allah dalam Q.S. Ali Imran ayat 104. Muhammadiyah se-Indonesia mengembangkan amal dan usaha tidak terkecuali di Kota Sorong.

Apa dalil landasan berdirinya Muhammadiyah?

Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al-Qur’an, di antaranya surat Ali ‘Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang

You might be interested:  Universitas Yang Ada Di Banten?

Apa tujuan dakwah Muhammadiyah terhadap umat ijabah?

dengan artian, bersifat menata kembali amal keagamaan agar kembali bersih dan murni sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-rasul-Nya. dakwah ini bersifat ajakan agar dapat mengerti, memahami ajaean Islam, dan kemudian menerima Islam sebagai agamanya.

Apa artinya surat al ma un ayat 1 7?

Artinya: ‘Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.’ A ra’aitallażī yukażżibu bid-dīn. Artinya: ‘Tahukah kamu [orang] yang mendustakan agama?’ Fa żālikallażī yadu’ul-yatīm.

Apa arti surat Al Maun ayat ke 5?

5. Yaitu orang-orang yang lalai terhadap salatnya, di antaranya dengan tidak memenuhi ketentuannya, mengerjakannya di luar waktunya, bermalas-malasan, dan lalai akan tujuan pelaksanaanya.

Bagaimana bunyi surat Al Maun ayat ke 5?

Bunyi dari lafadz menggunakan bahasa arab atau penulisan huruf hijaiyah dari surah Al Ma’un ayat yang ke 5 adalah الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ. Latin dari lafadz menggunakan penulisan latin dari surah Al Ma’un ayat yang ke 5 adalah alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun.

Sebutkan apa saja yang patut kita teladani dari semangat Kyai Haji Ahmad Dahlan?

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa K.H Ahmad Dahlan memiliki 5 nilai keteladanan yang tercantum dalam Penguatan Pendidikan Karakter [PPK] yaitu nilai religius, mandiri, gotong royong, nasionalis, dan integritas.

Apakah yang dipelajari KH Ahmad Dahlan saat kecil?

Jawaban: Sejak kecil Darwis muda diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Di samping itu, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kiai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Qur’an, dan kitab-kitab agama.

Pada saat di kota Mekah Kyai Haji Ahmad Dahlan belajar ilmu agama dengan guru yang bernama?

Pada masa ini, dia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.

tirto.id - Nama aslinya Muhammad Darwis. Pada 1883 ia berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama. Menjelang kepulangannya ke tanah air, seperti lazimnya tradisi masa itu, ia menemui seorang ulama yang akan memberikan nama Arab sebagai pengganti nama lama.

Ahmad Dahlan adalah nama barunya. Sosok ini adalah pendiri Muhammadiyah pada 1912 di Yogyakarta. Ia beberapa kali mukim di Makkah. Pada keberangkatannya yang kedua tahun 1903, di tanah suci ia belajar kepada sejumlah guru, salah satunya kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Mufti Mazhab Syafi’i di Masjidil Haram.

Ia juga mempelajari gerakan-gerakan pembaruan Islam yang saat itu tengah populer di beberapa negara. Ahmad Dahlan belajar dan mengkaji pemikiran tokoh-tokoh pembaruan seperti Jamaluddin al-Afghani, Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Rida.

“Ahmad Khatib [al-Minangkabawi] membela mazhab Syafi’i, tetapi dia memperkenankan murid-muridnya membaca karya-karya kaum modernis," tulis M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 [2008].

Gagasan pembaruan agama sampai juga ke tanah air lewat sejumlah majalah dan jurnal seperti Al Urwatul Wustqa dan Al-Manar, yang dibawa jemaah haji Indonesia yang kembali dari tanah suci.

Gerakan pembaruan yang menarik minatnya membuat ia secara khusus menemui Muhammad Abduh dan Rasyid Rida untuk mendiskusikan esensi gerakan pembaruan.

Selain mempelajari pemikiran pembaruan agama dari ulama-ulama Timur Tengah, Ahmad Dahlan juga belajar kepada Ahmad Surkati, ulama keturunan Sudan yang telah lama menetap di Jawa.

“Pertemuan mereka menghasilkan kesepakatan bahwa Kiai Haji Ahmad Dahlan akan mendirikan Muhammadiyah untuk menampung masyarakat bumi putera, sedang Ali [Ahmad] Soorkati mendirikan Al-Irsyad untuk mewadahi masyarakat Arab," tulis Abdul Mu’thi dan kawan-kawan dalam K.H. Ahmad Dahlan [1868-1923].

Baca juga: Syekh Ahmad Khatib, Guru Para Guru & Ulama yang Tak Gentar Berdebat

Pembaru Bukan Berarti Kaku

Gerakan pembaruan agama yang dijalankan Muhammadiyah tentu bertolak belakang dengan kaum tradisional yang masih berpegang atau setidaknya menoleransi hal-hal yang bersumber dari tradisi, bukan dari Islam.

Meski demikian, Ahmad Dahlan justru terkenal sebagai sosok yang sangat toleran dengan praktik keagamaan di zamannya sehingga mudah diterima semua golongan. Hal ini dijelaskan Abdul Mu’thi dan kawan-kawan dalam K.H. Ahmad Dahlan [1868-1923]. Hubungan antara Ahmad Dahlan dengan keraton Yogyakarta, sebagai pusat kekuasaan dan budaya yang kental dengan tradisi kejawen, cukup harmonis.

Meski ia adalah seorang yang tak pernah jemu melancarkan kritik atas praktik takhayul, perdukunan, gugon-tuhon [jimat dan kesaktian mistik], tak pernah ada berita tentang konflik antara dirinya dengan penguasa keraton.

Perubahan hubungan antara Muhammadiyah dengan keraton terjadi seiring dengan menguatnya ortodoksi fikih atau hukum legal syariah dalam perjalanan Muhammadiyah setelah Ahmad Dahlan—yang menurut Farid Ma’ruf [pengurus Muhammadiyah] sebagai sosok yang mencerminkan sufi model Ghazalian—meninggal pada 1923.

“Penguatan ajaran fikih bukan saja menempatkan pelbagai bentuk ajaran sufi sebagai sasaran kritik, tapi juga penempatan gerakan Islam sebagai kekuatan yang berhadap-hadapan dengan kekuasaan, baik kerajaan maupun penguasa kolonial," tulis Abdul Mu'thi.

Keluwesan Ahmad Dahlan dalam mengusung semangat pembaruan agama bukan saja dengan pihak kekuasaan, ia juga, sebagaimana dicatat Abdul Munir Mulkan dalam Marhaenis Muhammadiyah [2010], dapat membaur dengan semua golongan. Ahmad Dahlan dekat dengan dengan Boedi Oetomo yang cenderung sekuler atau abangan. Ia juga tak segan menjadi pengurus Boedi Oetomo dan mengajar agama untuk murid-murid Kweekshool.

Warsa 1914, berkat keluwesannya dalam bergaul, kawan-kawannya di Boedi Oetomo meminjaminya sejumlah uang untuk mendirikan sekolah Muhammadiyah Karangkajen, Yogyakarta. Kawan-kawannya itu bahkan menjadi penjamin agar ia dapat meminjam uang dari bank.

“[Meski demikian] orang hanya mengingatnya sebagai tokoh pemurnian Islam yang konsekuen dengan gagasannya," catat Munir Mulkhan.

Munir Mulkan menambahkan saat itu Muhammadiyah yang dipimpin Ahmad Dahlan menghadapi tiga front, yaitu modernisme, tradisionalisme, dan Jawaisme.

Tantangan pertama ia jawab dengan mendirikan sejumlah sekolah modern, kepanduan, dan pemberlakuan pengajaran sejumlah ilmu umum seperti bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi, ilmu hayat, dan baca-tulis Latin.

Sementara untuk menghadapi tradisionalisme, ia menggunakan tablig [penyampaian] dengan mengunjungi murid-muridnya, lebih daripada menunggu mereka datang, yang waktu itu masih tabu dilakukan seorang guru.

Apalagi Ahmad Dahlan waktu itu merupakan Ketua Hoofd-Bestuur Muhammadiyah, pernah bermukim di Makkah, khatib Masjid Besar Kesultanan, anggota pengadilan agama Kesultanan, dan penasihat agama Central Sarekat Islam. Artinya, ia sudah berhak menjadi guru yang didatangi murid.

“Tetapi tidak, ia memilih mengunjungi para muridnya. Penampilannya tidak lebih dari guru mengaji masa kini […] pada 8 September 1915 ia [juga] dikabarkan mengantar murid-murid berekreasi di Sri Wedari," imbuh Munir Mulkan.

Dalam konteks waktu itu, tambahnya, tablig yang dilakukan Ahmad Dahlan mempunyai dua implikasi, yakni perlawanan tak langsung terhadap idolatry [pemujaan tokoh] ulama dan perlawanan tak langsung terhadap mistifikasi agama.

Dan dalam menghadapi Jawaisme, ia menggunakan metode dengan mengedepankan amar makruf daripada nahi munkar. Ahmad Dahlan menyebut keberuntungan adalah semata-mata karena kehendak Allah dan salat sunah adalah salah satu jalan untuk meraihnya

Ia hendak menekankan keberuntungan tidak bersumber dari pesugihan, minta-minta di kuburan keramat, dan hal takhayul lainnya, tapi ia menyampaikannya dengan cara tidak langsung. Dakwahnya itu lambat laun diterima banyak orang.

Baca juga: Mula dan Akhir Perjalanan K.H. A. Wahid Hasjim

Semangat Mengamalkan Surat al-Maun

Kisah populer yang menggambarkan visi pergerakan amal usaha Muhammadiyah dalam melayani umat adalah ketika Ahmad Dahlan terus-menerus mengajarkan surat al-Maun kepada murid-muridnya sehingga mereka bosan. Begini terjemahan suratnya:

Tahukah kamu [orang] yang mendustakan agama?/Maka itulah orang yang menghardik anak yatim/dan tidak mendorong memberi makan orang miskin/Maka celakalah orang yang salat/[yaitu] orang-orang yang lalai terhadap salatnya/yang berbuat ria/dan enggan [memberikan] bantuan."

Mereka pun bertanya kepada gurunya mengapa tidak beranjak mengajarkan surat yang lain. Ahmad Dahlan kemudian bertanya kepada murid-muridnya apakah mereka sudah mengamalkan surat al-Maun atau belum. Para murid menjawab, mereka sudah mengamalkan, bahkan sudah menjadikan al-Maun sebagai bacaan pada setiap salat.

“Kalian sudah hafal surat al-Maun, tapi bukan itu yang saya maksud. Amalkan! Diamalkan, artinya dipraktekkan, dikerjakan! Rupanya, saudara-saudara belum mengamalkannya," ucap Ahmad Dahlan seperti dikutip Junus Salam dalam K.H. Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya [2009].

Selanjutnya ia menyuruh murid-muridnya untuk berkeliling mencari orang miskin dan membawanya pulang, lalu dimandikan dengan sabun, diberi pakaian yang bersih, diberi makan dan minum, serta disediakan tempat tidur yang layak.

undefined

Zuly Qodir dalam Muhammadiyah Studies: Reorientasi Gerakan dan Pemikiran Memasuki Abad Kedua [2010] menerangkan perspektif surat al-Maun yang terus-menerus diulang Ahmad Dahlan kepada para muridnya adalah spirit Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang populis, kerakyatan, dan bukan borjuis.

Ahmad Dahlan merasa tak cukup jika persoalan agama sekadar menjadi teks doktrinal yang dihafalkan tanpa praktik nyata untuk mengentaskan pelbagai persoalan umat. Maka sampai sekarang dapat kita lihat betapa banyak lembaga sosial dan pendidikan di bawah naungan Muhammadiyah yang melayani umat.

“Pengulangan itu dimaksudkan agar para santri memahami pesan ayat-ayat sosial dalam surat al-Maun itu. Artinya, surat pendek itu harus diinternalisasikan secara sungguh-sungguh ke setiap pribadi Muslim," tulis M. Alfan Alfian dalam Menjadi Pemimpin Politik [2009] mengutip pernyataan K.H. A.R. Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah terlama.

Sementara Abdul Khamil dan Sony Bakhtiar dalam Dahsyatnya Memberi untuk Negeri [2018] menerangkan teologi al-Maun yang dijadikan Ahmad Dahlan untuk bergerak membantu umat didasari dari keprihatinannya pada kondisi umat yang berada dalam kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.

Lebih lanjut Khamil dan Bakhtiar menambahkan spirit yang memancar dari surat tersebut adalah energi untuk menggerakkan murid-murid Ahmad Dahlan untuk bersama-sama mengangkat harkat martabat umat melalui bantuan-bantuan sosial dan pendidikan.

Dalam menggerakkan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang fokus pada pengentasan permasalahan sosial dan pendidikan umat, Ahmad Dahlan sempat menyampaikan sebuah pesan yang sangat populer: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan cari penghidupan di Muhammadiyah."

==========

Sepanjang Ramadan hingga lebaran, kami menyuguhkan artikel-artikel yang mengetengahkan pemikiran para cendekiawan Muslim Indonesia di paruh pertama abad ke-20. Kami percaya bahwa pemikiran mereka telah berjasa membentuk gagasan tentang Indonesia dan berkontribusi penting bagi peradaban Islam. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Al-Ilmu Nuurun" atau "ilmu adalah cahaya".

Baca juga artikel terkait AL-ILMU NUURUN atau tulisan menarik lainnya Irfan Teguh
[tirto.id - irf/ivn]

Penulis: Irfan Teguh Editor: Ivan Aulia Ahsan

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan