Apa Alasan tidak diperbolehkan menambah luka jika hewan belum benar-benar mati

Apa Alasan tidak diperbolehkan menambah luka jika hewan belum benar-benar mati
Mumtaz Jinanul Janan (Mahasiswa PM 5)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB UNIDA GONTOR

Dalam agama Islam, Etika Penyembelihan hewan memiliki perhatian yang sangat besar. Di dalam Islam, seseorang menyembelih hewan, tidak hanya sekedar menyembelih, akan tertapi terdapat etika penyembelihan, sehingga sesuai dengan syariat.

Adapun dalam Islam, diutamakan yang menyembelih adalah orang yang berqurban sendiri atau jika tidak mampu boleh diwakilkan kepada orang lain. Jika dilakukan oleh orang lain, maka tidak diberi upah apapun. Larangan ini dipaparkan Ali bin Abi Thalib RA:

“Aku pernah diperintah Rasulullah untuk mengurus kurban-kurban beliau dan membagikan apa yang kurban itu pakai (pelana dan sejenisnya pen) serta kulitnya. Dan aku juga diperintah untuk tidak memberi sesuatu apapun dari kurban tersebut (sebagai upah) kepada penyembelihnya. Kemudian beliau mengatakan: “Kami yang akan memberinya dari apa yang ada pada kami.” (Mutafaqun ‘alaihi).”

Menggunakan pisau yang tajam, bertujuan agar hewan qurban lekas mati. Tapi jangan mengasah pisau tersebut dihadapan hewan yang akan disembelih karena bisa membuat hewan ketakutan. Hal ini berdasarkan hadist dari Ibnu Umar RA:

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ

“Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).[1]

Hewan qurban diikat lalu direbahkan di atas lambung sebelah kiri dan menghadap ke arah kiblat. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana dalam hadist dari Anas bin Malik,

“Rasulullah SAW berqurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah.” (HR. Bukhari dan Muslim).[2]

 Membaca Basmallah sebelum memulai menyembeli hewan qurban. Allah berfirman;

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121).[3]

Setelah membaca Basmallah dilanjutkan membaca takbir. Lalu boleh dilanjutkan dengan membaca doa sebagai berikut: Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ

“Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar.” (H.R. Muslim)[4]

Disunahkan untuk menyebutkan nama orang yang menjadi tujuan hewan qurban tersebut. Penyembelih harus menyembelih hewan qurban dengan cepat, bertujuan untuk meringankan kesakitan yang diderita hewan qurban. Adapaun keadaan hewan qurban yang disembelih sesuai syariat. Keadaan yang paling baik adalah dengan terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Maka hewan sembelihan halal menurut semua ulama. Jika tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher saja yang terputus, maka hewan sembelihan masih halal untuk dimakan. Jika hanya tenggorokan kerongkongan saja yang terputus (tidak diikuti oleh dua atau satu urat leher), menurut sebagian ulama masih halal.

Dianjurkan oleh sebagian ulama agar tetap membiarkan kaki kanan hewan qurban bergerak sehingga hewan lebih cepat mati. Tidak diperbolehkan untuk mematahkan leher, menguliti, atau memasukkannya ke dalam air panas sebelum hewan qurban itu dinyatakan benar-benar mati. Ini adalah perbuatan yang amat dibenci Allah SWT karena hanya akan menambah kesakitan daripada hewan qurban tersebut. Setelah benar-benar dinyatakan mati, maka hewan qurban pun boleh untuk segera dikuliti.

Hewan yang telah disembelih sebagai hewan qurban tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan karena sama artinya dengan mengambil kembali sesuatu yang telah disedekahkan. Adapun hadist Rasulullah SAW bersabda;

“Permisalan seseorang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian menjilatinya lalu menelannya.” (H.R. Muslim dan Al Bukhari dengan lafadz yang hampir sama).[5]

Selain itu, disyariatkan pula agar pemilik hewan qurban juga ikut memakan daging hewan yang telah disembelih, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW;

“Makanlah kalian, berilah makan (baik sebagai sedekah kepada fakir atau hadiah kepada orang kaya) dan simpanlah (untuk kalian sendiri).” (H.R. Bukhari).

Referensi:
[1] Hadist ibnu Majah nomor 3136, https://tafsirq.com/en/hadits/ibnu-majah/3163.

[2] Bab Penyembelihan, hadist Bukhari dan Muslim

[3] Al Quran Terjemah, Syammil Quran surah Al-An’am ayat 121

[4] Bab Penyembelihan, Hadist Riwayat Muslim,

[5] Hadist Bukhari nomor 2428

Sumber: Mumtaz Jinanul Janan (Mahasiswa PM 5).
Edit By: Admin

PrevNext

Sebutkan proses terjadinya fotosintesis?nt :_​

oke adalah?...............​

prakarya kelas 7 halaman 134 semester 2,minimal 7 ya kakak​

Karakteristik Sumur DRJ-4 dan DRJ7 yang berada di tengah manifestasi Kawah Manuk daerah prospek Darajat (1987-1988) adalah

Mengapa hubungan antara kurikulum dan pembelajaran disifatkan sebagai hubungan romi dan juliet

Salah satu jasa abubakar as-sidiq saat menjadi Khalifah adalah memberantas gerakan murtad atau disebut dengan istilah

NPK terdapat kandungan 10 55 10 yg dimaksud angka tsb adalah

Sikap yang seharusnya dilakukan dalam mengelola sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, seperti bahan bakar minyak adalah.....

yang bukan merupakan fungsi dari elektrolit bermuatan positif (kation) adalah....

Bangsa Indonesia melakukan hubungan internasional dengan berbagai bangsa di dunia adalah untuk mewujudkan tujuan negara Indonesiaseperti yang termuat … dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu ....

Apa Alasan tidak diperbolehkan menambah luka jika hewan belum benar-benar mati
Ayam bakar enak @unsplash

Menyembelih Hewan Dua Kali, Dua Saluran Belum Terputus

Pertanyaan:
Assalamualaikum admin, apa hukum menyembelih hewan 2 kali, karena sembelihan pertama tidak mati, sebab salah satu dari dua jalurnya tidak putus, terus disembelih lagi ?

Jawaban:

Wa’alaikumussalam, bismillah walhamdulillah wassholatu wassalamu ala Rasulillah, amma ba’du.

Saudara-saudari yang kami cintai karena Allah ﷻ, perlu kita ketahui bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkan kita agar melakukan proses sembelihan dengan sebaik-baiknya, sebagaimana sabda beliau ﷺ:

وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبح واليحد أحدكم شفرته فليرح ذبيحته

“Dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu, dan senangkanlah hewan sembelihanmu” (HR. Muslim: 3615).

Sehingga, perintah beliau pada dasarnya merupakan kewajiban yang harus kita taati.
Di antara syarat sah sembelihan adalah dengan menumpahkan darahnya yaitu memotong urat/saluran yang terdapat pada leher hewan tersebut, Rasulullah ﷺ bersabda:

ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكلوه ليس السن والظفر

“Setiap yang ditumpahkan darahnya dengan disebut nama Allah maka makanlah, kecuali yang disembelih dengan menggunakan gigi dan kuku” (HR. Bukhari: 2308).

Urat yang terdapat pada leher hewan ada 4 jenis: Tenggorokan (Saluran Pernafasan), Kerongkongan (Saluran pencernaan), dan 2 urat besar di sisi samping leher. Sehingga Para Ulama sepakat jika salah satu dari 4 urat tersebut tidak ada yang terpotong maka sembelihan tidak sah dan dagingnya tidak halal dimakan, sebagaima perkataan syaikh Utsaimin rahimahullah:

فإن لم يقطع االودجين, ولا المريئ, ولا الحلقوم تكون الذبيحة حراما بإجماع العلماء, لأنه ما حصل المقصود من إنهار الدم

“Maka jika 2 urat besar di sisi leher tidak terpotong, begitu juga kerongkongan dan tenggorokan semuanya tidak terpotong, maka hukum daging sembelihannya menjadi haram sesuai dengan kesepakatan para ulama; karena maksud dari menumpahkan darah di sini tidak tercapai. (As-syarhul Mumti’: 7/457).

Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai batasan minimal pada urat leher yang harus terpotong saat melakukan proses penyembelihan:

ويرى الحنفية الاكتفاء بقطع الثلاث منها, ويرى المالكية صحة قطع الحلقوم والودجين دون المريء, ويرى الشافعية والحنابلة صحة قطع الحلقوم والمريء

“Ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa dicukupkan dengan memotong 3 urat/saluran dari 4 saluran tersebut, dan ulama mazhab Maliki berpendapat sahnya sembelihan dengan memotong tenggorokan (saluran pernafasan) dan 2 urat di sisi leher tanpa harus memotong kerongkongan (Saluran makanan/minuman, dan Ulama mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa sah nya sembelihan dengan memotong Tenggorokan dan Kerongkongan.” (Al-Fiqh Al-Muyassar: 4/18).

Sehingga sebaik-baik sembelihan adalah yang memotong 4 urat/saluran yang terdapat pada leher hewan tersebut seluruhnya, karena terbebas dari perselisihan pendapat para ulama (As-Syarhul Mumti’: 7/457). Dan Hendaklah dilakukan dengan kuat dan cepat, yaitu satu kali proses penyembelihan.

أن يمر السكين أو الآلة بقوة وسرعة ليكون أسرع, ولأن فيه إراحة للذبيح لقوله صلى الله عليه وسلم: (إذا ذبح أحدكم فليجهز)

“Dan Hendaklah ia mengayunkan pisau atau alat sembelih secara kuat dan cepat agar mempercepat proses sembelihan, dan supaya menenangkan hewan sembelihan, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ (Jika seseorang di antara kalian menyembelih hendaklah ia mempercepat proses sembelihan)(HR. Ahmad: 5864) (Al-Fiqh Al Muyassar: 4/21).

Namun, pada sebagian kasus karena kurang hati-hati dalam menyembelih, atau pisau/golok yang digunakan tidak tajam, maka setelah proses penyembelihan ternyata urat-urat leher yang seharusnya putus malah tidak putus, sehingga membutuhkan penyembelihan untuk kedua kalinya, dalam hal ini Imam An-Nawawi berkata:

قال أصحابنا: ولو ترك من الحلقوم والمريء شيئا ومات الحيوان فهو ميتة, وكذا لو انتهى إلى حركة المذبوح فقطع بعد ذلك المتروك فهو ميتة

“Para Ulama dari Mazhab Syafi’I berkata: dan jika tertinggal sesuatu dari tenggorokan dan kerongkongan (tidak terputus sempurna) dan hewan tersebut mati, maka hukum dagingnya adalah bangkai (haram), dan begitu juga apabila proses sembelihan seperti ini (tidak memutus tenggorokan dan kerongkongan secara sempurna) namun hewan tersebut hampir mati kemudian diulangi menggorok tenggorokan dan kerongkongan yang tersisa setelah itu, maka hukum dagingnya adalah bangkai (haram). (Al-Majmu’: 10/123).

Kemudian Para Ulama Mazhab Syafi’I menjelaskan, bahwa hewan sembelihan yang halal dagingnya adalah apabila ketika awal melakukan sembelihan hewan tersebut masih segar-bugar yang mereka istilahkan “hayah mustaqirroh” yaitu dalam keadaan hidup yang tidak terlihat tanda-tanda akan segera mati (lihat: Al-Majmu’: 10/119-126)

Sehingga dengan demikian, Menyembelih hewan sebanyak 2 kali perlu dilihat keadaannya secara rinci:

1. Jika hewan telah disembelih dengan tidak memutus kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna, namun hewan tersebut terlihat kesakitan dan mendekati kematiannya, kemudian dilakukan penyembelihan untuk kedua kalinya maka hukum dagingnya haram dimakan

2. Jika hewan telah disembelih dengan tidak memutus kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna, namun masih terlihat segar-bugar (tidak ada tanda-tanda akan mati), kemudian dilakukan penyembelihan untuk kedua kalinya, maka hukumnya sah dan dagingnya halal.

Namun jika sembelihan untuk yang kedua kalinya dilakukan segera, tanpa jeda waktu yang cukup lama, maka hal ini diperbolehkan, sebagimana yang dikatakan oleh Syaikh Abu Abdillah al-Malikiy:

فإن عاد عن قرب أكلت سواء رفع اضطرارا أو اختيارا

“JIka melakukan sembelihan untuk kedua kalinya dalam waktu yang dekat (segera), apakah karena terpaksa ataupun sengaja, maka daging hewan tersebut boleh dimakan” (Minahul Jalil: 2/408)

Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom (Alumni Lipia, Fakultas Syariah)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
  • KONFIRMASI DONASI hubungi: 087-738-394-989