5 perdana menteri Inggris terbaik 2022

Kamis, 7 Juli 2022 16:46 WIB

5 perdana menteri Inggris terbaik 2022
PM Inggris Boris Johnson (Foto: Instagram)

RM.id  Rakyat Merdeka - Rencana pengunduran diri Boris Johnson pada hari ini, Kamis (7/7), menempatkan pria berusia 58 tahun itu ke dalam empat besar Perdana Menteri Inggris periode pasca perang, dengan masa jabatan terpendek, 2 tahun 348 hari.  

Berita Terkait : 36 Menteri Dan Staf Mundur, PM Inggris Keukeuh Lanjutkan Jabatan

Lebih singkat dibanding pendahulunya, Theresa May, yang memiliki masa jabatan 3 tahun 12 hari. 

Berita Terkait : Ridwan Yakin Bisa Bersaing Di Lini Depan Persib

Berikut daftar lengkap masa jabatan Perdana Menteri Inggris pasca-perang, seperti dikutip Telegraph, Kamis (7/7):

  1. Alec Douglas-Home - 1963 – 1964 - 364 hari
  2. Anthony Eden - 1955 – 1957 - 1 tahun 279 hari
  3. Gordon Brown - 2007 – 2010 - 2 tahun 319 hari
  4. Boris Johnson - 2019 – present - 2 tahun 348 hari
  5. James Callaghan - 1976 – 1979 - 3 tahun 30 hari
  6. Theresa May - 2016 – 2019 - 3 tahun 12 hari
  7. Winston Churchill - 1951 – 1955 - 3 tahun 162 hari
  8. Edward Heath - 1970 – 1974 - 3 tahun 259 hari
  9. Harold Wilson - 1974 – 1976 - 5 tahun 247 hari
  10. David Cameron - 2010 – 2016 - 6 tahun 64 hari
  11. Clement Attlee - 1945 – 1951 - 6 tahun 93 hari
  12. John Major - 1990 – 1997 - 6 tahun 156 hari
  13. Harold Macmillan - 1957 – 1963 - 6 tahun 282 hari
  14. Tony Blair - 1997 – 2007 - 10 tahun 57 hari
  15. Margaret Thatcher - 1979 – 1990 - 11 tahun 209 hari  ***

Theresa May, sang Perdana Menteri Inggris, akhirnya mengumumkan rencana pengunduran dirinya pada hari Jumat (24/5/2019).

Dalam pidatonya dia menyampaikan, telah melakukan usaha terbaik selama tiga tahun untuk menjalankan hasil referendum masyarakat Britania Raya tahun 2016 untuk meninggalkan Uni Eropa, yaitu melakukan negosiasi kesepakatan dengan Uni Eropa; membangun hubungan erat dengan negara tetangga dan meyakinkan anggota parlemen terhadap kesepakatan yang sudah dibuat tapi akhirnya gagal mendapatkan dukungan. Dengan penuh emosional, dia mengakhiri pidato dengan mengatakan ‘Saya akan segera meninggalkan pekerjaan yang telah menjadi kehormatan hidup saya, yaitu perempuan perdana menteri kedua, tapi tentu saja bukan yang terakhir. Saya melakukannya tanpa niat buruk, tapi dengan rasa terima kasih yang besar dan abadi atas kesempatan untuk mengabdi pada negara yang saya cintai.’

Sang Perdana Menteri menyadari telah gagal menjalankan mandat referendum dan memilih mundur di saat tak ada lagi kepercayaan demi masa depan negaranya. Sebuah sikap kesatria yang perlu diapresiasi dan dicontohi oleh para politisi.

Media-media di Inggris memberikan headline yang relatif seragam atas pengunduran diri perdana menteri berusia 62 tahun tersebut. Misalnya, The Guardian menulis ‘Broken by Brexit’ disertai gambar May dengan ekspresi menangis. Sementara Daily Express dengan headline ‘Tears for the Love of Her Country’.

Perlu diakui bahwa May telah berjuang untuk menjalankan hasil referendum dengan penuh kegigihan yaitu dengan menghasilkan kesepakatan perjanjian antara Inggris dan Uni Eropa paska ‘bercerai’, tapi mendapatkan batu sandungan dari anggota parlemen, karena tak kunjung disetujui dan disahkan. Penolakan tidak hanya datang dari partai oposisi pimpinan Jeremy Corbyn, Partai Buruh, tapi juga dari partainya sendiri, Partai Konservatif. Tidak hanya itu, di sepanjang pemerintahannya sudah terdapat sekitar 36 anggota kabinet yang mundur, umumnya disebabkan atas ketidaksetujuan atas draf kesepakatan tersebut. Harus diakui, keluar dari Uni Eropa tidaklah semudah yang dibayangkan oleh para pendukungnya.

Mundur ke belakang, pada 23 Juni 2016 lalu terjadi referendum di Britania Raya untuk memutuskan apakah Inggris keluar dari Uni Eropa atau tetap dengan istilah Brexit (British Exit). Brexiteers yang merujuk kepada pendukung Brexit menang dengan jumlah 52 persen, sementara yang menolaknya atau disebut Remainers hanya sekitar 48 persen. Brexiter hanya unggul sekitar empat persen namun pada akhirnya tidak menimbulkan gejolak yang terlalu serius di kalangan masyarakat pada saat tersebut. Bahkan kedua kubu sepakat untuk menjalankan mandat rakyat tersebut secara bersama-sama demi kebesaran Inggris Raya paska keluar dari Uni Eropa.

Pengunduran diri May dianggap sebagai upaya keluar dari kebuntuan politik Brexit yang sudah menjadi diskusi melelahkan selama tiga tahun terakhir. Paket usulan kesepakatan tentang Brexit telah ditolak tiga kali di parlemen. Bahkan penolakan pertama di Parlemen dianggap sebagai kekalahan terbesar dalam sejarah pemerintahan Inggris. Akibatnya, Inggris harus menunda penarikan dirinya dari Uni Eropa yang seharusnya jatuh pada 29 Maret 2019 menjadi 31 Oktober Kebutuntuan ini menjadi tontonan politik yang memalukan bagi rakyat Inggris terutama bagi mereka yang menginginkan keluar dari Uni Eropa.

Mendapatkan kesepakatan perjanjian paska ‘bercerai’ bukanlah hal yang mudah mengingat harus melibatkan tiga pihak utama, yaitu Uni Eropa, pemerintah dan Parlemen Inggris. Pemerintah dan Uni Eropa sebenarnya sudah menandatangai draf proposal Brexit setebal 585 halaman namun tak kunjung mendapatkan pengesahan dari Parlemen Inggris. Proposal tersebut sebenarnya hanya terkait dengan perjanjian penarikan diri (withdrawal agreement) yang meliputi tiga hal utama, yaitu dana ganti rugi, status kependudukan, dan perbatasan antara Irlandia Utara dan Republik Irlandia. Perjanjian ini juga sebenarnya hanya mengatur periode transisi dari 29 Maret 2019 sampai Desember 2020 supaya proses transisi ini berjalan lancar dan tidak menciptakan hambatan terutama terkait dengan lalu lintas barang, uang dan manusia di kedua belah pihak.

Poin kritis yang menjadi sandungan pengesahan di Parlemen terletak pada isu perbatasan di Irlandia Utara; di proposal yang diajukan belum ada jaminan ketiadaan pengecekan secara fisik atas pergerakan barang dan manusia di perbatasan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa Irlandia Utara masuk dalam wilayah Inggris, sementara Republik Irlandia masih bagian Uni Eropa. Sebenarnya permasalahan ini bisa dicari titik temunya dengan penggunaan tekhnologi untuk menghindari terjadinya pengecekan secara fisik di perbatasan atau menciptakan klausal khusus yang mengatur dua wilayah tersebut.

Pertanyaannya adalah bagaimana masa depan Brexit paska kemunduran May? Tentunya sangat tergantung pada siapa yang akan menjadi perdana menteri baru Inggris yang berasal dari kalangan partai konservatif. Sosok yang paling difavoritkan berdasarkan hasil jajak pendapat adalah Boris Johson, mantan Menteri Luar Negeri yang telah mengundurkan diri karena tidak setuju atas paket Brexit May.

Boris Johson termasuk figur yang bersikeras ingin Inggris keluar dari Uni Eropa meskipun tanpa dengan kesepakatan atau biasa disebut no deal Brexit. Opsi keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan justru yang paling dihindari selama ini, karena dampaknya yang cukup serius bagi perekonomian Inggris. Menarik diri tanpa kesepakatan berarti seluruh pergerakan uang, barang dan manusia yang selama ini bebas terjadi dalam hukum perjanjian pasar tunggal Uni Eropa otomatis tidak berlaku lagi.

Sejumlah riset menunjukkan bahwa Inggris akan mengalami kekacauan besar dan bahkan berujung pada kemunduran ekonomi jika menarik diri dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Rilis laporan Bank Central Inggris mengingatkan adanya penurunan poundstarling dan ancaman resesi ekonomi yang lebih buruk dibandingkan dengan krisis keuangan pada 2008 jika Inggris keluar tanpa kesepakatan. PDB akan turun sebesar 8 persen di 2019 dengan tingkat pengangguran sebesar 7,5 persen dan harga properti turun sebesar 48 persen.

Namun sebaliknya jika Inggris keluar dengan sejumlah perjanjian yang lebih kuat maka dampak jangka pendeknya tidak telalu besar, hanya turun sekitar 1 persen. Perlambatan ekonomi Inggris akibat kebijakan Brexit yang kurang tepat tentunya berdampak terhadap perekonomian dunia dan juga punya dampak ke Indonesia. Inggris merupakan negara terbesar ke-5 di dunia dengan nilai produk domestik bruto sebesar $2.936 miliar pada tahun 2018. Di Indonesia sendiri, Inggris menempati urutan ke-10 dari total investasi asing pada tahun 2018 dan terdapat sekitar 4000 mahasiswa asal Indonesia yang sedang belajar di Inggris. Kenaikan biaya studi di Inggris sudah mulai terlihat baik dari segi biaya visa, asuransi kesehatan dan juga uang kuliah.

Ali Rama adalah penerima beasiswa 5000 Doktor Kementerian Agama untuk studi S3 di University of Aberdeen Inggris, dan dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumber Koran Sindo 27 Mei 2019 (lrf/sam)

Views: 896

Kapan Ratu Elizabeth 2 menjadi ratu?

Ia naik tahta pada 11 Desember 1936 dan dimahkotai pada 12 Mei 1937 dengan gelar Raja George VI, dan istrinya menjadi Ratu Elizabeth (I).

Mengapa Winston Churchill terkenal?

Ia merupakan Perdana Menteri Britania Raya dari tahun 1940 hingga 1945, ketika ia memimpin Britania meraih kemenangan dalam Perang Dunia Kedua, dan menjabat lagi dari tahun 1951 hingga 1955. Churchill mewakili lima konstituensi selama kariernya sebagai Anggota Parlemen (MP).

Perdana menteri Inggris Siapa saja?

Mantan Perdana Menteri yang masih hidup.
John Major. (1990–1997) (umur 79).
Tony Blair. (1997–2007) (umur 69).
Gordon Brown. (2007–2010) (umur 71).
David Cameron. (2010–2016) (umur 56).
Theresa May. (2016–2019) (umur 66).
Boris Johnson. (2019–2022) (umur 58).

Ratu Elizabeth digantikan siapa?

Ratu Elizabeth II meninggal dunia pada usia 96 tahun, Kamis (8/9/2022) di istana Balmoral, Skotlandia. Kabar tersebut dilaporkan oleh Istana Buckingham.

Harap dicatat: Ada banyak cara di mana Perdana Menteri Inggris paling terkenal dapat diperingkat. Peringkat ini didasarkan pada Survei University of Leeds 2004 yang mempelajari keberhasilan perdana menteri abad ke -20.

1. Sir Winston Churchill (1940 - 1945, 1951 - 1955)

5 perdana menteri Inggris terbaik 2022

Wikimedia Commons

Sir Winston Churchill dapat dengan mudah dianggap sebagai perdana menteri paling terkenal di Inggris. Tidak hanya itu, tetapi dia juga bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh paling terkenal di dunia di abad ke -20. Dua waktu Perdana Menteri adalah anggota terkemuka dari Partai Konservatif, dan secara luas dikreditkan dengan Inggris terkemuka dan kekuatan Sekutu untuk kemenangan selama Perang Dunia Kedua.

Di masa muda Churchill, ia melayani dalam Perang Dunia Pertama di Front Barat, selamat dari serangan penembakan yang signifikan. Belakangan, ia adalah tokoh kunci dalam proses kembali Inggris ketika ancaman dari Partai Nazi tumbuh selama tahun 1930 -an, dan pada pecahnya perang ditunjuk sebagai Lord First of the Admiralty sekali lagi. Pada tahun 1940, setelah pemilihannya sebagai Perdana Menteri Inggris ia membentuk kabinet perang.

Meskipun mencapai keberhasilan yang signifikan selama perang, beberapa keputusannya yang lebih brutal menyebabkan kontroversi pada saat itu, dan sentimennya yang sangat imperialis telah meningkat selama beberapa dekade. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa ia tetap menjadi tokoh politik yang signifikan dalam sejarah Inggris.

2. Clement Attlee (1945 - 1951)

Clement Attlee adalah perdana menteri Inggris antara dua masa jabatan Sir Winston Churchill setelah menjabat sebagai wakil perdana menteri Churchill selama Perang Dunia Kedua.

Segera setelah akhir perang, Attlee memimpin Partai Buruh menuju kemenangan tanah longsor dalam pemilihan umum 1945, kemenangan pertama untuk Buruh. Selama waktunya sebagai Perdana Menteri, ia mengawasi reformasi sosial yang signifikan di negara itu, termasuk nasionalisasi utilitas publik dan, yang paling penting, pendirian Layanan Kesehatan Nasional, atau NHS. Saat ini, NHS bertahan sebagai salah satu pengusaha terbesar di dunia dan salah satu layanan kesehatan masyarakat paling sukses di dunia.

Masa jabatannya juga melihat perubahan pasca perang yang signifikan dalam kerajaan Inggris saat itu, termasuk partisi India dan kemerdekaan beberapa wilayah.

Peningkatan signifikan pada layanan publik dan perawatan yang dibuat oleh pemerintahnya telah menyebabkan banyak akademisi menganggapnya Perdana Menteri Modern paling sukses di Inggris.

3. David Lloyd George (1916 - 1922)

5 perdana menteri Inggris terbaik 2022

Wikimedia Commons

Sir Winston Churchill dapat dengan mudah dianggap sebagai perdana menteri paling terkenal di Inggris. Tidak hanya itu, tetapi dia juga bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh paling terkenal di dunia di abad ke -20. Dua waktu Perdana Menteri adalah anggota terkemuka dari Partai Konservatif, dan secara luas dikreditkan dengan Inggris terkemuka dan kekuatan Sekutu untuk kemenangan selama Perang Dunia Kedua.

Di masa muda Churchill, ia melayani dalam Perang Dunia Pertama di Front Barat, selamat dari serangan penembakan yang signifikan. Belakangan, ia adalah tokoh kunci dalam proses kembali Inggris ketika ancaman dari Partai Nazi tumbuh selama tahun 1930 -an, dan pada pecahnya perang ditunjuk sebagai Lord First of the Admiralty sekali lagi. Pada tahun 1940, setelah pemilihannya sebagai Perdana Menteri Inggris ia membentuk kabinet perang.

Meskipun mencapai keberhasilan yang signifikan selama perang, beberapa keputusannya yang lebih brutal menyebabkan kontroversi pada saat itu, dan sentimennya yang sangat imperialis telah meningkat selama beberapa dekade. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa ia tetap menjadi tokoh politik yang signifikan dalam sejarah Inggris.

2. Clement Attlee (1945 - 1951)

Clement Attlee adalah perdana menteri Inggris antara dua masa jabatan Sir Winston Churchill setelah menjabat sebagai wakil perdana menteri Churchill selama Perang Dunia Kedua.

Segera setelah akhir perang, Attlee memimpin Partai Buruh menuju kemenangan tanah longsor dalam pemilihan umum 1945, kemenangan pertama untuk Buruh. Selama waktunya sebagai Perdana Menteri, ia mengawasi reformasi sosial yang signifikan di negara itu, termasuk nasionalisasi utilitas publik dan, yang paling penting, pendirian Layanan Kesehatan Nasional, atau NHS. Saat ini, NHS bertahan sebagai salah satu pengusaha terbesar di dunia dan salah satu layanan kesehatan masyarakat paling sukses di dunia.

Masa jabatannya juga melihat perubahan pasca perang yang signifikan dalam kerajaan Inggris saat itu, termasuk partisi India dan kemerdekaan beberapa wilayah.

Peningkatan signifikan pada layanan publik dan perawatan yang dibuat oleh pemerintahnya telah menyebabkan banyak akademisi menganggapnya Perdana Menteri Modern paling sukses di Inggris.

5 perdana menteri Inggris terbaik 2022

Wikimedia Commons

Sir Winston Churchill dapat dengan mudah dianggap sebagai perdana menteri paling terkenal di Inggris. Tidak hanya itu, tetapi dia juga bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh paling terkenal di dunia di abad ke -20. Dua waktu Perdana Menteri adalah anggota terkemuka dari Partai Konservatif, dan secara luas dikreditkan dengan Inggris terkemuka dan kekuatan Sekutu untuk kemenangan selama Perang Dunia Kedua.

Pemerintah konservatif MacMillan akhirnya digulingkan oleh serangkaian acara, salah satu yang paling terkenal adalah Profumo Affair. Skandal Sekretaris Negara untuk Perang Perang John Profumo ini perselingkuhan dengan model muda Christine Keeler baru -baru ini diabadikan dalam seri BBC The Trial of Christine Keeler. Perselingkuhan yang dipublikasikan secara luas menyebabkan hukuman penjara untuk Keeler, pengunduran diri Profumo dengan aib dan bahkan bunuh diri teman Keeler. Ini juga merusak reputasi pemerintah Macmillan. Dia mengundurkan diri di bawah tekanan yang semakin meningkat pada Oktober 1963, setelah pertarungan kesehatan yang buruk.

6. Tony Blair (1997 - 2007)

Tony Blair adalah Perdana Menteri Inggris selama sepuluh tahun, seperti yang dipilih selama kemenangan tanah longsor terbesar dalam sejarah. Dia juga memenangkan dua pemilihan berikutnya. Dia mengawasi perubahan dalam Partai Buruh bernama New Labour, yang menjauhkannya dari kebijakan sosialis berat sebelumnya. Selama masa jabatannya, partai itu pindah dari pengaruh serikat pekerja yang signifikan dan lebih dekat ke Uni Eropa.

Pada tahun 1998 ia memperkenalkan Undang -Undang Upah Minimum Nasional, dan peningkatan signifikan lainnya dalam hak yang sama di negara tersebut. Pada awal abad ke -21, ia mendukung George W. Bush pada awal perang di Afghanistan setelah serangan 11 September, dan invasi tahun 2003 berikutnya ke Irak. Hal ini menyebabkan penurunan popularitas dengan publik Inggris, banyak dari mereka melihat invasi itu berlebihan dan tidak perlu. Kebijakan anti terornya setelah pemboman London juga berada di bawah pengawasan.

Pada tahun 2007 Blair digantikan oleh Kanselir Gordon Brown.

7. H. H. Asquith (1908 - 1916)

5 perdana menteri Inggris terbaik 2022

Wikimedia Commons

Politisi Liberal Herbert Henry Asquith adalah perdana menteri liberal terakhir.

Dia memimpin agenda reformasi Partai Liberal selama waktunya sebagai Perdana Menteri. Ini melibatkan pengurangan kekuatan House of Lords, tetapi juga kesulitan dalam berurusan dengan pemerintahan di Irlandia pada saat itu.

Setelah membawa Inggris Raya dan Kekaisaran Inggris ke dalam Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, kepemimpinannya yang lemah berada di bawah pengawasan berat, terutama kegagalannya untuk mengatasi masalah wajib militer, keuangan, dan strategi. Pemerintahnya juga dikritik karena kurangnya amunisi dan kegagalan kampanye Gallipoli. Setelah membentuk pemerintahan koalisi dengan partai -partai lain, kekuatannya melangkah lebih jauh dan dia terpaksa mengundurkan diri pada tahun 1916.

8. Stanley Baldwin (1923 - 1924, 1924 - 1929, 1935 - 1937)

Baldwin adalah perdana menteri konservatif yang mengawasi peningkatan banding konservatif selama masa jabatannya. Pemerintahnya meningkatkan pengasuhan anak, pensiun, dan perumahan.

Krisis abdikasi dalam monarki Inggris juga terjadi selama masa jabatan ketiganya. Baldwin bergabung dengan orang lain dalam upaya mereka untuk mencegah Raja Edward VIII dari pernikahan tabu hingga dua kali bercerai Wallis Simpson Amerika, tetapi tidak berhasil.

Namun dalam beberapa dekade terakhir, masa jabatannya telah mendapat kritik yang semakin meningkat karena tingkat pengangguran yang tinggi di negara itu selama masa jabatannya. Dia juga menghadapi fitnah karena meningkatnya kekuatan Adolf Hitler di bawah pengawasannya, dan juga karena berusaha menenangkan Hitler, daripada menantangnya, dan untuk persenjataan yang tidak mencukupi di tahun -tahun menjelang Perang Dunia Kedua. Meskipun demikian, ia umumnya masih dianggap sukses oleh akademisi.

9. Harold Wilson (1964 - 1970, 1974 - 1976)

5 perdana menteri Inggris terbaik 2022

Wikimedia Commons

Politisi Liberal Herbert Henry Asquith adalah perdana menteri liberal terakhir.

Dia memimpin agenda reformasi Partai Liberal selama waktunya sebagai Perdana Menteri. Ini melibatkan pengurangan kekuatan House of Lords, tetapi juga kesulitan dalam berurusan dengan pemerintahan di Irlandia pada saat itu.

Setelah membawa Inggris Raya dan Kekaisaran Inggris ke dalam Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, kepemimpinannya yang lemah berada di bawah pengawasan berat, terutama kegagalannya untuk mengatasi masalah wajib militer, keuangan, dan strategi. Pemerintahnya juga dikritik karena kurangnya amunisi dan kegagalan kampanye Gallipoli. Setelah membentuk pemerintahan koalisi dengan partai -partai lain, kekuatannya melangkah lebih jauh dan dia terpaksa mengundurkan diri pada tahun 1916.

8. Stanley Baldwin (1923 - 1924, 1924 - 1929, 1935 - 1937)

Baldwin adalah perdana menteri konservatif yang mengawasi peningkatan banding konservatif selama masa jabatannya. Pemerintahnya meningkatkan pengasuhan anak, pensiun, dan perumahan.

Krisis abdikasi dalam monarki Inggris juga terjadi selama masa jabatan ketiganya. Baldwin bergabung dengan orang lain dalam upaya mereka untuk mencegah Raja Edward VIII dari pernikahan tabu hingga dua kali bercerai Wallis Simpson Amerika, tetapi tidak berhasil.