Yang bertugas menarik karcis atau tiket di kereta api disebut

14017557031135236342

Saya tidak ingat kapan pertama kali mendengar kata kondektur, tapi masih membekas dalam ingatan masa-masa awal mengenal jasa transportasi umum. Saya masih ingat naik bus Damri bersama Mama dan Kakak. Saya masih ingat saat diajak kakak-kakak sepupu naik kereta untuk pertama kalinya. Mungkin saat itu umur saya belum sampai 10 tahun dan mungkin di masa itu juga pertama kali saya melihat kondektur.

Di masa SMP, hampir setiap hari selama 3 tahun 'berurusan' dengan kondektur bus Damri Cicaheum-Cibeureum. Kesan yang membekas, tugas kondektur hanyalah seperti kernet/kenek angkot yang bekerja di atas bus dan berseragam bertugas menagih ongkos.

Di beberapa tahun terakhir, ada kegiatan yang mengharuskan hampir setiap akhir pekan saya bolak balik Bandung Jakarta berkereta (Argo) Parahyangan atau berbus RnB (baca: Arimbi)/Prima Jasa jurusan Bandung-Kalideres/Merak. Berkereta memungkinkan kembali berurusan dengan kondektur dan saya masih menganggap kondektur hanya bertugas untuk memastikan semua penumpang punya tiket.

Setelah menonton film Unstoppable, saya baru tahu bahwa istilah kondektur itu bukan sekedar petugas pemeriksa karcis atau penagih ongkos penumpang. Di film Unstoppable diceritakan tentang seorang masinis veteran dan partnernya kondektur muda yang berusaha menghentikan kereta yang meluncur tanpa awak. Yang menjadi perhatian saya, kondektur dalam bahasa Inggris adalah conductor, kata yang sama dengan yang digunakan untuk menyebut pemimpin orkestra dan bahan yang menghantarkan panas dan listrik.

Conductor berkata dasar conduct yang punya banyak makna tergantung penggunaannya dalam kalimat, baik sebagai kata kerja atau kata benda. Dalam konteks transportasi umum, kata conductor/conduct memiliki makna yang berkaitan erat dengan prosedur, peraturan, keselamatan, keamanan, ketertiban, dan pelayanan. Conductor/kondektur di kereta dan bus pada dasarnya memiliki tugas yang sama, tapi mungkin sedikit berbeda dengan kondektur kereta barang seperti di film Unstoppable karena tidak berpenumpang. Selama kereta dan bus beroperasi, kondektur bersama masinis atau supir bertanggung jawab memastikan perjalanan berjalan lancar.

Dari pengalaman menggunakan kereta (Argo Parahyangan), KRL/Commuter Line, bus Damri, bus Transjakarta, bus Antar Provinsi, Metro Mini (atau sejenisnya), dll dari Bandung sampai Jakarta, saya ingin mencoba bandingkan tipikal kondektur berdasarkan hasil pengamatan.

Kondektur kereta api dengan seragam dan topi seperti topi polisi, menyapa satu persatu penumpang sambil memeriksa tiket. Dalam beberapa kesempatan, kondektur didampingi polisi kereta api. Kondektur kereta api bisa disebut "yang punya kereta" selama perjalanan.

Dari pengalaman naik bus Damri, jurusan Cibeureum-Cicaheum, setiap hari berangkat ke sekolah semasa SMP dan beberapa kali di 5 tahun terakhir, tugas kondektur relatif sama. Seperti biasa sambil memegang beberapa lembaran uang dari pecahan kecil hingga terbesar, kadang berbelit tas pinggang, 'menyapa' penumpang satu persatu. Meskipun baru-baru ini bisa dilihat halte-halte semacam halte bus Trans Jakarta di sepanjang jalur bus Damri di Bandung, hanya beberapa halte yang benar-benar digunakan. Sebagian penumpang ada yang membayar karcis di halte, tapi ada juga yang membayar langsung di atas bus kepada kondektur. Semasa SMP saya ingat juga pernah menggunakan karcis langganan/abonemen khusus pelajar, tiap lembar karcis diberi tanggal berlaku. Pernah juga saya mencoba menggunakan karcis yang sudah tidak berlaku, tapi biasanya kondektur tidak mengecek tanggalnya. Kondektur bus Damri juga mengatur penumpang dan barang yang dibawa penumpang.

Petugas di atas bus (on board) Trans Jakarta yang sedang beroperasi di jalurnya selain supir, kalau tidak salah, adalah kondektur, tetapi mereka tidak 'menyapa' penumpang satu persatu dan lebih banyak beraksi di sekitar pintu bus. Berseragam, bertugas menjaga kenyamanan, memberi informasi, mengatur/mengingatkan/menegur penumpang masuk/keluar, memberi kode ke supir, dll. Menurut saya, para petugas penjaga pintu ini adalah garis terdepan pelayanan Trans Jakarta, seperti pramugari/a di pesawat.

Beberapa tahun terakhir ini, saya lebih banyak naik bus antar provinsi dibandingkan naik kereta atau bus Damri, mungkin lebih sering dibandingkan dengan rata-rata para anggota busmania. Tugas paling penting kondektur bus antar provinsi adalah menghitung jumlah persis penumpang dan menagih pembayaran sesuai tujuan tiap penumpang. Kondektur bus antar Provinsi akan mempertanggungjawabkan jumlah uang yang dikumpulkan dari penumpang dengan hasil hitungan petugas di setiap checkpoint. Suatu kali, di seberang tempat saya duduk ada dua orang ibu yang membayar tidak sesuai dengan tarif. Kondektur berusaha menjelaskan bahwa mereka kurang bayar, tapi para ibu tersebut bersikeras bahwa jumlah yang dibayarkannya sudah sesuai dengan alasan mereka pernah naik bus lain dengan jarak tempuh lebih jauh dengan tarif yang lebih murah. Para ibu tersebut juga mengeluh sepanjang jalan, karena ada aroma yang tidak enak tercium di tempat duduk mereka yang bersebelahan dengan pintu ke smoking area dan toilet. Si kondektur tidak mau berdebat dengan para ibu tersebut, mungkin mereka sudah sering bertemu dengan penumpang seperti itu, padahal bisa saja si kondektur menurunkan mereka sebelum checkpoint.

Page 2

Saya tidak ingat kapan pertama kali mendengar kata kondektur, tapi masih membekas dalam ingatan masa-masa awal mengenal jasa transportasi umum. Saya masih ingat naik bus Damri bersama Mama dan Kakak. Saya masih ingat saat diajak kakak-kakak sepupu naik kereta untuk pertama kalinya. Mungkin saat itu umur saya belum sampai 10 tahun dan mungkin di masa itu juga pertama kali saya melihat kondektur.

Di masa SMP, hampir setiap hari selama 3 tahun 'berurusan' dengan kondektur bus Damri Cicaheum-Cibeureum. Kesan yang membekas, tugas kondektur hanyalah seperti kernet/kenek angkot yang bekerja di atas bus dan berseragam bertugas menagih ongkos.

Di beberapa tahun terakhir, ada kegiatan yang mengharuskan hampir setiap akhir pekan saya bolak balik Bandung Jakarta berkereta (Argo) Parahyangan atau berbus RnB (baca: Arimbi)/Prima Jasa jurusan Bandung-Kalideres/Merak. Berkereta memungkinkan kembali berurusan dengan kondektur dan saya masih menganggap kondektur hanya bertugas untuk memastikan semua penumpang punya tiket.

Setelah menonton film Unstoppable, saya baru tahu bahwa istilah kondektur itu bukan sekedar petugas pemeriksa karcis atau penagih ongkos penumpang. Di film Unstoppable diceritakan tentang seorang masinis veteran dan partnernya kondektur muda yang berusaha menghentikan kereta yang meluncur tanpa awak. Yang menjadi perhatian saya, kondektur dalam bahasa Inggris adalah conductor, kata yang sama dengan yang digunakan untuk menyebut pemimpin orkestra dan bahan yang menghantarkan panas dan listrik.

Conductor berkata dasar conduct yang punya banyak makna tergantung penggunaannya dalam kalimat, baik sebagai kata kerja atau kata benda. Dalam konteks transportasi umum, kata conductor/conduct memiliki makna yang berkaitan erat dengan prosedur, peraturan, keselamatan, keamanan, ketertiban, dan pelayanan. Conductor/kondektur di kereta dan bus pada dasarnya memiliki tugas yang sama, tapi mungkin sedikit berbeda dengan kondektur kereta barang seperti di film Unstoppable karena tidak berpenumpang. Selama kereta dan bus beroperasi, kondektur bersama masinis atau supir bertanggung jawab memastikan perjalanan berjalan lancar.

Dari pengalaman menggunakan kereta (Argo Parahyangan), KRL/Commuter Line, bus Damri, bus Transjakarta, bus Antar Provinsi, Metro Mini (atau sejenisnya), dll dari Bandung sampai Jakarta, saya ingin mencoba bandingkan tipikal kondektur berdasarkan hasil pengamatan.

Kondektur kereta api dengan seragam dan topi seperti topi polisi, menyapa satu persatu penumpang sambil memeriksa tiket. Dalam beberapa kesempatan, kondektur didampingi polisi kereta api. Kondektur kereta api bisa disebut "yang punya kereta" selama perjalanan.

Dari pengalaman naik bus Damri, jurusan Cibeureum-Cicaheum, setiap hari berangkat ke sekolah semasa SMP dan beberapa kali di 5 tahun terakhir, tugas kondektur relatif sama. Seperti biasa sambil memegang beberapa lembaran uang dari pecahan kecil hingga terbesar, kadang berbelit tas pinggang, 'menyapa' penumpang satu persatu. Meskipun baru-baru ini bisa dilihat halte-halte semacam halte bus Trans Jakarta di sepanjang jalur bus Damri di Bandung, hanya beberapa halte yang benar-benar digunakan. Sebagian penumpang ada yang membayar karcis di halte, tapi ada juga yang membayar langsung di atas bus kepada kondektur. Semasa SMP saya ingat juga pernah menggunakan karcis langganan/abonemen khusus pelajar, tiap lembar karcis diberi tanggal berlaku. Pernah juga saya mencoba menggunakan karcis yang sudah tidak berlaku, tapi biasanya kondektur tidak mengecek tanggalnya. Kondektur bus Damri juga mengatur penumpang dan barang yang dibawa penumpang.

Petugas di atas bus (on board) Trans Jakarta yang sedang beroperasi di jalurnya selain supir, kalau tidak salah, adalah kondektur, tetapi mereka tidak 'menyapa' penumpang satu persatu dan lebih banyak beraksi di sekitar pintu bus. Berseragam, bertugas menjaga kenyamanan, memberi informasi, mengatur/mengingatkan/menegur penumpang masuk/keluar, memberi kode ke supir, dll. Menurut saya, para petugas penjaga pintu ini adalah garis terdepan pelayanan Trans Jakarta, seperti pramugari/a di pesawat.

Beberapa tahun terakhir ini, saya lebih banyak naik bus antar provinsi dibandingkan naik kereta atau bus Damri, mungkin lebih sering dibandingkan dengan rata-rata para anggota busmania. Tugas paling penting kondektur bus antar provinsi adalah menghitung jumlah persis penumpang dan menagih pembayaran sesuai tujuan tiap penumpang. Kondektur bus antar Provinsi akan mempertanggungjawabkan jumlah uang yang dikumpulkan dari penumpang dengan hasil hitungan petugas di setiap checkpoint. Suatu kali, di seberang tempat saya duduk ada dua orang ibu yang membayar tidak sesuai dengan tarif. Kondektur berusaha menjelaskan bahwa mereka kurang bayar, tapi para ibu tersebut bersikeras bahwa jumlah yang dibayarkannya sudah sesuai dengan alasan mereka pernah naik bus lain dengan jarak tempuh lebih jauh dengan tarif yang lebih murah. Para ibu tersebut juga mengeluh sepanjang jalan, karena ada aroma yang tidak enak tercium di tempat duduk mereka yang bersebelahan dengan pintu ke smoking area dan toilet. Si kondektur tidak mau berdebat dengan para ibu tersebut, mungkin mereka sudah sering bertemu dengan penumpang seperti itu, padahal bisa saja si kondektur menurunkan mereka sebelum checkpoint.


Lihat Transportasi Selengkapnya

Page 3

Saya tidak ingat kapan pertama kali mendengar kata kondektur, tapi masih membekas dalam ingatan masa-masa awal mengenal jasa transportasi umum. Saya masih ingat naik bus Damri bersama Mama dan Kakak. Saya masih ingat saat diajak kakak-kakak sepupu naik kereta untuk pertama kalinya. Mungkin saat itu umur saya belum sampai 10 tahun dan mungkin di masa itu juga pertama kali saya melihat kondektur.

Di masa SMP, hampir setiap hari selama 3 tahun 'berurusan' dengan kondektur bus Damri Cicaheum-Cibeureum. Kesan yang membekas, tugas kondektur hanyalah seperti kernet/kenek angkot yang bekerja di atas bus dan berseragam bertugas menagih ongkos.

Di beberapa tahun terakhir, ada kegiatan yang mengharuskan hampir setiap akhir pekan saya bolak balik Bandung Jakarta berkereta (Argo) Parahyangan atau berbus RnB (baca: Arimbi)/Prima Jasa jurusan Bandung-Kalideres/Merak. Berkereta memungkinkan kembali berurusan dengan kondektur dan saya masih menganggap kondektur hanya bertugas untuk memastikan semua penumpang punya tiket.

Setelah menonton film Unstoppable, saya baru tahu bahwa istilah kondektur itu bukan sekedar petugas pemeriksa karcis atau penagih ongkos penumpang. Di film Unstoppable diceritakan tentang seorang masinis veteran dan partnernya kondektur muda yang berusaha menghentikan kereta yang meluncur tanpa awak. Yang menjadi perhatian saya, kondektur dalam bahasa Inggris adalah conductor, kata yang sama dengan yang digunakan untuk menyebut pemimpin orkestra dan bahan yang menghantarkan panas dan listrik.

Conductor berkata dasar conduct yang punya banyak makna tergantung penggunaannya dalam kalimat, baik sebagai kata kerja atau kata benda. Dalam konteks transportasi umum, kata conductor/conduct memiliki makna yang berkaitan erat dengan prosedur, peraturan, keselamatan, keamanan, ketertiban, dan pelayanan. Conductor/kondektur di kereta dan bus pada dasarnya memiliki tugas yang sama, tapi mungkin sedikit berbeda dengan kondektur kereta barang seperti di film Unstoppable karena tidak berpenumpang. Selama kereta dan bus beroperasi, kondektur bersama masinis atau supir bertanggung jawab memastikan perjalanan berjalan lancar.

Dari pengalaman menggunakan kereta (Argo Parahyangan), KRL/Commuter Line, bus Damri, bus Transjakarta, bus Antar Provinsi, Metro Mini (atau sejenisnya), dll dari Bandung sampai Jakarta, saya ingin mencoba bandingkan tipikal kondektur berdasarkan hasil pengamatan.

Kondektur kereta api dengan seragam dan topi seperti topi polisi, menyapa satu persatu penumpang sambil memeriksa tiket. Dalam beberapa kesempatan, kondektur didampingi polisi kereta api. Kondektur kereta api bisa disebut "yang punya kereta" selama perjalanan.

Dari pengalaman naik bus Damri, jurusan Cibeureum-Cicaheum, setiap hari berangkat ke sekolah semasa SMP dan beberapa kali di 5 tahun terakhir, tugas kondektur relatif sama. Seperti biasa sambil memegang beberapa lembaran uang dari pecahan kecil hingga terbesar, kadang berbelit tas pinggang, 'menyapa' penumpang satu persatu. Meskipun baru-baru ini bisa dilihat halte-halte semacam halte bus Trans Jakarta di sepanjang jalur bus Damri di Bandung, hanya beberapa halte yang benar-benar digunakan. Sebagian penumpang ada yang membayar karcis di halte, tapi ada juga yang membayar langsung di atas bus kepada kondektur. Semasa SMP saya ingat juga pernah menggunakan karcis langganan/abonemen khusus pelajar, tiap lembar karcis diberi tanggal berlaku. Pernah juga saya mencoba menggunakan karcis yang sudah tidak berlaku, tapi biasanya kondektur tidak mengecek tanggalnya. Kondektur bus Damri juga mengatur penumpang dan barang yang dibawa penumpang.

Petugas di atas bus (on board) Trans Jakarta yang sedang beroperasi di jalurnya selain supir, kalau tidak salah, adalah kondektur, tetapi mereka tidak 'menyapa' penumpang satu persatu dan lebih banyak beraksi di sekitar pintu bus. Berseragam, bertugas menjaga kenyamanan, memberi informasi, mengatur/mengingatkan/menegur penumpang masuk/keluar, memberi kode ke supir, dll. Menurut saya, para petugas penjaga pintu ini adalah garis terdepan pelayanan Trans Jakarta, seperti pramugari/a di pesawat.

Beberapa tahun terakhir ini, saya lebih banyak naik bus antar provinsi dibandingkan naik kereta atau bus Damri, mungkin lebih sering dibandingkan dengan rata-rata para anggota busmania. Tugas paling penting kondektur bus antar provinsi adalah menghitung jumlah persis penumpang dan menagih pembayaran sesuai tujuan tiap penumpang. Kondektur bus antar Provinsi akan mempertanggungjawabkan jumlah uang yang dikumpulkan dari penumpang dengan hasil hitungan petugas di setiap checkpoint. Suatu kali, di seberang tempat saya duduk ada dua orang ibu yang membayar tidak sesuai dengan tarif. Kondektur berusaha menjelaskan bahwa mereka kurang bayar, tapi para ibu tersebut bersikeras bahwa jumlah yang dibayarkannya sudah sesuai dengan alasan mereka pernah naik bus lain dengan jarak tempuh lebih jauh dengan tarif yang lebih murah. Para ibu tersebut juga mengeluh sepanjang jalan, karena ada aroma yang tidak enak tercium di tempat duduk mereka yang bersebelahan dengan pintu ke smoking area dan toilet. Si kondektur tidak mau berdebat dengan para ibu tersebut, mungkin mereka sudah sering bertemu dengan penumpang seperti itu, padahal bisa saja si kondektur menurunkan mereka sebelum checkpoint.


Lihat Transportasi Selengkapnya

Page 4

Saya tidak ingat kapan pertama kali mendengar kata kondektur, tapi masih membekas dalam ingatan masa-masa awal mengenal jasa transportasi umum. Saya masih ingat naik bus Damri bersama Mama dan Kakak. Saya masih ingat saat diajak kakak-kakak sepupu naik kereta untuk pertama kalinya. Mungkin saat itu umur saya belum sampai 10 tahun dan mungkin di masa itu juga pertama kali saya melihat kondektur.

Di masa SMP, hampir setiap hari selama 3 tahun 'berurusan' dengan kondektur bus Damri Cicaheum-Cibeureum. Kesan yang membekas, tugas kondektur hanyalah seperti kernet/kenek angkot yang bekerja di atas bus dan berseragam bertugas menagih ongkos.

Di beberapa tahun terakhir, ada kegiatan yang mengharuskan hampir setiap akhir pekan saya bolak balik Bandung Jakarta berkereta (Argo) Parahyangan atau berbus RnB (baca: Arimbi)/Prima Jasa jurusan Bandung-Kalideres/Merak. Berkereta memungkinkan kembali berurusan dengan kondektur dan saya masih menganggap kondektur hanya bertugas untuk memastikan semua penumpang punya tiket.

Setelah menonton film Unstoppable, saya baru tahu bahwa istilah kondektur itu bukan sekedar petugas pemeriksa karcis atau penagih ongkos penumpang. Di film Unstoppable diceritakan tentang seorang masinis veteran dan partnernya kondektur muda yang berusaha menghentikan kereta yang meluncur tanpa awak. Yang menjadi perhatian saya, kondektur dalam bahasa Inggris adalah conductor, kata yang sama dengan yang digunakan untuk menyebut pemimpin orkestra dan bahan yang menghantarkan panas dan listrik.

Conductor berkata dasar conduct yang punya banyak makna tergantung penggunaannya dalam kalimat, baik sebagai kata kerja atau kata benda. Dalam konteks transportasi umum, kata conductor/conduct memiliki makna yang berkaitan erat dengan prosedur, peraturan, keselamatan, keamanan, ketertiban, dan pelayanan. Conductor/kondektur di kereta dan bus pada dasarnya memiliki tugas yang sama, tapi mungkin sedikit berbeda dengan kondektur kereta barang seperti di film Unstoppable karena tidak berpenumpang. Selama kereta dan bus beroperasi, kondektur bersama masinis atau supir bertanggung jawab memastikan perjalanan berjalan lancar.

Dari pengalaman menggunakan kereta (Argo Parahyangan), KRL/Commuter Line, bus Damri, bus Transjakarta, bus Antar Provinsi, Metro Mini (atau sejenisnya), dll dari Bandung sampai Jakarta, saya ingin mencoba bandingkan tipikal kondektur berdasarkan hasil pengamatan.

Kondektur kereta api dengan seragam dan topi seperti topi polisi, menyapa satu persatu penumpang sambil memeriksa tiket. Dalam beberapa kesempatan, kondektur didampingi polisi kereta api. Kondektur kereta api bisa disebut "yang punya kereta" selama perjalanan.

Dari pengalaman naik bus Damri, jurusan Cibeureum-Cicaheum, setiap hari berangkat ke sekolah semasa SMP dan beberapa kali di 5 tahun terakhir, tugas kondektur relatif sama. Seperti biasa sambil memegang beberapa lembaran uang dari pecahan kecil hingga terbesar, kadang berbelit tas pinggang, 'menyapa' penumpang satu persatu. Meskipun baru-baru ini bisa dilihat halte-halte semacam halte bus Trans Jakarta di sepanjang jalur bus Damri di Bandung, hanya beberapa halte yang benar-benar digunakan. Sebagian penumpang ada yang membayar karcis di halte, tapi ada juga yang membayar langsung di atas bus kepada kondektur. Semasa SMP saya ingat juga pernah menggunakan karcis langganan/abonemen khusus pelajar, tiap lembar karcis diberi tanggal berlaku. Pernah juga saya mencoba menggunakan karcis yang sudah tidak berlaku, tapi biasanya kondektur tidak mengecek tanggalnya. Kondektur bus Damri juga mengatur penumpang dan barang yang dibawa penumpang.

Petugas di atas bus (on board) Trans Jakarta yang sedang beroperasi di jalurnya selain supir, kalau tidak salah, adalah kondektur, tetapi mereka tidak 'menyapa' penumpang satu persatu dan lebih banyak beraksi di sekitar pintu bus. Berseragam, bertugas menjaga kenyamanan, memberi informasi, mengatur/mengingatkan/menegur penumpang masuk/keluar, memberi kode ke supir, dll. Menurut saya, para petugas penjaga pintu ini adalah garis terdepan pelayanan Trans Jakarta, seperti pramugari/a di pesawat.

Beberapa tahun terakhir ini, saya lebih banyak naik bus antar provinsi dibandingkan naik kereta atau bus Damri, mungkin lebih sering dibandingkan dengan rata-rata para anggota busmania. Tugas paling penting kondektur bus antar provinsi adalah menghitung jumlah persis penumpang dan menagih pembayaran sesuai tujuan tiap penumpang. Kondektur bus antar Provinsi akan mempertanggungjawabkan jumlah uang yang dikumpulkan dari penumpang dengan hasil hitungan petugas di setiap checkpoint. Suatu kali, di seberang tempat saya duduk ada dua orang ibu yang membayar tidak sesuai dengan tarif. Kondektur berusaha menjelaskan bahwa mereka kurang bayar, tapi para ibu tersebut bersikeras bahwa jumlah yang dibayarkannya sudah sesuai dengan alasan mereka pernah naik bus lain dengan jarak tempuh lebih jauh dengan tarif yang lebih murah. Para ibu tersebut juga mengeluh sepanjang jalan, karena ada aroma yang tidak enak tercium di tempat duduk mereka yang bersebelahan dengan pintu ke smoking area dan toilet. Si kondektur tidak mau berdebat dengan para ibu tersebut, mungkin mereka sudah sering bertemu dengan penumpang seperti itu, padahal bisa saja si kondektur menurunkan mereka sebelum checkpoint.


Lihat Transportasi Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA