Upaya yang dapat dilakukan manusia untuk menyelaraskan diri dengan alam yaitu dengan cara

Upaya yang dapat dilakukan manusia untuk menyelaraskan diri dengan alam yaitu dengan cara

Upaya yang dapat dilakukan manusia untuk menyelaraskan diri dengan alam yaitu dengan cara
Lihat Foto

freepik.com/jcomp

Ilustrasi hidup selaras dengan alam

KOMPAS.com – Manusia hidup dengan baik di bumi karena alam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan. Manusia sangatlah bergantung pada alam, sehingga manusia harus hidup selaras dengan alam agar tetap sehat.

Bagaimana cara hidup selaras dengan alam? Apakah hidup yang selaras dengan alam berpengaruh pada kesehatan manusia? 

Hidup selaras dengan alam menciptakan gaya hidup sehat yang membuat tubuh manusia menjadi lebih bugar, membentuk lingkungan yang sehat, menjauhkan manusia dari penyakit serta stres yang berlebihan.

Sehingga, hidup selaras dengan alam berpengaruh besar pada kesehatan manusia. Terdapat beberapa cara hidup selaras dengan alam yang memberikan pengaruh pada kesehatan manusia, seperti: 

Menjaga kebersihan lingkungan

Cara hidup selaras dengan alam yang pertama adalah menjaga kebersihan lingkungan, termasuk diri sendiri. Tidak membuang sampah sembarang, mandi secara teratur, membersihkan lingkungan sekitar, dan tidak mengotori alam adalah contohnya.

Baca juga: Pola Hidup Sehat

Menjaga kebersihan lingkungan juga berdampak baik bagi kesehatan manusia. Menurut World Health Organization, kebersihan adalah penghalang penting bagi penyakit menural termasuk penyakit fekal-oral dan meningkatkan kesehatan juga kesejahteraan masyarakat.

Membersihkan lingkungan juga memberikan dampak baik bagi kesehatan mental. Dilansir dari Verywell Mind, membersihkan lingungan dapat memberikan efek menenangkan, meningkatkan suasana hati, memberikan rasa pencapaian dan kepuasan, serta membantu mengurangi stres.

Mengurangi sampah dengan prinsip 3R

Sebagian besar kegiatan manusia menghasilkan sampah, padahal sampah merupakan masalah besar bagi alam. Sehingga untuk dapat hidu selaras dengan alam, kita harus mengurangi sampah dengan cara menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle).

Tidak mengeskploitasi sumber daya ayam berlebihan

Alam menyediakan berbagai sumber daya untuk dimanfaatkan manusia. Namun, pemanfaatan sumber daya itu tidak boleh berlebihan. Ekploitasi sumber daya alam harus dilakukan dengan bijak agar sumber daya tidak habis, lingkungan tidak tercemar, dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lain tetap terjamin.

Baca juga: Kegiatan yang Dapat Dilakukan untuk Hidup Sehat

Menjaga kelestarian tanaman

Mengutp dari Nature, planet bumi memiliki 3,04 triliun pohon namun sekitar 15,3 miliar pohon ditebang setiap tahunnya. Hal tersebut membuat penggundulan hutan yang mengakibatkan banyak efek buruk terhadap alam dan manusia.

Om Swastyastu. Om Awigenamastu Namo Siddham. Om  Annobadrahkrtavoyantu Visvatah. Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru 

Umat se-dharma se-nusantara. Pesan dharma kali ini mengangkat tema “Pentingnya Ajaran Tri Hita Karana Sebagai Dasar Keharmonisan Dalam Kehidupan Bersama”

Mpu Tantular dalam karyanya Kitab Sutasoma menyatakan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa (“Berbeda-beda, tetapi pada hakekatnya adalah satu, tidak ada kebenaran yang kedua).

Sebuah contoh, di pagi hari Pak Made  pergi ke kantor mengenakan seragam guru, lalu disebutlah ia dengan “Pak Guru”. Sepulang dari kantor, ia mengganti pakaiannya lalu pergi ke pasar untuk berjualan, maka disebutlah ia “pedagang”. Ketika sore hari, ia kembali ke rumah untuk berkumpul bersama anak dan istrinya, disebutlah ia “ayah dan suami”. Yang disebut Pak Guru, pedagang, ayah, dan suami adalah satu, yaitu Pak Made.

Kita simak petikan sloka yang tertulis dalam Bhagawad Gita: Sloka IV Adyaya 11 sebagai berikut: Ye yatha mam prapadyante, Tams tathai ‘va bhajamy aham, Mama vartma ‘nuvartante, Manusyah partha sarvasah. (Jalan manapun yang ditempuh manusia kepada-Ku semuanya Ku terima. Dari mana-mana mereka semua menuju jalan-Ku, wahai putra parta.)

Umat sedharma. Manusia, selain sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai mahluk sosial, yang tidak akan terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan damai, maka kita harus menjaga hubungan yang harmonis yang dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Tri Hita Karana. 

Sebagai umat Hindu tentunya kita telah diajarkan tentang ajaran Tri Hita Karana. Yaitu, tiga hal yang harus diharmoniskan oleh setiap umat Hindu khususnya dan umat manusia pada umumnya. 

Pertama, keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan. Bagaimana caranya? Untuk dapat mengharmoniskan hubungan dengan Tuhan, caranya dengan melakukan semua ajaran-Nya sesuai kaidah kitab Suci Weda. Salah satu yang dapat kita lakukan adalah dengan cara bersembahyang. 

Pada tingkatan yang lebih tinggi, kita dapat melakukan Meditasi untuk menyatukan diri dan tanda syukur kita ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca. Di samping itu, upaya mengharmoniskan hubungan dengan Tuhan bisa dilakukan dengan mencintai dan menyayangi semua makhluk ciptaan-Nya. Pada intinya, hidup ini adalah sebuah pelayanan. Kita tidak boleh memandang  bagaimana statusnya, jabatannya, pekerjaannya atau pun bentuk fisiknya. 

Kedua adalah menciptakan keharmonisan antara manusia dengan manusia lainnya. Dalam bersosial kemasyarakatan sekarang ini terutama di kota besar seperti Jakarta, sifat individualisme sangat terlihat dengan jelas. Sebagai contoh, banyak orang yang tidak mengetahui nama tentangga sebelahnya. Semuanya sibuk dengan urusan dan  kepentingannya masing-masing sehingga komunikasi dengan tetangga sangat jarang. 

Dilihat dari pandangan ajaran Tri Hita Karana, fenomena itu menandakan bahwa keadaan masyarakat tersebut tidaklah harmonis. Mari kita ciptakan masyarakat yang harmonis, rukun dan damai sehingga akan tercipta kesejahteraan bersama.

Coba kita renungkan tentang ajaran toleransi kita, yaitu ajaran Tat Twam Asi. Di mana secara harfiah Tat Twam Asi mengandung arti Aku adalah Dia, Dia adalah Engkau. Artinya, kelihatan sangat sederhana, namun bila kita kaji, ajaran itu memiliki makna yang sangat dalam. Muncullah pertanyaan dibenak kita: “Mengapa Saya dan Anda dikatakan sama, padahal fisik kita berbeda?”

Umat sedharma, kata Aku di sana bukan hanya dilihat dari bentuk fisik kita. Di dalam diri saya dikatakan ada Jiwa (Atman) dan di dalam diri Anda juga ada sang jiwa itu. Oleh karena itu, maka saya dan anda atau pun dia, atau pun mereka adalah sama-sama memiliki jiwa (Atman) yang berasal dari satu sumber utama, yaitu Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa. 

Terlebih lagi, salah satu sloka mengatakan bahwa: “Brahman Atman Aikyam”. Artinya, Brahman dan Atman adalah Satu. Dapat disimpulkan bahwa jiwa di dalam diri kita adalah Brahman itu sendiri. Dengan menyadari bahwa di dalam diri orang lain sama dengan diri kita, maka sepatutnya kita saling menghormati dan menyayangi, sehingga tercipta kehidupan yang harmoni, aman, damai, dan sejahtera.

Ketiga, menciptakan keharmonisan antara manusia dengan alam lingkungan. Alam ini telah melakukan pelayanan tanpa pamrih kepada semua mahluk yang ada. Semuanya dia serahkan tanpa meminta imbalan apapun. Semua apa yang kita butuhkan, dia berikan. Namun sebaliknya, sebagai umat manusia dengan ego masing-masing, kita mengeksploitasi tanpa memikirkan bagaimana memeliharanya. Hal itu berakibat akan datangnya maut menghampiri umat manusia. Bencana demi bencana terjadi di mana-mana, seperti Tsunami , Gempa Bumi, tanah longsor, dan banjir bandang di beberapa daerah.

Oleh karena itu, umat manusia, khususnya umat Hindu, harus menyadari untuk berusaha mengharmoniskan kembali hubungannya dengan alam. Marilah kita merawat lingkungan kita untuk menanam tanaman di sekitar rumah, membuang sampah pada tempatnya. 

Umat Sedharma. Dalam upaya menjaga keharmonisan alam semesta ini, umat Hindu senantiasa menjaga keselarasan antara sekala dan niskala, baik secara vertikal dengan Sang Pencipta dan lingkungan alamnya, maupun secara horizontal antar manusianya. Dengan demikian, terciptalah energi positif yang dapat memberikan aura dan nuansa magis-spiritual. Ditambah lagi, dengan semakin digerakkannya konsep Tri Hita Karana menjadikan masayarakat Hindu semakin harmoni dan mandara. 

Umat sedharma. Sebagai kesimpulan, pesan dharma kali ini menggarisbawahi tentang pentingnya ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan bersama sebagai wahana untuk saling introspeksi diri, mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga menimbulkan suatu interaksi, hubungan timbal balik antar sesama, bukan untuk memecah, melainkan untuk penyatuan. Yaitu dengan menjadikan ajaran Tri Hita Karana sebagai pondasi dalam menjalani kehidupan yang paras paros sarpa naya salung – lung sabayan taka.

Mari kita amalkan ajaran Tri Hita Karana agar tercipta keharmonisan dan kedamaian seluruh mahluk, sesuai tujuan Agama Hindu yaitu Moksartam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma. Terimakasih. “Tan Hana Wwang Swasty Hayu Nulus”  tidak ada manusia yang sempurna.

Om Santih, Santih, Santih Om 


Made Ayu Yuliandini, S Pd, M.Pd (Rohaniwan Hindu)
 

Om Awignam Astu Namosidam. Om anobadrah kretavo yantu Visvatah. Om Swastiastu, Rahayu Sarwa Sekalian Alam.

Umat sedharma yang berbahagia. Mimbar Hindu kali ini mengangkat tema ‘Bersinergi dengan Alam menuju Semesta yang Harmoni’.

Umat sedharma, rasanya sudah tidak asing lagi bagi kita tentang gencarnya anjuran dan imbauan pemerintah melalui berbagai media, mengedukasi tentang pentingnya menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19 dengan menerapakan protokol kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas), dan doa. Pemerintah juga telah menerbitkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Ini adalah upaya lahiriah yang sudah sepatutnya dipedomani dalam kehidupan sehari-hari.

Umat sedharma yang senantiasa dinaungi sinar kebajikan. Sebagai masyarakat beragama, marilah kita pupuk rasa soliditas kita sebagai sesama manusia, seperti halnya makna yang yang tersirat dalam sloka “Tat Twam Asi”, bahwa  “Aku adalah kamu dan kamu adalah aku”. Sloka ini mengisyaratkan pesan bagi kita untuk saling menjaga dan bersama sama dalam menghadapi pandemi ini.

Mari kita sematkan Doa dalam rutinitas Tri Sandya kita, sebagai upaya batin untuk lebih mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.  Atau sediakan satu waktu khusus untuk melakukan Japa, Namasmaranam, atau Meditasi, berkontemplasi dengan alam.

Kita penuhi diri kita dengan sinar suci dan energy alam yang positif, menginspirasi diri kita untuk berfikir, berujar, dan berbuat yang positif pula dengan penuh kesadaran sebagai wujud dharma bhakti kita kepada alam untuk menuju ke keseimbangannya.

Saudaraku umat sedharma yang berhati mulia. Mari dengan penuh kesadaran, kita renungi di kedalaman nurani kita, kehadiran Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam setiap perjalanan karma kehidupan kita. Wyapi wiyapaka nirwikara, bahwa Tuhan meliputi segala ciptaanya. Seperti halnya adanya pandemi ini, bukan tidak mungkin ada rencana besar yang Tuhan rencanakan di masa mendatang sebagai jawaban atas peristiwa yang mengguncang dunia ini. 

Tentunya umat sedharma tahu, kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab Adiparwa. Dikisahkan, pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura (raksasa) bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan Tirta Amerta. Yaitu, air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. 

Dengan usaha yang keras, akhirnya teraduklah samudera susu atau lautan Ksera. Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup.

Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan). 

Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul. Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur. Apsara, kaum bidadari kahyangan. Kostuba, permata yang paling berharga di dunia. Uccaihsrawa, kuda para Dewa. Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan. Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi. Airawata, kendaraan Dewa Indra. Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran. Dan, akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi Tirta Amerta.

Umat sedharma, begitulah kehidupan ini mengajarkan kita untuk selalu berbenah dengan berdisiplin diri pada jalan kebenaran untuk mendapatkan kedamaian. Kita, sebagai bagian dari alam ini hendaknya mampu menyelaraskan diri dengan kondisi alam yang sedang menuju kekeseimbangannya. 

Astungkara Ida Sang hyang Widhi Wasa akan senantiasa menyertai kita.

Asato ma sad-gamaya. tamaso ma jyotir-gamaya. mrtyor ma amrtam gamaya. Loka samastha sukhino bhavantu, Rahayu Sarwa Sekaliyan Alam

Om santih santih santih Om


Agus Sugiyono (Pura  Bhuana Puja Desa Karangaanyar, kec. Tamansari, Kabupaten Boyolali Jawa Tengah)