Di manakah letak pasal UUD 1945 yang menerangkan tentang bentuk negara kesatuan Indonesia

Sebagaimana kita ketahui bahwa Provinsi Kalimatan Selatan pada saat ini masih menggunakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur). Undang-Undang tersebut lahir pada saat zaman konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Jika kita bandingkan ke kondisi saat ini, dimana konsep saat ini adalah otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi yang kita anut jelas hal ini sudah tidak sejalan. Pada awalnya dahulu, konsep otonomi daerah itu muncul sebagai salah satu pembaharuan pola bernegara pasca reformasi adalah perubahan dari sistim yang sentralistik ke model desentraliasi. Amanat desentralisasi ini tercantum dalam amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) tepatnya di dalam perubahan Pasal 18. Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 tersebut dapat kita ketahui bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap- tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”, dalam hal konteks negara kesatuan pemahaman melihat pasal ini harus dibaca utuh pula dengan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Adapun ketika kita membaca secara utuh Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 kita akan mendapatkan pemahaman bahwa konstitusi secara nyata memberikan kekuasaan pemerintahan negara ini berada di tangan Presiden, beliau lah “nahkoda” utama dalam negara ini, namun kekuasaan yang ada di pusat itu dibagi kepada daerah-daerah untuk bisa mengurus wilayahnya namun dalam bentuk negara kesatuan. Itulah mengapa frasa yang digunakan adalah frasa “dibagi atas” dalam Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bukan justru “terdiri atas”. Frasa “dibagi atas” yang digunakan dalam Pasal 18 ayat (1) memiliki maksud bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang kedaulatan negara berada di tangan Pemerintah (pusat) sesuai Pasal 4 ayat (1). Hal ini jelas dan sangat berbeda bilamana yang dipilih frasa “terdiri atas” yang lebih menunjukkan substansi federalisme karena istilah itu menunjukkan letak kedaulatan berada di tangan negara- negara bagian. Konsep otonomi daerah selalu berubah-ubah dan senantiasa mencari bentuk yang ideal. Konsep yang saat ini terakhir digunakan yakni melalui Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU tentang Pemda). Dalam konsep UU tentang Pemda ini, pandangan mengelola daerah yang sangat berbeda dengan UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang merupakan dasar lahirnya provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai contoh saja, misalnya dalam Pasal 3 ayat (1) UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dinyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Kalimantan-Barat, Kalimantan-Selatan dan Kalimantan-Timur masing-masing terdiri dari 30 anggota”. Hal ini jelas tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini dimana dalam Pasal 102 ayat (1) UU tentang Pemda yang mengatur bahwa “Anggota DPRD provinsi berjumlah paling sedikit 35 (tiga puluh lima) orang dan paling banyak 100 (seratus) orang”. Hal ini bahkan lebih tidak sesuai lagi karena perkembangan terbaru ada Pasal 188 ayat (1) UU tentang Pemda yang berbunyi “Jumlah kursi DPRD Provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 120 (seratur dua puluh)”. Begitu juga contoh lainnya yakni misalnya terkait dengan Pasal 5 pada Bagian II Urusan Kesehatan di UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Pada ayat (1) dinyatakan bahwa “Propinsi mendirikan dan menyelenggarakan rumah-sakit umum dan balai pengobatan umum untuk kepentingan kesehatan dalam lingkungan daerahnya”. Hal ini jelas sudah sangat berbeda dengan paradigm memandang urusan kesehatan yang berdasarkanm Pasal 12 ayat (1) huruf b UU tentang Pemda menempatkan urusan kesehatan pada katagori urusan pemerintahan wajib yang berkaitan denagn pelayanan dasar. Lebih lanjut lagi, dalam UU tentang Pemda juga mempunyai lampiran yang berisi pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Misalnya kita mau mencontohkan satu saja misalnya sumber daya manusia di bidang kesehatan, pemerintah pusat memiliiki peranan untuk penetapan standardisasi dan registrasi tenaga kesehatan Indonesia, tenaga kesehatan warga negara asing (TK-WNA), serta penerbitan rekomendasi pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTTKA) dan izin memperkerjakan tenaga asing (IMTA). Sedangkan provinsi hanya terbatas pada perencanaan dan pengembangan SDM Kesehatan untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) daerah provinsi. Daerah kabupaten/kota beda lagi, mereka punya keweangan untuk penerbitan izin praktik dan izin kerja tenaga kesehatan, dan perencanaan dan pengebangan SDM UKM dan UKP daerah kabupaten/kota. Beberapa contoh diatas, menujukkan bahwa dasar provinsi Kalimantan Selatan dengan UU tentang Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur sudah tidak layak lagi. Pembentukan RUU tentang Kalsel ini sangat penting karena pengaturan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Hal ini yang kemudian menjadi urgensi perlu dibentuknya RUU ini, karena memang dasar hukum yang masih belaku hingga saat ini mengusung semangat federalistik yang ada pada jaman RIS. Hal ini juga tentunya sudah sangat tidak cocok lagi dengan konsep otonomi daerah saat ini, sehingga perlu dibentuk RUU tersediri tentang Kalimantan Selatan sebagai solusi dari perkembangan hukum tersebut.

Bentuk Negara

Di dunia terdapat banyak bentuk negara yang berbeda-beda antara lain negara kesatuan, negara serikat, perserikatan negara (Konfederasi) , UNI, dibagi menjadi 2 yaitu Uni Riil dan Uni Personil, dominion, koloni, protektorat, mandat, trust.


Pada awal kemerdekaan Indonesia, muncul perdebatan mengenai bentuk negara yang akan digunakan Indonesia apakah negara kesatuan ataukah negara federal. Namun akhirnya disepakati bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan kemudian ditetapkan dalam UUD 1945 oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.


Presiden Soekarno, dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 megatakan bahwa nasionalisme Indonesia atau negara kesatuan merupakan sebuah takdir.


Bangsa Indonesia harus mengatasi badai besar ketika Belanda kembali datang untuk melakukan agresi militer tahun 1948-1949 hingga akhirnya berkat perjuangan bangsa Indonesia melalui perjanjian-perjanjian dengan Belanda, bentuk negara Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat. Tujuan Belanda membentuk negara serikat adalah untuk melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Banyak timbul pergolakan parlemen di Indonesia yang menjadi awal pemicu diubahnya bentuk negara dari serikat menjadi kesatuan. Melalui Mosi Natsir yang didukung oleh banyak fraksi di parlemen ini akhirnya mengantarkan Indonesia menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950.

Meskipun telah kembali menjadi negara kesatuan sesuai dengan konstitusi yang berlaku UUDS1950 pasal1 ayat (1) banyak sekali timbul upaya pemberontakan di berbagai daerah hingga tahun 1958. Kondisi ini membuat penyelenggaraan negara tidak optimal sehingga Presiden harus mengambil tindakan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali menggunakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.


Hal ini mampu meyakinkan kembali bahwa negara kesatuan merupakan yang terbaik dan menghilangkan keraguan akan pecahnya negara Indonesia.


Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.”


dan Pasal 37 ayat(5) "Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan".

Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh setelah dilaksanakan amandemen dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diawali dari adanya kesepakatan MPR yang salah satunya yaitu tidak mengganti bunyi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sedikitpun & terus mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi bentuk final negara Indonesia. Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan dilandasi pertimbangan bahwa negara kesatuan merupakan bentuk yang ditetapkan dari mulai berdirinya negara Indonesia & dianggap paling pas untuk mengakomodasi ide persatuan sebuah bangsa yang plural/majemuk dilihat dari berbagai latar belakang (dasar pemikiran).


UUD RI tahun 1945 secara nyata memiliki spirit agar Indonesia terus bersatu, baik yang terdapat dalam Pembukaan ataupun dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang langsung menyebutkan tentang Negara Kesatuan RI dalam 5 Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 25A dan pasal 37 ayat (5) UUD RI tahun 1945.


Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam upaya membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dengan menyadari seutuhnya bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dasar berdirinya bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan, Pembukaan tersebut tetap dipertahankan & dijadikan pedoman.


TUJUAN NKRI


Tujuan Utama dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alinea ke-4" Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial …"


Indonesia adalah sebuah negara kesatuan namun terdapat pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini adalah untuk mendorong otonomi daerah dan mendorong pembangunan daerah menjadi lebih pesat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat dijalankan secara langsung. Undang-undang yang mengatur tegas adalah UU no 32/2004. Pemerintah pusat memiliki wewenang sepenuhnya dalam hal pertahanan, keamanan, moneter, politik LN, pendidikan, dan agama.

Pemerintah dapat menjalankan pemerintahan secara sentralisasi atau bisa juga desentralisasi. Jika pemerintahan dijalankan secara terpusat(sentralisasi) semua wewenang termasuk pembuatan aturan diambil alih oleh pemerintah pusat.


Berikut adalah Kelebihan dan Kekurangan NKRI

Kelebihan Sistem Sentralisasi

- Keseragaman peraturan di semua wilayah

- Kesederhanaan Hukum

- Pendapatan daerah dapat di alokasikan ke semua daerah dengan adil dan sesuai kebutuhan.


Kelemahan Sistem Sentralisasi


- Penumpukan pekerjaan di pusat, sehingga menghambat kinerja pemerintahan

- Tidak sinkron antara peraturan yang dibuat di pusat dan kondisi lapangan di daerah

- Pemerintah daerah menjadi pasif dan kurang inisiatif

- Peran masyarakat daerah sangat kurang mendapat kesempatan

- Keterlambatan respon dari pemerintah pusat karena kondisi geografis Indonesia yang luas dan berat.


Sedangkan jika negara menggunakan sistem desentralisasi, daerah memiliki kewenangan(otonomi) mengatur rumah tangga daerah untuk membuat kebijakan dan membuat peraturan ( selain 6 kewenangan pemerintah pusat di atas) namun tetap harus selaras dengan pemerintah pusat .

Kelebihan Sistem Desentralisasi


- Daerah lebih berkembang, pembangunan lebih cepat

- Peraturan dan kebijakan lebih tepat dan sesuai kebutuhan daerah

- Kinerja pemerintahan lebih lancar

- Partisipasi rakyat lebih tinggi


Kekurangan Sistem Desentralisasi


- Ketidakseragaman peraturan pusat dan daerah


Page 2