Upaya apa yang harus dilakukan oleh pemerintah jika target penerimaan pajak tidak tercapai

Upaya apa yang harus dilakukan oleh pemerintah jika target penerimaan pajak tidak tercapai
Sri Mulyani Indrawati. dok. TEMPO

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mempersiapkan sejumlah upaya untuk mengelola selisih kekurangan penerimaan pajak dengan target penerimaan tahun ini. "Ada pos dari sisi pendapatan negara bukan pajak yang kami identifikasi akan menambah Rp 15,6 triliun," kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2016.

Sri Mulyani memperkirakan penerimaan pajak akhir tahun ini akan meleset sebesar Rp 219 triliun dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Untuk mengurangi shortfall tersebut, pemerintah memangkas anggaran hingga Rp 137,6 triliun.

Dalam pemotongan anggaran, menurut Sri Mulyani, terdapat pula penghematan alamiah yang berasal dari kurangnya penyerapan anggaran oleh kementerian dan lembaga. Hampir semua kementerian dan lembaga memiliki realisasi penyerapan yang lebih rendah daripada proyeksi, yakni minimal 5 persen. Selain itu, menurut Sri Mulyani, beberapa kementerian dan lembaga memiliki realisasi belanja yang lebih kecil daripada yang direncanakan. "Itu berasal dari kegiatan yang sudah dilelangkan dan ternyata lebih kecil daripada anggaran. Itu kami ambil sisanya dan termasuk dalam penghematan sebesar Rp 64,7 triliun.” Anggaran perjalanan dinas, konsinyering, rapat-rapat, dan lain sebagainya yang mencapai Rp 40 triliun, menurut Sri Mulyani, juga dipotong sekitar Rp 10 triliun. "Kalau kemungkinan adanya belanja modal yang terkurangi, ya, tapi berbentuk penghematan, seperti dari lelang itu tadi. Tidak mengurangi, tapi penghematan," tuturnya. Jika penerimaan lebih rendah daripada target, ucap Sri Mulyani, pemerintah juga dapat menaikkan defisit anggaran untuk menambah utang. "Namun tidak lebih dari 3 persen. Dalam APBNP, kami perkirakan defisit 2,5 persen. Masih ada 0,5 persen tambahan utang kalau memang betul-betul diperlukan," ujarnya.

Cara lain adalah melakukan cash flow management. Untuk proyek yang rencananya dibangun dalam setahun, Sri meminta dibangun dengan skema multiyear. "Termasuk penundaan dana alokasi umum, kami meminjam space tahun depan untuk dipakai tahun ini," katanya.

ANGELINA ANJAR SAWITRI


Pemerintah memasang target penerimaan perpajakan pada 2021 meningkat 2,6% sampai 10,5% year on year (yoy). Secara nominal penerimaan ditargetkan sebesar RP 1.441,07 triliun sampai Rp 1.551,9 triliun. Target dipasang berdasarkan proyeksi ekonomi tahun depan yang membaik setelah tertekan pandemi virus corona.

Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat dengan Badan Anggaran DPR, Kamis (18/6). Ia merinci target tersebut berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp 1.232,3 triliun sampai Rp 1.331,8 triliun atau tumbuh 2,8% sampai 11,1% yoy serta dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp 207,75 triliun sampai Rp 219,89 triliun atau tumbuh 1% sampai 6% yoy.

“Penghitungan ini menjadi baseline perrhitungan penerimaan perpajakan tahun 2021 yang juga mencakup kebijakan insentif perpajakan yang akan diberikan, dan strategi optimalisasi penerimaan yang akan dilakukan,” kata Sri Mulyani.

Sebaliknya, dalam kesempatan ini, Sri Mulyani menyatakan proyeksi penerimaan perpajakan 2020 turun 9,2% yoy dengan realisasi nominal sebesar Rp 1.404,5 triliun. Penerimaan perpajakan tahun ini memang sedang seret akibat banyak sektor usaha terpukul pandemi corona. Ini terlihat dari laporan APBN KiTa per 31 Mei yang disampaikan Kemenkeu pada 16 Juni lalu.

(Baca: Pemerintah Akan Turunkan PPN Produk Primer Pangan Menjadi 2%)

Dalam laporan itu disebutkan, penerimaaan perpajakan terkontraksi 10,8% dibandingkan periode sama tahun lalu dengan realisasi sebesar Rp 444,6 triliun. Penerimaan PPh Migas paling terkontraksi sebesar 35,6% dengan realisasi Rp 17 triliun. Jauh dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 26,4 triliun.

Advertising

Advertising

Sementara PPh Non-Migas terkontraksi sebesar 10,4% dengan realisasi sebesar Rp 264,8 triliun meskipun masih berada dalam koridor Perpres 54/2020 yang memproyeksikan kontraksi di sekitaran 10%. Kemudian PPN terkontraksi sebesar 8,0% dengan realisasi sebesar Rp 160 triliun.

Dilihat dari pajak per jenis, hanya PPH OP dan PPh 26 yang tak mengalami kontraksi. Masing-masing tumbuh 0,55% dan 14,33%. Pertumbuhan PPH OP dipengaruhi kebijakan pergeseran pencatatan, sementara PPH 26 dipengaruhi tak berulangnya restitusi besar pada Februari 2019.

Dalam mematok target penerimaan perpajakan tahun depan, Sri Mulyani menyatakan telah mempertimbangkan ketidakpastian dan dinamikan perekonomian sepanjang tahun ini. Pemerintah pun menurutnya akan melakukan beberapa kebijakan untuk merealisasikan target tersebut.

(Baca: Sri Mulyani Pangkas Lagi Proyeksi Ekonomi Kuartal II Menjadi 3,8%)

Langkah-Langkah Pemerintah Merealisasikan

Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan perpajakan, kata Sri Mulyani, adalah dengan mendorong pemulihan dan transformasi ekonomi. Pemerintah akan lebih selektif dalam memberikan insentif perpajakan, yakni kepada sektor-sektor yang bisa mempercepat pemulihan ekonomi.

Insentif perpajakan tersebut akan diberikan untuk membantu arus kas wajib pajak dan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga akan membebaskan dan menurunkan bea masuk guna mempercepat masuknya investasi dan peningkatan perekonomian. Insentif akan diberikan pula kepada kegiatan vokasi dan litbang untuk meningkatkan sumber daya manusia.

Dari sisi regulasi, pemerintah mendorong terwujudnya Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan. Harapannya melalui beleid ini peraturan-peraturan yang selama ini menyulitkan wajib pajak akan dipermudah dan lebih bersahabat secara teknologi.

Sri Mulyani menyatakan akan mengoptimalkan pula penerimaan pajak digital atau perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Sebelumnya, pemerintah telah mendapatkan jalan memburu PPN digital perusahaan asing melalui PMK Nomor 48 tahun 2020 yang menjadi turunan Pasal 6 Perppu Nomor 1 tahun 2020.

(Baca: Jalan Panjang dan Berliku Memburu Pajak Digital Asing)

Melalui peraturan yang akan berlaku mulai 1 Juli tersebut, pemerintah bisa menarik PPN pelaku usaha PMSE asing seperti Netflix dan Spotify sebesar 10%. Dalam naskah akademik RUU Omnibus Law Perpajakan disebutkan potensi dari PPN PMSE sebesar Rp 10,4 triliun dari perkiraan pendapatan transaksi senilai Rp 104,4 triliun.

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan pemerintah adalah ekstentifikasi dan pengawasan berbasis kewilayahan. Otoritas pajak akan melakukan pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum berbasis risiko dan berkeadilan. Hal ini akan diiringi dengan pengembangan fasilitas kepabeadan dan harmonisasi fasilitas fiskal lintas kementerian dan lembaga.

Seluruh langkah tersebut, kata Sri Mulyani, adalah rangkaian dari reformasi perpajakan sampai 2024. Selama kurun pelaksanaannya pemerintah berkomitmen menjaga tax ratio dan keinginan menggunakan pajak sebagai insentif.

“Ini adalah tujuan yang selalu kami seimbangkan,” kata Sri Mulyani.  

(Baca: Pajak Seret Akibat Corona, Defisit APBN Bengkak Jadi Rp 179,6 T)

JAKARTA - Pemerintah dalam RAPBN 2017 mematok target penerimaan pajak sebesar Rp1.736,3 triliun. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, target penerimaan pajak pada sektor non-migas adalah sebesar Rp1.271,7 triliun.

Secara rinci, target penerimaan pajak ini terdiri dari pajak non-migas sebesar Rp1271,7 triliun, PPh non-migas Rp751,8 triliun, PPN Rp489,3 triliun, PBB Rp17,3 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp8,7 triliun. Secara keseluruhan, pertumbuhan pajak adalah sebesar 9,3 persen pada tahun 2017.

"Jadi target ini kami memang telah memperhitungkan kondisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi," kata Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (16/8/2016).

Adapun lima tahap untuk mencapai target pertumbuhan pajak ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan tax base dan kepatuhan wajib pajak melalui kebijakan pengampunan pajak, ekstensifikasi dan penguatan basis data. perpajakan, intensifikasi, dan implementasi konfirmasi Status Wajib Pajak bagi pelayanan publik.

2. Pemberian insentif perpajakan untuk meningkatkan iklim investasi, daya saing industri, dan mendorong hilirisasi industri dalam negeri

3. Perbaikan regulasi perpajakan

4. Pengenaan cukai atau pajak lainnya untuk pengendalian konsumsi barang tertentu dan negative externality, dan

5. Mengarahkan perpajakan internasional untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi, pertumbuhan investasi, peningkatan perdagangan dan perlindungan industri dalam negeri.

Baca Juga: Rekomendasi Produk Smart Home untuk Tingkatkan Keamanan Hunianmu

(rai)

Upaya apa yang harus dilakukan oleh pemerintah jika target penerimaan pajak tidak tercapai

Upaya apa yang harus dilakukan oleh pemerintah jika target penerimaan pajak tidak tercapai
Lihat Foto

Icha Rastika

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil.


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah siap mengambil pinjaman program dari lembaga multilateral jika penerimaan pajak pada tahun ini tidak memenuhi target. Total target pajak 2015 adalah Rp 1.274,26 triliun. Angka ini di luar penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai.

"Kalau sekarang kita kekurangan pajak, kita gunakan pinjaman, pinjaman program dan lain-lain. Kalau yang bisa tahun ini tidak tercapai, kita sudah siap plan B untuk dapatkan pinjaman," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomiian Sofyan Djalil, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (6/7/2015).

Selain itu, menurut Sofyan, pemerintah masih mempunyai cadangan berupa sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) yang bisa digunakan. Diperkirakan, masih ada silpa 10 persen dari penyerapan anggaran tahun ini.

Sofyan juga menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan akan terus berupaya mengejar target penerimaan pajak. Terkait target penerimaan pajak 2016 yang rencananya mencapai Rp 1.900 triliun, ia mengakui target tersebut sulit dicapai. Meski demikian, akan ada upaya khusus yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak.

"Akan ada effort khusus, nanti tunggu saja pidato Presiden yang saya belum bisa menjelaskan," ujar Sofyan.

Kementerian Keuangan telah menyusun proyeksi realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sampai dengan akhir tahun. Mengacu skenario terburuk, realisasi penerimaan pajak hingga akhir 2015 sekitar 92,7 persen dari target atau kurang dari Rp 120 triliun dari target.

Anggaran belanja yang tak terserap diproyeksikan Rp 80 triliun. Asumsinya, belanja kementerian dan lembaga negara terserap 92 persen. Adapun belanja modal dalam anggaran di setiap kementerian dan lembaga negara terserap 85 persen.

Dengan demikian, pemerintah perlu tambahan utang Rp 40 triliun dengan defisit yang melebar menjadi 2,2-2,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan target utang 2015 mencapai Rp 222,5 triliun, utang bersih yang akan ditarik pemerintah tahun ini bertambah menjadi Rp 262,5 triliun.Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.