Sikap empati kepada orang lain yang terkena bencana dapat kita lakukan dengan cara

Admin dinsos | 02 Februari 2016 | 84580 kali

Sikap empati kepada orang lain yang terkena bencana dapat kita lakukan dengan cara

Pada saat kita mendengar atau melihat suatu kejadian bencana alam atau tragedi kemanusiaan, sudah barang tentu kita sebagai manusia yang memiliki jiwa sosial akan turut prihatin dan berusaha membantu semampu kita. Namun akibat jauhnya jarak serta kesibukan kita sehari-hari membuat kita untuk datang langsung dan membantu korban langsung dengan tangan kita sendiri. Aneka ragam bentuk bencana alam seperti tsunami, banjir, kebakaran, tanah longsor, angin ribut, gempa bumi, dan lain-lain. Bencana tragedi kemanusiaan seperti huru-hara, kecelakaan maut, kelaparan, kekeringan, dan lain sebagainya juta tak kalah memperihatinkan dibandingkan dengan bencana yang diakibatkan oleh alam. Semua membutuhkan bantuan dan perhatian dari kita semua. Bayangkan jika kitalah yang menjadi korban. Sudah pasti kita akan berteriak minta tolong dari semua orang yang ada di seluruh dunia dan juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Terkadang bantuan bagi korban bencana didomplengi oleh berbagai kepentingan seperti kepentingan politik, kepentingan penyebaran agama, kepentingan bisnis, dan lain sebagainya yang membuat suatu bantuan menjadi seperti tidak ikhlas. Kunjungan pejabat-pejabat yang lebih mengedepankan pencitraan diri pun marak. Padahal bantuan yang diberikan biasanya tidak banyak, tidak menyeluruh dan cenderung terlambat. Di Bawah ini adalah daftar bantuan atau pertolongan yang sangat dibutuhkan oleh para korban bencana alam / tragedi kemanusiaan dari kita semua yang beruntung tidak ikut menjadi korban, sebagai berikut : 1. Bantuan Relokasi Sementara Bagi yang kehilangan tempat tinggal atau yang tidak memungkinkan tinggal di rumahnya, maka perlu diberi tempat tinggal sementara yang layak. Misalkan saja di setiap kota dan kabupaten dibuat suatu apartemen atau mess khusus untuk tempat mengungsi bagi korban bencana. Tentu saja di tempat asal korban tetap dibuat tempat pengungsian layak bagi kepala rumah tangga dan laki-laki yang ingin menjaga aset yang di lokasi bencana. 2. Bantuan Kebutuhan Pokok Kebutuhan pokok sehari-hari harus dapat dipenuhi dengan baik seperti makan minum, mandi cuci kakus (mck), sandang pakaian, dan tempat tinggal. Kegagalan memenuhi kebutuhan pokok ini akan membawa dampak buruk seperti penyebaran penyakit berbahaya, perkelahian, kerusuhan, perampasan, penjarahan, bahkan kematian. 3. Bantuan Peralatan Darurat Banyak sekali peralatan dan perlengkaan yang dibutuhkan korban bencana untuk dapat bertahan hidup seperti tenda darurat, peralatan masak, genset listrik, lampu darurat, alat-alat berat untuk evakuasi korban, pompa air darurat, peralatan medis, selimut, peralatan makan minum, dan lain sebagainya. 4. Bantuan Perbaikan Fisik Segala kerusakan aset pribadi (rumah) dan fasilitas umum (jalan, jembatan, jaringan listrik, jaringan telepon, saluran air, dan lain sebagainya harus kita bantu semaksimal mungkin untuk mendapatkan perbaikan yang cepat, terutama fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dengan kembalinya fasum, fasos dan rumah warga maka kehidupan dapat kembali normal. 5. Bantuan Bimbingan Konseling, Rohani dan Moral Dengan adanya bencana bisa menyebabkan orang menjadi stres, depresi dan juga gila. Yang tidak stress pun juga harus kita berikan dukungan moril agar dapat membantu meningkatkan semangat para korban bencana agar kuat menghadapi cobaan dan siap kembali hidup seperti sedia kala. 6. Bantuan Transportasi Untuk menyalurkan bantuan untuk korban bencana, untuk memindahkan korban bencana dari satu tempat ke tempat lain, untuk membawa peralatan serta perlengkapan bencana dibutuhkan para korban, dan lain sebagainya butuh alat transportasi yang efektif. Jika jalan darat dan air rusak dan tertutup, maka harus bisa melewati jalur udara. 7. Bantuan Tim Penolong Untuk menyelamatkan para korban bencana yang masih terperangkap di dalam reruntuhan, dibutuhkan tim khusus seperti tim sar beserta tim medis. Tim penolong akan membantu korban-korban yang butuh bantuan segera dengan bermodalkan keterampilan yang telah dikuasai. 8. Bantuan Pengamanan Polisi harus datang dan sigap membatu mengamankan aset-aset para korban bencana alam dan juga aset-aset milik pemerintah yang ada di wilayah bencana. Tidak menutup kemungkinan akan terjadinya penjarahan masal, perampokan, pencurian, pengrusakan, dan lain-lain. Akan percuma bila tidak ada yang menjaga ketertiban para korban bencana karena bisa merusak kegiatan bantuan korban bencana yang telah ada. 9. Bantuan Kesehatan Setelah bencana alam terjadi biasanya akan muncul orang-orang yang terluka baik secara fisik maupun mental. Mereka butuh pertolongan medis yang memadai. Jika tidak mampu, maka perlu dirujuk ke rumah sakit. Kondisi kesehatan lingkungan yang biasanya buruk di tempat pengungsian juga perlu ditanggulangi agar tidak menyebabkan penyebaran penyakit yang berbahaya. 10. Bantuan Modal

Untuk kembali bisa memulai hidup yang baru pasca bencana alam/ tragedi kemanusiaan, para korban bencana perlu diberikan suatu bantuan finansial agar bisa mencukupi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan lainnya seperti dulu sebelum terjadinya bencana. Para korban yang kehilangan mata pencaharian pun juga perlu dimodali atau diberi pekerjaan agar bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

sumber : http://www.organisasi.org

Download disini

Situasi pandemi global covid-19 ini membuat semua orang merasa khawatir, cemas dan was-was, baik secara fisik, psikis maupun materi. Hal ini membuat orang akhirnya fokus pada keselamatan diri dan bagaimana caranya mempertahankan hidup di tengah pandemi. Namun sebagai mahluk sosial kita tidak  bisa hidup tanpa orang lain. Oleh karena itu di masa pandemi justru kita harus saling bahu membahu membantu dan memberikan dukungan satu sama lain agar kita mampu melewati pandemi ini dengan baik.

Bangsa Indonesia terkenal dengan ciri khasnya yaitu gotong royong, dimana di dalamnya ada empati , yaitu kemampuan memahami dan merasakan perasaan dan situasi orang lain. Daniel Goleman, tokoh  yang mencetuskan istilah “Kecerdasan Emosional”, mengidentifikasikan tiga jenis empati. Yang pertama adalah empati kognitif, yang berasal dari upaya untuk memahami sudut pandang orang lain. Yang kedua adalah empati sosial, kemampuan mengaitkan perasaan orang lain atau memahami bagaimana perasaan orang lain. Yang terakhir dan terpenting adalah kemampuan empati terhadap keprihatinan.  Ketiga bentuk empati tersebut membangun ketrampilan interpersonal yang baik dengan meningkatkan sensivitas terhadap perasaan orang lain.

Kondisi pandemi seperti sekarang ini maka  sikap empati sangatlah dibutuhkan, bukan hanya simpati. Simpati sebatas menyampaikan perhatian dan rasa iba, namun empati akan berlanjut pada tindakan membantu terhadap mereka yang sedang membutuhkan bantuan. Contohnya, bila ada teman atau tetangga yang positif covid-19 maka kita bukan hanya memberikan simpati namun memberikan bantuan nyata berupa pemenuhan kebutuhan sehari-hari penderita,misalnya menyediakan kebutuhan makan sehari-hari atau menyediakan bahan makanan siap olah, baik dilakukan secara individu ataupun bersama komunitas (RT, RW atau organisasi sosial lainnya). Sikap dan perilaku empati juga dapat kita lakukan  dengan berbagi informasi yang  bermanfaat, menyejukkan hati, positif dan menimbulkan optimisme dalam diri penderita covid-19, bukan justru berita hoax yang tidak jelas sumbernya.

Sikap empati ini pun tidak hanya berlaku bagi yang sehat kepada yang sakit (terkonfirmasi positif covid-19), namun hendaknya empati juga berlaku bagi yang sakit kepada yang sehat. Kenapa harus demikian? Karena penderita harus juga ikut merasakan apa yang dirasakan oleh yang sehat. Salah satunya adalah perasaan takut tertular virus corona. Bagaimana caranya mereka bersikap empati? 

Kesadaran diri atau self awareness adalah salah satu kunci untuk dapat menumbuhkan sikap empati. Self awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan seseorang dalam memahami kesadaran pikiran, perasaan, dan evaluasi diri sehingga dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, dorongan, dan nilai yang terjadi pada dirinya dan orang lain. Individu dengan self awareness yang baik bisa membaca situasi sosial, memahami orang lain, dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya sehingga dapat merefleksi diri, mengamati dan menggali pengalaman, termasuk mengendalikan emosi. Self awareness atau kesadaran diri merupakan fondasi hampir semua unsur kecerdasan emosional, langkah awal yang penting untuk memahami diri sendiri dan untuk berubah. Sejak awal pandemi pemerintah sudah mengedukasi pentingnya menjaga kesehatan diri sendiri dan orang lain di sekitar kita dengan prinsip 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan). Bagi yang terkonfirmasi positif perlu ditambah dengan isolasi mandiri di rumah (yang tanpa gejala dan gejala ringan) atau karantina di rumah singgah untuk sementara waktu minimal 14 hari atau sampai hasil swab negatif. Selain itu bagi anggota keluarga yang terkonfirmasi positif covid-19 diwajibkan jujur dan lapor ke RT setempat dan tempat kerja, sehingga bisa ditracking siapa saja yang kontak erat dengan penderita. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk kebaikan dan keselamatan bersama. Namun sayang, banyak mereka yang terkonfirmasi positif , terutama yang OTG, beserta keluarganya, kurang memiliki kesadaran diri dan justru cenderung menutupi dan tidak jujur kepada lingkungan sekitarnya karena takut mendapatkan stigma atau dijauhi oleh lingkungan. Pemahaman keliru yang seperti inilah yang akhirnya menyebabkan semakin banyak orang yang tertular covid-19, akibatnya sulit untuk memutuskan rantai penyebarannya.

Kurangnya kesadaran diri tersebut membuat mereka tidak memiliki empati dan bersikap acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya dengan bekerja dan bersosialisasi seperti biasanya. Hal ini tentu saja membuat sekitarnya menjadi tidak nyaman dan kawatir bila harus bertemu dengan penderita. Kondisi tersebut tentu saja menimbulkan keresahan bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu perlu adanya sikap empati juga dari penderita covid-19 kepada orang yang sehat, dengan tetap patuh kepada protokol kesehatan yaitu patuh melakukan isolasi mandiri di rumah dan tidak keluar rumah sama sekali sampai benar-benar dinyatakan sembuh total. Selain untuk memutuskan rantai penyebaran namun juga agar orang lain merasa nyaman dan aman. Dengan bersikap empati maka orang lain pun akan lebih menghargai kejujuran penderita dan akan berempati juga kepada mereka.

Sikap saling empati seperti ini akan membawa dampak positif bagi negeri ini, sehingga kita mampu bertahan dalam situasi yang meresahkan ini dan juga segera mengakhiri pandemi. Kita junjung dan lestarikan budaya gotong royong dan tepa slira yang sudah diajarkan nenek moyang kita dulu. Mulailah dari dari kita sendiri untuk membangun sikap empati dan menularkan kepada orang disekitar kita, maka niscaya  negara kita tercinta ini pun akan menjadi bangsa yang kuat dan sehat. 

Salam sehat.

DAFTAR PUSTAKA:

Riadi, Muchlisin.2020.Kesadaran Diri (Self Awareness) – Pengertian, Aspek, Indikator dan Pembentukan. www.kajianpustaka.com/2020/12/kesadaran-diri-self-awareness-.html(diakses 15 Februari 2021)

R,Riefni.2020.Mendorong Sikap Empati di Sekolah/Institusi.binus.ac.id/knowledge/2020/01/mendorong-sikap-empati-di-sekolah-institusi(diakses tanggal 9 Januari 2021)