Sumber hukum yang kedua bagi umat Islam adalah

Sumber hukum yang kedua bagi umat Islam adalah

Perbesar

ilustrasi al-quran/pexels

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya untuk menjelaskan lebih detail apa yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Pada dasarnya, hadits memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-Qur’an. Para ulama sepakat setiap umat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadits-hadits shahih.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13). 

Berikut ini beberapa fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu kamu pahami :

1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur’an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah Bayan At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Qur’an. Hadits berfungsi untuk memperjalas isi Al-Qur’an, agar lebih mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat manusia dalam menjalankan perintah dari Allah SWT.

Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur’an. Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

يَااَيُّهَاالَّذِ يْنَ اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِ يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah SWT berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103)

“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).

Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang jumlah rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka dari itu Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun dengan perkataan. Rasulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori).

2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur’an)

Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai Bayan At-Tafsir atau hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an.

Fungsi hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.

أَتَى بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)

Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.

4 dari 5 halaman

Sumber hukum yang kedua bagi umat Islam adalah
© Unsplash.com

Setelah mengetahui kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam, berikut adalah fungsi dari hadis terhadap Al-Quran yang dikutip melalui Merdeka.com:

Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Quran)

Fungsi hadis terhadap Al-Quran yang pertama adalah sebagai Bayan At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Quran. Contohnya saja pada sebuah hadis yang menjelaskan tentang wudhu sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya sebagai berikut:

“ Rasulullah saw bersabda, tidak diterima sholat seseorang yang berhadas sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut ditaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 tentang wudhu yang bunyinya sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَاالَّذِيْنَاٰمَنُوْٓااِذَاقُمْتُمْاِلَىالصَّلٰوةِفَاغْسِلُوْاوُجُوْهَكُمْوَاَيْدِيَكُمْاِلَىالْمَرَافِقِوَامْسَحُوْابِرُءُوْسِكُمْوَاَرْجُلَكُمْاِلَىالْكَعْبَيْنِۗوَاِنْكُنْتُمْجُنُبًافَاطَّهَّرُوْاۗوَاِنْكُنْتُمْمَّرْضٰٓىاَوْعَلٰىسَفَرٍاَوْجَاۤءَاَحَدٌمِّنْكُمْمِّنَالْغَاۤىِٕطِاَوْلٰمَسْتُمُالنِّسَاۤءَفَلَمْتَجِدُوْامَاۤءًفَتَيَمَّمُوْاصَعِيْدًاطَيِّبًافَامْسَحُوْابِوُجُوْهِكُمْوَاَيْدِيْكُمْمِّنْهُۗمَايُرِيْدُاللّٰهُلِيَجْعَلَعَلَيْكُمْمِّنْحَرَجٍوَّلٰكِنْيُّرِيْدُلِيُطَهِّرَكُمْوَلِيُتِمَّنِعْمَتَهٗعَلَيْكُمْلَعَلَّكُمْتَشْكُرُوْنَ

 Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6).

Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Quran)

Fungsi hadis terhadap Al-Quran yang kedua adalah Bayan At-Tafsir atau menafsirkan isi Al-Quran. Di mana isi Al-Quran tersebut masih bersifat umum, lalu diberikan batasan di ayat yang sifatnya mutlak.

Sebagai contoh pada sebuah hadis tentang hukum pencurian yang artinya sebagai berikut:

“ Rasulullah saw didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”

Hadis tersebut menafsirkan yang adalah dalam ayat Al-Quran, yakni surat Al-Maidah ayat 38 yang bunyinya sebagai berikut:

وَالسَّارِقُوَالسَّارِقَةُفَاقْطَعُوْٓااَيْدِيَهُمَاجَزَاۤءًۢبِمَاكَسَبَانَكَالًامِّنَاللّٰهِۗوَاللّٰهُعَزِيْزٌحَكِيْمٌ

 Artinya: “ Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38).

Jakarta -

Para ulama menyepakati ada 4 sumber hukum Islam. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama dalam tulisan bertajuk Asas-asas Hukum Kewarisan dalam Islam karya M Naskur disebutkan sumber hukum Islam.

Berikut sumber hukum Islam:

1. Al Quran

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.

Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun manusia itu adalah orang pintar.

Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

2. Hadits

Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:


قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ ۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ - ٣٢

Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.


3. Ijma

Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern.

Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.

Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.

Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.


4. Qiyas

Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.

(nwy/erd)


Page 2

Jakarta -

Para ulama menyepakati ada 4 sumber hukum Islam. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama dalam tulisan bertajuk Asas-asas Hukum Kewarisan dalam Islam karya M Naskur disebutkan sumber hukum Islam.

Berikut sumber hukum Islam:

1. Al Quran

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun manusia itu adalah orang pintar.

Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

2. Hadits

Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:


قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ ۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ - ٣٢

Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.


3. Ijma

Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern.

Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.

Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.

Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.


4. Qiyas

Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma.

(nwy/erd)