Suku bangsa yang menerapkan sistem kekerabatan matrilineal adalah

tirto.id - Ada beberapa daerah di Indonesia yang masih kuat menganut sistem kekerabatan tertentu, seperti menarik garis keturunan kedua belah pihak (ayah dan ibu) serta menarik keturunan hanya dari satu pihak (ayah atau ibu).Adapun tiga sistem kekerabatan tersebut adalah parental (bilateral), patrilineal, dan matrilineal. Sistem kekerabatan yang berbeda-beda dalam setiap suku di struktur sosial ini masih dianut di masyarakat Indonesia.

Sistem kekerabatan ini, menurut antropolog Meyer Fortes, menggambarkan struktur sosial masyarakat yang bersangkutan. Mengutip Jurnal Edukasi Lingua Sastra Volume 17, kekerabatan merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang terjadi karena keturunan (consanguinity) dan perkawinan (affinity).



Seseorang dapat disebut kerabat apabila ada pertalian darah atau pertalian langsung, dan pertalian perkawinan atau tidak langsung. Kerabat merupakan sebuah kelompok yang anggotanya terdiri dari ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adil, paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya. Kelompok kekerabatan ada yang jumlahnya kecil hingga besar. Dalam kekerabatan juga mengenal hukum adat tersendiri. Hukum adat tersebut mengatur kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orang tua dan sebaiknya, kedudukan anak terhadap kerabat dan sebaliknya, hingga permasalah perwalian anak. Hilman Hadikusuma dalam Buku Pengantar Ilmu Adat Indonesia (2003) mengatakan hukum adat kekerabata mengatur pertalian sanak berdasarkan pertalian darah (seketurunan, pertalian perkawinan, dan perkawinan adat.

Pentingnya Memahami Sistem Kekerabatan

Pentingnya memahami sistem kekerabatan, salah satunya untuk memahami garis keturunan (klan) baik garis keturunan lurus atau menyamping. Dalam adat masyarakat Bali, contohnya, sistem kekerabatan menentukan keturunan laki-laki sebagai penerus Pura keluarga untuk menyembah para leluhurnya. Bushar Muhammad dalam buku Pokok-Pokok Hukum Adat (2006) menjelaskan, keturunan dapat bersifat langsung dan menyamping (bercabang). Keturunan bersifat lurus yaitu jika orang seorang adalah keturunan langsung dari yang lain. Contohnya adalah bapak dan anak; atau antara kakek, bapak, dan anak. Sementara itu, keturunan bersifat menyamping apabila antara kedua orang atau lebih terdapat ketunggalan leluhur. Contohnya adalah saudara sekandung yang memiliki bapak dan ibu sama; atau orang yang memiliki kakek dan nenek sama tapi beda orang tua.

Dalam buku Pengantar Antropologi (2019), masyarakat adat Indonesia mengenal tiga bentuk sistem kekerabatan, yaitu:

Sistem Kekerabatan Parental (Bilateral)

Dalam sistem kekerabatan ini menarik garis keturunan dari ayah dan ibu. Penganut sistem kekerabatan ini di antara masyarakat Jawa, Madura, Sunda, Bugis, dan Makassar. Seorang anak akan terhubung dengan kedua orang tuanya dan sekaligus kerabat ayah-ibunya secara bilateral. Konsekuensi sistem kekerabatan parental yaitu berlaku peraturan yang sama mengenai perkawinan, kewajiban memberi nafkah, penghormatan, dan pewarisan. Seseorang akan memperoleh semenda dari jalan perkawinan, baik perkawinan langsung atau perkawinan sanak kandungnya.

Sistem Kekerabatan Patrilineal

Dalam sistem kekerabatan ini menarik keturunan hanya dari satu pihak yaitu sang ayah saja. Anak akan terhubung dengan kerabat ayah berdasarkan garis keturunan laki-laki secara unilateral. Penganut sistem ini di antaranya masyarakat Batak, Bali, Ambon, Asmat, dan Dani. Konsekuensi sistem kekerabatan patrilineal adalah keturunan dari pihak bapak (lelaki) memiliki kedudukan lebih tinggi. Hak-hak yang diterima juga lebih banyak.

Sistem Kekerabatan Matrilineal

Sistem kekerabatan ini menarik garis keturunan dari pihak ibu saja. Anak akan terhubung dengan ibunya, termasuk terhubung dengan kerabat ibu, berdasarkan garis keturunan perempuan secara unlateral. Konsekuensi sistem kekerabatan ini yaitu keturunan dari garis ibu dipandang sangat penting. Dalam urusan warisan, misalnya, orang dari garis keturunan ibu mendapatkan jatah lebih banyak dari garis bapak. Sistem kekerabatan ini bisa dijumpai pada masyarakat Minangkabau dan Semando.

Berita viral terbaru: Inilah beberapa suku di Indonesia yang menerapkan sistem kekerabatan matrilineal.

Padangkita.com- Jika selama ini mungkin yang sering kita dengar ialah banyak masyarakat yang menganut sistem garis keturunan yang berasal dari pihak ayah atau patrilineal.

Namun Namun ternyata juga ada suku yang menganut paham matrilineal atau garis keturunan alur yang berasal dari pihak ibu.

Baca juga: Terobsesi Miliki Pinggang Kecil Layaknya Barbie, Model Ini Rela Habiskan 2 Miliar

Di Indonesia sendiri memang tidak banyak suku yang menganut paham ini akan tetapi ternyata ada lebih dari 1 suku selain suku Minang. Melansir dari Hetanews.com, berikut ini merupakan sejumlah suku di Indonesia yang menganut sistem matrilineal.

Suku Minangkabau

Suku bangsa yang menerapkan sistem kekerabatan matrilineal adalah

Suku yang satu ini terletak di bagian Barat Sumatera yang juga seringkali disebut sebagai Minang. Menariknya lagi Suku Minangkabau ini memiliki suatu etnis kultural yang sangat kental dengan identitas agama Islam mulai dari penggunaan bahasa, adat,  dan juga kekerabatan matrilineal.

Secara geografis, Minangkabau meliputi daratan Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan Negeri Sembilan di Malaysia. Hanya saja kebanyakan masyarakat yang memiliki suku ini berada di daerah Sumatera Barat sebagai daerah asalnya.

Selain itu dalam suku Minang peran seorang mama atau paman sangat besar bagi seorang anak  dalam memberikan pengajaran Bukan ayahnya sendiri.

Suku Enggano

Suku bangsa yang menerapkan sistem kekerabatan matrilineal adalah

Suku Enggano berada di Pulau asli Enggano sebelah barat Pulau Sumatera atau tepatnya berada di Provinsi Bengkulu. Suku ini juga menetapkan jika nama marga suku diwariskan berdasarkan marga ibu sebagai garis keturunan matrilineal.

Disebutkan jika hal ini mungkin saja terjadi karena seringnya terjadi peperangan antar suku dan juga kegiatan daripada laki-laki suku ini.

Suku Petalangan

Suku bangsa yang menerapkan sistem kekerabatan matrilineal adalah

Suku yang satu ini merupakan masyarakat yang hidup di Kabupaten Pelalawan, provinsi Riau yang terletak sekitar 60-95 kilometer dari kota Pekanbaru.

Baca juga: Video Viral, Api Muncul Tiba-tiba di Liang Lahat Sukses Buat Geger Warganet

Seperti halnya beberapa suku matrilineal mereka juga meneruskan garis keturunan dari pihak ibu.

Selain itu masyarakatnya sendiri dibagi atas beberapa suku seperti Sengerih, Lubuk, Pelabi, Medang, Piliang, Melayu, Penyambungan dan Pitopang. Kebanyakan masyarakat suku ini mencari nafkah sebagai seorang nelayan atau pun petani karet.

Foto: imago/HBLnetwork

Masyarakat Minangkabau yang lebih dari lima juta orang adalah masyarakat matrilinial terbesar di dunia. Perempuan adalah pewaris harta pusaka keluarga. Dalam keluarga tradisional Minangkabau, garis keturunan dirujuk pada ibu, dan ayah dianggap tamu dalam keluarga. Kekuasaan sangat dipengaruhi penguasaan aset ekonomi tapi pria dari pihak perempuan memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.

Foto: Getty Images/R. Pudyanto

Masyarakat Garo tinggal di negara bagian Meghalaya, di timur laut India. Masyarakat Garo menggunakan campuran bahasa Tibet dan Burma. Jika seorang pria menikah, ia ikut tinggal bersama istri atau ibu istrinya. Jika seorang perempuan kehilangan suami dan tidak bisa mengolah sendiri lahannya, ia berhak mendapat suami baru dari keluarga suaminya yang meninggal dunia.

Foto: STR/AFP/Getty Images

Masyarakat Mosuo tinggal di barat daya Cina. Mereka tinggal bersama sebagai "keluarga besar," dan dipimpin perempuan yang disebut "Ah Mi". Pria mengurus ternak, terutama penyembelihan. Dalam masyarakat Mosuo tidak ada pernikahan. Seorang perempuan hanya perlu datang ke pria yang diinginkannya. Anak yang lahir dari hubungan mereka diasuh perempuan, dan kerap tidak diketahui ayahnya yang mana.

Foto: imago/Xinhua

Jika pria dari suku Indian Hopi menikah, anaknya jadi anggota klan istrinya. Tetapi nama anak dipilih perempuan dari klan ayah, pada pesta saat ia berusia 20 hari. Jadi jika banyak yang memberi nama, seorang anak bisa punya banyak nama. Namun orang tuanya yang memutuskan nama mana yang dipakai. Menurut tradisi, masyarakat Indian di AS ini juga matrilokal. Tapi itu tidak banyak lagi dipraktekkan.

Foto: cc-by-nc-2.0/Al_HikesAZ

Di samping matrilinial, masyarakat suku Indian Navajo di AS juga matrilokal. Jadi jika seorang pria menikah, ia menjadi anggota klan istrinya, dan tinggal di pemukiman klan istrinya. Anggota sebuah klan tidak boleh menikah dengan anggota klan sama. Dasar struktur masyarakat Navajo adalah keluarga besar, di mana setiap anggota punya kewajiban yang sudah ditetapkan.

Foto: AP

Kepala keluarga masyarakat Indian Iroquois di AS selalu perempuan, dan anak-anak termasuk klan ibu. Rumah besar milik keluarga, tanah dan hasil panen adalah milik perempuan. Setelah pernikahan, pria tinggal di rumah besar milik istri, yang juga dihuni beberapa keluarga lain. Hak waris ditujukan bagi anak perempuan atau kerabat perempuan terdekat. Yang jadi pemimpin di rumah besar juga perempuan.

Foto: Getty Images/A. Wong

Anggota keluarga pemimpin masyarakat Ovambo disebut "aakwanekamba." Hanya mereka yang anggota keluarga ini karena hubungan darah, yang bisa jadi kepala keluarga besar. Karena masyarakat Ovambo menganut sistem matrilineal, relasi mengacu kepada ibu. Putra dalam keluarga pemimpin masyarakat Ovambo tidak punya hak apapun. Mereka adalah anggota keluarga biasa, seperti yang lainnya.

Foto: picture-alliance/Helga Lade Fotoagentur GmbH, Ger

Masyarakat Akan terutama tinggal di Ghana. Klan dalam masyarakat ini dipimpin pria. Posisi pimpinan diteruskan turun-temurun. Tetapi penerusnya berasal dari keluarga ibu sang pemimpin, atau keluarga saudara perempuannya. Dalam masyarakat Akan, pria kerap tidak hanya harus menyokong hidup keluarga, melainkan juga keluarga istrinya.

Foto: picture-alliance/picture alliance/Heritage Images

Marjory Linardy

14.10.201414 Oktober 2014