Siapa sajakah yang akan menggantikan ideologi Pancasila Itu

Siapa sajakah yang akan menggantikan ideologi Pancasila Itu

Siapa sajakah yang akan menggantikan ideologi Pancasila Itu
Lihat Foto

DOK. KOMPAS

Letkol Untung (kiri), pemimpin Gerakan 30 September/PKI dibawa masuk ke dalam sidang Pengadilan Mahmillub.

KOMPAS.com – Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik yang berkembang di Indonesia sejak tahun 1920-an sampai 1966.

PKI berupaya untuk menanamkan ideologi komunis di Indonesia di masyarakat Indonesia melalui berbagai organisasi, salah satunya Sarekat Islam (SI) yang saat itu telah memiliki ratusan ribu anggota.

Upaya PKI dalam menyebarkan ideologi komunis ini lantas kerap dituding melawan atau ingin menggantikan Pancasila.

Benarkah demikian? 

Sebab pemimpin PKI DN Aidit, mengatakan bahwa Pancasila berperan sebagai pemersatu atau alat pemersatu bangsa.

Lantas, bagaimana sebenarnya sikap PKI terhadap Pancasila?

Baca juga: PKI dan Perjuangan Pergerakan Nasional

PKI Menerima Pancasila

PKI kerap mendapat tudingan menolak atau ingin mengganti Pancasila karena berusaha menyebarkan paham komunisme ke masyarakat Indonesia.

Tudingan tersebut kemudian ditangkis oleh DN Aidit, pemimpin PKI, di depan Kader Revolusi Oktober 1965 serta melalui sebuah wawancara yang dimuat dalam majalah Pembina, 12 Agustus 1964.

DN Adit mengatakan bahwa PKI menerima Pancasila secara keseluruhan. Bahkan, DN Aidit juga mengatakan Pancasila berfungsi sebagai alat pemersatu.

PKI juga menentang adanya pemretelan terhadap Pancasila.

Siapa sajakah yang akan menggantikan ideologi Pancasila Itu

Siapa sajakah yang akan menggantikan ideologi Pancasila Itu
Lihat Foto

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Salah satu koleksi Museum Nasional terkait kelahiran Pancasila. Gambar diambil pada 2 Juni 2017.

BEBERAPA waktu lalu di lini masa media sosial merebak narasi yang mempertanyakan keabsahan Pancasila sebagai dasar negara. Validkah argumen yang dikembangkan para penolak Pancasila ini?

Di dalam narasi yang viral itu, ada beberapa argumen yang diajukan untuk menolak Pancasila.

Pertama, bagaimana Pancasila bisa disebut dasar negara jika kata “Pancasila” itu sendiri tidak ada di dalam konstitusi (UUD 1945) dan Undang-Undang (UU) apa pun?

Jika Pancasila berada di luar konstitusi, menurut argumen ini, ia bersifat inkonstitusional. Sebuah kesimpulan yang sekilas terlihat logis, namun sebenarnya mengandung kesalahan fatal.

Kedua, andai sila-sila Pancasila ada di dalam alinea keempat UUD 1945, apa jaminannya bahwa hanya kalimat lima sila itu yang merupakan Pancasila? Bukankah dalam alinea keempat itu, terdapat kalimat lain yang lebih luas?

Metalegal

Pandangan di atas merupakan pandangan awam yang tidak mengetahui persoalan. Anggapannya, ketika Pancasila tidak ada di dalam UUD maka ia bukan dasar negara.

Anggapan ini tentu saja tidak tepat, karena posisi dasar negara memang berada di atas konstitusi. Ia bersifat metalegal, extralegal notion, bukan bagian dari produk hukum yang bisa diamandemen.

Hal ini terkait dengan hierarki sistem hukum modern, yang menempatkan dasar negara di pucuk piramida hierarki norma hukum.

Mengacu teori hukum (stufenbautheorie) klasik dari Hans Kelsen, norma hukum dibangun secara hierarkis. Norma bawah lahir dari norma yang lebih atas. Semakin ke atas, norma hukum itu bersifat abstrak.

Norma hukum yang abstrak dan menjadi dasar negara ini disebut sebagai norma dasar (grundnorm) atau meminjam istilah Profesor Notonagoro, norma fundamental negara (staatfundamentalnorms).

Letak Pancasila

Di mana letak dasar negara itu? Tidak di dalam konstitusi (UUD) dan UU, tetapi melampauinya.

Mengapa letak dasar negara di luar konstitusi? Karena konstitusi bisa diamandemen, sedangkan dasar negara harus final.

Mengubah dasar negara tidak hanya akan mengubah bentuk negara, tetapi juga latar belakang pendirian dan tujuan bernegara. Oleh karenanya, mengubah Pancasila pasti akan mengubah NKRI.

Ketika bentuk negara berubah, sistem hukumnya juga akan berubah, termasuk model kekuasaannya.

Lalu di manakah letak Pancasila itu secara tekstual? Ia terletak di dua tempat.

Pertama, di dalam hasil kesepakatan para pendiri negara yang memuncak pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 18 Agustus 1945.

Satu waktu di masa lalu pernah ada strategi disusun golongan kiri untuk mengantikan Pancasila dengan ideologi komunis. Strategi tersebut didahului dengan berbagai aksi baik di desa maupun di kota. Malah diiringi dengan teror pembunuhan di beberapa daerah, juga dialami oleh daerah Sumatera. Usaha untuk mengantikan Pancasila dengan ideologi lain dilakukan dengan pemberontakan. Seperti PKI-Muso di Madiun tahun 1948 yang memproklamirkan "Negeri Sovyet Republik Indonesia" dan PKI Muso menaikkan bendera merah.

Pemberontakan G30SPKI yang dilakukan Letkol Untung tahun 1965 merupakan kup berdarah, pengambil alihan kekuasaan yang sah yang bertujuan mengantikan Pancasila dengan ideologi komunis. Fakta sejarah menyatakan PKI hendak mengantikan Pancasila dengan ideologi komunis dapat dibaca dalam buku yang ditulis oleh Tribuana Said/DS Muljanto (1983) menyatakan bahwa tanggal 18 Oktober 1964 di depan Kursus Kader Revolusi DN Aidit mengatakan: "Kalau kita telah bersatu Pancasila tidak diperlukan lagi, sebab Pancasila adalah alat pemersatu."

Dengan berhasilnya digagalkan pemberontakan G30S/PKI, maka tanggal 1 Oktober dianjurkan agar seluruh rakyat Indonesia menaikkan sang saka merah putih satu tiang penuh. Tanggal 1 Oktober dimulai penumpasan terhadap gerakan 30 September

yang dalam proses selanjutnya PKI dan antek-anteknya dilarang di bumi Indonesia. Terhadap peristiwa sejarah inilah 1 Oktober disebut  "Hari Kesaktian "Kesaktian" adalah kekuasaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang tercantum dalam sila pertama Pancasila. Tuhan Maha Sakti, Tuhan Maha Kuasa, Tuhan yang melindungi bangsa Indonesia dari maksud jahat orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan yang hendak menggantikan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia yang memperoleh kemerdekaan berkat rahmatNya.

Pancasila adalah dasar negara, pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila adalah ideologi negara yang digali dari bumi Indonesia. Tidak ada jalan bagi golongan kiri itu untuk mengantikan Pancasila selain melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap para Jenderal yang selama ini menantang mereka.

Gus Kandar

Jl. Sholeh Iskandar, Bogor

(mbs)

tirto.id - Pancasila merupakan dasar negara serta pandangan hidup bangsa yang telah disepakati sebagai ideologi. Namun dalam penerapannya, terdapat banyak hambatan yang harus dihadapi. Beberapa kali upaya untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar negara dilakukan meskipun pada akhirnya gagal.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, upaya untuk penerapan Pancasila senagai dasar negara serta pandangan hidup bangsa mengalami berbagai permasalahan.

Beberapa kali upaya dilakukan untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar negara dan penyimpangan terhadap nilai Pancasila. Berikut adalah upaya tersebut yang dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas IX.

Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI)

Pemberontakan ini terjadi di Madiun pada 18 September 1948. Pemberontakan yang dipimpin oleh Muso dan Amir Sjarifuddin ini memiliki tujuan utama yaitu mendirikan Negara Soviet Indonesia yang memiliki ideologi komunis.

Terdapat faktor lain yang melatar belakangi peristiwa ini, antara lain:

  1. Jatuhnya Kabinet Amir Sjaridufin akibat ditandatanganinya perjanjian Renville yang merugikan Indonesia
  2. Amir Sjarifuddin dan Muso yang memiliki cita-cita untuk menyebarkan komunisme di Indonesia
  3. Propaganda kekecewaan terhadap perdana menteri yaitu Kabinet Hatta akibat programnya untuk mengembalikan 100 ribu tentara menjadi rakyat biasa dengan alasan untuk menghemat biaya.
Menyadari bahwa PKI berbahaya bagi negara, akhirnya pemerintah melakukan beberapa upaya untuk membubarkan PKI, seperti dengan meminta rakyat Indonesia untuk memilih Soekarno-Hatta atau Muso-Amir.

Sudirman memerintahkan Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan yang dibantu oleh para santri.

PKI akhirnya dapat dibubarkan setelah dua pemimpinnya akhirnya gugur. Selain itu, beberapa petinggi PKI seperti D.N. Aidit dan Lukman melarikan diri ke Tiongkok dan Vietnam.

Pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia

Pemberontakan ini dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949. Pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia diawali dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII).

Tujaun dari pemberontakan ini adalah untuk menggantikan Pancasila sebagai dasar negara dengan syariat Islam. Namun gerakannya ternyata bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Saat terjadi pemberontakan ini, banyak terjadi perusakan dan pembakaran rumah warga hingga penganiayaan terhadap penduduk. Hingga akkhirnya Kartosuwiryo dan para pengikutnya ditangkap pada 4 Juni 1962.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Merupakan gerakan separatis yang dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil yang memiliki tujuan untuk membentuk negara sendiri yang didirikan pada 25 April 1950. Pada November 1950, RMS dapat dikalahkan oleh militer Indonesia, namun konflik di Seram tetap berlanjut hingga Desember 1963.

Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram, lalu mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada 1966. RMS akhirnya berhasil dihentikan setelah Suomokil dijatuhi hukuman mati dan pemberontakan ini dihentikan oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)

Terjadi pada tahun 1957-1958 di Sumatera dan Sulawesi, pemberontakan ini dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual. Gerakan ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintahan pusat yang saat itu dipimpin oleh presiden Soekarno.

Terjadi ketidakadilan dalam pembangunan di Indonesia yang disebabkan oleh ketimpangan sosial. Hal ini karena presiden Soekarno yang tidak dapat lagi diberikan nasihat dalam menjalanan pemerintahan.

Pemerintah pusat dianggap telah melanggar undang-undang, pemerintahan juga bersifat sentrali, sehingga pembangunan di daerah menjadi terabaikan, dan menimbulkan ketidakadilan pembangunan. Hingga timbullah inisiatif dalam upaya memperbaiki pemerintahan di Indonesia.

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Merupakan milisi yang didirikan oleh Raymond Westerling pada 15 Januari 1949. Westerling menganggap ia merupakan sang “Ratu Adil" yang diramalkan akan membebaskan Indonesia dari tirani.

Gerakan APRA memiliki tujuan untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia, serta memiliki tentara sendiri untuk negara-negara RIS.

APRA mulai melakukan pemberontakan pada 23 Januari 1950 dengan melakukan serangan dan menduduki kota Bandung serta menguasai markas Staf Divisi Siliwangi.

Penyerangan juga direncanakan oleh Westerling di Jakarta, namun usahanya dapat digagalkan karena APRIS yang mengirimkan pasukannya yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Mohamad Hatta yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri RIS juga berhasil melakukan perundingan dengan Komisi Tinggi Belanda. Peristiwa ini akhirnya mempercepat pembubaran RIS dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950.

Perubahan Bentuk Negara dari Republik Indonesia Serikat Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Indonesia pertama kali melakukan pemilu pada 1955. Namun saat itu Undang-Undang Dasar yang diharapkan tidak dapat disusun.

Hal ini menyebabkan krisis dalam beberapa bidang seperti politik, ekonomi, dan keamanan yang akhirnya menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 yang juga dikenal dengan nama Dekrit 5 Juli 1959.

Berikut adalah isi dari Dekrit Presiden 1959:

  • Membubarkan Badan Konstituente
  • Undang-Undang Dasar Tahun 1959 berlaku kembali
  • Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku
  • Segera akan dibentuk MPRS dan DPAS.
Pada periode ini, dasar negara tetap Pancasila, namun dalam penerapannya lebih diarahkan seperti ideologi liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

Baca juga:

  • Hubungan Pancasila dengan Kewajiban dan Hak Asasi Manusia (HAM)
  • Megawati soal Pancasila: Negara akan Ambruk Bila Ubah Ideologi

Baca juga artikel terkait PANCASILA atau tulisan menarik lainnya Endah Murniaseh
(tirto.id - end/dip)


Penulis: Endah Murniaseh
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Kontributor: Endah Murniaseh

Subscribe for updates Unsubscribe from updates