Liputan6.com, Jakarta Kulit wajahnya sudah tampak berkeriput, namun senyumnya mengembang penuh semangat. Tubuhnya tak setegap dulu, namun ia tetap begitu lincah bergerak. Itulah sosok Jemek Supardi, dikenal sebagai Bapak Pantomim Indonesia. Di usia 66 tahun, ia terus berkarya. “Ini terinspirasi dari kaum marjinal, saya suka mengamati gaya-gaya seperti Bob Marley. Ini bisa jadi ciri khas saya,” kata Jemek Supardi saat ditemui Liputan6.com di rumahnya di Jalan Brigjen Katamso Yogyakarta akhir Agustus 2019 lalu. Ia berbicara tentang penampilannya yang seperti Bob Marley. Rambutnya gimbal ala “reggae” menjuntai hingga pinggang di bagian belakang, sementara rambut bagian depan dibiarkannya plontos begitu saja. Itulah gaya khas Jemek Supardi. Jemek lahir di Pakem, Sleman, Yogyakarta 14 Maret 1953 dari pasangan Sumodiharjo dan Sumogini. Sejak kecil ia menempati rumah di Jalan Brigjen Katamso tersebut. Rumahnya kini dihimpit oleh pertokoan. Di sebelah utara, rumah ini berbatasan dengan warung sate, sementara bagian selatan adalah toko gorden. Rumah Jemek sederhana, saat masuk, suasana seni sudah dapat dirasakan. Di dinding rumah terpasang berbagai poster pementasan Jemek selama hampir 40 tahun berkarya. Kini, kegiatan sehari-harinya mengoleksi sekaligus jual beli batu pirus. Sesekali ia diundang mengisi acara seni baik pentas maupun menjadi pembicara. Jemek Supardi dikenal sebagai pelopor pantomime di Indonesia. Konsistennya Jemek sebagai pelaku pantomime membuat dirinya kerap dijuluki Bapak Pantomime Indonesia. Di rumah, Jemek menghabiskan masa tuanya di rumah yang sama dengan masa kecilnya. Ditemani dua anjing Pomeranian, Jemek tinggal bersama sang istri Threeda Mayrayanti. Sementara anak semata wayangnya Kinanthi Sekar Rahina telah menikah dan memiliki dua buah hati, tinggal di tempat berbeda dan sesekali mengunjunginya. Sang istri juga seorang seniman. Threeda merupakan pelukis yang dinikahi Jemek pada 1987 silam. Sang anak pun turut mengikuti jejak seni kedua orang tuanya, Kinanthi merupakan penari sekaligus pendiri Sanggar Seni Kinanthi yang berada tak jauh dari kediaman Jemek. 5/19/2018 Tokoh-Tokoh Pantomim Kiky 1/3 Tokoh tokoh pantomim Page 1 Marcel Mangel (Strasbourg, Perancis, 22 Maret 1923 Cahors, 22 September 2007), atau dikenal dengan nama panggung Marcel Marceau atau Mime Marceau, adalah satu dari sedikit seniman pantomim seniman pantomim Indonesia, seperti Septian Dwi Cahyo, mendapat banyak inspirasi darinya. dunia yang paling terkenal. Ia memopulerkan seni pantomim ke berbagai pelosok dunia dan ciptaannya banyak memberi pengaruh pada perkembangan seni modern. Teknik moonwalking yang dipopulerkan oleh Michael Jackson, misalnya, terinspirasi dari salah satu nomor karyanya. Marcel Marceau pernah melakukan pentas di Indonesia. Sejumlah Didik Hadiprayitno, SST (dengannama lahir Kwee Tjoen Lian, lalu Kwee Tjoen An) yang lebih dikenal sebagai Didik Nini Thowok (lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954; umur 59 tahun) adalah penari, koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar. 5/19/2018 Tokoh-Tokoh Pantomim Kiky 2/3 Tokoh tokoh pantomim Page 2 Septian Dwi Cahyo (lahir di Jakarta, 4 September 1968; umur 46 tahun) adalah pemeran dan seniman pantomim Indonesia. Ia dikenal luas setelah bermain dalam sinetron Rumah Masa Depan pada dekade tahun 1980an. Didi Widiatmoko (lahir di Surabaya, Indonesia, 12 Juli 1956; umur 58 tahun) atau lebih dikenal sebagai Didi Petet adalah seorang pemeran Indonesia. Ia telah membintangi banyak film dan teater, memerankan berbagai tokoh mulai dari Emon dalam Catatan si Boy, Kabayan dalam Kabayan Saba Kota, sampai Suwito dalam Pasir Berbisik. Ketika dunia sinetron merebak seiring dengan tumbuh maraknya stasiun televisi di tanah air, Didi pun terjun ke sana. Film iklan tak ketinggalan dirambahnya pula. Bahkan ia kemudian mendirikan sebuah production house. Di samping itu, ia aktif pula dalam sejumlah pementasan teater, seminar tentang seni peran dan tentu 5/19/2018 Tokoh-Tokoh Pantomim Kiky 3/3 Tokoh tokoh pantomim Page 3 saja mengajar di IKJ. Sekarang aktif sebagai juri di program Akhirnya Datang Juga Trans TV. I Ketut Suanda, seorang seniman tari dan karawitan yang juga pelawak Bali (Cedil), adalah pimpinan dari Sanggar Gamelan Cendana. Ia berasal dari Br. Batur, Desa Batubulan, Gianyar. Sudah sejak masa anak anak Suanda menekuni dunia seni. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan desanya, Batubulan, sebuah desa yang masyarakatnya sangat aktif berkecimpung di dunia seni.
Septian Dwicahyo (lahir di Jakarta, 4 September 1968; umur 50 tahun) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai pemeran untuk film layar lebar dan sinetron, juga seniman pantomim. Beberapa film layar lebar yang pernah dimainkan antara lain Lupus, Nenek Lampir, Pengantin Remaja, dan Gejolak Kawula Muda. Ia juga sempat bekerja sebagai desainer produksi di perusahaan periklanan. Septian Dwicahyo lahir di Jakarta. Sebelum terjun ke dunia industri film dan sinetron, sejak kecil sudah menekuni dunia tari dan pantomim. Para pelopor pantomim Indonesia seperti Sena A. Utoyo dan Didi Petet pernah menjadi gurunya. Pada satu kesempatan, dia dan beberapa kawan teaternya membaca selembar brosur. Isinya informasi mengenai pertunjukan pantomim. Penampilnya André Pradel, orang Prancis kelahiran 1929 yang belajar pantomim secara otodidak. Pertunjukan berlangsung di Teater Tertutup TIM, gedung yang sekarang sudah tak lagi ada. Kalau melihat arsip foto Tempo, pementasan terjadi pada 1980. Septian duduk di deret terdepan. Dekat bibir panggung. Karenanya, detail gerak dan ekspresi Pradel tak mampu lolos dari pengamatannya. Imajinasi Septian pun terpantik. Pijar-pijar kecil memenuhi pikirannya. Dia membatin, bagaimana bisa tubuh dan ekspresi belaka bisa menghadirkan benda-benda dan suasana? Pradel memainkan sejumlah repertoar. Beberapa di antaranya, "Koboi", "Pintu-Pintu", dan "Angkat Besi". Septian paling mengingat "Koboi". "Dia naik kuda. Dia berburu. Dia lempar laso. Dia tarik kencang. Tarik, susah. Sudah dekat, sampai bawah, enggak tahunya yang ditangkap kecoa. Terus dia tembak (serangga itu). (Pertunjukan itu) tanpa properti. Hanya tubuh dan ekspresi. Septian senang, terhibur, tertawa. Mungkin itu cinta pada pandangan pertamanya dengan pantomin. Septian ingin terus dimabuk rasa itu. Septian kecil gelisah. Dia butuh tutor. Pencarian lantas berujung pertemuan dengan dua mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Sena Utoyo dan Didi Petet. Dua nama disebut terakhir termasuk para pelopor pantomim. Kepada mereka, Septian belajar selama dua tahun. Selalu ambil tempat di ruang Teater Luwes, IKJ. Namun, karena Sena dan Didi--yang di kemudian hari mendirikan Sena Didi Mime--masih ngampus, latihan tak selalu berlangsung tiap hari. Malah, satu bulan bisa saja kosong. Pengalaman dengan Sena, septian seperti tidak ingin latihan, hanya ingin melihat tubuhnya mainnya aja yang punya liuk-liuk tubuhnya sangat kuat, bidang, namun memiliki olah tubuh yang bagus. Pantomim juga mengantarkannya ke dunia film layar lebar dengan membintangi film Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi (1980). Awal kariernya di layar lebar saat membintangi film Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi (1980). Setelah berbagai peran dijalani di layar lebar dan namanya mendapatkan tempat di hati penonton, ia pun melangkah ke ranah sinetron. Aku Cinta Indonesia (ACI) dan Rumah Masa Depan adalah dua sinetron debut yang mengawali di industri hiburan di pertelevisian. Karena pantomim pula Septian kesambet setan breakdance. Pada pertengahan 1980-an, breakdancing--sejenis tarian jalanan menjalar ke pelbagai benua berkat kanal Music Television (MTV)--merebak di kota-kota besar di Jawa. Beriring keriaan itu, banyak kontes breakdancing digelar. Dia sering ikut. Juga sering menang. Masalahnya, karena itu pula, banyak calon peserta enggan ikut kompetisi kalau dia mendaftar. Karena itu Septian bikin moniker "Albert". Dengan alias itu, dia bisa nyantai ikut lomba tari kejang dan batal bikin keki panitia. Walau ujungnya, peserta lain kena kibul. Septian bergabung dengan Teater Adinda, yang bermarkas di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Kelompok bentukan Jose Rizal Manua dan Yos Marutha Effendi itu tak main-main. Beberapa kali juara lomba teater anak. Di situ Septian bergiat selama enam tahun. Dengan Teater Adinda mereka sering mengadakan Lomba Pantomim tingkat Nasional (1986-1987). Septian pernah menjadi Juara 1 lomba pantomim (1981) dan mendapatkan Beasiswa dari tokoh pantomim dunia Marcel Marceau. Marceau juru pantomim masyhur dari Prancis dikenal memiliki gaya deskriptif. Tubuhnya begitu luwes bergerak dalam ruang kosong yang sunyi. Ditambah lagi air muka yang sanggup menebalkan suasana teatris. Simpulan dari penghayatan rasa ruang, rasa bunyi, atau teknik olah tubuh. Maka, ketika Marceau tiba di Jakarta, tahun 1988 Septian tak berdaya menahan mau untuk tampil di hadapannya. Dia minta Ria Irawan--aktris yang sempat bermain dengannya di Gejolak Kawula Muda dan Lupus--untuk mempertemukan Septian dengan Marceau. Permintaan itu terkabul. Sore sebelum tampil, Marceau mengundang Septian untuk unjuk aksi di depannya. Marceau duduk di bangku penonton, Septian memainkan "Tiga Pahlawan", pahlawan sombong, pahlawan pendiam, dan pahlawan tua. Semua tanpa properti. Marceau lantas memberi rekomendasi Septian untuk belajar di Prancis. Meski sudah belajar bahasa Prancis selama setahun di Indonesia, dia tak bisa memenuhi tuntutan. Akhirnya, masa belajarnya di negeri itu tak lebih dari sebulan. Memasuki 1990-an, Septian merasa tiba pada titik "sudah eksplor semuanya, sudah happy dengan itu, kembali ke kehidupan masing-masing". Karenanya, dia memutuskan masuk ke dunia periklanan: satu-satunya tempat yang dia pikir bisa bikin kreativitas jadi lebih komersial. Septian menjajal peruntungan di Jasa Cipta & Karya (JC&K). Septian sangat sibuk di era booming periklanan dan munculnya banyak TV Swasta, iklan menjadi hidup. Setelah 2,5 tahun di JC&K, dia hengkang. Berupaya bikin proyek kecil. Dengan konsep yang kelak mirip komedi situasi Inggris yang tenar di mana-mana, Mr. Bean. Minikata. Proposal produksi ia tawarkan berbarengan dengan kemunculan Mr. Bean. Septian bicara ke calon produser akan membuat Parodi seperti Charlie Chaplin.Iamenciptakan karakter Den Bagus. Terinspirasi dari Den Baguse Ngarso, peran antagonis dalam acara TVRI, Mbangun Deso, yang dimainkan Susilo Nugroho. Septian meramunya dengan candid camera dan segala bentuk komedi lainnya yang akhirnya jadi Spontan. Hal ini dilakukan karena sulit sekali untuk percaya bahwa seria Den Bagus akan bakal panjang. Mr. Bean saja dibuat hanya 13 episode dan diulang-ulang. Septian mempersiapkan episode pertama itu selama setahun. Ia lalu mencari orang-orang yang tepat untuk mengisi sesi acara di Spontan. Salah satunya Komeng. Sebuah nama yang diusulkan Ria Irawan. Septian sempat berperan sebagai pembawa acara. Namun, mengikuti waktu, Komeng berdiri di posisi pewara dengan celetukan khasnya: uhuy! Berbekal kemauan dan bekerja keras, ia menjadi sutradara sekaligus pemain (sebagai Den Bagus) untuk serial komedi Spontan (1996-1997) berhasil meraih predikat Sutradara komedi terfavorit diajang Panasonic Award (1997). Sebelumnya di tahun 1994, Septian sempat masuk nominasi pada Festival Sinetron Indonesia, dalam sinetron Ali Oncom (episode Kredit Macet) sebagai aktor utama. Setelah Spontan, Septian masih mengisi kegiatan lain di dunia gambar gerak. Dia sempat berkecimpung di wilayah film laga selama kira-kira lima tahun. Tetapi, dunia pantomim, yang telah dia kenal sejak bocah, kembali meminta perhatian. Setelah belasan tahun, ia mulai mengupayakan pembentukan komunitas. Memberikan pelatihan kepada mereka agar bisa mengembangkan diri. Keresahannya yang terutama, anak-anak sekolah dasar minim kepekaan dalam kesenian. Terlibat dengan begitu banyak kekerasan. Lalu Septian Dwi Cahyo Studio (SDCS) jadi. "Saya pengin ada generasi baru," kata Septian mengenai langkah mendirikan sanggar tersebut. Sayangnya, dia bilang banyak orang yang ingin hasil cepat. Padahal, dia percaya mencetak seniman butuh waktu lama. Banyak fase yang mesti dilalui sebelum menguasai sejumlah hal. Apalagi jika menyangkut talenta. "Dari ribuan, mungkin terselip tiga atau lima orang (bertalenta). Mau berjuang, punya passion. Itu yang akan menambah potensinya," ujarnya. "Asal enggak patah semangat". Untuk berpantomim dengan baik, menurutnya, seseorang mesti sangat memahami tubuhnya. Ia mesti sanggup menghidupkan tiap lekuk tubuh, serta anggota-anggota badan. Lagipula, tak semua hal dapat diterjemahkan ke dalam gerak dan ekspresi wajah. Misal, teramat pelik menjelaskan seseorang itu adik ipar istri/suami, atau keponakan dari kakek/nenek. Selain itu, pantomim masih dianggap sama dengan badut. Padahalnya sebenarnya tidak. Memahami pantomim tidak bisa sambil makan. "Kita sudah pernah berpantomim, sebenarnya. Kita nggak sadar aja. Dalam kehidupan kita sehari-hari, ada unsur-unsur pantomim yang sebenarnya pernah kita lakukan," kata sosok yang biasa berlatih sambil diiringi lagu "Chicken Dance". Setelah SDCS mewujud, Septian menggelar pertunjukan bertajuk "funtomime" pada 2012. Penggagasnya tiga pihak: Japan Foundation, Komunitas Indomime, dan SDCS. Pertunjukan memadukan unsur seni pertunjukan lain seperti sulap, musik, multimedia, dan tari. Itu sesuai dengan keinginannya setelah lama vakum dari pantomim. Praktiknya harus kolaboratif, tak selalu bersandar pada cara pandang lama. Dia pun bercita-cita SDCS dapat menjadi sekolah tinggi. Sebuah sekolah gerak. Institusi yang Indonesia belum miliki. "Akan bisa berkolaborasi dengan sekolah-sekolah di luar negeri seperti di Prancis, Amerika, Jepang, India," ujarnya. Setelah Spontan, Septian masih mengisi kegiatan lain di dunia gambar gerak. Dia sempat berkecimpung di wilayah film laga selama kira-kira lima tahun. Tetapi, dunia pantomim, yang telah dia kenal sejak bocah, kembali meminta perhatian. Setelah belasan tahun. Dia mulai mengupayakan pembentukan komunitas. Memberikan pelatihan kepada mereka agar bisa mengembangkan diri. Keresahannya yang terutama, anak-anak sekolah dasar minim kepekaan dalam kesenian. Terlibat dengan begitu banyak kekerasan. Septian ingin ada generasi baru di pantomin. Lalu ia mendirikan Septian Dwi Cahyo Studio (SDCS). Sayangnya, dia bilang banyak orang yang ingin hasil cepat. Padahal, dia percaya mencetak seniman butuh waktu lama. Banyak fase yang mesti dilalui sebelum menguasai sejumlah hal. Apalagi jika menyangkut talenta. Untuk berpantomim dengan baik, menurutnya, seseorang mesti sangat memahami tubuhnya. Ia mesti sanggup menghidupkan tiap lekuk tubuh, serta anggota-anggota badan. Sudah begitu, tak semua hal dapat diterjemahkan ke dalam gerak dan ekspresi wajah. Misal, teramat pelik menjelaskan seseorang itu adik ipar istri/suami, atau keponakan dari kakek/nenek. Selain itu, pantomim masih dianggap sama dengan badut. Padahalnya sebenarnya tidak. Memahami pantomim tidak bisa sambil makan. Setelah SDCS mewujud, Septian menggelar pertunjukan bertajuk "funtomime" pada 2012. Penggagasnya tiga pihak: Japan Foundation, Komunitas Indomime, dan SDCS. Pertunjukan memadukan unsur seni pertunjukan lain seperti sulap, musik, multimedia, dan tari. Itu sesuai dengan keinginannya setelah lama vakum dari pantomim. Praktiknya harus kolaboratif, tak selalu bersandar pada cara pandang lama. Dia pun bercita-cita SDCS dapat menjadi sekolah tinggi. Sebuah sekolah gerak. Institusi yang Indonesia belum miliki dan harus berkolaborasi dengan sekolah-sekolah di luar negeri seperti di Prancis, Amerika, Jepang, India. Kini bersama Kemendikbud, Ia menggagas Lomba pantomim pada Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional tingkat Sekolah dasar (2014), serta fokus pada kolaborasi seni dan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kreatifitas anak hingga berhasil meraih Golden award pada World Creativity Festival (2016), Daejon,Korea. serta menjadi pembina hingga meraih peringkat 5 dunia dalam World Finals Odyssey Of The Mind,Iowa,USA.(2016). Bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mulai tahun 2014 lalu sampai sekarang, Septian aktif tiap tahun menggelar lomba pantomim dalam Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional tingkat SD. Dukungan Pemerintah sangat mendukung, hanya peminat pantomim era now sekarang kalah jumlah dibandingkan era 80 dan 90-an silam. Tapi mudah-mudahan dengan gerakan terus mensosialisasikan pantomim ke sekolah-sekolah dan di masyarakat langsung, saya optimis pantomim akan kembali trend seperti dulu,” harap pemain sinetron Ali Oncom dan Komedi Spontan ini. Pantomim adalah kegiatan panggung bagi Septian. Untuk kehidupan dapurnya dia sempat bekerja sebagai desainer produksi di perusahaan periklanan. Filmografi
|