Sastra Melayu klasik yang terpengaruhi perkembangan sastra Hindu dikenal dengan adanya cerita

1. Sejarah Sastra Melayu Klasik

A. Pengertian Sastra Melayu Klasik

Sastra melayu lama adalah sastra yang berbentuk lisan atau sastra melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau ucapan. Sastra melayu lama masuk ke indonesia bersamaan dengan masuknya agama islam pada abad ke-13. Peninggalan sastra melayu lama terlihat pada dua bait syair pada batu nisan seorang muslim di minye tujuh, aceh. Sastra melayu lama adalah termasuk bagian dari karya sastra indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat sumatera seperti "langkat, tapanuli, minangkabau dan daerah sumatera lainnya", orang tionghoa dan masyarakat indo-eropa. 

Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Yang dimaksud dengan sastra melayu klasik adalah sastra yang hidup dan berkembang di daerah melayu pada masa sebelum dan sesudah islam hingga mendekati tahun 1920-an di masa balai pustaka.

Masa sesudah Islam merupakan zaman dimana sastra Melayu berkembang begitu pesat karena pada masa itu banyak tokoh Islam yang mengembangkan sastra Melayu. tertulis pertama dalam bahasa Melayu Kuna berasal dari abad ke-7 Masehi, dan tercantum pada beberapa prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya di bagian selatan Sumatera dan wangsa Syailendra di beberapa tempat di Jawa Tengah. Tulisan ini menggunakan aksara Pallawa.[3] Selanjutnya, bukti-bukti tertulis bermunculan di berbagai tempat, meskipun dokumen terbanyak kebanyakan mulai berasal dari abad ke-18.

B. Ciri-ciri sastra melayu lama yaitu :

a.       Anonim atau tidak ada nama pengarangnya

b.      Istana sentris (terikat pada kehidupan istana kerajaan) 

c.       Tema karangan bersifat fantastis

d.      Karangan berbentuk tradisional 

e.       Proses perkembangannya statis 

f.       Bahasa klise.

g.      Penggolongan sastra melayu klasik Sastra Melayu Klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena hasil karyanya tidak memperlihatkan waktu. Semua karya berupa milik bersama. Karena itu, penggolongan biasanya berdasarkan atas : bentuk, isi, dan pengaruh asing. 

aa)      Kesusastraan Rakyat / kesusastraan Asli (Masa Purba)

Kesusastraan rakyat/Kesusastraan melayu asli, hidup ditengah-tengah masyarakat. Cerita itu diturunkan dari orang tua kapada anaknya, dari nenek moyang kepada cucunya, dari pencerita kepada pendengar. Penceritaan ini dikenal sebagai sastra lisan (oral literature). Kesusastraan yang tumbuh tidak terlepas dari kebudayaan yang ada pada waktu itu. Pada masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu, Budha dan Islam) kepercayan yang dianut masyarakat adalah animisme dan dinamisme. Karena itu, cerita mereka berhubungan dengan kepercayaan kepada roh-roh halus dan kekuatan gaib yang dimilikinya. Misalnya : - Cerita asal-usul - Cerita binatang - Cerita Jenaka - Cerita Pelipur lara. Contoh Mantra Memasuki hutan rimba Hai, si Gempar Alam Gegap gempita Jarum besi akan romaku Ular tembaga akan romaku Ular bisa akan janggutku Buaya akar tongkat mulutku Harimau menderam di pengeriku Gajah mendering bunyi suaraku Suaraku seperti bunyi halilintar Bibir terkatup, gigi terkunci Jikalau bergerak bumi dan langit Bergeraklah hati engkau Hendak marah atau hendak membiasakan aku.

bb)     Kesusastraan Hindu-Budha

Pengaruh Hindu-Budha dalam Kesusastraan Melayu Klasik Pengaruh Hindu Budha di Nusantara sudah sejak lama. Menurut J.C. Leur (Yock Fang : 1991:50) yang menyebarkan agama Hindu di Melayu adalah para Brahmana. Mereka diundang oleh raja untuk meresmikan yang menjadi ksatria. Kemudian dengan munculnya agama Budha di India maka pengaruh India terhadap bangsa Melayu semakin besar. Apalagi agama Budha tidak mengenal kasta, sehingga mudah beradaptasi dengan masyarakat Melayu. - Epos India dalam kesusastraan Melayu · Ramayana : cerita Ramayana sudah dikenal lama di Nusantara. Pada zaman pemerintahan Raja Daksa (910-919) cerita rama diperlihatkan di relief-relief Candi Loro Jonggrang. Pada tahun 925 seorang penyair telah menyalin cerita Rama ke dalam bentuk puisi Jawa yaitu Kakawin Ramayana. Lima ratus tahun kemudian cerita Rama dipahat lagi sebagai relief Candi Penataran. Dalam bahasa melayu cerita Rama dikenal dengan nama Hikayat Sri Rama yang terdiri atas 2 versi : 1) Roorda van Eysinga (1843) dan W.G. Shelabear. · Mahabarata : Bukan hanya sekedar epos tetapi sudah menjadi kitab suci agama Hindu. Dalam sastra melayu Mahabarata dikenal dengan nama Hikayat Pandawa. Dalam sastra jawa pengaruh Mahabarata paling tampak dari cerita wayang. 

cc)      Kesusastraan Pada Masa Peralihan Hindu Budha ke Islam

Sastra jaman islam adalah sastra yang lahir dari pertemuan sastra yang berunsur Hindu dengan sastra yang berunsur Islam di dalamnya. Contoh karya-karya sastra yang masuk dalam masa ini adalah ; Hikayat Puspa raja, Hikayat Parung Punting, Hikayat Lang-lang Buana, dsb. Sastra pengaruh Islam adalah karya sastra yang isinya tentang ajaran agama Islam yang harus dilakukan oleh penganut agama Islam. Contoh karya : Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Iskandar Zulkarnaen dsb. -Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan perkembangan Islam di dunia. Pada tahun 1198 M. Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Melalui Perdagangan oleh bangsa Gujarat, Islam berkembang jauh sampai ke wilayah Nusantara. Pada permulaan abad ke-13 Islam berkembang pesat di Nusantara.- -Pada abad ke-16 dan ke-17 kerajaan-kerajaan di Nusantara satu persatu menjadi wilayah jajahan bangsa-bangsa Eropa yang pada mulanya datang ke Nusantara karena mau memiliki rempah-rempah. 4. Daftar Bentuk Sastra Melayu Klasik.

C. Jenis-jenis Sastra Melayu Klasik

1. Pantun

Pantun yaitu salah satu bentuk puisi lama Melayu yang di dalamnya tersirat kehalusan budi dan ketajaman pikiran. Contoh Kayu cendana di atas batu Sudah diikat dibawa pulang Adat dunia memang begitu Benda yang buruk memang terbuang 

a.       Dilihat dari bentuknya, pantun dibagi menjadi: a. pantun biasa Pantun biasa sering juga disebut pantun saja. Contoh : Kalau ada jarum patah Jangan dimasukkan ke dalam peti Kalau ada kataku yang salah Jangan dimasukan ke dalam hati b. seloka (pantun berkait) Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait. Contoh : Lurus jalan ke Payakumbuh, Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh, Ibu mati bapak berjalan Kayu jati bertimbal jalan, Turun angin patahlah dahan Ibu mati bapak berjalan, Ke mana untung diserahkan c. talibun Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Jadi, apabila enam baris, sajaknya a – b – c – a – b – c. Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d Contoh : Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak pun beli sampiran Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu d. pantun kilat (karmina), Ciri-cirinya: setiap bait terdiri dari 2 baris, baris pertama merupakan sampiran, baris kedua merupakan isi, bersajak a – setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata. Contoh : Dahulu parang, sekarang besi (a) Dahulu sayang sekarang benci.

b.      Dilihat dari isinya, pantun dibagi atas: a. pantun anak-anak Contoh : Elok rupanya si kumbang jati Dibawa itik pulang petang Tidak terkata besar hati Melihat ibu sudah datang b. pantun orang muda Contoh : Tanam melati di rama-rama Ubur-ubur sampingan dua Sehidup semati kita bersama Satu kubur kelak berdua c. pantun orang tua Contoh : Asam kandis asam gelugur Kedua asam riang-riang Menangis mayat di pintu kubur Teringat badan tidak sembahyang d. pantun jenaka Contoh : Elok rupanya pohon belimbing Tumbuh dekat pohon mangga Elok rupanya berbini sumbing Biar marah tertawa juga e. pantun teka-teki Contoh : Kalau puan, puan cemara Ambil gelas di dalam peti Kalau tuan bijak laksana Binatang apa tanduk di kaki.

2. Mantra

Mantra adalah puisi yang memiliki aspek ritual, diucapkan pada kesempatan tertentu dengan cara-cara tertentu dan ditujukan pada makhluk gaib. Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Contoh: Assalammu’alaikum putri satulung besar Yang beralun berilir simayang Mari kecil, kemari Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading Akan membasuh mukamu.

3. Syair

Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk cerita yang mementingkan irama sajak. Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab. Contoh : Pada zaman dahulu kala (a) Tersebutlah sebuah cerita (a) Sebuah negeri yang aman sentosa (a) Dipimpin sang raja nan bijaksana (a) Negeri bernama Pasir Luhur (a) Tanahnya luas lagi subur (a) Rakyat teratur hidupnya makmur (a) Rukun raharja tiada terukur (a) Raja bernama Darmalaksana (a) Tampan rupawan elok parasnya (a) Adil dan jujur penuh wibawa (a) Gagah perkasa tiada tandingnya (a) Berdasarkan isinya, syair dapat dibagi ke dalam enam golongan (Hooykaas, 1937: 66–74; Liaw Yock Fang, 1982: 293– 316). Masing-masing bagian akan diberi contoh dan akan dibahas lebih lanjut. Beberapa golongan tersebut adalah: Syair Romantis: Syair Bidasari Syair Kiasan: Syair Ikan Terubuk Berahikan Puyu-puyu Syair Sejarah: Syair Perang Mengkasar Syair Saduran: Syair Damar Wulan Syair Keagamaan: Syair Perahu. 

4. Karmina

Karmina adalah pantun dua seuntai (pantun kilat)yang terdiri dari dua baris, baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua sebagai isi. Contoh: Sudah gaharu cendana pula Sudah tahu masih bertanya pula.

5. Hikayat

Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisi kisah, cerita, dongeng atau sejarah. Biasanya mengisahkan tentang kehebatan atau kepahlawanan seseorang. 

6. Gurindam

Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India) Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Contoh : Pabila banyak mencela orang Itulah tanda dirinya kurang Dengan ibu hendaknya hormat Supaya badan dapat selamat Gurindam Dua Belas · Kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari kepulauan Riau. · Dinamakan Gurindam Dua Belas oleh karena berisi 12 pasal, antara lain tentang-ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat Contoh : Kurang pikir kurang siasat (a) Tentu dirimu akan tersesat (a) Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b ) Bagai rumah tiada bertiang ( b ) Jika suami tiada berhati lurus ( c ) Istri pun kelak menjadi kurus ( c ).

7. Seloka

Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. contoh seloka 4 baris: anak pak dolah makan lepat, makan lepat sambil melompat, nak hantar kad raya dah tak sempat, pakai sms pun ok wat ? contoh seloka lebih dari 4 baris: Baik budi emak si Randang Dagang lalu ditanakkan Tiada berkayu rumah diruntuhkan Anak pulang kelaparan Anak dipangku diletakkan Kera dihutan disusui. 

8. Bidal

Bidal Perihabasa atau pepatah yang mengandung nasehat dan sindiran dalam bentuk kalimat singkat dan memperhitungkan rima atau keindahanbunyi. Contoh: Ikut hati mati, ikut rasa binasa.

9. Fabel

Fabel Cerita tentang karakter seseorang yang di perankankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan budi pekerti) dan sastra jenis fabel ini merupakan sastra lisan (dongeng) kerakyatan yang lazim berkembang di masyarakat pada masa penjajahan. Contoh : Kancil yang cerdik tapi licik,dll. Tapi pada era moderm ini sastra jenis fabel ini lebih banyak mendominasi dalam dunia perfilman. 

D. Ciri-ciri khusus sastra Melayu lama 

1. Ciri-ciri pantun 

a. Setiap baris pantun dapat berdiri sendiri. 

b. Bersajak ab-ab 

c. Bersifat lirik: mengungkapkan perasaan. 

d. Tediri atas sampiran dan isi. 

e. Dua baris pertama: sampiran, dua baris terakhir:isi. 

f. Terdiri ndari 4 baris, tiap baris terdiri dari 4 kata, 9-12 suku kata. 

g. Tiap baris terdiri dari dua elahan napas. 

2. Ciri-ciri mantra 

a. Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde. 

b. Bersifat lisan, sakti atau magis 

c. Adanya perulangan 

d. Metafora merupakan unsur penting 

e. Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius 

f. Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan. 

3. Ciri-ciri syair 

a. Terdiri dari 4 baris 

b. Berirama aaaa 

c. Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair 

4. Ciri-ciri karmina 

a. Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan. 

b. Bersajak aa-aa, aa-bb c. Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan. 

c. Tidak memiliki sampiran, hanya memiliki isi. 

d. Semua baris diawali huruf capital. 

e. Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik. 

f. Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah.

5. Ciri-ciri hikayat

Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. 

6. Ciri gurindam

Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian rada baris pertama tadi. 

7. Ciri-ciri seloka ·

Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris. 

8. Ciri-ciri bidal 

a. Merupakan jenis puisi bebas.

b. Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk mmenjelaskan pemerian. 

c. Tidak ada pembayang, setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita. 

d. Terdiri dari 6-20 baris. 

9. Fabel 

a. Bebas seperti essai atau cerbung dan cerpen bahkan novel. 

b. Karakter tokoh diperankankan oleh binatang moral dan budi sastra jenis fabel ini merupakan sastra lisan (dongeng) kerakyatan.

2. Sejarah Sastra Periode 1920 (Balai Pustaka)

A. Latar Belakang Balai Pustaka

Menurut Sarwadi (1999: 27) Balai Pustaka mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sastra Indonesia yaitu dengan keberadaanya maka sastrawan Indonesia dapat melontarkan apa yang menjadi beban pikirannya melalui sebuah tulisan yang dapat dinikmati oleh dirinya sendiri dan juga orang lain (penikmat sastra). Balai Pustaka mempunyai tujuan untuk memberikan konsumsi berupa bacaan kepada rakyat yang berisi tentang politik pemerintahan kolonial, sehingga dengan hal itu Balai Pustaka telah memberikan informasi tentang ajaran politik kolonial. Berdasarkan penyataan tersebut maka dengan didirikannya Balai Pustaka telah memberikan manfaat kepada rakyat Indonesia karena sasrta Indonesia  menjadi berkembang.

Dilihat dari perkembangan sastranya, Balai Pustaka yang memiliki maksud dan tujuan pendiriannya, maka pasti menetapkan persyaratan-persyaratan didalam menyaring suatu karya sastra. Dengan adanya persyaratan-persyaratan tersebut maka menimbulkan berbagai macam pandangan orang terhadap Balai Pustaka. Hal itu merupakan suatu kelemahan atau permasalahan dari balai Pustaka yang kurang diperhatikan keberadaannya. Menurut Sarwadi (1999: 29) permasalahan itu diantanya meliputi: 

Roman terpenting yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 20an ialah Salah Asuhan karya Abdul Muis. Dalam karya itu pengarang lerbih realistis didalam menyoroti masalah kawin paksa. Selain itu berisi juga tentang pertentangan antara kaum muda dengan kaum tua dalam pernikahan. Yang menjadi permasalan bagi pengarang ialah akibat-akibat lebih jauh dari pertemuan kebudayaan Eropa yang masuk dalam tubuh anak-anak bangsanya melalui pendidikan sekolah kolonial Belanda.

Novel Belenggu karya Armin Pane pernah ditolak oleh Balai Pustaka karena isinya dianggap tidak bersifat membangun dan tidak membantu budi pekerti. Kemudian noel itu disadur oleh Pujangga Baru tahun1938, dan dicetak ulang oleh Balai Pustaka. 

B. Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)

Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah Belanda mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000 setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru meningkatkan pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur, yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka, didirikan dengan tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi penduduk pribumi yang menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai pusat produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi signifikan (Purwoko, 2014: 147), yaitu:

1.     Merekrut dewan redaksi secara selektif

2.     Membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis

3.     Menentukan kriteria literer

4.     Mendominasi dunia kritik sastra

Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar yang yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa, atau Sumatera. Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang diperkirakan lebih mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai dewan redaksi. Beberapa diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana. Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel yang mengangkat fenomena kawin paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi dunia sastra. Novel-novel lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan. Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu:

1.     Gaya Bahasa   : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.

2.     Alur                 : Alur Lurus.

3.     Tokoh              : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).

4.     Pusat Pengisahan  : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.

5. Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat                                                    menganggu kelancaran teks.

6.     Corak                     : Romantis sentimental.

7.     Sifat                       : Didaktis (pendidikan)

8.     Latar belakang sosial: Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum    tua.

9.     Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.

10. Puisinya berbentuk syair dan pantun.

11. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.

12. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.

C. Kesusastraan Angkatan Balai Pustaka

Angkatan kesusastraan Indonesia balai pustaka, dimulai penghitungannya dari tahun 1920.  Kelompok ini disebut dengan angkatan balai pustaka karena pada masa tersebut buku-buku sastra pada umumnya diterbitkan oleh penerbit balai pustaka. Lahirnya angkatan balai pustaka pada kesusastraan Indonesia dilakukan untuk mengurangi pengaruh buruk kesusastraan melayu yang dianggap terlalu cabul dan liar pada masa itu. Pada angkatan balai pustaka ini, karya sastra yang dipublikasikan oleh penerbit merupakan karya-karya yang amat memelihara perbahasaannya, berbeda dengan karya sastra lainnya dengan penggunakan bahasa sehari-hari sebagai bahasa pengantar sastranya dan bahkan tidak jarang di antara karya sastra tersebut yang masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar sastra yang mereka hasilkan.

Pada angkatan balai pustaka, kesusastraan Indonesia lebih bercorak Minangkabau. Hal ini terjadi karena kebanyakan editor yang ada pada masa balai pustaka memang berasal dari Sumatra Barat. Masa ini adalah masa ketika penulis dan editornya lebih banyak berdarah Sumatra, maka bisa dibilang angkatan ini lebih banyak menghasilkan karya-karya kesumatraan. Selain disebut sebagai angkatan balai pustaka, karya-karya yang lahir pada masa angkatan kesusastraan ini juga disebut dengan angkatan dua puluh. Titik awal angkatan balai pustaka dimulai ketika terbitnya roman Azab dan Sengsara oleh Merari Siregar, yang disebut juga sebagai awal kebangkitan angkatan balai pustaka. Karyanya Azab dan Sengsara memang lebih banyak menggunakan Bahasa Melayu dibandingkan dengan Bahasa Indonesia, karena pada masa itu bahasa Indonesia masih mengalami perkembangan. Namun, bukan berarti karya Merari ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai karya sastra Indonesia, karena prinsip dasar sastra Indonesia adalah karya-karya yang dijiwai oleh semangat nasionalisme Indonesia.

Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 – 1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura.

D. Pengaruh Angkatan 20 ( Balai Pustaka ) Pada Beberapa Ragam Karya Sastra

Angkatan 20 disebut juga angkatan Balai Pustaka. Balai Pustaka merupakan nama badan yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Badan tersebut sebagai penjelmaan dari Commissie voor De Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat.Commissie voor De Volkslectuur dibentuk pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-bahan bacaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu. Untuk memperoleh bacaan rakyat, komisi menempuh beberapa cara, yaitu:

1)  Mengumpulkan dan membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat. Naskah ini diterbitkan sesudah diubah atau disempurnakan.

2)      Menterjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa.

3)      Karangan pengarang-pengarang muda yang isinya sesuai dengan keadaan hidup sekitarnya.

Naskah-naskah tersebut menggunakan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya, serta berupa bacaan anak-anak, bacaan orang dewasa sebagai penghibur dan penambah pengetahuan. Pada tahun 1917 Komisi Bacaan Rakyat barubah namanya menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menyelenggarakan penerbitan buku-buku dan mengadakan taman-taman perpustakaan, dan menerbitkan majalah.. Penerbitan majalah dilakukan satu atau dua minggu sekali. Adapun majalah-majalah yang diterbitkan yaitu:

(1). Sari Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1919)

(2). Panji Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1923)

(3). Kejawen (dalam Bahasa Jawa)

(4). Parahiangan (dalam Bahasa Sunda)

Ketiga majalah yang terakhir itu terbit sampai pemerintah Hindia Belanda runtuh. Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan drama. Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan adat-istiadat, kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam buku-buku sastra yang terbit pada masa itu.

E. Tokoh-tokoh angkatan Balai Pustaka beserta hasil karyanya

Menurut Rosidi (1986: 37) tokoh-tokoh yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka diantaranya adalah:

1.      Nur Sutan Iskandar 

Lahir di Maninjau tahun 1893.

Hasil karyanya:

a.        Karangan asli

Salah pilih (dikarang dengan nama samaran Nur Sinah tahun 1928), Karena Mertua (tahun 1932), Hulubalang Raja (novel sejarah oleh Teeuw dipandang yang terbaik), Katak Hendak Jadi lembu, Neraka Dunia (1973), Cinta tanah Air (novel yang terbit pada jaman Jepang tahun1944), Mutiara (1946), Cobaan (1947), Cinta dan Kewajiban (dikarang bersama dengan I.Wairata).

b.      Karangan terjemahan

Anjing Setan – A. Canon Doyle, Gidang Intan Nabi Sulaiman – Rider Haggard, Kasih Beramuk dalam Hati – Beatrice Harraday, Tiga Panglima Perang - Alexander Dumas, Graaf De Monto Cristo – Alexander Dumas, Iman dan Pengasihan – H Sien Klewiex, Sepanjang Gaaris kehidupan – R Casimir.

c.       Karangan saduran 

Pengajaran Di Swedwn – Jan Lightair, Pengalaman Masa Kecil – Jan Lighard, Pelik-pelik Kehidupan – Jan Lighard, Si Bakil – Moliere Lavare, Abu Nawas, Jager Bali, Korban Karena Penciiptaan, Apa Dayaku karena Aku Seoarng Perempuan, Dewi Rimba.

d.      Catatan harian 

Ujian Masa (21-7-1947 s/d 1-4-1948).

2.       Abdul Muis

Lahir di Minangkabau.

Hasil karyannya : Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Suropati (1950) - novel sejarah, Robert Anak suropati (1953) – novel sejarah, Sebatang Kara (Hector Mallot) – karangan terjemahan.

3.      Marah Rusli

Lahir di Padang 7 Agustus 1989 dan meninggal di Bandung 17 Januari 1968.
Karya-karyanya: Siti Nurbaya (1922) – Sub judul Kasih Tak Sampai, Anak dan Kemenakan (1956), Memang Jodoh – La Harni (1952).

4.       Aman Datuk Majaindo 

Lahir di Solok pada tahun 1896.

Karya-karyanya: Si Doel Anak Betawi (cerita anak-anak), Anak Desa (cerita anak-anak), Si Cebol Rindukan Bulan (1934), Menebus Dosa, Perbuatan Dukun - Rusmala dewi (dikarang bersama S. Harja Sumarta), Sebabnya Rapiah Tersesat (1934), Syair Si Banso (Gadis Durhaka) terbit tahun 1931 – Kumpulan Syair, Syair Gul Bakawali (1936) – Kumpulan Syair.

5.      Muhammad Kasim 

Lahir tahun 1886.

Karya-karyanya : Pemandangan Dunia Anak-anak, Teman Dukun (kumpulan cerpen), Muda Terung, Pengeran Hindi, Niki Bahtera.

6.      Tulis Sutan Sati 

Hasil karyanya: Karangan yang berbentuk novel:
Tidak Membalas Guna (1932), Memutuskan Pertalian (1932), Sengsara Membaw
a Nikmat (1928).

Cerita lama yang disadur dalam bentuk syair:
Siti Marhumah yang Saleh, Syair Rosida.

Hikayat lama yang ditulis kembali dalam bentuk prosa liris:
Sabai Nan Aluih

7.      Selasih dan Sa’adah Alim 

Selasih sering memakai nama samaran Seleguri atau Sinamin. Lahir tahun 1909.

Karya-karyanya: Kalau Tak Ujung (1933), Pengaruh Keadaan (1973).
Sa’adam Alim

Karya-karyanya: Pembalasannya (1941) – sebuah sandiwara, Taman Penghibur Hati (1941) – kumpulan cerpen, Angin Timur angina Barat (Preal S. Buck) – karya terjemahan.

8.      Merari Siregar

Hasil karyanya: Azab dan Saengsara (1920).

9.       I Gusti Njoman Pandji Tisna 

Karya-karyanya: Ni Rawi Ceti Penjual Orang (1935), I Swasta Setahun di Bedahulu (1941), Sukreni Gadis Bali, Dewi Karuna (1938), I Made Widiadi (Kembali Kepada Tuhan).

1.  Paulus Supit 

Hasil karyanya: Kasih Ibu (1932).

11.  Suman H.S

Lahir di Bengkalis.

Karya-karyanya: Kasih Tak Terlarai (1929), Percobaan Saetia (1931), Mencari Pencuri Anak Perawan (1932), Kawan Bergelut (1938) – Kumpulan Cerpen.

12.  H.S.Muntu

Hasil karyanya: Pembalasan (1935), Karena Kerendahan Budi (1941).

3. Sejarah Sastra Periode 1930

A.       Pengertian Pujangga Baru

Pada mulanya, Pujangga baru adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahun 1933 sampai dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang setelah tentara Jepang berkuasa di Indonesia. Adapun pengasuhnya antara lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi, Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian, orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah kedepan.

Barangkali, hanya untuk memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah Angkatan Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah dimuat didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh Pustaka Rakyat, Suatu badan yang memang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian. Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah Jepang dengan alasan karena kebarat-baratan. Namun setelah Indonesia merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokoh-tokoh angkatan 45 seperti Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah. Mengingat masa hidup Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman Jepang , maka diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun 1915-an dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru  adalah generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya merupakan angkatan bar yang jauh lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan kata hatinya.

Ketika sastra Indonesia dikuasai oleh angkatan Pujangga Baru, masa-masa tersebut lebih dikenal sebagai Masa Angkatan Pujangga Baru. Masa ini dimulai dengan terbitnya majalah Pujangga Baru pada Mei 1933. Majalah inilah yang merupakan terompet serta penyambung lidah para pujangga baru. Penerbitan majalah tersebut dipimpin oleh tiga serangkai pujangga baru, yaitu Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam manivestasi pujangga baru dinyatakan bahwa fungsi kesusastraan itu, selain melukiskan atau menggambarkan tinggi rendahnya suatu bangsa, juga mendorong bangsa tersebut ke arah kemajuan.

Sebenarnya para pujangga baru serta beberapa orang pujangga Siti Nurbaya sangat dipengaruhi oleh para pujangga Belanda angkatan 1880 (De Tachtigers). Hal ini tak mengherankan sebab pada jaman itu banyak para pemuda Indonesia yang berpendidikan barat, bukan saja mengenal, bahkan mendalami bahasa serta kesusastraan Belanda. Di antara para pujangga Belanda angkatan 80-an, dapat kita sebut misalnya Willem Kloos dan Jacques Perk. J.E. Tatengkeng, seorang pujangga baru kelahiran Sangihe yang beragama Protestan dan merupakan penyair religius sangat dipengaruhi oleh Willem Kloos.

Lain halnya dengan Hamka. Ia pengarang prosa religius yang bernafaskan Islam, lebih dipengaruhi oleh pujangga Mesir yang kenamaan, yaitu Al-Manfaluthi, sedangkan Sanusi Pane lebih banyak dipengaruhi oleh India daripada oleh Barat, sehingga ia dikenal sebagai seorang pengarang mistikus ke-Timuran.

Pujangga religius Islam yang terkenal dengan sebutan Raja Penyair Pujangga Baru adalah Amir Hamzah. Ia sangat dipengaruhi agama Islam serta adat istiadat Melayu. Jiwa Barat itu rupanya jelas sekali terlihat pada diri Sutan Takdir Alisyahbana. Lebih jelas lagi tampak pada Armijn Pane, yang boleh kita anggap sebagai perintis kesusastraan modern. Pada Armijn Pane rupanya pengaruh Barat itu menguasai dirinya secara lahir batin. Masih banyak lagi para pujangga baru lainnya seperti Rustam Effendi, A.M. Daeng Myala, Adinegoro, A. Hasjemi, Mozasa, Aoh Kartahadimadja, dan Karim Halim. Mereka datang dari segala penjuru tanah air dengan segala corak ragam gaya dan bentuk jiwa serta seninya.

Mereka berlomba-lomba, namun tetap satu dalam cita-cita dan semangat mereka, yaitu semangat membangun kebudayaan Indonesia yang baru dan maju. Itulah sebabnya mereka dapat bekerjasama, misalnya saja dalam memelihara dan memajukan penerbitan majalah Pujangga Baru.

B. Karakteristik Karya Angkatan Pujangga Baru

1.  Dinamis

2. Bercorak romantik/idealistis, masih secorak dengan angkatan sebelumnya, hanya saja kalau romantik angkatan Siti Nurbaya bersifat fasip, sedangkan angkatan Pujangga Baru aktif romantik. Hal ini berarti bahwa cita-cita atau ide baru dapat mengalahkan atau menggantikan apa yang sudah dianggap tidak berlaku lagi.

3.  Angkatan Pujangga Baru menggunakan bahasa Melayu modern dan sudah meninggalkan bahasa klise. Mereka berusaha membuat ungkapan dan gaya bahasa sendiri. Pilihan kata, Penggabungan ungkapan serta irama sangat dipentingkan oleh Pujangga Baru sehingga dianggap terlalu dicari-cari.

4.  Ditilik bentuknya, karya angkatan Pujangga Baru mempunyai ciri-ciri:

a. Bentuk puisi yang memegang peranan penting adalah soneta, disamping itu ikatan-ikatan lain seperti quatrain dan quint pun banyak dipergunakan. Sajak jumlah suku kata dan syarat-syarat puisi lainnya sudah tidak mengikat lagi, kadang-kadang para Pujangga Baru mengubah sajak atau puisi yang pendek-pendek, cukup beberapa bait saja. Sajak-sajak yang agak panjang hanya ada beberapa buah, misalnya ”Batu Belah” dan ”Hang Tuah” karya Amir Hamjah.

b. Tema dalam karya prosa (roman) bukan lagi pertentangan faham kaum muda dengan adat lama seperti angkatan Siti Nurbaya, melainkan perjuangan kemerdekaan dan pergerakan kebangsaan, misalnya pada roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana.

c. Bentuk karya drama pun banyak dihasilkan pada masa Pujangga Baru dengan tema kesadaran nasional. Bahannya ada yang diambil dari sejarah dan ada pula yang semata-mata pantasi pengarang sendiri yang menggambarkan jiwa dinamis.

C. Angkatan Pujangga Baru dan Karyanya

1. Sutan Takdir Alisjahbana

Orang besar ini dilahirkan di Natal (Tapanuli) pada 11-02-1908. Setelah menamatkan HIS di Bengkulu ia memasuki Kweekschool di Bukitinggi dan kemudian HKS di Bandung. Setelah itu ia belajar untuk Hoof Dacte di Jakarta dan juga belajar pada Sekolah Hakim Tinggi. Selain itu belajar pula tentang filsafat dan kebudayaan pada Fakultas sastra. Pendidikan yang beraneka ragam yang pernah dialaminya serta cita-cita dan keinginan yang keras itu, menyebabkan keahlian yang bermacam-macam pula pada dirinya. Karangannya mempunyai bahasa yang sederhana tetapi tepat. Karya-karyanya antara lain:

a.             Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929)

b.             Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932)

c.             Anak Perawan Disarang Penyamun (roman, 1941)

d.            Layar Terkembang (roman tendenz, 1936)

e.             Tebaran Mega (kumpulan puisi/prosa lirik, 1936)

f.              Melawat Ke Tanah Sriwijaya (kisah, 1931/1952)

g.             Puisi Lama (1942)

h.             Puisi Baru (1946)

2. Amir Hamzah

Amir Hamzah yang bergelar Pangeran Indera Putra, lahir pada 28-2-1911 di Tanjungpura (Langkat), dan meninggal pada bulan Maret 1946. Ia keturunan bangsawan, kemenakan dan menantu Sultan Langkat, serta hidup ditengah-tengah keluarga yang taat beragama Islam. Ia mengunjungi HIS di Tanjungpura, Mulo di Medan, dan Jakarta AMS, AI (bagian Sastra Timur) di Solo. Ia menuntut ilmu pada Sekolah Hakim Tinggi sampai kandidat. Amir Hamzah lebih banyak mengubah puisi sehingga mendapat sebutan “Raja Penyair” Pujangga Baru. Karya-karyanya antara lain:

a.       Nyanyi Sunyi (kumpulan sajak, 1937)

b.      Buah Rindu (kumpulan sajak, 1941)

c.        Setanggi Timur (kumpulan sajak, 1939)

d.      Bhagawad Gita (terjemahan salah satu bagian mahabarata)

3. Sanusi Pane

Sanusi Pane lahir di Muara Sipongi, 14-11-1905. Ia mengunjungi SR di Padang Sidempuan, Sibolga, dan Tanjungbalai, kemudian HIS Adabiyah di Padang, dan melanjutkan pelajarannya ke Mulo Padang dan Jakarta, serta pendidikannya pada Kweekschool Gunung Sahari Jakarata pada tahun 1925. Pada tahun 1928, ia pergi ke India untuk memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan India. Sekembalinya dari India ia memimpin majalahTimbul. Di samping sebagai guru pada Perguruan Jakarta, ia menjabat pemimpin surat kabarKebangunan dan kepala pengarang Balai Pustaka sampai tahun 1941. Pada jaman pendududkan Jepang menjadi pegawai tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta dan kemudian bekerja pada Jawatan Pendidikan Masyarakat di Jakarta.

Karya-karyanya antara lain:

a.       Pancaran Cinta (kumpulan prosa lirik, 1926)

b.      Puspa Mega (kumpulan puisi, 1927)

c.       Madah Kelana (kumpulan puisi, 1931)

d.      Kertajaya (sandiwara, 1932)

e.       Sandyakalaning Majapahit (sandiwara, 1933)

f.       Manusia Baru (Sandiwara, 1940)

4. Muhamad Yamin, SH.

Prof. Muhammad Yamin, SH. dilahirkan di Sawahlunto, Sumbar, 23 agustus 1905. Setelah menamatkan Volkschool, HIS dan Normaalschool, ia mengunjungi sekolah-sekolah vak seperti sekolah pertanian dan peternakan di Bogor. Kemudian menamatkan AMS di Jogyakarta pada tahun 1927. Akhirnya ia memasuki Sekolah Hakim di Jakarta hingga bergelar pada tahun 1932. Pekerjaan dan keahlian Yamin beraneka ragam, lebih-lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan 19’45, ia memegang jabatan-jabatan penting dalam kenegaraan hingga akhir hayatnya (26 Oktober 1962). Ia pun tidak pernah absen dalam revolusi.

Karya-karyanya antara lain:

a.       Tanah Air (kumpulan puisi, 1922)

b.      Indonesia Tumpah Darahku (kumpulan puisi, 1928)

c.       Menanti Surat dari Raja (sandiwara, terjemahan Rabindranath Tagore)

d.      Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga (Terjemahan dari Rabindranath Tagore)

e.       Ken Arok dan Ken Dedes (sandiwara, 1934)

f.       Gajah Mada (roman sejarah, 1934)

g.      Dipenogoro (roman sejarah, 1950)

h.      Julius Caesar (terjemahan dari karya Shakespeare)

i.        6000 Tahun Sang Merah Putih (1954)

j.        Tan Malaka (19’45)

k.      Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (sandiwara, 1957)

5. J.E. Tatengkeng

Lahir di Kalongan, Sangihe, 19 Oktober 1907. Pendidikannya dimulai dari SD kemudian pindah ke HIS Tahuna. Kemudian pindah ke Bandung, lalu ke KHS Kristen di Solo. Ia pernah menjadi kepala NS Tahuna pada tahun 1947. Karya-karyanya bercorak religius. Dia juga sering melukiskan Tuhan yang bersifat Universal. Karyanya antara lainRindu Dendam (kumpulan sajak, 1934).

6. Hamka

Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908. Dia putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah, seorang teolog Islam serta pelopor pergerakan berhaluan Islam modern dan tokoh yang ingin membersihkan agama Islam dari khurafat dan bid’ah. Pendidikan Hamka hanya sampai kelas dua SD, kemudian mengaji di langgar dan madsrasah. Ia pernah mendapat didikan dan bimbingan dari H.O.S Tjokroaminoto. Prosa Hamka bernafaskan religius menurut konsepsi Islam. Ia pujangga Islam yang produktif.

Karyanya antara lain:

a.      Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)

b.      Di Dalam Lembah kehidupan (kumpulan cerpen, 1941)

c.       Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (roman, 1939)

d.      Kenang-Kenangan Hidup (autobiografi, 1951)

e.       Ayahku (biografi)

f.        Karena Fitnah (roman, 1938)

g.      Merantau ke Deli (kisah;1939)

h.      Tuan Direktur (1939)

i.        Menunggu Beduk Berbunyi (roman, 1950)

j.        Keadilan Illhi

k.       Lembaga Budi

l.        Lembaga Hidup

m.    Revolusi Agama

7. M.R. Dajoh

Marius Ramis Dajoh lahir di Airmadidi, Minahasa, 2 November 1909. Ia berpendidikan SR, HIS Sirmadidi, HKS Bandung, dan Normaalcursus di Malang. Pada masa Jepang menjabatat kepala bagian sandiwara di kantor Pusat Kebudayaan. Kemudian pindah ke Radio Makasar. Dalam karya Prosanya sering menggambarkan pahlawan-pahlawan yang berani, sedang dalam puisinya sering meratapi kesengsaraan masyarakat.

Karyanya antara lain:

a.       Pahlawan Minahasa (roman; 1935)

b.      Peperangan Orang Minahasa dengan Orang Spanyol (roman, 1931)

c.       Syair Untuk Aih (sajaka, 1935)

8. Ipih

Ipih atau H.R. adalah nama samaran dari Asmara Hadi. Dia lahir di Talo, Bengkulu, tanggal 5 September 1914. Pendidikannya di HIS Bengkulu, Mulo Jakarta, Bandung serta Mulo Taman Siswa Bandung. Lebih dari setahun ia ikut dengan Ir. Soekarno di Endeh. Setelah menjadi guru, ia menjadi wartawan dan pernah memimpin harian Pikiran Rakyat di Bandung. Dalam karyanya terbayang semangat gembira dengan napas kebangsaan dan perjuangan. Karya-karyanya antara lain:

a.       Di Dalam Lingkungan Kawat Berduri (catatan, 1941)

b.       Sajak-sajak dalam majalah

9. Armijn Pane

Armijn Pane adalah adik dari Sanusi Pane. Lahir di Muarasipongi, Tapanuli Selatan, 18 Agustus 1908. Ia berpendidikan HIS, ELS, Stofia Jakarta pada tahun 1923, dan pindah ke Nias, Surabaya, dan menamatkan di Solo. Kemudian menjadi guru bahasa dan sejarah di Kediri dan Jakarta serta pada tahun 1936 bekerja di Balai Pustaka. Pada masa pendudukan Jepang menjadi Kepala Bagian Kesusastraan di Kantor Pusat Kebudayaan Jakarta, serta memimpin majalah Kebudayaan Timur.

Karyanya antara lain:

a.       Belenggu (roman jiwa, 1940)

b.      Kisah Antara Manusia (kumpulan cerita pendek, 1953)

c.        Nyai Lenggang Kencana (sandiwara, 1937)

d.      Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939) 

e.       Ratna (sandiwara, 1943)

f.       Lukisan Masa (sandiwara, 1957)

g.      Habis Gelap Terbitlah Terang (uraian dan terjemahan surat-surat R.A Kartini, 1938)

10. Rustam Effendi

Lahir di Padang, 18 Mei 1905. Dia aktif dalam bidang politik serta pernah menjadi anggota Majelis Perwakilan Belanda sebagai utusan Partai Komunis. Dalam karyanya banyak dipengaruhi oleh bahasa daerahnya, juga sering mencari istilah-istilah dari Bahasa Arab dan Sansakerta. Karyanya antara lain:

a.       Percikan Permenungan (kumpulan sajak, 1922)

b.      Bebasari (sandiwara bersajak, 1922)

11. A. Hasjmy

A. Hasjmy nama sebenarnya adalah Muhammad Ali Hasjmy. Lahir di Seulimeun, Aceh, 28 Maret 1912. Ia berpendidikan SR dan Madrasah Pendidkan Islam. Pada tahun 1936 menjadi guru di Perguruan Islam Seulimeun.

Karya-karyanya antara lain:

a.       Kisah Seorang Pengembara (kumpulan sajak, 1936)

b.      Dewan Sajak (kumpulan sajak, 1940)

12. Imam Supardi

Karya-karyanya antara lain:

a.       Kintamani (roman)

b.      Wishnu Wardhana (drama, 1937)

Sastrawan dan penyair lainnya dari angkatan Pujangga Baru:

13. Mozasa, singkatan dari Mohamad Zain Saidi

14. Yogi, nama samaran A. Rivai, kumpulan sajaknya Puspa Aneka

15. A.M. DG. Myala, nama sebenarnya A.M Tahir

16. Intojo alias Rhamedin Or Mandank

4. Sejarah Sastra Periode Jepang dan Periode 1945

1) Periode Jepang

A. Latar Belakang

Dijajah Jepang selama tiga setengah tahun merupakan saat-saat yang penting dalam sejarah bangsa dan juga sastra Indonesia. Jepang mendukung diresmikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia dan mengajarkan bahasa Jepang di seluruh kepulauan dan dalam seluruh bidang kehidupan. Indonesia. Tentu saja maksud Jepang kemudian akan menggantikan bahasa Jepang sebagai bahasa persatuan di Indonesia. Tetapi karena waktu mereka di sini hanya tiga setengah tahun, maka besar keuntungannya untuk Indonesia. Sebelum diganti dengan bahasa Jepang, Jepang sudah kalah, dan bahasa Indonesia sudah tetap dan kuat kedudukannya.

Dengan makin intensifnya bahasa Indonesia dipergunakan dalam segala kehidupan di segenap kepulauan Nusantara, maka sastra Indonesia juga mengalami intensifikasi. Para pengarang beserta para seniman lainnya dikumpulkan Jepang di Kantor Pusat Kebudayaan dan dinamakan Keimin Bunka Shidosho. Pemusatan para seniman ini tentu saja tidak bisa lepas dari situasi perang dan maksud Jepang sendiri hendak menguasai Asia. Seniman-seniman dikerahkan untuk membuat lagu-lagu, lukisan-lukisan, slogan-slogan, sajak-sajak, sandiwara-sandiwara bahkan film-film dengan pesanan.

Banyak seniman yang keberatan, meski mula-mula uluran tangan Jepang itu disambut antusias namun kian lama kian banyak seniman yang terbuka matanya. Bahkan mereka yang mula-mula antusias sekali menerima kedatangan Jepang, kemudian mulai ragu dan was-was. Usmar Ismail misalnya. Sedangkan Chairil Anwar, Amal Hamzah, dan beberapa orang lagi yang sejak semula menaruh curiga kepada Jepang, mengejek para seniman yang berkumpul di Kantor Pusat Kebudayaan. Amal Hamzah menulis dua buah sandiwara yang keduanya sama-sama berisikan sindiran kepada seniman yang tunduk pada Jepang. Sandiwara berjudul ‘Tuan Amin’ yang merupakan sindiran kepada Armijn Pane yang pada saat itu sangat bersemangat dan menyokong Jepang dan menulis sandiwara-sandiwara pesanan sesuai dengan permintaan Jepang. Juga sandiwara berjudul ‘Seniman Pengkhianat’. Percakapan antara dua seniman itu mewakili dua dunia seniman. Yang satu seniman yang mau menjaga kemurnian ciptaannya karena itu menolak menjadi kacung Kantor Pusat Kebudayaan; sedangkan yang lain mengabdi pada Jepang, membuat sajak, lagu, cerita pendek, sandiwara sesuai dengan pesanan Jepang.

Pada masa penjajahan Jepang kita melihat kian banyak jumlah seniman yang menulis sajak, cerpen dan sandiwara. Situasi perang dan penderitaan lahir-batin dijajah Jepang telah memeatangkan jiwa bangsa kita. Juga pada masa inilah kita menyaksikan sastra Indonesia mengalami pematangan. Bahasa Indonesia bukan hanya sekedar alat untuk bercerita atau menyampaikan berita atau rengekan-rengekan perasaan yang sangsai, tetapi menjadi alat pengucapan sastra yang dewasa.

Kehidupan morat marit dalam bidang ekonomi memaksa para pengarang Indonesia supaya belajar hemat dalam berkata-kata. Pun bidang perhatian dalam memilih materi buat menulis menjadi lebih sederhana. Yang menjadi perhatian para pengarang bukanlah lagi masalah yang pelik-pelik atau kehidupan yang rumit-rumit, melainkan kenyataan sehari-hari yang tampak pada mata-kepala karena terjadi di depan mata.

B.     Para Penyair

Pada masa Jepang ini kita menyaksikan beberapa penyair muncul. Yang terpenting ialah Usmar Ismail, Amal Hamzah, dan Rosihan Anwar.

·         Usmar Ismail. Ia menulis beberapa cerpen di antaranya Pancaran Cinta(1946) dan Gema Tanah Air (1948), dan sajak-sajaknya dikumpul dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Puntung Berasap (1949). Dalam sajak-sajaknya yang permulaan terasa kepercayaan terhadap Jepang akan membawa kemerdekaan bagi Indonesia. Tetapi kemudian ia pun segera menemukan kekecewaannya. Dalam sajak ‘Diserang Rasa’ karangannya berisi rasa waswas dan ragu kepada kesungguhan janji dan semboyan Jepang.

·         Amal Hamzah. Mulai menulis pada zaman Jepang. Ia seorang yang kasar dan sajak-sajaknya sangat naturalistis. Juga dalam sandiwara-sandiwara dan cerita sketsa yang ditulisnya, sensualisme sangat kentara. Sajak-sajak dan karangan-karangan lainnya kembali diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Pembebasan Pertama. Setelah itu ia lebih menaruh minatnya kepada menerjemahkan.

·         Rosihan Anwar. Pada zaman Jepang menulis sejumlah sajak dan cerpen. Sajak-sajaknya banyak melukiskan perasaan dan semangat pemuda. Cerpennya yang berjudul ‘Radio Masyarakat’ menceritakan kemelut pemuda yang dilanda keraguan atas segala janji-janji kosong dari Jepang.

·         Anas Ma’ruf . Pada zaman sesudah perang lebih terkenal sebagai organisator kebudayaan dan penerjemah. Ia menulis sejumlah sajak, esai dan kritik. Ia pun menerjemahkan karya-karya para pengarang dunia seperti Rabindrana Tagore, John Steinbeck, William Saroyan, dan lain-lain.

·         M.S Ashar yang pada zaman Jepang menulis beberapa buah sajak menjadi terkenal karena sebuah sajaknya yang berjudul ‘Bunglon’.

·         Maria Amin. Penyair wanita zaman Jepang ini menggambarkan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia sebagai ikan dalam akuarium yang dilukiskan dalam prosa liriknya ‘Tengoklah Dunia Sana’.

·         Nursjamsu. Pada zaman Jepang menuliskan sejumlah sajak yang melukiskan hati yang diamuk remaja. Pada masa sesudah perang ia menulis cerpen antara lain yang berjudul ‘Terawang’ yang dimuat dalam majalah Gema Suasana (1948).

2) Angkatan 1945

A. Pengertian Angkatan 1945

Dalam masyarakat Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu :

a) Pengertian dalam bidang politik dan

b) Pengertian dalam bidang sastra dan seni.

       Angkatan 45 dalam bidang politik mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan 45 dalam pengertian ini memiliki organisasi dan kepengurusan sendiri sejak dari pimpinan pusat sampai pada cabang-cabangnya di daerah tingkat II di seluruh Indonesia.

Angkatan 45 dalam bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah Perang Dunia II dari yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda dengan angkatan terdahulu. Karya sastra pada angkatan 45 ini bercorak lebihrealis dibandingkan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang romantis dan idealis. Selain itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah bangsa Indonesia. Gaya dari sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan yang "tidak berteriak tetapi melaksanakan". Sastra angkatan 45 juga dikenal sebagai sastra yang bersifat wajar karena menggambarkan kehidupan sewajarnya dan memperkenalkan tokoh-tokoh dalam gaya yang dramatis, tidak mementingkan analisis fisik tetapi menonjolkan analisis kejiwaan melalui percakapan antar tokoh. Karya sastra angkatan ini juga dikenal sebagai karya sastra yang baru karena berhasil meletakkan indentitas Indonesia dalam setiap karyanya, tidak seperti karya sastra angkatan-angkatan sebelumnya yang dipengaruhi oleh pengaruh asing.

Nama angkatan 45 sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar untuk pertama kalinya melansir istilah angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Sebelum itu, orang menggunakan istilah yang bermacam-macam untuk menyebut angkatan tersebut, yaitu Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Pembebasan, Generasi Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan sebagainya.

Sejak tahun 1949 untuk menyebut angkatan yang dimaksud orang menggunakan istilah angkatan 45. Walaupun namanya angkatan 45, sebenarnya angkatan itu sudah timbul sejak tahun 42 (zaman Jepang), yaitu sejak munculnya puisi-puisi Chairil Anwar, yang baik bentuk, gaya bahasa, maupun isinya lain dari puisi-puisi sebelumnya.

Yang banyak jasanya dalam mempertegas kehadiran angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan pendukungnya ialah H.B. Jassin. Ia berhasil memberikan uraian tentang seluk beluk angkatan itu dan memberikan uraian tentang kepeloporan Chairil Anwar dalam angkatan tersebut. Dengan didirikannya angkatan 45, dibuatlah Surat Kepercayaan Gelanggang. Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan pendirian angkatan 45, walaupun pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam majalah Siasatpimpinan Rosihan Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Jadi, kurang lebih setahun sesudah Chairil Anwar meninggal (28 April 1949).

Surat Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman Merdeka”, suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947 yang didalamnya selain para pengarang, juga berkumpul pelukis-pelukis, musikus, dan seniman lain. Karena para pengarang Angkatan 45 berkumpul dan bergerak dalam kelompok ini maka Surat Kepercayaan Gelanggang dipandang sebagai pernyataan sikap dan pendirian Angkatan 45 atau sebagai perwujudan konsepsi angkatan tersebut. Isi selengkapnya Surat Kepercayaan Gelanggang adalah sebagai berikut.

Surat Kepercayaan Gelanggang

Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.

Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami sawo matang, rambut kami hitam, atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati pikiran kami. Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melaplap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.

Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.

Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.

Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Jakarta, 18 Februari 1950

Bilamana kita ringkaskan, maka isi pokok Surat Kepercayaan Gelanggang tersebut ialah:

1)      Angkatan 45 memandang dirinya sebagai ahli waris kebudayaan dunia dan akan diteruskan kebudayaan itu menurut cara mereka sendiri.

2)      Keindonesiaan mereka hanya dapat dikenal dari wujud pernyataan hati dan pikiran mereka, bukan dari bentuk-bentuk lahirnya.

3)      Kebudayaan Indonesia Baru tidak semata-mata berdasarkan kebudayaan Indonesia lama, tetapi ditetapkan dari ramuan hasil kebudayaan yang dating dari segenap penjuru dunia, yang kemudian dilontarkan kembali dalam wujud ciptaan menurut kehendak mereka.

4)      Revolusi bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru di atas nilai-nilai lama yang sudah usang yang harus dihancurkan.

5)      Mereka berpendapat bahwa antara masyarakat dan seniman terjadi saling mempengaruhi.

            Surat kepercayaan Gelanggang penting artinya untuk memahami sikap, pendirian, dan cita-cita Angkatan 45. Konsepsi Angkatan 45 tercermin dan bersumber pada Surat Kepercayaan Gelanggang.

Walaupun diantara pengarang Angkatan 45 ada yang tidak setuju dengan Surat Kepercayaan Gelanggang, pada hakikatnya antara Surat Kepercayaaan Gelanggang dengan Angkatan 45 ada kaitan yang erat sekali.

1)      Terbuka

2)       Pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya

3)      Bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis

4)       Sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya

5)      Dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya

6)      Penghematan kata dalam karya

7)      Lebih ekspresif dan spontan

8)      Terlihat sinisme dan sarkasme

11)      Chairil Anwar

Berdasarkan penelitian H.B. Jassin, selama kegiatannya dari tahun 1942 sampai  tahun1949 Chairil Anwar telah menghasilkan 94 tulisan, yang terdiri atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.

Akan tetapi, seperti sudah disebutkan pada bagian terdahulu, jumlah 70 puisi asli itu harus dikuurangi dua sebagai puisi saduran, yaitu (1) puisi “Di Mesjid”, sebagai saduran puisi De Waan Zinnige, karangan Jan H. Eekhout, (2) puisi “Taman”, sebagai saduran puisi “De Tuin”, karangan Anthonie Donker dalam kumpulan puisinya De Einder.

22)      Asrul Sani

Asrul Sani adalah seorang penyair Angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah angkatan dan tidak setuju dengan semboyan-semboyan yang sering digunakan oleh pengarang Angkatan 45 yang lain. Juga semboyan Chairil Anwar tentang Human Dignity oleh Asrul Sani dianggap sudah tidak bertenaga lagi, bahkan sering digunakan untuk menyembunyikam kelemahan sendiri. Asrul Sani mengkritik Mochtar Lubis yang pernah mengatakan bahwa dalam perkataan Human Dignity tersimpul semua yang hendak kita perjuangkan. Ucapan semacam itu dipandang oleh Asrul Sani hanya sebagai heroisch gebaaryang kosong, yang tidak berarti.

Asrul Sani dilahirkan di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan yang dalam dunia sastra bergerak dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai, cerpen, puisi, kritik, terjemahan, juga menyutradarai pementasan drama, dan membuat film. Bersama Chairil ia pernah menjadi redaktur majalah Gema Suasana (yang kemudian berubah menjadiGema), kemudian bersama Chairil Anwar, Rivai Apin, Rosihan Anwar, dan lain-lain menjadi redaktur ruangan kebudayaan “Gelanggang” dalam majalah Siasat; dan yang terakhir ia memimpin majalah kebudayaan yang bernama Gelanggang juga, tetapi hanya terbit beberapa nomor saja.

Ia pernah menjadi direktur ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia), ketua Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia), dan juga anggota DPRGR/MPRS wakil seniman.

Sebagai penyair telah banyak puisi yang digubahnya, tetapi hingga kini belum ada yang diterbitkan secara khusus sebagai kumpulan puisi kecuali yang terdapat dalam kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir.

Puisi Asrul Sani terasa merdu dan memberikan image (gambaran) yang jelas. Ada puisinya yang cenderung gaya mantra, misalnya yang berjudul “Mantra”. Memang sebagian puisi Asrul Sani menunjukkan nilai yang meyakinkan, tetapi beberapa puisinya terasa agak berat, bersifat agak intelektual.

33)       Rivai Apin

Rivai Apin lahir pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padangpanjang. Ia telah banyak menulis puisi sejak masih di sekolah menengah. Kecuali menulis sajak, ia bergerak di bidang lain yang cukup banyak: menulis cerpen, esai, kritik, terjemahan, dan scenario film. Apabila Chairil Anwar biasa disebut orang sebagai seorang anarkis individualis (terutama berdasarkan puisinya yang berjudul “Kepada Kawan”); Asrul Sani seorang moralis aristocrat; maka Rivai Apin terkenal sebagai nihilis emosional.

Dikatakan nihilis karena tampaknya Rivai Apin tidak tahu arah hidup ini, tidak tahu apa yang harus diperbuat tentang dunia ini. Apa yang ditulis terutama cetusan emosi yang kurang pengendapan dan pemikiran. Selain kegiatannya menulis dalam berbagai bidang tersebut, Rivai Apin pernah duduk sebagai anggota redaksi dalam berbagai majalah antara lain:Gema Suasana, Gelanggang, dan Zenith. Akan tetapi, pada tahun 1954 ia keluar dari redaksiGelanggang dan tidak lama kemudian aktif dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia pernah memimpin majalah kebudayaan Zaman Baru, yaitu majalah yang diterbitkan oleh Lekra. Karena meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI maka Rivai Apin termasuk tokoh lekra yang diamankan oleh yang berwajib.

45)      Idrus

Dalam masyarakat sastra Idrus sering disebut sebagai pelopor Angkatan 45 dibidang prosa, walaupun ia sendiri menolak penamaan semacam itu. Akan tetapi, peranannya dalam perkembangan sastra selanjutnya kurang penting dibandingkan dengan Chairil Anwar.

Ia pernah menjadi redaktur Balai Pustaka, dan pada waktu itu ia berkenalan dengan pengarang-pengarang, antara lain H.B Jassin, Sultan Takdir Alisjahbana, Nur Sultan Iskandar, dan Sanusi Pane. Pengalaman kritik dan pendapatnya tentang hubungannya dengan pengarang-pengarang itu kemudian dituangkan dalam novel autobiografinya yang berjudul Perempuan dan kebangsaan. Novel tersebut dimuat dalam nomor gabungan majalah Kebudayaan Indonesia, majalah yang mula-mula diterbitkan oleh Balai Pustaka. Walaupun oleh pengarangnya sendiri novel itu diakui kurang berhasil, novel itu penting untuk mengetahui kejiwaan Idrus pada waktu itu.

56)      Pramudya Ananta Tur

Pengarang keturunan Jawa ini berasal dari Blora, lahir tanggal 2 Februari 1925. Secara formal sebenarnya Pramudya kurang langsung ada kaitannya dengan Angkatan 45 sebab ia tidak pernah ikut memimpin suatu penerbitan sebagai media kegiatan Angkatan 45. Akan tetapi, berdasarkan karya sastra yang dihasilkan, ternyata banyak persamaan antara hasil sastra Pramudya dengan pengarang-pengarang Angkatan 45 yang lain.

Oleh Teeuw dikatakan bahwa Pramudya merupakan penulis prosa yang terpenting dari zamannya, baik ditinjau dari segi luasnya lapangan yang diliputi oleh karya-karya kreatifnya maupun dari segi nilai karya sastra itu. Lebih lanjut oleh Teeuw dikatakan bahwa Pramudya dari zaman antara tahun 1946 sampai dengan 1956 merupakan penulis prosa modern Indonesia yang teragung.

Karangan yang pertama diterbitkan oleh Pramudya berjudul Kranji dan Bekasi Jatuh (1947). Kemudian pada tahun 1949 ia menyiapkan cerpen berjudul Blora, yang ditulis waktu ia dipenjara. Setahun kemudian, novelnya Perburuan (1950) mendapat hadiah dalam rangka sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka. Dua karangannya yang terakhir inilah yang menyebabkan Pramudya terkenal dalam masyarakat sastra Indonesia. Cerpen Blora tersebut kemudian dimuat dalam kumpulan cerpen yang berjudul Subuh (1950).

Selain nama-nama diatas juga terdapat nama-nama lain yaitu: Mochtar Lubis, Sitor Situmorang, Achiat Karta Mihardja, Utuy Tatang Sontani, Trisno Sumarjo, Aoh K. Hadimadja, M. Balfas, Rusman Sutiasumarga, Mh. Rustandi Kartakusuma, M. Ali.

C.    Contoh Tulisan Sastra Dari Angkatan 45

1)      Puisi Dongeng Buat Bayi Zus-Pandu (Asrul Sani)

Sintawati dating dari Timur,

Sintawati menyusur pantai,

Ia cium gelombang melambung tinggi

Ia hiasi dada dengan lumut muda,

Ia bernyanyi atas karamg sore dan pagi,

Sintawati telah dating dengan suka sendiri.

Sintawati telah lepaskan ikatan duka.

Sintawati telah belai nahkoda tua,

Telah cumbu petualang berair mata

Telah hiburkan perempuan-perempuan bernantian di pantai senja.

 Jika turun hujan terlahir di laut

 Berkapalan elang pulang ke benua

Sintawati telah tunggu dengan warna bianglala,

Telah bawa bunga, telah bawa dupa

                   Sintawati telah mengambang di telaga gunung,

                   dan panggil orang utas yang beryakinan kelabu,

                   Telah menakik haruman pada batang tua,

                   Telah dendangkan syair dari gadis remaja.

                   Sintawati telah menyapu debu dalam kota,

                   Telah mendirikan menara di candi-candi tua,

                   Sintawati telah bawa terbang cuaca,

                   Karena Sintawati senantiasa bercinta.

                   Sintawati dating dari Timur,

                   Sintawati telah datang………..

                   ………….. datang,

                         Sinta

                                 datang……………….!

2)      Puisi Aku (Chairil Anwar)

Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau.

Tak perlu sendu 

 

sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa ‘ku bawa berlari Berlari Hingga hilang pedih perih Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

3)      Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)

Segala kedaraannya tersaji hujau muda

Melayang di lembaran surat musim bunga

Berita dari jauh

Sebelum kapal angkat sauh

Segala kemontokan menonjol dikata-kata

Menepis dalam kelakar sonder dusta

Harum anak dara

Menghimbau dari seberang benua

Mari, dik, tak lama hidup ini

Semusim dan semusim lagi

Burungpun berpulangan

Mari, dik, kekal bisa semua ini

Peluk goreskan di tempat ini

Sebelum kapal dirapatkan.

4)      Malam Lebaran (Sitor Situmorang)

Bulan di atas kuburan

5)      Jam (Sitor Situmorang)

Aman sendiri dalam sunyi kamar

Ia layangkan pandang pada surat kabar

Terjatuh. Lupa segala yang di luar

Serta matahari yang terus bersinar

Sunyi pun menyusup dalam pikiran

Yang terlihat semua seakan ketiduran,

Perabot, dinding dan kenangan bertaburan,

Menyatu dalam samar kelupaan

Lalu dimimpinya berbunyi jam,

Berdetak dalam kenangan.

Tak ada yang gemerisik.

Detak jam bergema dalam,

Tepantul dasar kesedaran,

Kosong yang makin naik.

                                                            (Wajah Tak Bernama)

5. Sejarah Sastra Periode 1950

A. Sejarah LahirnyaAngkatan ‘50

Slamet  Muljono  pernah  menyebut  bahwa  sastrawan  Angkatan  ‘50  hanyalah  pelanjut (successor) saja, dari angkatan sebelumnya (’45). Tinjauan  yang  mendalam  dan  menyeluruh  membuktikan  bahwa  masa  ini  pun memperlihatkan ciri-cirinya, yaitu: 

a)  Berisi kebebasan sastrawan yang lebih luas di atas kebiasaan (tradisi) yang diletakan pada tahun 1945.

b)   Masa ‘50 memberikan pernyataan tentang aspirasi (tujuan yang terakhir dicapai nasional lebih lanjut). Periode  ‘50  tidak  hanya  pengekor  (epigon)  dari  angkatan  ‘45,  melainkan  merupakan survival, setelah melalui masa-masa kegonjangan.  

Adapun ciri-cirinya yang lebih rinci adalah sebagai berikut:

1)     Pusat  kegiatan  sastra  makin  banyak  jumlahnya  dan  makin  meluas  daerahnya  hampir di seluruh Indonesia, tidak hanya berpusat di Jakarta dan Yogyakarta.

2)     Terdapat  pengungkapan  yang  lebih  mendalam  terhadap  kebudayaan  daerah  dalam menuju perwujudan sastra nasional Indonesia.

3)   Penilaian keindahan dalam sastra tidak lagi didasarkan kepada kekuasaan asing, tetapi lebih  kepada  peleburan  (kristalisasi)  antara  ilmu  dan  pengetahuan  asing  dengan perasaan dan ukuran nasional.

B. Ciri-ciri Angkatan 50-an

        Angkatan  50-an  ditandai  dengan  terbitnya  majalah  sastra  Kisah  asuhan  H.B.  Jasin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi oleh cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya. Kemudian angkatan ini dikenal dengan karyanya berupa sastra majalah. Pada  angkatan  ini  muncul  gerakan  komunis  dikalangan  sastrawan  yang  bergabung dalam  Lembaga  Kebudayaan  Rakyat  (Lekra),  yang  berkonsep  sastra  realisme  sosialis. Timbullah  perpecahan  antara  sastrawan  sehingga  menyebabkan  mandegnya  perkembangan sastra,  karena  masuk  ke  dalam  politik  praktis,  sampai  berakhir  pada  tahun  1965  dengan pecahnya G30 S/PKI di Indonesia.

Adapun ciri-ciri dari periode ini antara lain:

a)    Umumnya karya sastrawan sekitar tahun 1950-1960-an;

b)   Sampai tahun 1950-1955, sastrawan angkatan ‘45 juga masih menerbitkan karyanya;

c)    Corak karya cukup beragam, karena pengaruh faktor politik/idiologi partai;

d)   Terjadi peristiwa G 30 S/PKI sehingga sastrawan Lekra disingkirkan.  

C. Masalah yang Dihadapi Angkatan 50

a) Angkatan ’50 mengalami kendala dalam menerbitkan karya-karyanya, dikarenakan Balai Pustaka sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya tidak menentu. Penerbit ini bernaung dibawah P dan K dan pergantian status yang dilakukan hanya dalam waktu yang  singkat  dan    tidak  menentu,  di  tambah  penempatan  pemimpin  yang  bukan  ahli, sehingga  tidak  dapat  mengelola  anggaran  yang  tersedia    yang  berakibat  macetnya  produksi karya.

b) Setelah  Balai  Pustaka  yang  mengalami  kesulitan  penerbitan,  penerbit    yang  lainnya  pun mengalami nasib serupa, seperti penerbit seperti Pembangunan dan Tintamas.

c) Oleh sebab itu, karya-karya sastra hanya banyak bermunculan di majalah-majalah seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, dan Pudjangga Baru. Oleh sebab itu pula karya yang banyak ditampilkan terutama sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang pendek-pendek,    sesuai  dengan  kebutuhan  majalah-majalah  tersebut,  maka  tak  anehlah kalau para pengarang pun lantas hanya mengarang  cerpen, sajak dan karangan-karangan  lain  yang  pendek-pendek.  Keadaan  seperti  itulah  yang  menyebabkan  lahirnya  istilah sastra  majalah.  Istilah  ini  dilansir  dan  diperkenalkan  oleh  Nugroho  Notosusanto  dalam tulisannya Situasi 1954 yang dimuat di majalah Kompas yang dipimpinnya.

D. Sastrawan Angkatan ‘50 dan Karyanya 

1)    W.S. Rendra

Willibrordus Surendra Rendra, lahir di Solo pada 7 November 1935. Setelah menamatkan sekolah SMA nya di Solo, Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris di Universitas Gajah Mada.Sejak tahun 1954 beliau aktif menulis sajak, cerpen, esai, lakon, dan bermain drama. Selain itu beliau juga belajar seni diNew York, Amerika Serikat. Setelah pulang dari New York, beliau mendirikan bengkel teater di Indonesia dengan karyanya Sekda, Dunia Azwar, Perjuangan Suku Naga, Qasidah Barzanji, Bipbop, Mastodon Dan Burung Kondor, Penembahasa Reso.

Karya sastra W.S. Rendra adalah:

a)   Balada orang-orang tercinta (1957)

b)   Empat  (kumpulan sajak, 1961)

c)    Ia sudah bertualang (1963)

(H.B. Jassin, 1976: 27)

2)     Ajip Rosidi

Ajip Rosidi lahir di Jatiwangi, Cirebon (Jawa Barat) pada tanggal 31 Januari 1938. Pendidikan: SMP, SMA kemudian Taman Madya Taman Siswa bagian Budaya, Jakarta. Sewaktu sekolah memimpin majalah Suluh Pelajarpada tahun 1953-1955, kemudian menerbitkan majalah Prosa (1955).Masuk bekerja beberapa bulan di Balai Pustaka (November 1955-Februari 1956).

Karyanya yang telah terbit adalah:

a)   Tahun-tahun Kematian (1955),

b)   Pesta (1956),

c)    Di Tengah Keluarga (1956),

d)   Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1968),

e)    Perjalanan Penganten (1958),

f)    Cari Muatan (1959),

g)   Cerita Pendek Indonesia (1958),

h)   Surat Cinta Endaj Rasidin (1960).

( H.B. Jassin, 1976: 45)

3)   A.A Navis

Ali Akbar Navis lahir dilahirkan di Padang Panjang 17 November 1924. Tamat Perguruan INS di KayuTanamtahun 1943.Tahun 1950 mulai mengikuti perkembangan kesusastraan secara aktif, mengarang cerita pendek, dan sandiwara radio. Cerita-ceritanya dimuat dalam Mimbar Indonesia, Siasat, Kisah, Sastra, dll.

Karya karya A.A Navis adalah:

a)   Robohnya surau kami (1956)

b)   Bianglala (1963)

c)    Hujan panas (1963)

d)   Kemarau (1967)

(H.B. Jassin, 1976: 222)

4)  Trisnojuwono

Trisnojuwono lahir di Jogya pada tanggal 5 Desember 1929. Tamat SMA tahun 1947. Mula-mula mengarang sajak tapi gagal, kemudian cerita-cerita pendek dan berhasil tahun 1955 lolos masuk dalam majalah-majalah terkemuka. Seperti Kisah, Siasat, Prosa dan lain-lain. Pemenang hadiah majalah Kisah tahun 1956.Hadiah sastra, BMKN tahun 1960 untuk kumpulan cerpennya yang berjudul “Laki-Laki dan Mesiu” (1957).

Cerpennya yang lain adalah:

a)   Angin laut (1958)

b)   Di Medan Perang (1962)

c)    Madu (1962)

d)   Kisah-kisah Revolusi (1965)

e)    Biarkan Tjahaja Matahari Membersihkanku dulu (1966)

( H.B. Jassin, 1976: 235)

5)   N.H. Dini

Nama lengkapnya Nurhajati Sri Hardini.Beliau dilahirkan di Semarang tanggal 29 Februari 1936.Sejak di SMA senang deklamasi dan main sandiwara di depan RRI Semarang. Mulai dengan menulis sajak, ia kemudian lebih banyak menulis cerita dan novel yang dimuat dalam berbagai majalah, antara lain Kisah, Siasat, Mimbar Indonesia dan Sastra.

 Karya sastranya adalah:

a)   Dua Dunia (1956)

b)   Hati jang Damai (1961)

(H.B. Jassin, 1976:85)

6)  Ramadhan K.H

Nama Lengkapnya adalah Ramadhan Karta Hadimadja, beliau lahir di Bandung tanggal 16 Maret 1927.Berpendidikan di Akademi Dinas Luar Negeri Jakarta.Sejak 1952 bergerak di lapangan sastra; hasil-hasilnya terdapat dalam Zenith, Siasat/Gelanggang, Kisah, Seni, Indonesia, Mimbar Indonesia.Disamping itu menterjemahkan sastra Spanyol, sajak-sajak dan drama bersajak Garcia Lorca.Pemenang pertama hadiah sastra untuk puisi tahun 1957/58 yang diadakan oleh BMKN tahun 1960.

Karyanya adalah:

a)      Priangan Sidjelita (1958).

(H.B Jassin, 1976:260).

7)   Subagio Sastrowardojo

Beliau lahir di Madiun tanggal 1 Februari tahun 1924.Sekolah HIA Bandung dan Jakarta, HBS-SMP, SMA, Jogya.Setelah mencapai gelar sarjana tahun 1958 di Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, dalam tahun 1961 berangkat ke Amerika melanjutkan studi dalam Ilmu Perbandingan Kesusastraan di Yale University.Kembali di tanah air tahun 1966. Tahun 1954-1958 ia menjadi dosen dan Kepala Jurusan Bahasa Indonesia Kurus B-I di Jogya. Tahun 1958-1961 dosen kesusastraan Indonesia di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada.Beliau juga menulis sajak, cerita, kritik danesai dan Siasat, Mimbar Indonesiadan lain-lain.

Karyanya adalah:

a)   Simphoni (1957),

b)   Kedjantanan di Sumbing (1965).

(H.B Jassin, 1976: 96)

8)   Sitor Situmorang

Sitor Situmorang dilahirkan di Harian Boho, Samosir, tanggal 2 Oktober 1923.Setelah lulus Mulo di Tarutung, ia melanjutkan studinya ke AMS di Jakarta, tetapi tidak tamat.Pada awal masa revolusi bekerja sebagai wartawan di Medan.Tahun 1948 berangkat ke Yogyakarta.Ketika terjadi aksi militer 1, Sitor ditawan di Wirogunan, Yogya, oleh Belanda.

Karya- karya Sitor Situmorang adalah:

a)   Dalam Sadjak (1950)

b)   Dalam Mutiara Kumpulan Tiga Mutiara (1956)

c)    Pertemuan dan Salju Di Paris (1956)

d)   Surat Kertas Hidjau: Kumpulan Sadjak (1953)

e)    Wajah tak Bernama: Kumpulan Sadjak (1955)

(Iskandarwassid, dkk, 1997:90)

9)   Pramudya Ananta Toer

Pramudya Ananta Toer lahir di BloraJawa Tengah6 Februari1925. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari Blora. Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang diJakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.

Karya-karyanya adalah:

a)   Bukan pasar malam (1951)

b)   Keluarga gerilya (1951)

c)    Mereka yang dilumpuhkan (1951)

d)   Perburuan (1950)

e) Cerita dari blora (1952)

10)  Bokor Hutasuhut

Nama sebenarnya: Buchari Hutasuhut. Lahir tanggal 2 Juni 1934 di Balige, Tapanuli.Pendidikan sampai kelas 2 SMA bagian A di Medan, 1956.Cerita-ceritanya dimuat tersebar dalam majalah Kisah, Mimbar Indonesia, Konfrontasi, Indonesia, Tjerita, Siasat/Gelanggang, Sastra dll.

Karya-karyanya:

            a)      Datang Malam (1963)

            b)     Penakluk Udjung Dunia (1964)

            c)      Tanah Kesajangan (1965)

(H.B. Jassin, 1976:129)

11)  Toha Mochtar

Toha Mochtar lahir di Kediri17 September1926.Sekolah SMA sampai kelas 2 (1947) di Kediri. Redaktur majalah Ria, Jakarta (1952-1953), guru Taman Siswa dalam mata pelajaran menggambar (1953-1957), pembantu majalah Warta Dunia.

Sejumlah hasil karyanya adalah:

a)    Pulang (1958), yang mendapat Hadiah Sastra Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1960)

b)    Daerah Tak Bertuan (1963), meraih Hadiah Sastra Yamin (1964)

(H.B. Jassin, 1976:210)

12)  Mochtar Lubis

Mochtar Lubis lahir di PadangSumatera Barat7 Maret1922. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizonbersama-sama kawan-kawannya. Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.

Karya-karyanya adalah:

a)    Tidak Ada Esok (1951)

b)    Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (1950)

c)     Perempuan (1956)

d)    Harimau! Harimau! (1975)

e)     Jalan Tak Ada Ujung (1952, 1968)

f)     Musim Gugur (cerpen 1953)

6. Sejarah Sastra Periode 1960  

A.    Lahirnya Angkatan 60

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.  Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.  Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, antara lain munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain pada masa angkatan ini di Indonesia.  Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini.  Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

Pada periode 60-an muncul adanya angkatan, yaitu angkatan ’66. Lahirnya angkatan ’66 ini didahului adanya kemelut dalam segala bidang kehidupan di Indonesia yang disebabkan ulah teror politik yang dilakukan PKI dan ormas-ormas yang bernaung di bawahnya. Angkatan ’66 mempunyai cita-cita ingin adanya pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide yang terkandung di dalam Manifest Kebudayaan. Tumbuhnya angkatan ’66 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI untuk memperjuangkan Tritura.

            Munculnya nama angkatan ’66 telah diumumkan oleh H.B. Jassin dalam majalah horison nomor 2 tahun 1966. Pada tulisan tersebut dikatakan bahwa angkatan ’66 lahir setelah ditumpasnya pengkhianatan G.30S/PKI. Penanaman angkatan ’66 ini pun mengalami adu pendapat. Sebelum nama angkatan ’66 diresmikan, ada yang memberi nama angkatan Manifest Kebudayaan (MANIKEBU).

Isi Manikebu antara lain :

1. Kami para seniman cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah manifest kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita politik kebudayaan kami.

2. Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi kehidupan manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan lain. Setiap sektor perjuangan bersama- sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.

3. Dalam melaksanakan kebudayaan nasional, kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa indonesia ditengah-tengah masyarakat dunia.

4. Pancasila adalah falsafah kebudayaan kami.

B. Penyair Angkatan 66

1. Taufik Ismail

Lahir di Bukit Tinggi 1937 tetapi dibesarkan di Pekalongan. Karya-karyanya berupa sajak,  cerpen, dan essei mulai dikenalkannya pada tahun 1954. Namun baru mencut tahun1966. Karyanya yaitu sajak Jaket Berlumuran Darah, Harmoni, Jalan Segara. Puisinya Karanganya yaitu Karangan Bunga, Salemba, dan Seorang Tukang Rambutan Kepada Istrinya.

2. Goenawan Mohamad

            Lahir di Batang 1942, pernah menjadi wartawan harian KAMI, pemimpin redaksi majalah Ekspress, redaksi majalah Horison, Peminmpin majalah tempo dan Zaman. Karyanya antara lain Interlude (1973), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), dan lain-lain.

3. Mansur Samin

 Lahir di Batang Toru Sumatera Utara, karyanya antara lain kumpulan puisi tanah air, Kebinasaan Negeri Senja (drama 1968), Baladanya yang terkenal ialah Sibagading Si Rajagoda, dan Raja Singamangaraja.

4. Hartoyo Andangdjaja

            Lahir disolo 1930, kumpulan sajaknya berjudul simponi Puisi (1954) dan Buku Puisi (1973). Ia juga menterjemah buku antara lain Tukang Kebun (1976), Kubur Terhormat (1977), dan Novel Rahasia Hati 1978).

5. Piek Ardijanto Suprijadi

        Lahir di Mangetan 1929, karyanya antara lain Burung-Burung di Ladang, Paman-paman Tani Utun.

6. Abdul Hadi W.M

  Lahir di Sumenep 1949, karya-karyanya antara lain Riwayat, Terlambat di Ujung Jalan, Laut Belum Pasang, Tergantung Pada Angin.

7. W.S Rendra

         Rendra termasuk penyair yang kritis. Karena berbagai macam sosial, segi pendidikan, ekonomi, pemerintahan selalu menjadi sorotan dalam karyanya. Karyanya antara lain Balada Sumirah, Balada terbunuhnya Atmo Karpo, Aminah.

Lahirnya angkatan 66 disebabkan :
          1. Karena politik dan memperhitungkan politik
          2. Karena bernadakan keadilan
          3. Menegaskan Pancasila sebagai falsafah kebudayaan
          4. Lahirnya sebagai akibat penindasan hak azazi manusia
          5. Berorientasi kedalam negeri ( Pengarang nasional menggali kebudayaan daerah).
          6. Karya bersifat naturalis, realitas, dan ekstensialitas
          7. Merupakan wadah untuk para sastrawan , ahli budayawan dan pelukis.

7. Periode 1970-2000

1) Periode ‘70-‘80

A. Latar Belakang Oeriode ’70

Sekitar tahun 70-an sebetulnya banyak sekali cipta sastra baik novel maupun puisi yang dihasilkan, tetapi sayang sekali hingga kini belum ada ahli bahasa yang memberikan suatu nama angkatan pada periode ini.Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda dalam kertas kerjanya “Peta-Peta Perpuisian Indonesia 1970-an dalam Sketsa” yang diajukan dalam diskusi sastra memperingati ulang tahun ke-5 Majalah Tifa Sastra di Fakultas Sastra UI (25 Mei 1977). Kertas kerja ini kemudian dimuat dalam Majalah Budaya Jaya (September 1977) dan dalam Satyagraha Hoerip (ed) Semua Masalah Sastra (1982).

Menurut Dami, angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas punya wawasan estetika novel tersendiri; lalu teaternya Rendra serta puisinya “Khotbah” dan “Nyayian Angsa”, juga semakin nyata dalam wawasan estetika perpuisian Sutarji Calzoum Bachri, dan cerpen-cerpen dari Danarto, seperti “Godlob”, “Rintik”, dan sebagainya.

Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain; wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.

Konsepsi improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh Putu Wijaya. Ia mengatakan bahwa sebuah nobel hanyalah cerita pendek yang disambung, sehingga yang penting muncul di dalam penulisan suatu karya sastra adalah faktor ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita pendek ditulis didalam dadakan-dadakan karena pada saat menulis beragai ide yang datang dimasukkan ke dalam ide pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut dengan uncur improvisasi.

Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam  berbagai bentuk. Sutardji menampilkan corak baru dalam kesussastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut menyebabkan Sutardji dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra Indonesia.

Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat Indonesia untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.Seperti yang dikatakan Putu Wijaya bahwa kasusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan makna agar dapat ditumpahkan pada manusia secara utuh dan makna itu hendaknya disalurkan agar mengalami proses mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan serta mengembangkan hal-hal yang sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia.

Periode 80-an lahir dari konsepsi improvisasi dalam penggarapan karya sastra menuju hasil dan bobot maksimal serta baru dari konsep yang menentang pada satu kehidupan. Para sastrawan mengikuti perkembangan jaman yang dituntut adanya keberanian dan kreativitas untuk berkarya. Banyak karya sastra yang dijadikan drama drama radio. Pada periode 80-an ini karya sastra film juga berkembang pesat. Perfilman Indonesia banyak ditonton dan diminati oleh masyarakat dan para sutradara pun aktif menciptakan film-film baru. Misal film yang bertemakan percintaan remaja yaitu Gita Cinta SMA ini banyak mempunyai penggemar baik dikalangan muda maupun tua.

B.       Ciri-ciri sastra angkatan 70-80

a)      Angkatan ini di dominasi oleh karya sastra puisi, prosa dan drama.

b)      Penuh semangat eksperimentasi dalam berekspresi, merekam kehidupan .masyarakat yang penuh keberagaman pemikiran dan penghayatan  modernitas.

c)      Muncul para pembaharu sastra Indonesia dengan karuya-karyanya yang unik dan segar seperti Sutarji Calzoum Bachri dan Yudhistira Ardi Noegraha dalamm puisi, Iwan Simatupang dan Danarto dal;am prosa fiksi, Arifin C. Noer dan Putu Wijaya dalam teater.

d)     Puisi yang dihasilkan bercorak spritualreligius. Misalnya; Kubakar Cintaku Karya Emba Ainun Najib.

e)      Pada sajak cenderung mengangkat tema tentang ketuhanan dan mistikisme.

f)       Para sastrawan menggunakan konsep improvisasi.

g)      Karya sastra yang dihasilkan mengangkat masalah konsep kehidupan sosial masyarakat yang memuat kritik sosial, politik, dan budaya.

h)       Menuntut hak asasi manusia, seperti kebebasan.

i)        Bahasa yang digunakan  realistis, bahasa yang ada dimasyarakat dan romantis.

j)        Dalam karya sastra terdapat konsepsi pembebasan kata dari pengertian aslinya.

k)       Mulai menguat pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflikdengan pemikiran timur.

l)        Didominansi oleh roman percintaan.

m)    Novel yang dihasilkan mendapat pengaruh kuat dari budaya barat, dimana tokoh utamanyamempunyai konflikdengan pemikiran timur dan mengalahkan tokoh anta gonisnya.

C.       Tokoh dan karya sastranya

a)      Tokoh periode `70

1.  Goenawan Muhamad

Buku kumpulan puisinya adalah Parikesit (1972), Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin kundang (1972), Interclude (1973), Asmarandana (1995), dan Misalkan Kita di Sarajevo (1998).

2. Tufik Ismail

Kumpulan puisinya yang lain adalah Puisi-Puisi Sepi (1971), Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), dan Sajak-sajak Ladang Jagung (1975).

·         3. Sapardi Djoko Damono

       Kumpulan-kumpulan puisinya adalah Dukamu Abadi (1969), Mata Pisau (1974),Akuarium (1974), Perahu Kertas (1984), Sihir Hujan (1989), Hujan Bulan Juni (1994) dan Ayat-ayat Api (2000).

·         4.  Sutardji Calzoum Bachri

Kumpulan puisinya berjudul O, Amuk Kapak (1981). Selain itu, kritik sastranya dilontarkan dalam masalah penulisan terkenal dengan nama kredo puisi.

·      5.  Abdul Hadi W.M.

Kumpulan puisinya Riwayat (1967), Laut Belum Pasang (1972), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976), Tergantung pada Angin (1977) dan Anak Laut Anak Angin (1984).

b)     Tokoh periode `80

·         1. Ahmadun Yosi Herfanda

-Ladang Hijau (1980)

-Sajak Penari (1990)

-Sebelum Tertawa Dilarang (1997)

-Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)

-Sembahyang Rumputan (1997)

2.  Y.B Mangunwijaya

-Burung-burung Manyar (1981)

-Darman Moenir

-Bako (1983)

-Dendang (1988)

·    3. Budi Darm

-Olenka (1983)

-Rafilus (1988)

2) Periode 2000

A. Latar Belakang Lahirnya Angkatan 2000

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki ‘Juru bicara’ . Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal yang diterbitkan oleh Gramedia Jakarta tahun 2002, seratus lebih penyaiir, cerpennis, novelis, esais dan kritikus sastra dimasukan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak tahun 1980-an, seperti Afrisal Malna, Abmadun Yossi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma. Serta yang muncul pada akhir tahun 1990-an seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany. Menurut Korrie,Afrisal Malna melansir estetik baru yang digali dari sifat missal benda-benda dan manusia yang dihubungkan dengan peristiwa tertentu dari interaksi missal. Setelah terjadi reformasi, ruang gerak masyarakat pada awalnya merasa selalu dibekap dan terganjal oleh gaya pemerintahan Orde Baru yang represif tiba-tiba memperoleh saluran kebebasan yang leluasa.
Kesusastraan seperti dalam sebuah pentas terbuka dan luas. Para pemainnya boleh berbuat dan melakukan apa saja namun ada suasana tertentu yang mematangkannya. Angkatan 2000 adalah nama yang diberikan oleh Korrie Layun Rampan. Ada sejumlah pengarang yang melahirkan wawasan estetik baru pada tahun 1990-an dan tokoh-tokoh Angkatan ini adalah

1)  Afrisal Malna

2)  Seno Gumira Ajidarma

3)  Ayu Utami

B. Ciri-ciri karya sastra angkatan 2000

1.      Tema sosial-politik, romantik, masih mewarnai tema karya sastra

2.      Pilihan kata diambil dari bahasa sehari-hari yang disebut bahasa ‘kerakyatjelataan’.

3.       Revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi konkre.

4.      Penggunaan estetika baru yang disebut “antromofisme” (gaya bahasa berupa penggantian tokoh manusia sebagai ‘aku lirik’ dengan benda-benda)

5.       Karya-karyanya profetik (keagamaan/religius) dengan kecenderungan menciptakan penggambaran yang lebih konkret melalui alam.

6.      Kritik social juga muncul lebih keras.

7.      Banyak muncul kaum perempuan

8.      Disebut angkatan modern

9.       Karya sastra lebih marak lagi, termasuk adanya sastra koran, contohnya dalam H.U. Pikiran Rakyat.

10.  Adanya sastra bertema gender, perkelaminan, seks, feminism

11.  Banyak muncul karya populer atau gampang dicerna, dipahami pembaca

12.  Muncul cyber sastra di Internet.

C.Kekurangan dan Kelebihan Sastra Angkatan 2000

a) Kelebihan karya sastra tahun 2000:

-Pencerminan sebagai karya reformis dimana terjadi revolusi dalam bentuk

-Penggunaan tema yang beragam

-Kekuatan narasi yang lancer dan mengalir

-Banyaknya muncul karya sastra pembangun jiwa

-Kejadian menarik yang inspiratif banyak digunakan pengarang dalam menuliskan karyanya

b) Kekurangan karya sastra tahun 2000:

-Banyak munculnya sastra perkelaminan yang cenderung merusak moral bangsa.

Adanya lapisan sastrawan muda dengan ekspresinya yang menggebu-gebu  berkarta secara terbuka, bebas dan tidak terlalu memperhatikan nilai moral yang berkembang di masyarakat.

Beberapa sastrawan cenderung sekuler dan feminis dalam menuliskan karyany. Karya dan pengarang tahun 2000 

1)      Ayu Utami

Saman (1998)

Larung (2001)

2)      Seno Gumira Ajidarma

Atas Nama Malam

Sepotong Senja untuk Pacarku

Biola Tak Berdawai

3)      Dewi Lestari

Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)

Supernova 2.1: Akar (2002)

Supernova 2.2: Petir (2004)

Raudal Tanjung Banua

Pulau Cinta di Peta Buta (2003)

Ziarah bagi yang Hidup (2004)

Parang Tak Berulu (2005)

Gugusan Mata Ibu (2005)

4)      Habiburrahman El Shirazy

Ayat-Ayat Cinta (2004)

Diatas Sajadah Cinta (2004)

Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)

Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)

Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)

Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)

Dalam Mihrab Cinta (2007)

5)      Andrea Hirata

Laskar Pelangi (2005)

Sang Pemimpi (2006)

Edensor (2007)

Maryamah Karpov (2008)

Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)

6)      Ahmad Fuadi

Negeri 5 Menara (2009)

Ranah 3 Warna (2011)

Rantau 1 muara

7)      Tosa

Lukisan Jiwa (puisi) (2009)

Melan Conis (2009)


Page 2