Salah satu ulama yang berpendapat bahwa salat tarawih sunnah dikerjakan dengan berjamaah adalah imam

Oleh Liputan6.com pada 13 Mei 2019, 04:45 WIB

Diperbarui 13 Mei 2019, 04:45 WIB

Salah satu ulama yang berpendapat bahwa salat tarawih sunnah dikerjakan dengan berjamaah adalah imam

Perbesar

Presiden Joko Widodo melaksanakan ibadah salat tarawih pertama di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (17/6/2015). Ribuan jamaah memadati Masjid Istiqlal pada malam pertama Ramadan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Salat tarawih tidak dilaksanakan secara berjemaah di masjid di zaman Nabi Muhammad SAW seperti sekarang ini. Kebiasaan salat tarawih berjemaah baru dilaksanakan di zaman khalifah Umar bin Khattab.Para ulama juga berbeda pendapat apakah seharusnya salat tarawih dilaksanakan secara berjemaah atau sendiri-sendiri di malam Ramadan. Adanya beberapa pendapat ini didasari berbagai alasan.

Dikutip dari www.nu.or.id, Imam al-Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama Syafi’iyyah dan sebagian pengikut Imam Malik dan lainnya berpendapat bahwa salat tarawih lebih utama dilakukan secara berjemaah.

Alasan yang dipakai adalah: 1. Mengikuti perintah Umar bin Khatab ra sebagaimana hadis-hadis yang sudah diriwayatkan terdahulu. 2. Melaksanakan amalan para sahabat Nabi r.a 3. Melestarikan amalan kaum muslimin Timur dan Barat. 4. Karena termasuk perbuatan mensyi’arkan Islam, sebagaimana halnya salat Idul Fitri dan Idul Adha.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Imam at Thahawi berpendapat berjemaah dalam salat tarawih hukumnya wajib kifayah. Namun, Imam Malik Abu Yusuf dan sebagian kecil pengikut Syafi’iyyah berpendapat bahwa salat berjemaah tarawih hukumnya “lebih utama dilaksanakan sendiri tanpa berjemaah.”

Ijtihadnya didasari beberapa alasan, temasuk sabda Nabi Muhammad Saw.عن يسر بن سعيد ان زيد بن ثابت قال: افضل الصلاة صلاتكم في بيوتكم الاصلاة المكتوبة. رواه الترمذى

Artinya: hadis riwayat dari Yusrin bin Said bahwasanya Zaid bin Tsabit berkata: “Paling utama-utamanya salat adalah salat kalian dikerjakan di rumah kecuali salat fardu”.

Pengikut Imam Malik, bertanya kepadanya: Bagaimana Imam Malik melakukan qiyamul lail di bulan Ramadan, lebih disukai yang mana, berjemaah dengan orang banyak atau dilaksanakan sendiri di rumah? Imam Malik menjawab, kalau dilaksanakan sendiri di rumah itu kuat dan lama. Saya lebih suka. Tetapi kebanyakan kaum muslimin tidak kuat dan malas melaksanakan salat sendiri di rumah.

Imam Turmudzi dan Imam Rabiah melaksanakannya sendiri di rumah, begitu juga ulama-ulama lain. Sementara Imam Malik lebih suka dan lebih senang melakukan salat sunah sendiri di rumah.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Salah satu ulama yang berpendapat bahwa salat tarawih sunnah dikerjakan dengan berjamaah adalah imam

Perbesar

Pemandangan saat jemaah menunaikan salat tarawih malam pertama Ramadan 1439 H di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (16/5). Tarawih malam pertama Ramadan 1439 H di Masjid Istiqlal dihadiri oleh ribuan jemaah. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Ustaz Adi Hidayat dalam YouTube Channel Tausiyah Barokah berjudul “Sholat Tarawih Berjamaah di masjid atau sendiri di rumah” mengatakan tarawih di masjid juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Alkisah, sahabat Abdullah bin Mas'ud dan para sahabat Nabi yang lain mengikuti Nabi Muhammad SAW tarawih di masjid. Nabi selalu melakukan salat tarawih pada tiga hari pertama Ramadan di masjid. Ikut pula Al Mughiroh bin Syubah dan Huzhaibah bin al Yamani. Namun, karena Nabi membaca surat yang sangat panjang, para sahabat merasa lelah mengikutinya karena mereka selalu menebak-nebak kapan Nabi akan rukuk.

Beberapa hari setelahnya, setelah yang bermakmum makin banyak, Nabi Muhammad pun melaksanakan salat tarawih di rumah. Nabi pun menjelaskan bahwa dia sengaja salat malam di rumah karena mengkhawatirkan ibadah yang tadinya sunah menjadi wajib.

Abdullah bin Abbas pernah diajak salat malam berjemaah saat menginap di rumah bibinya, Maimunah. Hal ini pun menunjukkan bahwa salat malam bisa dilaksanakan berjemaah, baik di rumah atau di masjid.

Namun, Umar bin Khattab adalah sahabat yang sangat memahami Nabi Muhammad. Dia berijtihad bahwa salat lebih utama dilaksanakan berjemaah di masjid, seperti dicontohkan Nabi Muhammad. Namun, karena alasan sebab takut menjadi wajib, bukan karena berjemaahnya, Nabi kemudian salat di rumah.

Umar lantas memprakasai orang-orang yang tadinya salat sendiri dengan merapikan barisan dan melaksanakan salat tarawih berjemaah di masjid.

Hal itu akhirnya diikuti imam-imam besar, termasuk imam di Makkah dan Madinah.

Lanjutkan Membaca ↓

Salah satu ulama yang berpendapat bahwa salat tarawih sunnah dikerjakan dengan berjamaah adalah imam

Oleh: Dr. Hj. Muslimah, M.Pd.I

Terdapat perbedaan sesuai dengan periwayatan yang menyebut jumlah rakaat shalat Tarawih. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra (istri Rasulullah) menyebutkan jika Rasulullah tidak pernah melebihkan rakaat shalat malamnya dari 11 rakaat, baik itu di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan. Awalnya beliau shalat 4 rakaat sekali salam tanpa tahyat awal, dilakukan sebanyak 2 kali salam, lalu ditutup dengan shalat witir 3 rakaat sekali salam. Selanjutnya, Rasulullah melaksanakan shalat malam tetap 8 rakaat tetapi 2 rakaat sekali salam, dan ditutup dengan witir 3 rakaat sekali salam. Berikutnya dalam hadis riwayat Baihaqi, mengatakan di zaman Umar bin Khattab melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, dan ditutup dengan witir sebanyak 3 rakaat, sehingga berjumlah 23 rakaat.

Berdasarkan dua riwayat di atas dapat diketahui, bahwa ulama dan kaum muslimin yang melakanakan shalat tarawih sebanyak 8 rakaat adalah mengikuti sebagaimana yang disampaikan oleh Aisyah ra. Mereka berpegang teguh pada kemurnian yang dilakukan Rasulullah. Mereka berpendapat jika dalam masalah shalat tidak boleh dilakukan penambahan ataupun pengurangan, karena umatnya disuruh untuk shalat sebagaimana shalatnya Nabi, meskipun Nabi menyuruh memperbanyak amalan di bulan Ramadhan, yang dimaksud adalah memperbanyak amalan yang memang ada dicontohkan Rasulullah.

Sedangkan shalat Tarawih 20 rakaat adalah mengikuti yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab. Setidaknya ada tiga alasan, yaitu: pertama karena Rasulullah menyuruh memperbanyak amalan di bulan Ramadhan; kedua, hadis itu disampaikan oleh Aisyah ra salah satu istri Nabi, sementara Nabi juga pernah melakukannya di rumah istri-istri lain yang tidak diketahui Aisyah berapa rakaat shalat tarawih yang dilakukan Rasulullah (pendapat ini bersumber dari imam yang empat); ketiga, Rasulullah pernah menyuruh untuk mengikuti dua khalifah setelahnya, berarti termasuk Umar bin Khattab salah satunya.

Sementara, ada juga pendapat Imam Malik dalam al-Madawwanah al-Kubra (berisi berbagai pandangan Imam Malik mengenai masalah-masalah fiqh), lebih cenderung memilih rakaat shalat tarawih sebanyak 36 rakaat, ini sempat menjadi amalan penduduk Madinah. Terdapat juga dalam riwayat Imam at-Tarmizi, jika sebagian ulama ada yang membolehkan sampai 41 rakaat termasuk witir. Itulah sebabnya, ulama-ulama dari mazhab Maliki menganggap jika rakaat shalat Tarawih tidak ada batasnya, artinya boleh dilaksanakan 8 atau 20 atau 36 bahkan 41 rakaat.

Permasalahan rakaat shalat tarawih ini termasuk khilafiah (perpebadaan pendapat dalam menentukan hukum), maka hendaknya kaum muslim tidak mempermasalahkan ketika ditemui di negara-negara Islam sekarang ini lebih banyak di dapati melakanakan shalat tarawih 8 rakaat atau 20 rakaat, karena semuanya memiliki dasar yang kuat.