Rasulullah SAW bersabda barang siapa yang menolak pernikahan karena dia membencinya maka dia

AsSAJIDIN.COM — Dalam syariah Islam, yang menjelaskan tentang hukum pernikahan atau sebelum pernikahan yaitu khitbah. Dijelaskan di dalamnya bahwa bagaimana mensikapi dalam hal menerima atau menolak khitbah tersebut.

Di dalam hadits riwayat pernah di sebutkan bahwa.

Abu Hurairah radhiyalloohu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah shalalloohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” [HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022]

Abu Hatim Al-Muzani rodhiyalloohu ‘anhu bahwasanya Rosulullah shalalloohu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ

Lihat Juga :  Hukum Periksa ke Dokter yang Berbeda Jenis Kelamin

“Apabila datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkannya dengan wanita kalian. Bila tidak, akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan.” [HR. At-Tirmidzi no. 1085, hadits ini derajatnya hasan dengan dukungan hadits Abu Hurairah radhiyalloohu ‘anhu sebelumnya].

Jadi hadits ini bukan ditujukan kepada sang wanita yang dilamar, agar dia mau menerima lamarannya. Karena wanita itu tidaklah bisa menikahkan dirinya sendiri kecuali dengan wali.

Apalagi digunakan sebagai senjata agar lamarannya tidak boleh ditolak oleh sang wanita, dan juga bukan sebagai alasan untuk jurus “Lamaran ditolak, Ustadz bertindak”.

Jika memang yang melamar atau mengkhitbah ini adalah ahli agama, baik akhlak dan adabnya, sungguh amat berdosa jika menolaknya.

Namun, jika memang tidak menyukainya tidak apa-apa menolak, karena Allah tidak menyukai pemaksaan dalam hal kebaikan.

Karena hal itu juga ditegaskan dalam perkataan Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan hafidzahullah di bawah ini.

Beliau ditanya oleh seorang pemudi dengan pertanyaan yang senada dengan pertanyaan di atas, beliau hafidzahullah menjawab:

“Apabila engkau tidak berhasrat untuk menikah dengan seseorang maka engkau tidaklah berdosa untuk menolak pinangannya, walaupun ia seorang laki-laki yang shalih.

Karena pernikahan dibangun di atas pilihan untuk mencari pendamping hidup yang shalih disertai dengan kecenderungan hati terhadapnya.

Namun bila engkau menolak dia dan tidak suka padanya karena perkara agamanya, sementara dia adalah seorang yang shalih dan berpegang teguh pada agama maka engkau berdosa dalam hal ini karena membenci seorang mukmin, padahal seorang mukmin harus dicintai karena Allah, dan engkau berdosa karena membenci keteguhannya dalam memegang agama ini.

Akan tetapi baiknya agama laki-laki tersebut dan keridhaanmu akan keshalihannya tidaklah mengharuskanmu untuk menikah dengannya, selama tidak ada di hatimu kecenderungan terhadapnya. Wallahu a’lam”. (*/Sumber: dalamislam)

Rasulullah SAW menyampaikan pesan untuk muda-muda yang kasmaran.

Republika/Agung Supriyanto

Rasulullah SAW menyampaikan pesan untuk muda-muda yang kasmaran. Menikah. (ilustrasi)

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ منكُم الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Baca Juga

"Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya." (HR Muttafaq 'alaih).

Penjelasan:

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ahmad, dan Ad-Darimi. Hadits ini bersumber dari sahabat Abdullah bin Mas'ud RA.

Islam tidak mengingkari adanya cinta seorang manusia kepada lawan jenisnya. Ia adalah fitrah dan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi bila waktu pemenuhannya telah tiba. Hanya saja, demi terpeliharanya kehormatan dan harga diri manusia, Islam menyerukan agar pemenuhannya dilakukan dengan cara yang benar, yaitu lewat pernikahan.

Lewat hadits ini Rasulullah SAW menganjurkan para pemuda yang sudah berkemampuan untuk segera menikah. Mampu di sini bisa diartikan mampu secara fisik, keilmuan, mental, ataupun secara finansial. Rasul mencela orang yang hidup membujang ataupun yang menunda-nunda pernikahan karena alasan yang tidak syar'i, padahal ia sudah mampu. Dari Siti 'Aisyah RA Rasulullah SAW bersabda: 

النِّكَاحُ من سُنَّتِي فمَنْ لمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَليسَ مِنِّي، و تَزَوَّجُوا؛ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ، و مَنْ كان ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ

"Nikah termasuk sunnahku. Barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku, ia tidak termasuk golonganku. Menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku. Barangsiapa memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah." (HR Ibnu Majah).

Abu Dzar meriwayatkan, bahwa Rasul pernah mencela seorang sahabat bernama 'Akkaf bin Basyar At-Tamimi, seorang pemuda kaya tapi enggan menikah: 

  يَا عَكَّافُ إِنَّكَ إِذًا مِنْ إِخْوَانِ الشَّيَاطِينِ ، إِنْ تَكُ مِنْ رُهْبَانِ النَّصَارَى فَأَنْتَ مِنْهُمْ ، وَإِنْ كُنْتَ مِنَّا فَاصْنَعْ كَمَا نَصْنَعُ ، فَإِنَّ مِنْ سُنَّتِي النِّكَاحَ ، وَشِرَارُكُمْ عُزَّابُكُمْ ، وَإِنَّ أَذَلَّ مَوْتَاكُمْ عُزَّابُكُمْ أَبَى الشَّيَاطِينُ الْمُرْسُونَ

"Wahai 'Akkaf, (kalau begitu) engkau termasuk saudaranya setan. Seandainya engkau beragama Nasrani, engkau termasuk golongan pendeta. Sesungguhnya sunnah kami adalah menikah. Sejelek-jelek kalian adalah orang yang membujang, dan orang yang paling hina dari kalian adalah yang mati dalam keadaan membujang. Apakah engkau bersahabat dengan setan?" (HR Ahmad)

Adapun bagi mereka yang (benar-benar) belum sanggup menikah karena alasan ekonomi, beliau menganjurkan agar ia berpuasa. Sebabnya, puasa dipandang mampu mengendalikan motif seksual dan keinginan yang menggebu kepada lawan jenis. Puasa akan menyebabkan kadar gizi yang dikonsumsi seseorang menjadi berkurang. 

Otomatis, hal ini akan menyebabkan hasrat seksualnya melemah. Jadi, puasa dalam konteks hadits ini dianggap sebagai pengalihan dan sifatnya tidak permanen. Di dalamnya termasuk pula ibadah-ibadah yang biasanya menyertai aktivitas puasa tersebut, seperti membaca Alquran, dzikir, doa, dan aktivitas pengalihan lainnya.

Ada sebuah komentar menarik yang diungkapkan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah tentang hadits ini. Menurutnya, Rasulullah SAW. telah menawarkan dua obat untuk mereka yang dimabuk asmara: obat asli dan obat pengganti. Obat asli adalah obat yang memang diciptakan untuk itu. Dan obat ini tidak boleh diganti jika telah didapatkan.

Pendapat ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: لم ير للمتحابين مثل النكاح . "Tidak ada obat mujarab bagi yang dimabuk cinta selain menikah." (HR Ibnu Majah)

Rasulullah SAW bersabda barang siapa yang menolak pernikahan karena dia membencinya maka dia

sumber : Harian Republika

Nabi Muhammad mengajak para pemuda segera menikah jika sudah mampu

ROL/Fian Firatmaja

Ustaz Erick Yusuf

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ustaz Erick Yusuf memberikan tausiyah tentang arti pernikahan dalam Islam seperti yang digambarkan Nabi Muhammad SAW.

Ustaz Erick Yusuf memberikan tips bagaimana agar tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

Dalam surat An-Nuur ayat 32 Allah berfirman "Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda: 'Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).( HR Bukhari)

Ustaz Erick menyatakan, jelas sekali dalam ayat dan hadist tersebut bahwa orang yang sudah mampu secara materi dan  batin untuk menikah dan seandainya secara materi kurang maka Allah akan memampukannya.

Pernikahan adalah sarana terbesar untuk memelihara manusia agar tidak terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti zina, liwath (homoseksual) dan selainnya.

Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:"Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa"

Ustaz Erick mengatakan keluarga yang sakinah,mawaddah wa rahmah adalah keluarga yang bersandarkan kepada Al-Quran dan Hadist bukan yang menggunakan aturan suami atau istri.

Rasulullah SAW bersabda barang siapa yang menolak pernikahan karena dia membencinya maka dia