Perbuatan baik yang disertai dengan niat dengan perbuatan baik yang tidak disertai niat

Jakarta -

Prof Wahbah Az Zuhaili secara khusus membahas perkara niat dari hakikat, definisi hingga hukum di dalam Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu juz I. Menurut istilah syara, niat diartikan sebagai tekad hati untuk melakukan amalan fardhu atau yang lain.

"Atas dasar ini, maka setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang yang berakal, dalam keadaan sadar dan atas inisiatif sendiri, pasti disertai dengan niat," tulis Prof Wahbah seperti dikutip Tim Hikmah detikcom.


Hukum Niat

Di dalam Kitab Ad Dardir, asy-Syarhul Kabir jilid pertama ditulis bahwa jumhur fuqaha, -kecuali mahdzab Hanafi-, menyatakan hukum niat adalah wajib apabila menjadi sarat sah sebuah perbuatan. Misalnya: wudhu, mandi wajib, tayamum, sholat, puasa, haji, zakat dan lainnya.

Hukum niat menjadi sunah apabila sah tidaknya perbuatan yang akan dilakukan bukan bergantung dari niat.

Dalil yang menyatakan bahwa niat hukumnya wajib antara lain terdapat dalam Al Quran Surat al Bayyinah ayat 5


وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

Artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." [al-Baiyinah: 5].

Baca juga: Niat Sholat Dhuha, Tata Cara, dan Doanya

Dalil lainnya adalah sebuah hadits yang disepakati keshahihannya oleh Imam al - Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad. Hadits ini bersumber dari Umar bin Khattab r.a.

Umar berkata pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya [sahnya] amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasulu-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau [menikahi] wanita, maka hijrahnya adalah [dicatat] sesuai dengan tujuan hijrahnya tersebut."

Disebutkan oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri 'Ensiklopedi Akhlak Rasulullah Jilid 1', Imam An-Nawawi menyebutkan "Niat adalah ukuran keshahihan amal perbuatan. Jika niatnya benar, amalannya pasti benar namun jika niat rusak, rusak juga amalnya."

Berikut keutamaan tentang niat:

1. Niat Rahasia dan Ruh Ibadah

Allah SWT berfirman:

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُحْسِنِينَ

Artinya: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai [keridhaan] Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." [Al-Hajj: 37].

Abdullah bin Mas'ud memaparkan, "Ucapan tidak akan bermanfaat kecuali disertai amalan. Ucapan dan amalan tidak akan bermanfaat kecuali disertai niat. Ucapan, amalan dan niat tidak akan bermanfaat kecuali dengan praktik sesuai sunnah." [Al-'Iddah [11/8]].

2. Niat Seseorang Lebih Sempurna dari Amalnya

Tsabit Al-Banani mengungkapkan, niat seseorang lebih sempurna dari amalnya. Seorang Mukmin berniat melakukan ibadah pada waktu malam, berpuasa di siang hari dan mendermakan sebagian hartanya namun dirinya tidak mengikuti semua itu. Jadi, niatnya jadi sempurna dari amalnya. [Hilyah Al-Auliya [2/326]].

3. Bahagia di Dunia dan Akhirat

"Siapa yang menghendaki kehidupan sekarang [duniawi], maka Kami segerakan baginya di [dunia] ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya [di akhirat] neraka Jahanam, dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik." [Al-Isra: 18-19].

Semoga hadits tentang niat dan keutamaannya dapat dipahami dan dipelajari agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Baca juga: Niat Puasa Senin Kamis dan Jadwal Maghrib Jakarta

[lus/erd]

hadits niat detik muslim keutamaan niat hikmah

Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh seorang Muslim itu tergantung pada niatnya. Dan ia akan memperoleh balasan sesuai dengan niatnya. Jika ia melakukan ibadah dengan niat karena Allah SWT, maka ia akan mendapatkan pahala dari Allah. Dan sebaliknya, jika ia meniatkannya untuk mencari pujian manusia atau untuk tujuan duniawi, maka ia akan mendapatkan tujuannya tersebut.

Ketika berbicara tentang niat, lakukanlah niat dengan kesadaran secara ikhlas,  karena khlas merupakan kunci diterimanya suatu amalan ibadah. Amal ibadah tidak akan diterima oleh Allah SWT jika tidak didasari dengan niat yang ikhlas kepadaNya. Maka dari itu, Allah SWT memerintahkan hamba-hambaNya untuk memurnikan dan mengikhlaskan niatnya dalam seluruh amalan ibadah yang mereka lakukan.

Demikian disampaikan Ustadz Sutarjo, S.Ag., M.Ag dalam tausyiah keluarga besar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan [FTSP] Universitas Islam Indonesia [UII] Ahad, 1 Oktober bertempat di Rumah Bapak/Ubu Setya Winarno, Ph.D Jl.Palem Raya I Gandok Tambakan RT.04/20 Sinduharjo Ngaglik Sleman, yang dihadiri lebih dari 150 [seratus lima puluh] orang baik dosen,  maupun tenaga kependidikan dan keluarga.

Lebih lanjut Sutarjo mengatakan, banyak amal rutinitas kita  yang dapat mengalirkan pahala, namun mungkin kita sia-siakan.Kita membubuhkan niat agar dapat kembali kuat sehingga bisa menjalankan ibadah, tentu segunung pahala dapat menjadi milik kita.

Dengan demikian, niat-niat yang selama ini mendorong kita lakukan berbagai rutinitas, seakan-akan sia-sia belaka. Kepuasan biologis, maupun kesenangan lainnya pastilah tercapai dari rutinitas kita, baik meniatkannya atau tidak. Namun tidak demikian dengan pahala dan keridhaan Allâh Azza wa Jalla, tanpa niat yang baik dan tulus, kita tidak mungkin meraihnya.

Rutinitas yang kita lakukan setiap hari dapat kita petik hikmahnya, Ustadz Sutarjo memberikan sebuah contoh kehidupan makhuk Allah SWT seperti lebah. Lebah merupakan salah satu jenis serangga yang ukuran tubuhnya kecil, yang memiliki kehidupan yang  sangat unik jika kita perhatikan secara saksama. Lebah makhluk Allah yang istimewa, ia dapat memberikan manfaat dan kenikmatan, terutama bagi umat manusia. Makhluk yang hidupnya selalu berkelompok ini, memiliki berbagai sifat yang unik, di antaranya lebah selalu hinggap di tempat yang bersih dan hanya makan yang bersih pula. Luar biasa hewan ini  hanya memakan dan mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat lainnya yang bersih.

Sutarjo menggambarkan, lebah selalu selektif dalam memilih makanan. Alangkah bagusnya, jika kita sebagai manusia bisa meniru kehidupan lebah ini yaitu hanya menyantap sesuatu yang bersih dan yang baik. Lebah selalu mengeluarkan yang bersih, karena lebah hanya menyantap sesuatu yang bersih maka yang keluar dari perutnya pun adalah sesuatu yang bersih pula. Yaitu  mengeluarkan madu, dan manfaatnya juga baik untuk kesehatan manusia.  Lebah mampu memproduksi sebanyak mungkin madu, yang tidak hanya untuk kepentingannya sendiri, akan tetapi bermanfaat juga buat makhluk-makhluk lainnya, terutama manusia.

Lebah tidak merusak tempat di mana pun ia hinggap, betapa santunnya hewan ini hingga dalam bergaul ia tidak menyakiti/merusak apa pun dan senantiasa menjaga kedamaian dalam setiap suasana. Lebah juga tidak pernah mengganggu atau melukai siapa pun kecuali kalau diganggu terlebih dahulu. Lebah juga punya harga diri yaitu ia tidak akan pernah mengganggu orang lain atau apa pun itu selama kehormatan dan harga dirinya dihormati.

Ustadz Sutarjo mengajak, bilamana beberapa sifat lebah tersebut di atas ditiru oleh setiap manusia, yakinlah bahwa akan terbentuk masyarakat yang berkualitas dalam segala lini kehidupan. Dengan demikian, akan terwujudlah kehidupan  yang berkeadilan, makmur, dan sejahtera. Lebih dari itu, kebiasaan mengeksploitasi kekayaan alam dan sesama manusia tidak lagi terjadi. Ungkap Setarjo.

Hadir dan menyampaikan kata sambutan Dekan FTSP UII [Dr.-Ing.Ir.Widodo, M.Sc] mengajak kepada segenap civitas akademika FTSP UII  untuk dapat meningkatkan acara silaturrahmi semacam ini lebih erat lagi, dengan mengisi pemberian santapan rohani walaupun sudah rutinitas dijalankan, namun perlu untuk dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi.

Video yang berhubungan

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Innamal A'malu Binniyat." Semua perbuatan tergantung dari niatnya. Umat muslim pasti tidak asing mendengar hadits tersebut. Hadits ini diriwayatkan dari oleh Umar R.A, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari)

Mengacu kepada hadits sahih diatas, niat adalah motivasi, maksud, atau tujuan di balik sebuah perbuatan yang dilakukan manusia. Rasulullah SAW menyatakan, niat menjadi penentu pahala suatu perbuatan. Jika suatu perbuatan niatnya karena Allah, maka akan mendapat pahala dari Allah. Namun jika niatnya bukan karena Allah, tapi disertai motif lain, maka Allah tidak akan menerima amalan itu sebagai ibadah. Niat memiliki kedudukan yang sangat penting bagi seorang muslim. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan hidup, seorang muslim harus selalu meluruskan niat setiap akan melakukan aktifitas.

Niat menjadikan segala amal perbuatan bernilai ibadah. Niat juga menunjukkan kesungguhan atau kemauan keras (azzam). Amal baik yang diniatkan mendapatkan satu pahala atau kebaikan, walaupun belum dilaksanakan. Allah akan memberikan balasan berlipat ganda setelah amal salih tersebut dilaksanakan. Sedangkan niat untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. bila tidak dilaksanakan maka tidak mendapat dosa. Namun jika dikerjakan, hanya mendapat satu keburukan. Itulah bentuk kasih Allah kepada hamba-Nya.

Jika niat sudah diikrarkan karena Allah semata, tidak ada yang bisa menghalangi atau menghentikan seseorang saat akan melakukan sesuatu. Niat karena Allah adalah niat yang utama dan menjadi satu-satunya motivasi kita dalam menjalani kehidupan. Maka niatkan aktifitas kita semata-mata untuk mencari ridha Allah.

Dalam upaya meraih kekayaan pun, seorang muslim wajib memulai dengan niat yang baik. Dalam Al-Qur'an, umat Islam diberi tuntunan bagaimana seharusnya kita menggunakan harta. Menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi, dalam buku Norma Dan Etika Ekonomi Islam, seorang muslim hendaknya menggunakan hartanya dengan niat atau tujuan yakni untuk:

1. Memperkuat ketaqwaan kepada Allah SWT.

Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya, serta menafkahkan sebagian di jalan Allah. Harta yang kita miliki, hendaklah digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara harta tersebut dipakai untuk tujuan beribadah. Beberapa ritual ibadah yang memerlukan pengorbanan harta, misalnya zakat, haji, sedekah, infak dan sebagainya. Kebutuhan sehari-hari kita seperti makan, berpakaian, dan rumah hendaknya diniatkan dengan tujuan dapat beribadah dengan nyaman.

2. Memperkuat hubungan silaturahmi sesama manusia.

Manusia merupakan mahluk sosial yang perlu berinteraksi dengan orang lain. Manusia membutuhkan sarana dan prasarana (biaya) untuk berkomunikasi satu sama lain. Silaturahmi bisa dilakukan melalui tatap muka maupun media daring. Dengan memiliki resource, maka silaturahmi dapat dilakukan tanpa hambatan.

3. Berbuat amal yang benar.

Harta diberikan Allah SWT kepada manusia bukan untuk disimpan, ditimbun atau sekedar dihitung-hitung, tetapi digunakan bagi kemaslahatan manusia sendiri serta beribadah. Konsekuensinya, penimbunan harta dilarang keras oleh Islam dan diwajibkan memanfaatkannya. Harta yang diberikan Allah hendaknya sebagian digunakan untuk kemasalahan umat. Islam memandang segala yang ada di bumi dan seisinya hanyalah milik Allah, sehingga apa yang dimiliki adalah amanah. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk menyikapi harta benda mulai dari cara mendapatkannya, pengelolaan dan pengeluarannya di jalan yang benar.