UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 17 TAHUN 1997TENTANGBADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAKDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Mengingat :
Dengan persetujuan MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK. BAB IKETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Bagian Kedua Pasal 2 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994. Bagian Ketiga Pasal 3
Pasal 4 Sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan di tempat kedudukan atau di tempat lain dalam daerah hukumnya. Bagian Keempat Pasal 5
BAB II Bagian Pertama Pasal 6 Susunan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari Pimpinan, Anggota, dan Sekretaris. Pasal 7 Pimpinan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terdiri dari seorang Ketua dan satu atau lebih Wakil Ketua. Pasal 8 Untuk dapat diangkat menjadi Anggota, setiap calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Bagian Kedua Pasal 9
Pasal 10 Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15 Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri dengan alasan :
Pasal 16 Usul pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d dan usul pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Pasal 17 Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan oleh Menteri. Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebas tugasan, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan hormat, serta hak-hak Ketua, Wakil ketua, atau Anggota yang dibebas tugaskan atau diberhentikan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Pasal 23
Pasal 24 Sebelum memangku jabatan, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti, wajib diambil sumpah atau janji oleh Ketua menurut agama atau kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut : "Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar dan ideologi negara, Undang-undang Dasar 1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat Sekretaris atau Wakil Sekretaris atau Sekretaris Pengganti Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, saksama dan dengan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya dan akan berlaku sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, dalam menegakkan hukum dan keadilan". Pasal 25
Pasal 26 Tugas dan tanggung jawab serta susunan organisasi sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 27 Tata kerja sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ditetapkan oleh Ketua. BAB III Pasal 28
Pasal 29 Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Pasal 30 Untuk keperluan penyelesaian sengketa pajak, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan sengketa pajak dari pihak ketiga sesuai dengan undang-undang yang berlaku. BAB IV Bagian Pertama Pasal 31
Bagian Kedua Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34 Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar lunas. Pasal 35
Pasal 36 Pemohon banding dapat melengkapi bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). Pasal 37
Bagian Ketiga Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42 Biaya Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) disetor ke Kas Negara sebelum gugatan diajukan dan bukti setoran harus dilampirkan pada surat gugatan. Bagian Keempat Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45 Pemohon banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan. Pasal 46
Pasal 47 Majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima surat banding atau surat gugatan. Bagian Kelima Pasal 48 Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis. Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57 Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dapat menolak permintaan Ketua Sidang untuk memberikan keterangan. Pasal 58 Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu hubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan. Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Bagian Keenam Pasal 64 Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau oleh Anggota Tunggal Pasal 65
Pasal 66 Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, dan Pasal 65 ayat (2) huruf a dilakukan tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat bantahan, sedangkan terhadap sengketa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b dilakukan tanpa surat bantahan. Pasal 67 Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat. Bagian Ketujuh Pasal 68
Pasal 69 Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
Pasal 70 Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Anggota Sidang. Pasal 71 Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi. Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74 Pengetahuan Anggota Sidang adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya. Pasal 75 Anggota Sidang menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1). Bagian Kedelapan Pasal 76 Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap dan bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. Pasal 77 Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Anggota Sidang. Pasal 78 Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Ketua Sidang dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak. Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82 Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap banding dengan jumlah pajak yang disengketakan tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf b, diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak surat banding diterima. Pasal 83 Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), atau Pasal 81, atau Pasal 82, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum mengambil putusan, putusan yang akan diambil terhadap sengketa pajak dimaksud adalah sebagai berikut :
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
Bagian Kesembilan Pasal 87 Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat dilaksanakan dan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang, kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Pasal 88 Apabila putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan. Pasal 89
BAB V Pasal 90 Ketentuan tentang tunjangan dan lain-lain bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota ditetapkan dengan Keputusan Menteri. BAB VI Pasal 91
BAB VII Pasal 92 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Regeling van het Beroep in Belastingzaken (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 93 Undang-undang ini dinamakan Undang-undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Pasal 94 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1998. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 40 PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK UMUM Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warganya, dan dalam rangka kegotong-royongan nasional sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu kewajiban kenegaraan. Dalam perkembangannya, pembiayaan pembangunan nasional memerlukan dana yang semakin besar dan oleh karena itu pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat untuk memenuhi kewajiban kenegaraannya di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai fungsi dan karakteristik pajak sebagai sumber utama penerimaan negara dan kewajiban kenegaraan bagi warga masyarakat pembayar pajak, dan meningkatnya jumlah pembayar pajak serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengakibatkan peningkatan potensi sengketa pajak. Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan Regeling van het Berope in Belastingzaken Staatsblad Tahun 1927 Nomor 29 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1959, sudah tidak memadai lagi dengan kebutuhan dalam menyelesaikan sengketa pajak. Demikian pula Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995tentang Cukai, sudah tidak diperlukan lagi. Sejalan dengan perkembangan perekonomian sebagai hasil pembangunan nasional dan untuk lebih memberikan pelayanan kepada warga masyarakat sebagai pembayar pajak, maka diperlukan lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undang-undang, yang menjamin hak dan kewajiban pembayar pajak sesuai dengan Undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan hukum atas sengketa pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah. Putusan lembaga peradilan pajak dimaksud dapat menjadi pedoman dan acuan dalam melaksanakan undang-undang perpajakan, sehingga undang-undang perpajakan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai badan peradilan pajak, mengamanatkan penyusunan undang-undang yang memuat susunan, kekuasaan, dan acara badan peradilan pajak. Dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan pokok yang telah digariskan dalam undang-undang dimaksud di atas, untuk memperoleh kepastian hukum dan keadilan serta untuk mewujudkan peradilan pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah, maka dengan Undang-undang ini dibentuk Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang arah dan tujuan pembentukannya adalah sebagai berikut :
Dalam pembentukan Undang-undang ini diperhatikan kaitannya dengan beberapa undang-undang lain, yaitu :
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berkedudukan di ibu kota negara untuk pertama kali dibentuk dengan Undang-undang ini. Ayat (2) Dengan kuasa Undang-undang ini Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang tingkatnya sama dengan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk lagi di ibu kota negara dan di tempat lain dengan Keputusan Presiden. Pasal 4 Pada hakekatnya tempat sidang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dilakukan di tempat kedudukan, namun demikian dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan banding atau gugatan, Ketua dapat menentukan tempat sidang di tempat lain dalam daerah hukumnya. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Keperluan Wakil Ketua lebih dari satu didasarkan pada volume sengketa pajak yang harus diselesaikan. Apabila volume sengketa pajak sudah tidak dapat ditangani oleh seorang Wakil Ketua, maka diperlukan lebih dari satu Wakil Ketua. Dalam hal Wakil Ketua lebih dari satu, tugas masing-masing Wakil Ketua dapat disesuaikan dengan jenis pajak dan volume sengketa pajak. Pasal 8 Batas usia yang disyaratkan dalam pasal ini dimaksudkan Anggota dimaksud telah mempunyai pengalaman cukup dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, akuntansi, perdagangan, atau perpajakan. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ketua, Wakil Ketua diangkat dari Anggota sehingga baik Ketua, Wakil Ketua, maupun Anggota bertugas di Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama 5 (lima) tahun. Dengan demikian, seluruh Anggota baik menjabat Ketua, Wakil Ketua, maupun Anggota hanya dapat bertugas di Badan Penyelesaian Sengketa pajak paling lama 10 (sepuluh) tahun. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembinaan adalah peningkatan profesionalisme Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, terutama peningkatan pengetahuan di bidang perpajakan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan saksama dan wajar, antara lain, bahwa proses penyelesaian sengketa pajak harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta dengan memperhatikan objektivitas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan yang berwenang adalah atasan yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksud pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana pada huruf a adalah pejabat yang berwenang. Dalam pengertian Anggota termasuk Ketua dan Wakil Ketua. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani terus-menerus adalah sakit yang menyebabkan penderita ternyata tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik. Yang dimaksud dengan lalai atau tidak cakap, misalnya, bahwa yang bersangkutan melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas karena tidak sengaja atau kurang mampu. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Yang dimaksud dengan di pidana ialah di pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Untuk seluruh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hanya terdapat satu Majelis Kehormatan. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Yang dimaksud dengan administrasi penyelesaian sengketa pajak adalah administrasi yang berkenaan dengan sengketa pajak sejak penyampaiannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hingga putusan. Yang dimaksud dengan administrasi umum adalah administrasi berkenaan dengan penyelenggaraan sehari-hari perkantoran seperti kepegawaian, keuangan, peralatan, atau perlengkapan. Termasuk tugas Sekretaris atau Wakil Sekretaris adalah melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak dan pada saat melaksanakan tugas dimaksud, Sekretaris atau Wakil Sekretaris disebut Sekretaris Sidang. Ayat (2) Dalam melaksanakan tugas pelayanan di bidang administrasi penyelesaian sengketa pajak termasuk tugas melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak, Sekretaris dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris dan satu atau lebih Sekretaris Pengganti. Apabila seorang Sekretaris Pengganti bertugas melakukan pencatatan jalannya pemeriksaan sengketa pajak, Sekretaris Pengganti dimaksud disebut Sekretaris Sidang. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Yang dimaksud dengan kuasa hukum adalah seorang atau lebih yang mewakili pihak yang bersengketa yang bertindak untuk dan atas nama yang bersengketa pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Pasal 30 Dalam hal bank bertindak sebagai pihak ketiga, permintaan keterangan atau data dimaksud dilaksanakan sesuai dengan undang-undang perbankan yang berlaku. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengacara yang telah mendapat izin dari instansi yang berwenang dan memenuhi persyaratan ayat ini, dapat mendampingi para pihak sebagai kuasa hukum. Apabila terdapat seorang yang telah memenuhi syarat sebagai kuasa hukum sesuai dengan ayat ini, tetapi bukan sebagai pengacara sebagaimana dimaksud di atas, maka untuk menjadi kuasa hukum, yang bersangkutan harus memperoleh izin Ketua. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengertian jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari tanggal ke tanggal artinya perhitungan dimulai dari satu hari setelah tanggal keputusan diterima sampai dengan surat banding dikirim oleh pemohon banding. Contoh : Ayat (3) Jangka waktu pengajuan banding sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, dimaksudkan agar pemohon banding mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan banding beserta alasan-alasannya. Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi oleh pemohon banding karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Dalam hal terjadi keadaan di luar kekuasaan pemohon banding, jangka waktu 3 (tiga) bulan dimaksud dihitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaannya. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam pengertian salinan termasuk foto copy atau lembar lainnya. Pasal 34 Yang dimaksud dengan jumlah pajak terutang termasuk bea masuk, cukai, sanksi administrasi, dan pungutan impor lainnya. Dalam hal tarif bea masuk 0% (nol persen) dan pemohon banding keberatan terhadap klasifikasi barang yang di impor, maka yang harus dilunasi oleh pemohon banding adalah pungutan impor lainnya. Apabila terhadap keputusan pejabat tidak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar, misalnya, keputusan dimaksud mengakui kerugian Wajib Pajak Pajak Penghasilan (WP PPh) dalam jumlah kerugian yang lebih kecil, dalam hal ini tidak terdapat jumlah pajak yang dilunasi. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Banding yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan/atau Pasal 34 yang kemudian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) disusul dengan surat atau dokumen sehingga banding dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka tanggal penerimaan surat banding adalah tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud. Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Atas banding yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan. Terhadap permohonan pencabutan dimaksud dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat. Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud tidak dapat lagi diajukan banding. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam hal batas waktu tidak dapat dipenuhi oleh penggugat karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur), maka jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Ketua. Perpanjangan jangka waktu dimaksud adalah selama 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat. Pasal 39 Ayat (1) Yang dimaksud dengan dokumen yang pelaksanaannya digugat adalah surat paksa, sita, atau lelang. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Atas gugatan yang disampaikan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum dilakukan pemeriksaan atau sedang dilakukan pemeriksaan dapat diajukan permohonan pencabutan. Terhadap permohonan pencabutan dimaksud dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat. Atas putusan pemeriksaan dengan acara cepat dimaksud tidak dapat lagi diajukan gugatan. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Besarnya biaya pendaftaran dapat diubah berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi dan moneter. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Sidang Penyelesaian Sengketa Pajak dinyatakan tertutup untuk umum, bertujuan untuk melindungi kerahasiaan pemohon banding atau penggugat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan kelengkapan dalam ayat ini, antara lain, fotokopi putusan yang dibanding atau digugat, sedangkan yang dimaksud dengan kejelasan, antara lain, alasan banding atau gugatan. Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk mengambil putusan. Pasal 51 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kepentingan langsung, antara lain, berkaitan dengan hukuman kepemilikan secara langsung, misalnya, seorang Anggota Sidang mempunyai saham melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari perusahaan yang mengajukan banding atau gugatan. Yang dimaksud dengan hubungan tidak langsung dengan mengikuti contoh di atas ialah apabila saham itu dimiliki oleh anak dari Anggota Sidang dimaksud. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Apabila kepentingan langsung atau kepentingan tidak langsung diketahui setelah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, maka putusan tetap sah. Ayat (5) Jangka waktu 3 (tiga) bulan diperlukan untuk memberikan waktu yang memadai bagi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk mengambil putusan. Pasal 52 Ayat (1) Terbanding atau tergugat yang dipanggil oleh Ketua Sidang Wajib hadir dalam persidangan. Pemohon banding atau penggugat dapat dipanggil oleh Ketua Sidang dan apabila dipanggil yang bersangkutan wajib hadir dalam persidangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan yang diminta oleh pihak yang bersengketa menjadi beban dari pihak meminta. Apabila saksi diminta oleh Ketua Sidang karena jabatannya, biaya untuk mendatangkan saksi menjadi beban Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Ayat (2) Yang dimaksud dengan saksi datang sendiri di persidangan adalah saksi tidak boleh mewakili atau menguasakan kepada orang lain. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Saksi dipanggil ke dalam sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Ketua Sidang. Saksi yang sudah diperiksa tetap di dalam ruang sidang, kecuali atas permintaan sendiri, atau atas permintaan saksi lain, atau atas permintaan pihak yang bersengketa, yang bersangkutan dapat meninggalkan sidang dengan izin Ketua Sidang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Keterangan tersebut diperlukan untuk menambah pengetahuan dan keyakinan Anggota Sidang yang bersangkutan, dan pihak-pihak yang diminta keterangannya tidak perlu diambil sumpah atau janji. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Khusus untuk bank, kewajiban merahasiakan di tiadakan atas perintah tertulis dari Menteri sesuai dengan Undang-undang tentang perbankan. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, misalnya, saksi yang sudah sangat tua, atau menderita penyakit yang tidak memungkinkannya hadir di persidangan. Majelis dapat menugaskan salah seorang Anggota Sidang untuk mengambil sumpah atau janji. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ketua berwenang menetapkan pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau Anggota Tunggal. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan sengketa yang bukan merupakan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f, misalnya, gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan sita berdasarkan pengakuan hak milik atas barang yang disita. Ayat (2) Yang dimaksud dengan sengketa pajak tertentu ialah sengketa pajak yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang banding atau gugatannya tidak memenuhi syarat formal, atau berkaitan dengan sengketa pajak dengan jumlah yang disengketakan tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Ayat (3) Besarnya jumlah pajak yang disengketakan dapat diubah oleh Menteri berdasarkan pertimbangan keadaan ekonomi dan moneter. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Ketentuan pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan cara cepat, yang ketentuan mengenai pembukaan sidang, pengunduran diri dan penggantian Anggota Sidang dan Sekretaris Sidang, ketentuan yang berkaitan dengan saksi, kerahasiaan, dan ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63. Pasal 68 Ayat (1) Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Anggota Tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti yang lain. Ayat (2) Keadaan yang diketahui oleh umum, misalnya :
Pasal 69 Bukti berupa surat atau tulisan tidak terikat pada bentuknya. Surat atau tulisan dapat berupa foto copy, rekaman, film, disket, kaset, faksimile, teleks, keluaran cetak (print out), atau tanda terima. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, Anggota Sidang berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak. Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam banding atau gugatan, surat uraian banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan. Pemohon banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan terbanding atau tergugat harus diberitahukan kepada pemohon banding atau penggugat untuk diberikan jawaban. Pasal 76 Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Banding atau gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan upaya hukum terakhir. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara, karena itu terhadap putusan dimaksud tidak dapat diajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 77 Keyakinan Anggota Sidang didasarkan pada penelitian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Pasal ini menentukan jenis putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan tidak mengenal jenis putusan berupa penetapan atau putusan sela. Terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak tidak dapat lagi diajukan gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau Badan Penyelesaian Sengketa Pajak lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut kewenangan (kompetensi). Pasal 80 Ayat (1) Penghitungan jangka waktu 12 (dua belas) bulan dalam pengambilan putusan dapat diberikan contoh sebagai berikut : banding diterima tanggal 5 April 1999, putusan harus diambil selambat-lambatnya tanggal 4 April 2000. Apabila setelah lewat tanggal 4 April 2000 Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum mengambil putusan, maka sengketa dimaksud diperiksa dengan Acara Cepat dengan putusan mengabulkan seluruh permohonan banding. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Batas waktu membetulkan kekeliruan dimaksud hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan diambil. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Ayat (1) Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain, Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kartu Tanda Penduduk, atau Paspor. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Pada dasarnya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak langsung dapat dilaksanakan, kecuali putusan dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Misalnya, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menyebabkan pajak lebih dibayar, dalam hal ini Kepala kantor Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang diperlukan pembayar pajak untuk dapat memperoleh kelebihan dimaksud. Pasal 88 Pengajuan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak disyaratkan utang pajak dilunasi terlebih dahulu, karena itu selayaknya diberikan imbalan bunga dalam hal putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Dengan mempertimbangkan ketentuan imbalan bunga pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, imbalan bunga diberikan untuk kelebihan pembayaran pajak :
Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak berikut bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dengan terbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Pajak untuk pertama kali pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, berdasarkan peraturan peralihan ini dinyatakan bahwa banding yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Majelis Pertimbangan Pajak atau Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai yang belum diputus sampai dengan tanggal berlakunya Undang-undang ini dilimpahkan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam Berita Acara untuk diselesaikan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3684 |