Paman nabi muhammad yang mengajak nabi berdagang bernama

Ilustrasi paman Nabi Muhammad. Foto: pixabay

Banyak tokoh yang namanya diabadikan dalam sejarah Islam, salah satunya Abu Thalib. Ia merupakan paman Nabi Muhammad sekaligus anak dari Abdul Muthalib.

Sosoknya dikisahkan sebagai tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan Rasulullah. Ia dikenal sebagai paman Nabi Muhammad yang paling membela.

Bagaimana sosok Abu Thalib? Dan pelajaran apa saja yang bisa diambil darinya?

Sosok Abu Thalib, Paman Nabi Muhammad

Abu Thalib memiliki nama asli Abdu Manaf bin Abdul Muthalib. Ia merupakan salah satu tokoh besar dari Bani Hasyim yang disegani oleh kaum Quraisy.

Sepeninggal ayahnya, Abu Thalib memutuskan untuk menggantikan posisi beliau untuk merawat Rasulullah. Tak hanya itu, ia juga bersedia mendukung serta membela persebaran agama tauhid dengan sepenuh hatinya

Atas keteguhan hatinya ini ia menjadi salah satu orang yang begitu dicintai Rasulullah. Bahkan di beberapa riwayat disebutkan bahwa kepergian Abu Thalib membawa duka yang sangat dalam bagi Rasulullah.

Ilustrasi paman Nabi Muhammad. Foto: pixabay

Mengutip dari jurnal berjudul Abu Thalib: Sebuah Model Bagaimana Muslim Mencintai Penyembah Berhala, ada hikmah yang bisa dipetik dari sosok Abu Thalib yaitu tentang hak prerogatif Allah SWT.

Allah berhak memberikan hidayah kepada siapapun yang Dia kehendaki. Begitu pula sebaliknya. Meskipun Abu Thalib berperan banyak dalam kehidupan Rasulullah, namun ia bukanlah orang yang dikehendaki oleh Allah untuk merasakan hidayah-Nya.

Dosa syirik yang dilakukan Abu Thalib menjadikannya sebagai orang yang tidak bisa diampuni oleh Allah SWT. Sebab Allah dapat mengampuni dosa lain, tapi tidak dengan dosa syirik. Begitu dahsyatnya dosa ini sampai Rasulullah pun tidak berhak memohon ampunan atasnya.

Dikisahkan saat Rasulullah menjenguk beliau di akhir hayatnya, Rasulullah bersabda:

“Wahai pamanku, katakanlah Laa ilahaa iallah, suatu perkataan yang bisa aku gunakan untuk membelamu di sisi Allah”

Saat itu hadir juga Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah bin Al-Mughirah yang juga membisikkan Abu Thalib

"Wahai Abu Thalib, apakah engkau menghiasi agamanya Abdul Muthalib?"

Mereka terus mengajak bicara Abu Thalib seolah tidak memberi Rasulullah kesempatan untuk menyampaikan ajakannya. Hingga akhirnya tibalah waktunya Abu Thalib wafat dalam keadaan masih memeluk agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala

Maka dengan hatı sedih, Rasulullah pun berkata, "Sungguh, akan kupıntakan ampunan (kepada Allah) untukmu selama aku tıdak dilarang untuk melakukannya."

Kemudian turunlah ayat 113 Surat At-Taubah yang berbunyi:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ يَّسْتَغْفِرُوْا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوْٓا اُولِيْ قُرْبٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُمْ اَصْحٰبُ الْجَحِيْمِ

Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarah Al Aqidah Al Washithiyyah (411) menjelaskan tentang paman Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam:

Paman-paman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ada sepuluh orang. Namun yang hidup di masa Islam ada empat orang, dua orang tetap dalam kekufuran dan dua orang lagi memeluk Islam.

Paman Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam yang tetap pada kekufuran yaitu:

  1. Abu Lahab. Ia telah banyak berbuat buruk kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan keburukan-keburukan yang besar. Bahkan Allah Ta’ala menurunkan satu surat khusus untuknya dan untuk istrinya si pembawa kayu bakar, yang mencela dan memberikan ancaman untuk mereka berdua.
  2. Abu Thalib. Ia telah berbuat baik kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan kebaikan-kebaikan yang besar dan masyhur. Diantara hikmah Allah Azza Wa Jalla menetapkan Abu Thalib tetap dalam kekufuran ialah, andaikan ia tidak kafir, tidak terwujud pembelaannya terhadap Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Bahkan Abu Thalib akan diganggu sebagaimana gangguan yang dilancarkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Namun, dengan kedudukannya yang tinggi di sisi orang kafir Quraisy, dan ‘keistiqamahan’ Abu Thalib dalam agamanya (yang musyrik) ini menjadikan orang kafir Quraisy mengagungkannya dan juga ini menyebabkan ia dapat memberikan pembelaan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.

Yang memeluk Islam yaitu Al ‘Abbas dan Hamzah. Dan Hamzah lebih utama dari Al ‘Abbas. Sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjuluki Hamzah sebagai asaadullah (singa Allah). Hamzah terbunuh secara syahid dalam perang Uhud. Semoga Allah meridhainya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga menamai beliau sebagai sayyidu asy syuhada (penghulu para syuhada).

Untuk Abu Thalib, Allah mengizinkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk memberikan syafaat kepadanya, walaupun ia mati dalam kekafiran. Ini adalah takhshis (pengkhususan) dari firman Allah Ta’ala:

فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ

“tidak ada gunanya bagi mereka (orang kafir), syafaat dari orang-orang yang memberi syafa’at” (QS. Al Mudatsir: 48).

Namun syafa’at ini tidak membuat ia keluar dari neraka. Abu Thalib berada di permukaan neraka yang panasnya membakar mata kakinya, namun otaknya mendidih. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ

“Andai bukan karena (syafa’at) aku, niscaya ia berada di kerak neraka” (Muttafaqun ‘alaih)

Hal ini bukan karena pribadi Abu Thalib secara personal, namun dikarenakan pembelaannya terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya.

Baca Juga: Pelajaran dari Kisah Abu Tholib Menjelang Wafat

Penyusun: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

🔍 Bacaan Berzikir, Gambar Taman Surga, Hadits Tentang Menyayangi Anak Yatim, Kenapa Anjing Dan Babi Haram