Pada bulan apa saja bangsa Arab berdagang ke Syam

Masyarakat Makkah sebelum Islam datang dan dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dalam kondisi yang memprihatinkan dan menyimpang. Banyak tradisi yang menyebabkan mereka semakin jauh dari jalan kebenaran sehingga mereka disebut sebagai masyarakat yang terjerumus dalam masa jahiliah atau kebodohan[1].

A. Kondisi Kepercayaan Masyarakat Makkah Pra-Islam

Awalnya, Agama Tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS (Alaihis Salam) kemudian dilanjutkan oleh Nabi Ismail AS tersebar merata diseluruh penjuru Makkah dan masyarakat Makkah pun beribadah sesuai tata cara yang telah di ajarkan dua orang rasul mulia tersebut. Setelah Nabi Ismail AS wafat sedikit demi sedikit penduduk Makkah mulai berpindah menyembah berhala. Berawal dari seorang pembesar Suku Khuza’ah[2] bernama Amr bin Luhay Al-Khuza’i setelah melakukan perjalanan dari Negeri Syam (Suriah).

Rasulullah bersabda tentang Amr bin Luhay: “Aku melihat ‘Amr bin Luhay menarik usus di nereka tersebab dialah yang pertama kali mengubah agama Ismail kemudian dia memasang berhala. Dialah yang memulai membuat aturan tentang unta bahirah, saaibah, washiilah, dan Ham” (H.R. Bukhori). Al-Bahirah ialah unta betina yang air susunya tidak boleh diperah oleh seorang pun karena dikhususkan hanya untuk berhala.Saibah ialah ternak unta yang dibiarkan bebas demi berhala-berhala mereka, dan tidak boleh ada seorang pun yang mempekerjakan serta memuati dengan sesuatu pun. Sedangkan al-Wasilah ialah unta betina yang dilahirkan oleh induknya sebagai anak pertama. Kemudian anak keduanya betina pula. Mereka menjadikannya sebagai unta saibah. Dibiarkan bebas untuk berhala-berhala mereka. Haam ialah unta pejantan yang sudah membuat bunting beberapa ekor unta betina sesuai yang ditargetkan. Jika unta ini berhasil dibiarkannya hidup bebas tanpa dipekerjakan, tidak dibebani sesuatu pun. Mereka menamakannya unta Hamiy.[3]

Patung pertama dan terbesar yang dibawa oleh Amr bin Luhay adalah Hubal (Dewi Bulan), patung Hubal diletakkan di dalam Ka’bah. Amr bin Luhay sebagai salah seorang pengurus Ka’bah memerintahkan orang-orang yang berziarah untuk menyembah patung tersebut. Sebenarnya masyarakat Makkah masih mengakui bahwa Allah adalah Tuhan mereka, namun sebagian besar penduduk Makkah juga menyembah berhala yang berjumlah 360 patung di sekitar Ka’bah. Patung-patung terbesar yang berada di sekitar Ka’bah selain Hubal ialah Lata, Uzza dan Manat. Orang-orang Makkah menyebut patung-patung tersebut sebagai puti-putri Allah, sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. An-Najm ayat 19-23: “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (Q.S. An-Najm: 19-23). Maha Suci Allah dari sifat memiliki keturunan dan sekutu.

B. Kondisi Sosial Masyarakat Makkah Sebelum Islam

Bangsa Arab khususnya penduduk Makkah (Suku Quraisy) memiliki sifat-sifat yang terpuji seperti pemberani, daya ingat yang kuat, dermawan, ramah, memiliki kecakapan dalam berdagang, melindungi kaum yang lemah dan sebagainya. Bangsa Arab memandang mulia Suku Quraisy karena merupakan suku yang mengurus Ka’bah dan menjamu orang-orang yang datang untuk berziarah ke Baitullah.

Namun keutamaan yang dimiliki Suku Quraisy juga diikuti dengan perbuatan-perbuatan tercela seperti meminum khamr (minuman keras), berzina, berjudi, merampok dan yang lebih parah adalah membunuh anak-anak perempuan mereka dengan cara mengubur hidup-hidup karena merasa malu dan hina selain itu mereka meyakini bahwa anak perempuan hanya akan membawa kesengsaraan. Hanya sebagian kecil saja diantara suku Quraisy yang tidak mempraktikkan kebiasaan jahiliah tersebut.

Perbuatan tercela lainnya adalah sistem perbudakan yang menyebabkan seorang manusia menindas manusia lainnya, bahkan memandang seorang budak tak lebih dari seekor binatang yang bisa dijual dan dibunuh. Dan sistem perbudakan kelak oleh Islam akan dihapuskan sedikit demi sedikit.

C. Kondisi Ekonomi Masyarakat Makkah Sebelum Islam

Masyarakat Makkah memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, petani, dan peternak. Kebiasaan Kaum Quraisy diabadikan Allah SWT dalam Q.S. Quraisy, yang artinya, ” Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.” (Q.S Quraisy: 1-4). Surat Quraisy mengabadikan kegiatan perdagangan Suku Quraisy yang melakukan perdagangan pada musim dingin (menuju Negeri Yaman) dan juga di musim panas (menuju Negeri Syam).

Orang-orang Arab memiliki pusat perdangan yang terkenal antara lain Pasar Ukaz, Mijannah dan Zul Majaz. Pasar bukan hanya sebagai pusat transaksi jual beli, namun juga dijadikan tempat unjuk gigi para penyair, orator, para pegulat. Nabi Muhammad semasa kecil dahulu juga pernah mengikuti paman beliau yang bernama Abu Thalib untuk berdagang menuju Syam, selain itu dimasa mudanya beliau juga pernah menjadi bagian kafilah dagang milik Khadijah, yang akan menjadi istri beliau kelak.

Selain perdagangan, pertanian dan peternakan memainkan peran penting dalam perekonomian masyarakat Makkah. Rasulullah pun pernah merasakan menjadi seorang buruh dari seorang peternak kambing. Rasulullah menggembala kambing demi memenuhi kebutuhan hidup beliau. Rasulullah bersabda, ”Tidak ada Nabi kecuali pernah menjadi penggembala kambing.” Mereka para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Iya, saya telah menggembala dengan imbalan beberapa qirath (mata uang dinar, pen.) dari penduduk Mekah.” (H.R. Bukhori)

D. Kondisi Politik Masyarakat Makkah Sebelum Islam

Masyarak Arab pada umumnya terbagi menjadi 2 berdasarkan batas territorial, yaitu:

1. Penduduk al-hadharah (penduduk kota) yang tinggal di pusat perniagaan Jazirah Arabia seperti Makkah dan Madinah. Mereka penduduk yang menetap dengan membuat rumah-rumah permanen dan memiliki kebudayaan serta berpendidikan, meskipun masih ada yang tidak dapat membaca dan menulis. Mata pencaharian mereka sebagai pedagang, petani dan sebagian lagi sebagai peternak.

2. Penduduk baduwi (penduduk pedalaman) yang tinggal secara nomaden (berpindah-pindah), tidak memiliki perkampungan tetap. Mata pencaharian utama mereka adalah sebagai peternak domba dan unta.

Ada 3 kekuatan politik besar yang memengaruhi politik Arab, antara lain:

1. Kekaisaran Nasrani Bizantium atau Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel.

2. Kekaisaran Zoroaster yang berpusat di Al-Mada’in. Kekaisaran ini dibawah kekuasaan Dinasti Sassan/Sassanid.

3. Kerajaan Himyar juga disebut Kerajaan Homerit oleh orang-orang Yunani dan Romawi, adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di Yaman pada zaman kuno. Kerajaan ini didirikan pada tahun 110 SM dan beribu kota di Zafar. Ibu kota kerajaan kemudian dipindah ke Sana'a pada awal abad ke-4.[4]

Selain 3 kekuatan besar tersebut, terdapat juga kerajaan-kerajaan di jazirah Arab, antara lain: Kerajaan Kindah, Kerajaan Ma’in, Kerajaan Qathban, Kerajaan Saba’, Kerajaan Himyar, Keranaan Hirah, Kerajaan Ghassan, Kerajaan Hijaz.

Follow me on instagram: saiful_rokib and facebook: saiful rokib

[1] https://kbbi.web.id/jahiliah

[2] adalah suatu kabilah Arab besar dan ternama pada masa pra-Islam yang bertempat tinggal tidak jauh dari kota Mekkah (https://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Khuza’ah)

[3] https://pwmu.co/129988/02/04/siapa-yang-bawa-berhala-ke-kakbah-begini-ceritanya/ (13 Juli 2020)

[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Himyar

Kontributor: Adistiar Prayoga

TERMINOLOGI

Pasar dalam istilah Arab dikenal dengan nama “سوق” dapat dilafalkan dengan souq, suuq, suk, sooq, suq, dan memiliki bentuk plural yakni aswaaq (أسواق). Istilah ini merupakan deskripsi linguistik untuk kegiatan mengangkut barang ke suatu tempat yang telah disepakati untuk melakukan transaksi. Ketika terdapat percakapan, seorang penjual akan “souq”, maka dapat dipahami bahwa orang tersebut akan menggiring hewan ternak untuk membawa barang-barang mereka ke pasar. Hal yang menarik adalah istilah “pasar/bazar” menurut Encyclopædia Britannica. Kata “pasar/bazar” merupakan padanan kata dari “souq” yang berasal dari masyarakat Persia Kuno (sekarang Iran) sebagaimana banyak dikisahkan pada cerita-cerita “1001 Malam”. Masyarakat Persia Kuno menyebutnya dengan kata “vāčar”, adapaun masyarakat modern menyebutnya dengan kata bāzār (John 2009), dan masyarakat Persia Tengah mengenalnya dengan Istilah wāzār (Touraj 2012).

PERIODE dan KATEGORI

Pasar masyarakat Arab Kuno diselenggarakan secara musiman dan pada hari-hari tertentu, yang kebanyakan memanfaatkan masa Asyhurul Hurum (bulan-bulan haram), yakni bulan Muharam, Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah[1]. Dikenal dengan istilah Asyhurul Hurum karena pada bulan-bulan itu terdapat semacam kesepakatan umum untuk tidak melakukan pertikaian dan pertumpahan darah (haram berperang), baik secara personal maupun antar suku. Hal ini dilakukan untuk menghormati masa-masa dimana Ibrahim dan Ismail (putranya) membangun rumah suci Allah (baitullah) dan menyeru agar umat di seluruh penjuru dunia untuk menunaikan ibadah ke baitullah[2]. Periode selanjutnya, ketika berkembang ajaran Islam di Jazirah Arab, ajaran Islam yang merupakan kelanjutan dari tauhid Ibrahimiyah (monotheism) juga menghormati asyhurul hurum, namun umat Islam diperkenankan untuk membalas serangan jika mereka diserang terlebih dahulu pada bulan-bulan tersebut sebagaimana termaktub dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 194, yakni “Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Pasar-pasar Arab Kuno dapat dikategorikan menjadi pasar lokal dan pasar umum. Contoh pasar lokal adalah “Souq Hajar” di Pantai Barat Teluk Arab, sedangkan pasar umum contohnya adalah “Souq Aukaz” di dekat Makkah, “Souq Yamamah” yang terletak di jalur perdagangan Arab, dan “Souq Eden” yang merupakan pasar internasional persuinggahan para pedagang dari India, Abbesyina (Afrika), Persia, dan China. Said Al Afghani (1993) berpendapat bahwa terdapat sebanyak 20 pasar di Arab dan mengklasifikasikannya ke dalam tiga kategori:

  1. Pasar yang tunduk pada otoritas asing. Pasar Hajar dan Oman berada di bawah kendali Persia, sementara Gaza pada Mediterania dan Busra di Syiria berada di bawah kendali Romawi. Meskipun demikian, pelaksanaannya dijalankan oleh orang-orang Arab yang ditetapkan oleh (Penguasa) Romawi atau Persia.
  2. Pasar yang dikendalikan sepenuhnya oleh Bangsa Arab, serta dijalankan oleh para pemimpin dan bangsawan. Pasar-pasar tersebut mencerminkan budaya Arab dan sebagian besar terletak jauh di pedalaman, jauh dari ancaman kekuatan besar masa itu (Persia dan Romawi). Contoh terbaik dari pasar jenis ini adalah ‘Souq Aukaz’ di dekat Ma’kah dan ‘Yamamah’ didekat Riyadh. Namun, Aukaz tidak digunakan lagi sejak 746 M.
  3. Pasar campuran, dimana pengaruh Bangsa Arab tidak terlalu kuat. Pasar-pasar kategori ini terletak di pelabuhan dan para pedagangnya berasal hingga Tiongkok, Kegunaannya adalah (perbekalan) untuk berlayar ke (daerah) perniagaan.

Barang-barang yang diperdagangkan di pasar tersebut meliputi kurma, kismis, minyak, minyak samin, kulit binatang yang telah disamak, minyak wangi, pakaian, senjata, dan hewan. Namun, barang-barang tersebut tidak dijual di semua pasar karena banyak yang diperdagangkan di pasar khusus, tergantung pada lokasi, musim, pelanggan, dan pemasok.

FUNGSI SOSIAL PASAR

Fungsi sosial merupakan eviden kuat yang tergambar selain fungsi ekonomi pasar. Pada masa Arab Kuno, pasar juga merupakan panggung rakyat. Tempat untuk beradu ketangkasan fisik dan kecakapan di bidang sastra seperti berpuisi dan berpidato. Selain itu, momen penyelenggaraan pasar dimanfaatkan oleh beberapa kalangan untuk menunjukkan kebanggan suku serta penyelesaian sengketa individu atau kelompok oleh otoritas kehakiman yang telah ditunjuk. Dengan demikian, pasar secara tidak langsung bermanfaat untuk menyatukan dan menyatukan berbagai logat serta tradisi yang berkembang di seluruh Semenanjung Arab. Sebagai contoh, para penyair dan orator akan didengar dan dianggap hebat ketika mampu melafalkan bahasa terfasih yang diakui oleh orang-orang di pasar. Mereka mendapatkan apresiasi baik sanjungan, status sosial, maupun sekedar hadiah recehan untuk menambah penghasilan harian, tergantung dari tujuan dari penyair atau orator tersebut. Ketika kendali perdagangan berpindah dari Yaman ke Suku Qurays Makkah, dialek yang terkenal adalah pelafalan “ala” suku Qurays. Pada periode selanjutnya, pelafalan ini dikenal dengan istilah bahasa Arab “Fusha”. Bahasa ini merupakan bahasa formal Arab, juga merupakan bahasa perantara turunnya Al-Qur’an dan seluruh ajaran Islam. Suku Qurays menjadi saudagar-saudagar terbaik dan menguasai pasar-pasar Arab jauh sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan turunnya ajaran Islam.

catatan kaki:

[1] Masyrakat Arab Kuno hanya memahami perhitungan hari dan bulan saja, tidak mengenal istilah tahun. Penentuan awal bulan dimulai dari munculnya bulan sabit pertama (hilal). Pada masa kekhalifahan Islam, Umar bin Al Khattab mulai digunakan istilah tahun Hijriyah. Tahun penetapannya dimulai berdasarkan usul Ali bin Abi Thalib, yakni awal hijrah umat Islam dari Makkah ke Madinah. Peristiwa Hijrah diperkirakan pada bulan September tahun 622 Masehi
[2] Ajaran Ibrahim dilaksanakan secara turun temurun oleh bangsa Arab. Namun selanjutnya, kepercayaan mereka bergeser dengan menyembah patung (berhala) yang dianggap sebagai manifestasi tuhan. Mereka meletakkan patung-patung suku tersebut di sekitar Ka’bah (baitullah) dan menziarahinya secara rutin pada musim haji (Dzulhijjah). Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim No. 3333 tercatat bahwa terdapat 360 patung ada di sekitar Ka’bah, 4 patung yang terkenal bernama Latta, Uzza, Mannat, dan Hubal. Nama-namanya diambil dari nama orang shalih yang pernah hidup pada masa sebelumnya. Aktivitas “ziarah patung” ini memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar bagi suku Qurays, sehingga muncul dugaan kuat bahwa salah satu motif kuat suku Qurays menolak ajaran Nabi Muhammad tentang monotheism adalah motif ekonomi. Mereka khawatir pendapatannya akan berkurang akibat tidak adanya aktivitas ziarah dari masing-masing suku ke masing-masing “tuhan”nya. Menurut Ibnu Hisyam, pelopor ajaran penyembahan patung di Arab adalah Amr bin Luhay dari suku Khuza’ah yang terinspirasi dari aktivitas “penyimpangan” dari para keturunan ‘Imlaq bin Sam bin Nuh di daerah Syam (Levant).

Referensi Tambahan

  1. Ayto, John. 2009. Word Origins. Bloomsbury Publishing. p. 104. ISBN 978-1-4081-0160-5.
  2. Daryaee, Touraj. 2012. The Oxford Handbook of Iranian History. Oxford University Press. p. 8. ISBN 978-0-19-973215-9.
  3. [Encyclopædia Britannica] Bazar. Market. Alternative titles: souk; sūq

Copyright (c) 2020 Pusat Riset dan Pengembangan Produk Halal Universitas Airlangga

Pada bulan apa saja bangsa Arab berdagang ke Syam

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.