Menurut surat al-ashr orang yang tidak merugi jika saling menasehati dalam

Menurut surat al-ashr orang yang tidak merugi jika saling menasehati dalam
ilustrasi jam pasir. knowledgeatwharton.com.cn

Merdeka.com - Arti surat Al Ashr berbicara tentang waktu dan menghindari diri dari kerugian. Surat Al Ashr adalah surat ke 103 dalam Al Quran yang memiliki arti Masa atau Waktu. Surat ini sangat familiar bagi kaum muslimin karena memiliki jumlah ayat yang pendek, yang hanya terdiri dari 3 ayat saja.

Meski hanya memiliki 3 ayat, namun arti surat Al Ashr memiliki makna yang begitu dalam bagi hidup seseorang di dunia. Bahkan Imam Syafi'I berkata bahwa jika manusia mampu memahami arti surat Al Ashr ini dengan baik, maka hal itu sudah cukup sebagai petunjuk baginya.

“Seandainya Allah menjadikan surat ini sebagai hujjah pada hamba-Nya, maka itu sudah mencukupi mereka.”

Arti surat Al Ashr menjelaskan tentang keuntungan dan kerugian dalam menjalani hidup, serta peringatan akan pentingnya waktu yang dijalani manusia sehari-hari. Tiga ayat singkat dalam surat ini menjelaskan tentang jalan menuju keselamatan dan jalan menuju kehancuran.

Dalam artikel berikut, kami akan sampaikan lebih lanjut tentang arti surat Al Ashr yang dirangkum dari berbagai sumber.

2 dari 5 halaman

وَالْعَصْرِۙ

wal-‘aṣr

"Demi masa."

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

innal-insāna lafī khusr

"Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,"

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ

illallażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr

"kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran."

3 dari 5 halaman

Arti surat Al Ashr dibuka dengan peringatan bagi umat manusia. Allah berkata, demi “waktu” dan menyatakan bahwa manusia dalam keadaan merugi. Setiap manusia, baik laki-laki atau perempuan, berada dalam keadaan merugi kecuali mereka yang berjihad dan memiliki empat hal; iman, beramal sholeh, dan saling menasehati dalam kebenaran, dan bersabar.

Dilansir dari thequranrecital.com, arti surat Al Ashr mengingatkan umat manusia bahwa mereka selalu kehilangan waktu. Manusia lupa mengapa mereka ada di bumi dan telah melupakan Allah yang seharusnya mereka tanam di hatinya. Para manusia telah mengisi hatinya dengan cinta kepada selain Allah, seperti hal-hal duniawi.

Arti surat Al Ashr berbicara tentang waktu yang hilang terus menerus, dan apa yang akan menyelamatkan manusia dari kehilangan tersebut. Jika surat-surat sebelumnya berbicara tentang akhir zaman, kebangkitan dan neraka, maka dalam surat ini kita diingatkan bahwa kita masih hidup, sehingga memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan menyelamatkan diri dari balasan siksa neraka dengan melakukan perbuatan baik.

Meskipun surat ini sangat pendek (3 ayat), namun kandungan di dalamnya mencakup semua aspek agama. Surat ini sebenarnya sudah cukup bagi orang yang membutuhkan petunjuk dan ketabahan dalam imannya. Arti surat Al Ashr ini pada dasarnya adalah ringkasan dari agama Islam.

4 dari 5 halaman

Terjemahan sederhana untuk kata 'ashr' adalah waktu. Namun, arti ashr tidak sesederhana itu. Dikutip dari newmuslims.com, kata ini memiliki arti yang jauh lebih dalam daripada kata Arab lainnya yang memiliki arti waktu, yaitu dahr. Dahr berarti waktu tanpa batas, sedangkan ashr memiliki arti waktu yang terbatas atau waktu yang akan berakhir.

Pada tataran linguistik salah satu makna ashr adalah sesuatu yang ditekan atau diperas. Allah bersumpah demi waktu, waktu yang terbatas, waktu yang akan berakhir, dan waktu yang harus diperas atau ditekan agar kita, umat manusia, mendapatkan sebanyak mungkin dari keterbatasan waktu kita.

Allah juga meminta kita untuk merenungkan perjalanan waktu. Arti lain yang diberikan dari kata ashr adalah hari berkurangnya waktu, waktu shalat Ashar, waktu menjelang berakhirnya hari. Allah memberi tahu kita bahwa waktu kita singkat dan terbatas, dan jika kita tidak memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, pastilah kita tergolong ke dalam orang-orang yang merugi.

5 dari 5 halaman

Kata Arab untuk kerugian adalah khusr, dan kata ini adalah kebalikan dari keberuntungan. Dalam konteks ini, bisa diartikan bahwa manusia akan kehilangan modal utama mereka untuk persiapan di akhirat, jika mereka mengisi kehidupannya dengan kekafiran dan dosa dan tidak menggunakannya untuk mendapatkan keuntungan melalui iman dan perbuatan sholeh.

Setiap manusia berada dalam keadaan yang merugi dan kehilangan akan sesuatu yang sangat penting dalam hidup, yaitu kehidupan bahagia di akhirat. Namun sebelum kerugian besar itu datang, terlebih dulu kita akan kehilangan kedekatan dengan Allah dan berujung pada hilangnya kedamaian dan ketenangan dalam hidup ini.

Kehilangan ini menyebabkan manusia bertindak semena-mena dan mudah terjerumus dalam perbuatan dosa. Akan tetapi, dalam surat ini Allah juga memberikan jalan bagi manusia yang ingin selamat dari kerugian hidup mereka.

Keselamatan ini dapat diraih dengan empat sifat yang dijelaskan dalam ayat ketiga surat Al Ashr:

  1. Iman. Langkah pertama dari keselamatan adalah dengan menjunjung tinggi iman yang benar dan mengikutinya dengan keyakinan dan keteguhan.
  2. Beramal sholeh. Maksudnya adalah dengan melakukan seluruh kebaikan yang lahir maupun yang batin, yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunnah. Kita menunjukkan iman kita melalui tindakan atau perbuatan benar tersebut. Perbuatan baik ini harus dilakukan sesuai dengan apa yang ada dalam Al Quran dan Sunnah.
  3. Saling menasehati dalam kebenaran. Allah menyuruh kita untuk saling mengingatkan dan mendorong satu sama lain agar tetap berada dalam jalan kebenaran, dan menonjolkannya dengan memperjuangkan keadilan.
  4. Kesabaran. Teguh dalam menjalankan perintah Allah membutuhkan kesabaran, menjauhi dosa membutuhkan kesabaran, dan tidak putus asa di tengah musibah membutuhkan kesabaran. Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa memiliki sabar berarti memiliki kemampuan untuk menahan diri dari keputusasaan, menahan diri dari mengeluh, dan mengendalikan diri pada saat sedih dan khawatir.
[ank]

Oleh: Tim kajian dakwah alhikmah

alhikmah.ac.id – “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (Al-Ashr: 1-3)

Surah ini termasuk golongan Makkiyah yang diturunkan sesudah surah Asy-Syarh dan terdiri dari tiga ayat. Sayyid Quthb memahami aspek i’jazul Qur’an yang ketara pada surah pendek ini yang memang merupakan keistimewaan Al-Qur’an. Sebagai contoh misalnya, irama surah ini menunjukkan satu keserasian dimana pada akhir setiap ayatnya ditutup dengan huruf “ra”. Susunan redaksinya juga indah; berawal dari yang terpendek hingga yang terpanjang. Hanya dalam tiga ayat, tergambar dengan gamblang manhaj dan rambu-rambu kehidupan manusia yang dikehendaki oleh Islam yang berlaku sepanjang zaman dan pada setiap generasi. Memang hanya ada satu manhaj dan jalan keselamatan dari kerugian seperti yang dirumuskan dalam surah ini, yaitu iman, amal shalih, saling menasehati dalam mentaati kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.

Surah ini diawali dengan sumpah. Sumpah Allah dengan salah satu makhluknya yang terpenting yang menentukan kehidupan manusia, yaitu waktu, baik seluruhnya maupun sebagiannya. Dalam satu “masa” terdapat beberapa keadaan; sakit dan sehat, suka dan duka, demikian seterusnya saling berpasangan. Bahkan dalam sebuah ‘waktu’ tersimpan segala jenis peristiwa dan kejadian. Karena keagungan waktu inilah maka Allah bersumpah dengannya. Dan memang Allah berhak bersumpah dengan apapun yang dikehendakinya dari seluruh makhlukNya, sedangkan manusia hanya boleh bersumpah dengan Allah dan nama-nama atau sifatNya yang mulia.

Terdapat banyak pemahaman para ulama tentang maksud ‘Al-Ashr’ yang menjadi sumpah Allah dalam surah ini. Hasan Al-Bashri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘Al-Ashr’ adalah waktu petang, karena pada waktu inilah berakhirnya segala aktifitas manusia, sehingga tinggal menghitung untung dan rugi dari apa yang telah dilakukannya semenjak pagi hingga waktu petang. Dalam konteks waktu, sebagian ulama menyimpulkan bahwa biasanya Allah bersumpah dengan waktu dhuha dalam konteks keberuntungan dan dengan waktu petang dalam konteks kerugian.

Makna lain dari kata ‘Al-Ashr’ yang masyhur adalah sholat Ashar. Shalat Ashar merupakan sholat yang utama dan diperintahkan khusus oleh Allah untuk dipelihara dan dijaga melalui firmanNya: “peliharalah oleh kalian shalat-shalat kalian dan shalat wushtho, yaitu sholat Ashar”. (2: 238). Bahkan Rasulullah bersabda mengagungkan shalat yang satu ini dalam salah satu haditsnya: “Barangsiapa yang tertinggal shalat Ashar, maka ia seolah-olah kehilangan keluarga dan hartanya”. Dalam riwayat lain dinyatakan: “maka sia-sialah semua amalnya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Imam Ahmad). Disini Al-Biqa’i menemukan korelasi yang indah antara lafadz ‘insan’ yang merupakan sebaik-baik jenis makhluk Allah yang diciptakan dalam sebaik-baik kejadian (bentuk) dengan lafadz “Ashr” yang merupakan waktu pilihan, ibarat minuman jus yang dipilah dan diperas dari buah yang segar yang diistilahkan dalam bahasa Arab ‘Ashir.

Secara redaksional, bentuk nakirah (indifinitive) pada lafaz “khusr” menunjukkan besarnya kerugian yang akan diderita oleh setiap manusia dan juga untuk menghinakan manusia yang menderita kerugian tesebut, karena kerugian itu meliputi kebinasaan diri dan usianya. Atau bentuk nakirah juga menunjukkan umumnya kerugian tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh  Al-Alusi bahwa kerugian yang disebut oleh ayat bersifat umum mencakup segala jenis kerugian; duniawi maupun ukhrawi. Seperti kerugian dalam perniagaan, kerja-kerja manusia maupun pemanfaatan usia yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt. Apalagi bahwa pernyataan Allah tentang kerugian setiap manusia dalam ayat ini diperkuat dengan dua huruf ta’kid (penegasan), yaitu Inna yg berarti sesungguhnya dan La yg berarti benar-benar.

Keumuman ayat kedua dapat difahami dari lafadz ‘insan’ yang didampingi oleh alif dan lam yang menunjukkan makna yang umum. Meskipun ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘manusia’ pada ayat ini adalah segolongan orang kafir seperti Al-‘Ash bin Wa’il, Al-Walid bin Al-Mughirah dan Al-Aswad bin Abdul Muthalib bin Al-Asad, namun tetap umumnya lafadz lebih kuat daripada khususnya ayat yang terbatas pada mereka yang telah menerima kerugian. Sehingga siapapun tanpa terkecuali tidak akan bisa terlepas dari kerugian melainkan jika ia berpegang teguh dengan ajaran yang terkandung pada ayat terakhir surah ini, yaitu iman, amal shalih dan saling menasehati untuk menepati kebenaran serta saling menasehati dalam kesabaran.

Iman dan amal shalih yang menjadi syarat pertama keluar dari kerugian merupakan dua hal yang saling terkait, ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Artinya tidak berguna dan akan mati iman seseorang tanpa amal shalih, begitu sebaliknya sia-sialah amal shalih yang tidak berlandaskan iman. Dari iman berasal setiap cabang kebaikan dan dengannya terkait setiap buah kebaikan. Oleh karena itu, Al-Qur’an dengan tegas menghancurkan nilai seluruh amal perbuatan, selagi amal perbuatan itu tidak didasarkan pada iman yang menjadi pendorong dan penghubung dengan Sang Maha Wujud. “Dan orang-orang yg kafir, amal perbuatan mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yg datar, yg disangka air oleh orang yg dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tdk mendapatinya suatu apapun”.(AN-Nur: 39). Secara impelementatif, Iman adalah gerak dan amal, pembangunan dan pemakmuran menuju Allah. Ia bukan sesuatu yang pasif, layu dan bersembunyi di hati nurani. Juga bukan sekedar kumpulan niat yang baik yang tidak tercermin dalam bentuk perbuatan & gerak.

Ayat yang terakhir dan terpanjang dalam surah ini merupakan gambaran kepedulian seorang mukmin dengan saudaranya tentang kebaikan. Saling berpesan dalam kebenaran tentu sangat diperlukan, karena melaksanakan kebenaran itu butuh bantuan orang lain. Saling berpesan berarti mengingatkan, memberi dukungan, memotivasi dan menyadarkan. Dan seseorang tidak akan mungkin mampu melaksanakan kebenaran dan kebaikan yang sempurna secara personal, tanpa keterlibatan orang lain. Demikian juga saling berpesan dengan kesabaran sangat diperlukan karena akan bisa meningkatkan kemampuan, semangat dan perasaan kebersamaan. Apalagi dalam meyakini, menjalankan dan menyeru kebenaran tadi bisa jadi akan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam beragam bentuknya. Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan, “Kesabaran adalah setengah dari (realisasi) iman seseorang”. Disinilah urgensi kepedulian seorang mukmin dengan suadaranya dalam dua hal yang saling berkaitan; kebenaran dan kesabaran.

Yang menarik untuk dicermati mengenai tafsir surah ini adalah pendapat Al-Wahidi dalam kitab tafsirnya Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz. Beliau mengemukakan secara spesifik contoh mereka yang telah mendapat kerugian dan keberuntungan berdasarkan urutan dalam mushaf. Abu jahal merupakan representasi dari orang yang merugi. Abu Bakar merupakan sosok yang sesuai dengan implementasi iman. Umar bin Khattab mewakili orang-orang yang beramal shalih. Utsman bin Affan merupakan contoh nyata dari mereka yang saling menasehati dalam kebenaran dan Ali bin Abi Thalib identik dengan golongan yang saling menasehati dalam kesabaran. Lebih lanjut As-Syanqithi dalam tafsir ‘Adhwa’ul Bayan mengemukakan Mafhum mukhalafah dari setiap ajaran dalam surah ini; mafhum mukhalafah dari keberuntungan adalah kerugian, yaitu tdk beriman (kafir), tidak beramal atau beramal buruk, tidak berpesan dengan kebenaran atau berpesan tetapi dengan kebatilan serta tidak berpesan dengan kesabaran atau senantiasa berkeluh kesah.

Sungguh setiap kita mendambakan kesuksesan, keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Tidak ada jalan dan manhaj lain melainkan mengamalkan kandungan surah ini secara totalitas seperti yang pernah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Disebutkan bahwa tidaklah dua orang sahabat Rasulullah bertemu, melainkan salah seorang dari keduanya akan membacakan surah ini sebelum berpisah, kemudian saling mengucapkan salam dan saling berjanji serta berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan iman dan beramal shalih, saling berjanji untuk senantiasa berpesan dengan kebenaran dan dengan kesabaran dalam menjalani kehidupan mereka. (dkwt)

download