Mengapa setiap Muslim harus Mempelajari ajaran dan hukum agamanya

Mengapa setiap Muslim harus Mempelajari ajaran dan hukum agamanya

MENUNTUT , mendalami, mempelajari, atau belajar ilmu agama (Islam) itu wajib bagi setiap Muslim.

Setidaknya ada lima alasan kuat, mengapa kita sebagai Muslim harus mempelajari ilmu agama, setiap hari, hingga akhir hayat kita.

1. Menuntut Ilmu Itu Wajib

Dalam Islam, menimba ilmu itu wajib. Karena sebuah kewajiban, maka ia harus dilaksanakan. Jika tidak, maka kita berdosa. Rasulullah Saw bersabda: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” . (HR. Ibnu Majah).

Dengan mempelajari ilmu agama, kita akan tahu apa yang harus kita lakukan, apa yang halal dan haram, mana yang baik dan buruk, bagaimana caranya ibadah dan sebagainya.

2. Agar Jadi Orang Baik dan Dapat Kebaikan

Ilmu adalah penuntun jalan menjadi orang baik. Rasulullah Saw menyatakan, paham ilmu agama merupakan jalan menjadi orang baik dan mendapatkan kebaikan dalam dirinya.

“Barangsiapa yang diinginkan oleh Allah kebaikan pada dirinya, maka dia akandipahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Agar Ibadah Diterima

Salah satu syarat diterima ibadah oleh Allah SWT adalah mengetahui ilmunya, yakni syarat, rukun, dan teknis ibadah tersebut sehinggasesuai dengan Sunnah Rasul . Itu memerlukan ilmu. Caranya, dengan mempelajari ilmu agama.

“Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada urusannya dari kami maka amal itu tertolak” . (HR. Muslim).

4. Agar Tidak Taklid Buta

Mengapa setiap Muslim harus Mempelajari ajaran dan hukum agamanya

Beribadah atau bertindak harus dilandasi ilmu, bukan karena ikut-ikutan tanpa tahu landasannya (taklid buta). Allah SWT mengingatkan:

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya" (QS. 17 :36).

5. Agar Tahu Jalan Hidup

Ini merangkum semeua alasan. Ilmu itu cahaya (al-ilmu nurun ), penerang jalan. Sumber ilmu adalah Al-Quran dan kitab suci ini adalah cahaya.

"Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus." (QS. Al-Isra:9).

"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (QS. Al-Maidah:15-16).*

Mengapa setiap Muslim harus Mempelajari ajaran dan hukum agamanya

Sebagai umat muslim sudah seharusnya berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Hadis yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, umat muslim harus bersungguh-sungguh dalam menggunakan akal dan pikirannya untuk mempelajari Al-Quran dan Hadis yang merupakan pedoman dalam kehidupan. Untuk itu segala sesuatu yang bersumber dari Qur’an dan Hadis perlu diolah secara komprehensif agar kita mengatahui hukum, aturan, serta perintah Allah Subhanahu wa ta’ala. Para pejuang muslim yang sudah mampu mengolah sumber Qur’an dan Hadis yakni seperti Imam Hanafi, Maliki, Sya’fie, dan Hambali. Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag. saat mengisi ceramah tarawih pada Kamis (24/5) di Masjid K.H Ahmad Dahlan UMY.

Dalam mempelajari Al-Qur’an dan Hadis, Yunahar mencontohkannya melalui keberadaan empat imam mazhab tersebut. Ia menjelaskan bahwa para Imam dari empat Mahzab tersebut sudah bisa dikatakan sebagai para mujtahid mutlak yang sudah menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan Qur’an dan Sunnah. “Salah satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh para mujtahid mutlak yakni mempunyai metodologi yang jelas dalam berijtihad sendiri. Sehingga mereka bisa mengeluarkan hukum fikih secara mandiri, jadi intinya harus mampu menguasai nilai keislaman, ayat-ayat Al-Qur’an tentang hukum Allah, tafsir, dan asal usul hadis. Kemudian ada mujtahid mazhabi yakni terikat pada imam mahzab tertentu baik dalam metodelogi istinbath maupun dari hasil ijtihad. Disebut mujtahid mazhabi harus memiliki kemampuan memcahkan hukum masalah baru yang rumusan hukumnya belum diperoleh dari mazhabnya,” ujarnya.

Kembali ditambahkan Yunahar bahwa dalam berijtihad perlu mengikatkan diri dengan istinbath imam mahzab yang dianut, demikian pula dengan hukum furu’ yang telah dihasilkan oleh mahzabnya. “Ijtihad yang dilakukan oleh para imam mahzab hanya berkutat pada masalah yang memang belum diijtihadkan oleh imamnya. Kemudian ada ijtihad jama’i (kolektif) yaitu ijtihad yang dilakukan secara bersama atau bermusyawarah terhadap suatu masalah, dan pengamalan hasilnya menjadi tanggungjawab bersama. Seperti Muhammadiyah memiliki Majelis Tarjih untuk menentukan hukum-hukum yang akan disepakati bersama untuk warga muhammadiyah,” tandasnya.

“Selain itu ada Ittiba yakni mengikuti perkataan para ulama dan tidak terikat dengan satu imam mahzab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan yang dianggap lebih kuat dengan cara membandingkan. Paling terakhir itu taklid yaitu menerima perkataan orang yang tidak beralasan dari Al-Qur’an, Hadis, dan Qiyas. Hal ini menjadi rawan dalam pengambilan keputusan karena segala sesuatu perkataan tanpa musyawarah kelak akan dipertanggungjawabkan,” tutupnya.­­ (Sumali)

Mengapa setiap Muslim harus Mempelajari ajaran dan hukum agamanya

Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan”.

Hadis di atas tentunya sudah tidak asing di benak kita, bahwa kewajiban menuntut ilmu itu diperuntukkan bagi setiap orang Islam. Syaikh Az Zarnuji pun menjelaskan, bahwa diwajibkan pula atas seorang Muslim, mempelajari ilmu yang dibutuhkan dirinya sekarang ini, dan juga ilmu yang dapat diamalkan kapan saja dan dimana saja.

Mengapa wajib bagi setiap Muslim untuk menuntut ilmu? Karena ada banyak keutamaan ilmu. Beberapa keutamaan ilmu diantaranya adalah:

  1. Ilmu adalah kekhususan, ilmu adalah keistimewaan yang Allah subhanahu wa ta’ala khususkan hanya untuk manusia semata. Selain ilmu, manusia dan hewan memiliki kesamaan.
  2. Ilmu dapat mengantarkan seseorang menuju kepada kebajikan dan ketaqwaan. Dan sebab ketaqwaan itu, seseorang dapat memperoleh kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dan kebahagiaan abadi.

Keutamaan akan ilmu ini seyogyanya dapat menjadikan setiap Muslim senantiasa bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Syaikh Az Zarnuji mengatakan, bahwa diantara hal yang penting dalam menuntut ilmu yang harus diperhatikan adalah fil jiddi (kesungguhan). Jika sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanhu wa ta’ala akan memberikan keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al jiddu), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al muwazobah) dan komitmen (al muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada dalam diri pelajar (orang yang belajar) dan berjalan beriringan, tidak dapat hanya salah satu saja.

Wajib bagi setiap pelajar, bersungguh-sungguh, terus menerus, dan komitmen, tidak berhenti hingga tujuan dalam menuntut ilmu tercapai. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Maryam: 12 yang artinya, “Wahai Yahya, ambillah kitab (itu) dengan kuat”, dan dalam QS Al Ankabut: 69 yang artinya, “Dan orang-orang berjuang, untuk mencari keridhaan Kami, niscaya Kami tunjukkan mereka jalan-jalan menuju Kami”.

Dikatakan oleh Az Zarnuji, barangsiapa yang mencari sesuatu dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh, pasti dia akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang mengetuk pintu dengan terus menerus, pasti dapat masuk. Dikatakan pula, bahwa sesuai dengan kesungguhannya, seseorang akan mendapat apa yang menjadi harapannya.

Dalam konteks kesungguhan ini, Az Zanurji menjelaskan bahwa kesulitan yang dihadapi seseorang akan dapat selesai dengan kesungguhan, terutama kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar. Allah akan memberikan pertolongan pada seseorang jika Allah menghendaki. Kesulitan dapat selesai dengan kesungguhan adalah menjadi anugerah Allah subhanahu wa ta’ala dan berada dalam kekuasaan-Nya.

Kesungguhan dalam belajar dan memperdalam ilmu bukan hanya dari pelajar semata namun kesungguhan ini juga dibutuhkan kesungguhan dari tiga (3) orang, yakni pelajar (murid), guru, dan orang tua. Jika murid, guru, dan orang tua sungguh-sungguh, insya Allah itu akan berhasil, kesulitan (dalam menuntut ilmu, dalam belajar) akan dapat terselesaikan, insya Allah. Manusia diperintahkan Allah untuk belajar dan belajar. Hanya saja memang kualitas akal manusia itu berbeda-beda. Nah, kesungguhan inilah yang menjadi kunci. Dengan kesungguhan ini, sesuatu yang sulit itu insya Allah akan dimudahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Bagaimana ilmu itu dapat diperoleh tanpa melalui kesulitan? Banyak diantara kita ini memiliki cita-cita, memiliki keinginan, namun jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kedustaan. Apapun cita-cita dan keinginan seseorang, jika diiringi dengan kesungguhan, maka insya Allah akan terwujud. Jika tidak diiringi dengan kesungguhan, maka itu adalah kegilaan. Kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Tanpa kesungguhan, maka kita adalah orang yang gila. Orang belum dapat dikatakan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, jika dia belum mendapatkan kepayahan yang sangat dalam menuntut ilmu. Allah akan memberikan jalan keluar untuk kesungguhan tersebut.

Masya Allah, merujuk pada materi di atas, maka pentinglah bagi setiap diri kita untuk senantiasa bersungguh-sungguh dalam belajar (menuntut ilmu). Semoga rangkuman materi ini dapat menjadi refleksi untuk diri kita, terlebih khusus bagi penulis pribadi. Insya Allah akan kita lanjutkan pembahasan mengenai kesungguhan dalam menuntut ilmu pada kesempatan berikutnya. Allahu’alam bish showab.

Referensi:

Materi kajian Kitab Ta’lim Muta’allim Syaikh Az Zanurji oleh Ustadz Muhammad Abdullah Sholihun yang dirangkum oleh penulis pada Ramadhan 1441 H.

Penulis:
Hazhira Qudsyi, S.Psi., M.A
– Dosen Jurusan Psikologi FPSB UII
– Kepala Divisi Pembinaan Kepribadian dan Kesejahteraan DPK UII