Mengapa korupsi merajalela di negara kita?

Mengapa korupsi merajalela di negara kita?
Ilustrasi Korupsi. ©2015 Merdeka.com

JATIM | 24 November 2020 14:50 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - Pengertian korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Praktik- praktik tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia hampir setiap hari diberitakan oleh media massa. Kenyataan praktik korupsi yang terjadi di Indonesia bukan hanya melibatkan personal, tetapi juga instansi politik dan hukum.

Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan dukungan teoritik oleh para saintis sosial menunjukkan bahwa korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal pendapatan, prestis, kekuasaan dan lain-lain.

Tindak pidana korupsi digolongkan ke dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Tindak pidana korupsi termasuk ke dalam golongan tindak pidana khusus, sehingga memerlukan langkah-langkah yang khusus untuk memberantasnya.

Hukum positif Indonesia mengatur pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berbagai upaya pemerintah untuk meminimalisasi penyebaran tindak pidana ini tampaknya belum memperoleh hasil yang signifikan. Berikut pembahasan lebih lanjut mengenai penyebab korupsi di Indonesia serta tantangan yang dihadapi dalam upaya pemberantasannya.

2 dari 5 halaman

Mengutip dari Jurnal Keadilan Progresif Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, penyebab korupsi di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi 2, yakni penyebab internal dan eksternal. Berikut penjelasan selengkapnya;

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Persepsi terhadap korupsi atau pemahaman seseorang mengenai korupsi tentu berbeda-beda. Salah satu penyebab korupsi di Indonesia adalah masih bertahannya sikap primitif terhadap praktik korupsi karena belum ada kejelasan mengenai batasan bagi istilah korupsi. Sehingga terjadi beberapa perbedaan pandangan dalam melihat korupsi.

Kualitas moral dan integritas individu juga berperan penting dalam peyebab korupsi di Indonesia dari faktor internal. Adanya sifat serakah dalam diri manusia dan himpitan ekonomi serta self esteem yang rendah dapat membuat seseorang melakukan korupsi. Adapun beberapa pernyataan ahli yang menyimpulkan beberapa poin penyebab korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • peninggalan pemerintahan kolonial.
  • kemiskinan dan ketidaksamaan.
  • gaji yang rendah.
  • persepsi yang popular.
  • pengaturan yang bertele-tele.
  • pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.

Menurut bidang psikologi, terdapat dua teori yang menyebabkan terjadinya korupsi, yaitu teori medan dan teori big five personality. Teori medan adalah perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara faktor kepribadian (personality) dan lingkungan (environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseorang terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan (psikologis) yang ada padanya. Melalui teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi dapat dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan atau kepribadian individu terkait.

Teori yang kedua adalah teori big five personality. Teori ini merupakan konsep yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima faktor kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, openness, dan conscientiousness. Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat faktor-faktor internal lainnya, faktor tersebut yaitu :

1. Sifat tamak atau rakus

Korupsi yang dilakukan bukan karena kebutuhan primer atau kebutuhan pangan. Pelakunya adalah orang yang berkecukupan, tetapi memiliki sifat tamak, rakus, mempunyai hasrat memperkaya diri sendiri. Unsur penyebab tindak korupsi berasal dari dalam diri sendiri yaitu sifat tamak/rakus.

2. Moral yang kurang kuat

Orang yang moralnya kurang kuat mudah tergoda untuk melakukan tindak korupsi. Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh di sekelilingnya, seperti atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan.

3. Gaya hidup yang konsumtif

Gaya hidup di kota besar mendorong seseorang untuk berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang sesuai, menciptakan peluang bagi seseorang untuk melakukan tindak korupsi.

Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk berperilaku korup. Menurut kaum bahviouris, lingkungan keluarga justru dapat menjadi pendorong seseorang bertindak korupsi, mengalahkan sifat baik yang sebenarnya telah menjadi karakter pribadinya. Lingkungan justru memberi dorongan, bukan hukuman atas tindakan koruptif seseorang.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut;

Sistem hukum di Indonesia untuk memberantas korupsi masih sangat lemah. Hukum tidak dijalankan sesuai prosedur yang benar, aparat mudah disogok sehingga pelanggaran sangat mudah dilakukan oleh masyarakat.

Monopoli Kekuasaan merupakan sumber korupsi, karena tidak adanya kontrol oleh lembaga yang mewakili kepentingan masyarakat. Faktor yang sangat dekat dengan terjadinya korupsi adalah budaya penyalahgunaan wewenang yang berlebih dalam hal ini terjadinya KKN. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang masih sangat tinggi dan tidak adanya sistem kontrol yang baik menyebabkan masyarakat meng anggap bahwa korupsi merupakan suatu hal yang sudah biasa terjadi.

Lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan korupsi. Korupsi merupakan budaya dari pejabat lokal dan adanya tradisi memberi yang disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

3 dari 5 halaman

Terdapat aspek-aspek yang menjadi penyebab orang-orang melakukan tindak pidana korupsi, terutama di Indonesia. Aspek-aspek penyebab korupsi di Indonesia tersebut meliputi:

1. Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi 

Aspek pertama yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah sikap masyarakat terhadap praktik korupsi. Misalnya, dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi menjaga nama baik organisasi. Demikianlah tindak korupsi dalam sebuah organisasi sering kali ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini, tindak korupsi seakan mendapat pembenaran, bahkan berkembang dalam berbagai bentuk. Sikap masyarakat yang berpotensi memberi peluang perilaku korupsi antara lain:

  • Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung untuk terjadinya korupsi. Misalnya masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Akibatnya masyarakat menjadi tidak kritis terhadap kondisi, seperti dari mana kekayaan itu berasal.
  • Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami kerugian akibat tindak korupsi adalah negara. Padahal justru pada akhirnya kerugian terbesar dialami oleh masyarakat sendiri. Contohnya, akibat korupsi anggaran pembangunan menjadi berkurang, pembangunan transportasi umum menjadi terbatas.
  • Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam perilaku korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan masyarakat, namun masyarakat justru terbiasa terlibat dalam tindak korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
  • Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi. Umumnya masyarakat menganggap bahwa pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab pemerintah.

2. Aspek Ekonomi

Aspek kedua yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah ekonomi. Kondisi ekonomi sering membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi. Pendapatan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan atau saat sedang terdesak masalah ekonomi membuka ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas, dan salah satunya adalah dengan melakukan korupsi.

3. Aspek Politis

Aspek ketiga yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah masalah politis. Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umum adalah contoh tindak korupsi, yaitu seseorang atau golongan tertentu membeli suatu atau menyuap para pemilih/anggota partai agar dapat memenangkan pemilu. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi.

Terkait hal itu, Terrence Gomes (2000) memberikan gambaran bahwa politik uang sebagai use of money and material benefits in the pursuit of political influence (menggunakan uang dan keuntungan material untuk memperoleh pengaruh politik). Penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha, kongsi antara penguasa dan pengusaha, kasus-kasus pejabat Bank Indonesia dan Menteri Ekonomi, dan pemberian cek melancong yang sering dibicarakan merupakan sederet kasus yang menggambarkan aspek politik yang dapat menyebabkan kasus korupsi.

4. Aspek Organisasi

Aspek ke empat yang menjadi penyebab korupsi di Indonesia adalah organisasi. Organisasi dalam arti yang luas adalah yang dimaksud, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi biasanya memberi andil pada praktik terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan terjadinya korupsi. Aspek-aspek penyebab korupsi dalam sudut pandang organisasi meliputi:

  • Kurang adanya sikap keteladanan pemimpin.
  • Tidak adanya kultur budaya organisasi yang benar.
  • Kurang memadainya sistem akuntabilitas.
  • Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
  • Pengawasan yang terbagi menjadi dua, yakni pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pemimpin) dan pengawasan eksternal (pengawasan dari legislatif dalam hal ini antara lain KPKP, Bawasda, masyarakat dll).

4 dari 5 halaman

Korupsi memiliki dampak negatif bagi negara indonesia. Korupsi memiliki dampak hebat, utamanya terhadap ekonomi. Beberapa ahli juga membuat statement yang dapat diringkas beberapa poin, bahwa korupsi menyebabkan enam hal sebagai berikut:

  1. Investasi mejadi rendah, terutama investasi langsung dari luar negeri.
  2. Mengurangi pertumbuhan ekonomi.
  3. Mengubah komposisi belanja pemerintah menjadi tidak produktif.
  4. Ketidaksamaan dan kemiskinan menjadi lebih besar.
  5. Mengurangi efisiensi bantuan.
  6. Menyebabkan negara menjadi krisis. 

Korupsi juga melanggar dan mengganggu hak asasi manusia. Khususnya hak yang harus dimiliki oleh seorang anak. ICHRP dan Transpalency Internasional mencatat bahwa korupsi berdampak pada terlanggarnya hak anak untuk hidup, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Dalam prespektif ekonomi politik korupsi merupakan kejahatan yang secara langsung menggerogoti sendi–sendi bangunan ekonomi dan politik suatu bangsa. Dan korupsi juga dapat merusak sendi–sendi kehidupan bermasyarakat.

5 dari 5 halaman

Upaya pemberantasan korupsi bukanlah hal yang mudah. Meski sudah dilakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, masih ada beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Operasi tangkap tangan (OTT) sudah sering dilakukan oleh KPK, tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum juga sudah cukup keras, namun korupsi masih tetap saja dilakukan. Mengutip dari Jurnal Legislasi Indonesia, hambatan dalam pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Hambatan Struktural

Yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. 

Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: egoisme sektoral dan institusional yang menjurus pada pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional secara keseluruhan serta berupaya menutup-nutupi penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan instansi yang bersangkutan; belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif; lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; serta lemahnya sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positif dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan negara dan rendahnya kualitas pelayanan publik.

b. Hambatan Kultural

Yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih adanya ”sikap sungkan” dan toleran di antara aparatur pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi; kurang terbukanya pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta sikap permisif (masa bodoh) sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

c. Hambatan Instrumental

Yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: masih terdapat peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih sehingga menimbulkan tindakan koruptif berupa penggelembungan dana di lingkungan instansi pemerintah; belum adanya “single identification number” atau suatu identifikasi yang berlaku untuk semua keperluan masyarakat (SIM, pajak, bank, dll.) yang mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh setiap anggota masyarakat; lemahnya penegakan hukum penanganan korupsi; serta sulitnya pembuktian terhadap tindak pidana korupsi.

d. Hambatan Manajemen

Yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: kurang komitmennya manajemen (Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil pengawasan; lemahnya koordinasi baik di antara aparat pengawasan maupun antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum; kurangnya dukungan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; tidak independennya organisasi pengawasan; kurang profesionalnya sebagian besar aparat pengawasan; kurang adanya dukungan sistem dan prosedur pengawasan dalam penanganan korupsi, serta tidak memadainya sistem kepegawaian di antaranya sistem rekrutmen, rendahnya ”gaji formal” PNS, penilaian kinerja dan reward and punishment. 

(mdk/edl)