Mengapa bank syariah tidak rentan akan krisis moneter

Rep: Reja Irfa Widodo Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Dalam menghadapi krisis keuangan, bank-bank syariah dinilai lebih mudah untuk bisa bertahan dan menghindari krisis tersebut. Hal ini lantaran sistem bunga dan bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah berbeda dari bank-bank konvesional.

Dengan sistem bagi hasil atau profit sharing yang tidak berubah selama krisis keuangan, maka bank dengan sistem syariah bisa lebih mudah keluar dari krisis keuangan. Kondisi tersebut berbeda dengan bank konvensional yang dinilai tergantung kepada perubahan suku bunga. Hal ini diungkapkan General Manager United Fund Bank, Omer Kavlav, di sela-sela Konferensi Halal Internasional, tepatnya saat menghadiri panel bertajuk 'Krisis Ekonomi dari Kacamata Keuangan Syariah' di Istanbul, Turki, beberapa waktu lalu.

''Faktor paling penting dalam situasi tersebut, sistem bagi hasil yang melekat di perbankan syariah tidak berubah dalam kondisi krisis,'' kata Kavlav seperti dikutip Halal Focus.

Sementara Pakar Perbankan Islam sekaligus Pengamat Finansial, Edib Smolo, mengungkapkan, krisis keuangan yang terjadi beberapa waktu lalu memiliki skala yang lebih luas dibanding dengan masa-masa Great Depression yang melanda Amerika Serikat pada 1930an silam. Hal ini, kata Smolo, menunjukkan kelemahan dari sistem finansial konvensional.

Selain itu, pasca-krisis, biasanya tidak disertai penjelasan alasan utama ataupun pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya krisis tersebut. Smolo pun memperkirakan, sebenarnya banyak persoalan atau kesalahan yang menjadi penyebab krisis-krisis keuangan tersebut. Hal itu seperti kurangnya regulasi dan pengawasan, peningkatan permintaan kredit yang tidak terkendali, kesalahan pengelolaan keuangan, dan tidak transparan dalam pengelolaan keuangan.

''Orang biasanya meminjam atau mengajukan kredit dalam jangka waktu bertahun-tahun, bahkan padahal orang tersebut sebenarnya belum benar-benar membutuhkan kredit tersebut, tapi kredit tersebut digunakan hanya untuk tujuan investasi. Kemudian, suku bunga meningkat, sehingga mereka memiliki kesulitan untuk membayar atau mengembalikan pinjaman mereka,'' tuturnya.

Baca juga: Ini Keutamaan Menggunakan Bank Syariah

  • model bisnis syariah
  • bank syariah
  • sistem bank syariah

Mengapa bank syariah tidak rentan akan krisis moneter

Jakarta - Ketika krisis global 2008, banyak institusi keuangan yang bertumbangan. Bahkan lembaga keuangan sebesar Lehman Brothers yang telah berusia lebih dari 100 tahun pun tak terselamatkan.Namun, ternyata lembaga keuangan syariah bisa bertahan dan bahkan terus tumbuh di tengah terpaan krisis. Berbagai studi menunjukkan bahwa lembaga keuangan syariah lebih tahan banting.

"Pada 2008-2009, ada studi yang membandingkan daya tahan antara islamic bank dengan bank konvensional ketika hadapi global finansial crisis. Ada beberapa studi yang mengatakan bahwa bank syariah punya daya tahan lebih kuat berhadapan dengan krisis dibandingkan bank konvensional," jelas Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan, dalam Seminar Nasional Ekonomi Syariah di komplek Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Alasannya, kata Bambang, perbankan syariah cenderung bermain 'aman'. Setiap transaksi dalam keuangan syariah harus dilandaskan pada aset dasar (underlying aseet). Berbeda dengan perbankan konvensional yang cenderung spekulatif.

"Kalau perbankan konvensional banyak yang bermain pada tataran high spekulatif. Sedangkan islamic bank tidak ada di area itu, cenderung lebih konservatif dan mengutamakan kehati-hatian," papar Bambang.

Meski demikian, bukan berarti perbankan syariah tanpa risiko. Bila manajemen tidak berjalan dengan baik, maka ada kemungkinan bisa bermasalah juga."Pastikan manajemen terjaga. Jangan daya tahan baik tapi salah urus," tegasnya.Bila ada bank syariah yang salah urus, tambah Bambang, akan merusak pandangan masyarakat. Rencana untuk mengembangkan perbankan syariah pun bisa terganggu."Kalau ada bank syariah kolaps langsung orang lihat ternyata bank syariah nggak menjamin. Maka dalam konteks menjaga stabilitas keuangan syariah, manajamen dan tata kelola harus dijaga sebaik-baiknya," sebut Bambang.

(mkl/hds)

Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan syariah dinilai lebih tahan krisis dibandingkan dengan perbankan konvensional jika kondisi ekonomi memburuk. Pasalnya, industri perbankan syariah lebih fleksibel dalam menghadapi situasi apapun.

Direktur Bisnis PT Bank BNI Syariah Imam Teguh Saptono mengatakan prinsip dasar bank syariah yang mengedepankan konsep bagi hasil dalam akad penyaluran pembiayaan ataupun penempatan dana membuat potensi keuangan maupun risiko ditanggung oleh kedua pihak secara bersama-sama.

Ketika kondisi bisnis tidak menguntungkan akibat naiknya rasio kredit bermasalah (non performing finance/NPF), misalnya, maka potensi pendapatan bank akan tergerus karena bank harus menyiapkan dana pencadangan guna menutup kredit bermasalah tersebut.

Dalam kondisi seperti ini maka imbal hasil yang diberikan kepada nasabah yang menyimpan dana di bank syariah pun menjadi turun. Oleh karena itu, bank menjadi lebih tahan krisis karena potensi risiko tidak ditanggung sendiri.

“Dalam kondisi semacam itu ya nasabah harus rela jika bagi hasil untuk simpanannya berkurang sementara waktu,” katanya kepada Bisnis.com, beberapa waktu lalu.

Kenapa sementara waktu? Karena ketika kondisi kembali membaik, maka jatah imbal hasil yang diterima oleh nasabah pun akan meningkat lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Mengapa bank syariah tidak rentan akan krisis moneter
Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi berpose dalam sesi foto usai penandatanganan akta penggabungan tiga bank syariah milik Himbara di Jakarta, Rabu 16 Desember 2020. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Hery Gunardi mengklaim perbankan syariah lebih tangguh di masa krisis akibat pandemi Covid-19. Hal ini dibuktikan dari kinerja PT Bank BRISyariah Tbk. dan PT Bank Syariah Mandiri yang tumbuh signifikan selama tahun lalu.

Hery mencontohkan BRI Syariah yang membukukan lonjakan laba 235,14 persen secara tahunan pada tahun lalu. Demikian pula laba Mandiri Syariah tahun lalu tercatat Rp 1,4 triliun, tumbuh dari tahun sebelumnya Rp 1,3 triliun.

Adapun alasan perbankan syariah lebih tangguh di tengah krisis, menurut Hery, karena model bisnis bank syariah menggunakan sistem bagi hasil. "Baik bank dan nasabah lebih fleksibel, (ketika ekonomi terkontraksi) bisa meng-adjust sendiri seperti shock breaker," katanya, Selasa, 2 Februari 2021.

Tak hanya itu, Hery memaparkan pertumbuhan bisnis bank syariah secara industri sepanjang tahun lalu yang melebihi ekspektasi. Dari sisi aset, perbankan syariah mengalami kenaikan 10,97 persen secara tahunan, di atas pertumbuhan bank konvensional sebesar 7,7 persen.

<!--more-->

Dari sisi dana pihak ketiga, perbankan syariah mencatat pertumbuhan 11,56 persen secara tahunan, sedikit di atas bank konvensional yang sebesar 11,49 persen. Sementara di sisi pembiayaan, perbankan syariah mencatat pertumbuhan 9,42 persen secara tahunan, jauh lebih tinggi dari bank konvensional yang hanya tumbuh 0,55 persen.

Lebih jauh Hery menjelaskan soal rencana Bank Indonesia Syariah mencari investor strategis untuk memperkuat lini bisnis dan berekspansi ke manca negara. Oleh sebab itu, investor yang diharapkan berasal dari pemodal asing.

Menurut Hery, investor strategis diperlukan untuk memperluas ekspansi ke manca negara. Adapun investor dari Timur Tengah yang diincar adalah yang memiliki banyak pengalaman di industri keuangan syariah.

“Kami ingin strategic investor. Jadi, nanti bisa resiprokal bila investor dari luar negeri. Bisa buka cabang di sana (negara investor). Membuka peluang investor global, terutama di kawasan Middle East sebagai investor strategis untuk memiliki saham Bank Syariah Indonesia,” ujar Hery.

BISNIS

Baca: Bank Syariah Indonesia Resmi Beroperasi, 3 Cabang Utama Ini Siap Layani Nasabah

Menteri Keuangan yang juga Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Sri Mulyani menilai perbankan syariah lebih tahan terhadap krisis akibat pandemi COVID-19 dibandingkan konvensional. 

Perbankan syariah dinilai bisa lebih tahan krisis karena bisnis yang beradaptasi dengan situasi dan lebih fleksibel. 

“Bank syariah telah menunjukkan perkembangan yang pesat selama tiga dekade terakhir. Kita juga melihat bank dengan sistem syariah lebih tahan selama krisis ini,” ujar Sri Mulyani dalam webinar IAEI, Kamis (20/8). 

Dia melanjutkan, salah satu penyebab bank syariah lebih tahan terhadap krisis yakni menerapkan sistem keadilan dan transparan. Hal tersebut pun diharapkan akan terus berlanjut di institusi ini. 

“Bank syariah bisa bertahan karena mereka menerapkan dan mempraktikan, me-adjust nilai keadilan dan tansparansi. Kami berharap nilai-nilai ini bisa diimplementasikan secara konsisten di institusi ini,” jelasnya. 

Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah telah memberikan dukungan kepada industri perbankan melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2020 untuk memperkuat sistem keuangan di Indonesia. 

Menurutnya, pemerintah juga bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas fiskal dan moneter. Sehingga likuiditas perbankan, baik syariah maupun konvensional, akan tetap terjaga dan juga mendorong pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi virus corona. 

“Kami berharap selama proses ini, perkembangan industri bank syariah bisa lebih maju,” tambahnya. 

Berdasarkan data statistik perbankan syariah di Otoritas Jasa Keuangan per Mei 2020, pertumbuhan pinjaman yang diterima (PYD) di bank syariah sebesar 10,14 persen (yoy). Dari sisi aset juga tumbuh 9,35 persen (yoy) serta dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 9,24 persen (yoy).

Sementara di bank konvensional hingga Mei 2020, pertumbuhan kredit hanya 3,04 persen (yoy) dan DPK 8,87 persen (yoy). 

Posisi share aset syariah di bank syariah per Mei 2020 bahkan mencapai 6,05 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ketika belum ada pandemi COVID-19. 

Sebagai gambaran, bank syariah sendiri menerapkan konsep bagi hasil dalam akad penyaluran pembiayaan ataupun penempatan dana. Ini membuat potensi keuangan maupun risiko ditanggung oleh kedua pihak secara bersama-sama.

Ketika kondisi bisnis tidak menguntungkan akibat naiknya rasio kredit bermasalah (non performing finance/NPF), maka potensi pendapatan bank akan tergerus karena bank harus menyiapkan dana pencadangan guna menutup kredit bermasalah tersebut.

Dalam kondisi tersebut, maka imbal hasil yang diberikan kepada nasabah yang menyimpan dana di bank syariah pun menjadi turun. Oleh karena itu, bank syariah menjadi lebih tahan krisis karena potensi risiko tidak ditanggung sendiri, melainkan bersama dengan nasabah.

Sumber : https://kumparan.com/