Mengapa allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki menurut alkitab

KITA pasti sudah sering mendengar pernyataan bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk dari laki-laki. Namun, benarkah itu? Lalu, apa makna dari penciptaan para wanita dari tulang rusuk laki-laki?

Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka sikapilah para wanita dengan baik,” (HR al-Bukhari Kitab an-Nikah no 5186).

Ini adalah perintah untuk para suami, para ayah, saudara saudara laki laki dan lainnya untuk menghendaki kebaikan untuk kaum wanita. Berbuat baik terhadap mereka, tidak mendzalimi mereka dan senantiasa memberikan ha-hak mereka serta mengarahkan mereka kepada kebaikan. Ini yang diwajibkan atas semua orang berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam, “Berbuat baiklah kepada wanita.”

Dikutip dari muslim.or.id, Hal ini jangan sampai terhalangi oleh perilaku mereka yang adakalanya bersikap buruk terhadap suaminya dan kerabatnya, baik berupa perkataan maupun perbuatan karena para wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, sebagaimana dikatakan oleh Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bahwa tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.

Sebagaimana diketahui, bahwa yang paling atas itu adalah yang setelah pangkal rusuk, itulah tulang rusuk yang paling bengkok, itu jelas. Maknanya, pasti dalam kenyataannya ada kebengkokkan dan kekurangan. Karena itulah disebutkan dalam hadits lain dalam ash-Shahihain.

“Aku tidak melihat orang orang yang kurang akal dan kurang agama yang lebih bisa menghilangkan akal laki laki yang teguh daripada salah seorang diantara kalian (para wanita),” (HR. Al Bukhari no 304 dan Muslim no. 80).

Hadits Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam yang disebutkan dalam ash shahihain dari hadits Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Makna “kurang akal” dalam sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam adalah bahwa persaksian dua wanita sebanding dengan persaksian seorang laki laki. Sedangkan makna “kurang agama” dalam sabda beliau adalah bahwa wanita itu kadang selama beberapa hari dan beberapa malam tidak shalat, yaitu ketika sedang haidh dan nifas. Kekurangan ini merupakan ketetapan Allah pada kaum wanita sehingga wanita tidak berdosa dalam hal ini.

Maka hendaknya wanita mengakui hal ini sesuai dengan petunjuk nabi shalallahu ‘alayhi wasallam walaupun ia berilmu dan bertaqwa, karena nabi shalallahu ‘alayhi wasallam tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu, tapi berdasar wahyu yang Allah berikan kepadanya, lalu beliau sampaikan kepada ummatnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Qs. An-Najm:4).[]

Pertanyaan ini sangat menarik untuk dikaji. Tidak sulit untuk mengetahui mengapa pertanyaan seperti ini dimunculkan (dan pantas untuk dikemukakan). Alkitab secara eksplisit menerangkan bahwa perempuan diciptakan dari salah satu tulang rusuk (lit. “tulang samping”) laki-laki (2:21). Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam (2:23). Persoalannya, jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan ternyata sama. Masing-masing memiliki 12 pasang, kecuali dalam kasus kelainan tertentu yang sangat jarang terjadi. Seandainya salah satu rusuk Adam memang diambil untuk Hawa, bukankah seharusnya setiap laki-laki memiliki tulang rusuk yang lebih sedikit daripada perempuan?

Kesulitan semacam ini memaksa beberapa orang untuk menafsirkan kisah penciptaan secara berbeda. Ada yang menolak menafsirkan kisah ini secara hurufiah. Kisah ini hanya dianggap sebagai sebuah metafora tentang relasi laki-laki dan perempuan. Tidak sungguh-sungguh terjadi demikian. Hanya gambaran belaka.

Ada pula yang secara kreatif menafsirkan “tulang samping” (tsela) dengan tulang penis (Ziony Zevit, profesor kitab suci dari Universitas Yahudi Amerika). Dia meyakini bahwa konsep populer “tulang rusuk” diperoleh dari terjemahan kuno Septuaginta. Kata “tsela” sendiri dalam Alkitab hanya merujuk pada sesuatu yang ada di samping, pinggir, atau tepi. Ketika dikenakan pada tubuh manusia, “tsela” dapat merujuk pada beberapa bagian tubuh yang terletak di samping, misalnya tangan, kaki, dan penis (baculum). Nah, bagian tubuh manakah dari laki-laki yang tidak memiliki tulang? Penis! Hal ini sangat berbeda dengan mamalia lain (gorila dan simpanse). Hanya penis manusia yang tidak memiliki tulang.

Walaupun beragam penafsiran ulang ini patut diapresiasi sebagai upaya untuk mempertahankan akurasi Alkitab, kita sebaiknya menolak usulan tersebut. Berbagai keterangan detail yang menyertai penciptaan manusia, misalnya lokasi Eden dan sungai-sungai di sekitarnya (2:8, 10-14), tidak menunjukkan karakteristik sebuah mitos atau metafora. Di samping itu, sepanjang abad umat Allah juga memahami kisah ini secara hurufiah. Jika kisah ini hanya sebuah metafora, bukankah mereka yang akan mengetahuinya sejak awal? Penjelasan ini bukan berarti tidak ada makna simbolis apapun dalam kisah penciptaan Hawa. Bagian Alkitab yang lain jelas mengajarkan nilai-nilai teologis di dalam kisah ini (misalnya 1Kor. 11:7-10). Tradisi Yahudi sejak dahulu juga menangkap pesan simbolis di dalamnya, misalnya penghargaan terhadap perempuan atau perlindungan bagi mereka. Makna simbolis semacam ini diperoleh dari sebuah kisah historis yang benar-benar terjadi seperti itu.

Sekarang tentang penafsiran “tulang samping” sebagai tulang penis. Studi linguistik dalam rumpun Semitik (Bahasa Ibrani termasuk ke dalam rumpun ini), terutama dalam konteks penciptaan (misalnya mitos Sumerian tentang Enki dan Nihursag), menunjukkan bahwa akar kata “tsl” memang merujuk pada tulang rusuk. Lebih menarik lagi, mitologi kuno tersebut sudah ada jauh sebelum Kitab Kejadian ditulis. Maksudnya, kata “tsela” sejak dahulu memang merujuk pada tulang rusuk, bahkan sebelum kata itu dituliskan di dalam Alkitab. Tidak ada alasan untuk menafsirkannya secara berbeda.

Lagipula, upaya Zenit untuk menggolongkan penis sebagai salah satu tulang samping pada tubuh manusia terkesan terlalu dipaksakan. Tidak ada dukungan linguistik, logis, maupun medis yang benar-benar mengarah ke sana. Solusi terbaik adalah menafsirkan Kejadian 2:20-23 secara lebih teliti. Jangan mengklaim terlalu banyak. Jangan membawa dugaan kita ke dalam teks.

Kesamaan jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan sama sekali tidak bertabrakan dengan penafsiran hurufiah terhadap kisah penciptaan manusia. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, apa yang terjadi pada Adam tidak harus berlaku pada keturunannya (laki-laki). Allah memang mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Alkitab sangat jelas dalam hal ini. Apakah hal ini berarti bahwa semua laki-laki akan mewarisi jumlah rusuk yang sama dengan Adam? Tidak harus demikian! Allah tidak mengubah struktur DNA Adam, sehingga tidak ada yang diturunkan ke anak-anaknya. Allah hanya mengambil salah satu bagian tubuh Adam. Sebagai contoh, pada saat seseorang mengalami kecelakaan parah dan salah satu kakinya harus diamputasi, apakah keturunan orang itu akan memiliki satu atau dua kaki? Ketika seorang petinju mengalami keretakan yang parah pada salah satu tulang rusuknya, apakah hal itu akan diwariskan pada anak-anaknya? Tentu saja tidak, bukan?

Kedua, perkembangan medis terkini menunjukkan bahwa tulang bisa memperbaiki dirinya sendiri. Dalam kasus tulang rusuk, beberapa ahli anatomi tubuh bahkan berpendapat bahwa tulang rusuk tertentu dapat meregenerasi dirinya sendiri. Nah, kita tidak tahu dengan pasti tulang rusuk mana yang diambil. Kita bahkan tidak tahu seberapa banyak dari tulang itu yang digunakan. Jika dikaitkan dengan momen penciptaan manusia yang masih belum tercemar oleh dosa, pemulihan semacam itu jelas bukan hal yang mustahil. Sekalipun Allah mengambil salah satu tulang rusuknya, tulang itu mungkin bisa pulih kembali dengan cepat. Di samping itu, jikalau Allah mampu menciptakan Adam dari tanah liat, mengapa Dia tidak mampu mengembalikan kembali tulang rusuknya? Dua opsi di atas sama-sama masuk akal. Mana yang lebih bisa dipercaya? Sukar untuk dikatakan. Petunjuk Alkitab sangat terbatas. Yang jelas, perempuan (Hawa) memang diciptakan dari salah satu tulang rusuk laki-laki (Adam).


Page 2

Pertanyaan ini sangat menarik untuk dikaji. Tidak sulit untuk mengetahui mengapa pertanyaan seperti ini dimunculkan (dan pantas untuk dikemukakan). Alkitab secara eksplisit menerangkan bahwa perempuan diciptakan dari salah satu tulang rusuk (lit. “tulang samping”) laki-laki (2:21). Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam (2:23). Persoalannya, jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan ternyata sama. Masing-masing memiliki 12 pasang, kecuali dalam kasus kelainan tertentu yang sangat jarang terjadi. Seandainya salah satu rusuk Adam memang diambil untuk Hawa, bukankah seharusnya setiap laki-laki memiliki tulang rusuk yang lebih sedikit daripada perempuan?

Kesulitan semacam ini memaksa beberapa orang untuk menafsirkan kisah penciptaan secara berbeda. Ada yang menolak menafsirkan kisah ini secara hurufiah. Kisah ini hanya dianggap sebagai sebuah metafora tentang relasi laki-laki dan perempuan. Tidak sungguh-sungguh terjadi demikian. Hanya gambaran belaka.

Ada pula yang secara kreatif menafsirkan “tulang samping” (tsela) dengan tulang penis (Ziony Zevit, profesor kitab suci dari Universitas Yahudi Amerika). Dia meyakini bahwa konsep populer “tulang rusuk” diperoleh dari terjemahan kuno Septuaginta. Kata “tsela” sendiri dalam Alkitab hanya merujuk pada sesuatu yang ada di samping, pinggir, atau tepi. Ketika dikenakan pada tubuh manusia, “tsela” dapat merujuk pada beberapa bagian tubuh yang terletak di samping, misalnya tangan, kaki, dan penis (baculum). Nah, bagian tubuh manakah dari laki-laki yang tidak memiliki tulang? Penis! Hal ini sangat berbeda dengan mamalia lain (gorila dan simpanse). Hanya penis manusia yang tidak memiliki tulang.

Walaupun beragam penafsiran ulang ini patut diapresiasi sebagai upaya untuk mempertahankan akurasi Alkitab, kita sebaiknya menolak usulan tersebut. Berbagai keterangan detail yang menyertai penciptaan manusia, misalnya lokasi Eden dan sungai-sungai di sekitarnya (2:8, 10-14), tidak menunjukkan karakteristik sebuah mitos atau metafora. Di samping itu, sepanjang abad umat Allah juga memahami kisah ini secara hurufiah. Jika kisah ini hanya sebuah metafora, bukankah mereka yang akan mengetahuinya sejak awal? Penjelasan ini bukan berarti tidak ada makna simbolis apapun dalam kisah penciptaan Hawa. Bagian Alkitab yang lain jelas mengajarkan nilai-nilai teologis di dalam kisah ini (misalnya 1Kor. 11:7-10). Tradisi Yahudi sejak dahulu juga menangkap pesan simbolis di dalamnya, misalnya penghargaan terhadap perempuan atau perlindungan bagi mereka. Makna simbolis semacam ini diperoleh dari sebuah kisah historis yang benar-benar terjadi seperti itu.

Sekarang tentang penafsiran “tulang samping” sebagai tulang penis. Studi linguistik dalam rumpun Semitik (Bahasa Ibrani termasuk ke dalam rumpun ini), terutama dalam konteks penciptaan (misalnya mitos Sumerian tentang Enki dan Nihursag), menunjukkan bahwa akar kata “tsl” memang merujuk pada tulang rusuk. Lebih menarik lagi, mitologi kuno tersebut sudah ada jauh sebelum Kitab Kejadian ditulis. Maksudnya, kata “tsela” sejak dahulu memang merujuk pada tulang rusuk, bahkan sebelum kata itu dituliskan di dalam Alkitab. Tidak ada alasan untuk menafsirkannya secara berbeda.

Lagipula, upaya Zenit untuk menggolongkan penis sebagai salah satu tulang samping pada tubuh manusia terkesan terlalu dipaksakan. Tidak ada dukungan linguistik, logis, maupun medis yang benar-benar mengarah ke sana. Solusi terbaik adalah menafsirkan Kejadian 2:20-23 secara lebih teliti. Jangan mengklaim terlalu banyak. Jangan membawa dugaan kita ke dalam teks.

Kesamaan jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan sama sekali tidak bertabrakan dengan penafsiran hurufiah terhadap kisah penciptaan manusia. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, apa yang terjadi pada Adam tidak harus berlaku pada keturunannya (laki-laki). Allah memang mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Alkitab sangat jelas dalam hal ini. Apakah hal ini berarti bahwa semua laki-laki akan mewarisi jumlah rusuk yang sama dengan Adam? Tidak harus demikian! Allah tidak mengubah struktur DNA Adam, sehingga tidak ada yang diturunkan ke anak-anaknya. Allah hanya mengambil salah satu bagian tubuh Adam. Sebagai contoh, pada saat seseorang mengalami kecelakaan parah dan salah satu kakinya harus diamputasi, apakah keturunan orang itu akan memiliki satu atau dua kaki? Ketika seorang petinju mengalami keretakan yang parah pada salah satu tulang rusuknya, apakah hal itu akan diwariskan pada anak-anaknya? Tentu saja tidak, bukan?

Kedua, perkembangan medis terkini menunjukkan bahwa tulang bisa memperbaiki dirinya sendiri. Dalam kasus tulang rusuk, beberapa ahli anatomi tubuh bahkan berpendapat bahwa tulang rusuk tertentu dapat meregenerasi dirinya sendiri. Nah, kita tidak tahu dengan pasti tulang rusuk mana yang diambil. Kita bahkan tidak tahu seberapa banyak dari tulang itu yang digunakan. Jika dikaitkan dengan momen penciptaan manusia yang masih belum tercemar oleh dosa, pemulihan semacam itu jelas bukan hal yang mustahil. Sekalipun Allah mengambil salah satu tulang rusuknya, tulang itu mungkin bisa pulih kembali dengan cepat. Di samping itu, jikalau Allah mampu menciptakan Adam dari tanah liat, mengapa Dia tidak mampu mengembalikan kembali tulang rusuknya? Dua opsi di atas sama-sama masuk akal. Mana yang lebih bisa dipercaya? Sukar untuk dikatakan. Petunjuk Alkitab sangat terbatas. Yang jelas, perempuan (Hawa) memang diciptakan dari salah satu tulang rusuk laki-laki (Adam).


Mengapa allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki menurut alkitab

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

Pertanyaan ini sangat menarik untuk dikaji. Tidak sulit untuk mengetahui mengapa pertanyaan seperti ini dimunculkan (dan pantas untuk dikemukakan). Alkitab secara eksplisit menerangkan bahwa perempuan diciptakan dari salah satu tulang rusuk (lit. “tulang samping”) laki-laki (2:21). Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam (2:23). Persoalannya, jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan ternyata sama. Masing-masing memiliki 12 pasang, kecuali dalam kasus kelainan tertentu yang sangat jarang terjadi. Seandainya salah satu rusuk Adam memang diambil untuk Hawa, bukankah seharusnya setiap laki-laki memiliki tulang rusuk yang lebih sedikit daripada perempuan?

Kesulitan semacam ini memaksa beberapa orang untuk menafsirkan kisah penciptaan secara berbeda. Ada yang menolak menafsirkan kisah ini secara hurufiah. Kisah ini hanya dianggap sebagai sebuah metafora tentang relasi laki-laki dan perempuan. Tidak sungguh-sungguh terjadi demikian. Hanya gambaran belaka.

Ada pula yang secara kreatif menafsirkan “tulang samping” (tsela) dengan tulang penis (Ziony Zevit, profesor kitab suci dari Universitas Yahudi Amerika). Dia meyakini bahwa konsep populer “tulang rusuk” diperoleh dari terjemahan kuno Septuaginta. Kata “tsela” sendiri dalam Alkitab hanya merujuk pada sesuatu yang ada di samping, pinggir, atau tepi. Ketika dikenakan pada tubuh manusia, “tsela” dapat merujuk pada beberapa bagian tubuh yang terletak di samping, misalnya tangan, kaki, dan penis (baculum). Nah, bagian tubuh manakah dari laki-laki yang tidak memiliki tulang? Penis! Hal ini sangat berbeda dengan mamalia lain (gorila dan simpanse). Hanya penis manusia yang tidak memiliki tulang.

Walaupun beragam penafsiran ulang ini patut diapresiasi sebagai upaya untuk mempertahankan akurasi Alkitab, kita sebaiknya menolak usulan tersebut. Berbagai keterangan detail yang menyertai penciptaan manusia, misalnya lokasi Eden dan sungai-sungai di sekitarnya (2:8, 10-14), tidak menunjukkan karakteristik sebuah mitos atau metafora. Di samping itu, sepanjang abad umat Allah juga memahami kisah ini secara hurufiah. Jika kisah ini hanya sebuah metafora, bukankah mereka yang akan mengetahuinya sejak awal? Penjelasan ini bukan berarti tidak ada makna simbolis apapun dalam kisah penciptaan Hawa. Bagian Alkitab yang lain jelas mengajarkan nilai-nilai teologis di dalam kisah ini (misalnya 1Kor. 11:7-10). Tradisi Yahudi sejak dahulu juga menangkap pesan simbolis di dalamnya, misalnya penghargaan terhadap perempuan atau perlindungan bagi mereka. Makna simbolis semacam ini diperoleh dari sebuah kisah historis yang benar-benar terjadi seperti itu.

Sekarang tentang penafsiran “tulang samping” sebagai tulang penis. Studi linguistik dalam rumpun Semitik (Bahasa Ibrani termasuk ke dalam rumpun ini), terutama dalam konteks penciptaan (misalnya mitos Sumerian tentang Enki dan Nihursag), menunjukkan bahwa akar kata “tsl” memang merujuk pada tulang rusuk. Lebih menarik lagi, mitologi kuno tersebut sudah ada jauh sebelum Kitab Kejadian ditulis. Maksudnya, kata “tsela” sejak dahulu memang merujuk pada tulang rusuk, bahkan sebelum kata itu dituliskan di dalam Alkitab. Tidak ada alasan untuk menafsirkannya secara berbeda.

Lagipula, upaya Zenit untuk menggolongkan penis sebagai salah satu tulang samping pada tubuh manusia terkesan terlalu dipaksakan. Tidak ada dukungan linguistik, logis, maupun medis yang benar-benar mengarah ke sana. Solusi terbaik adalah menafsirkan Kejadian 2:20-23 secara lebih teliti. Jangan mengklaim terlalu banyak. Jangan membawa dugaan kita ke dalam teks.

Kesamaan jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan sama sekali tidak bertabrakan dengan penafsiran hurufiah terhadap kisah penciptaan manusia. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, apa yang terjadi pada Adam tidak harus berlaku pada keturunannya (laki-laki). Allah memang mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Alkitab sangat jelas dalam hal ini. Apakah hal ini berarti bahwa semua laki-laki akan mewarisi jumlah rusuk yang sama dengan Adam? Tidak harus demikian! Allah tidak mengubah struktur DNA Adam, sehingga tidak ada yang diturunkan ke anak-anaknya. Allah hanya mengambil salah satu bagian tubuh Adam. Sebagai contoh, pada saat seseorang mengalami kecelakaan parah dan salah satu kakinya harus diamputasi, apakah keturunan orang itu akan memiliki satu atau dua kaki? Ketika seorang petinju mengalami keretakan yang parah pada salah satu tulang rusuknya, apakah hal itu akan diwariskan pada anak-anaknya? Tentu saja tidak, bukan?

Kedua, perkembangan medis terkini menunjukkan bahwa tulang bisa memperbaiki dirinya sendiri. Dalam kasus tulang rusuk, beberapa ahli anatomi tubuh bahkan berpendapat bahwa tulang rusuk tertentu dapat meregenerasi dirinya sendiri. Nah, kita tidak tahu dengan pasti tulang rusuk mana yang diambil. Kita bahkan tidak tahu seberapa banyak dari tulang itu yang digunakan. Jika dikaitkan dengan momen penciptaan manusia yang masih belum tercemar oleh dosa, pemulihan semacam itu jelas bukan hal yang mustahil. Sekalipun Allah mengambil salah satu tulang rusuknya, tulang itu mungkin bisa pulih kembali dengan cepat. Di samping itu, jikalau Allah mampu menciptakan Adam dari tanah liat, mengapa Dia tidak mampu mengembalikan kembali tulang rusuknya? Dua opsi di atas sama-sama masuk akal. Mana yang lebih bisa dipercaya? Sukar untuk dikatakan. Petunjuk Alkitab sangat terbatas. Yang jelas, perempuan (Hawa) memang diciptakan dari salah satu tulang rusuk laki-laki (Adam).


Mengapa allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki menurut alkitab

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

Pertanyaan ini sangat menarik untuk dikaji. Tidak sulit untuk mengetahui mengapa pertanyaan seperti ini dimunculkan (dan pantas untuk dikemukakan). Alkitab secara eksplisit menerangkan bahwa perempuan diciptakan dari salah satu tulang rusuk (lit. “tulang samping”) laki-laki (2:21). Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam (2:23). Persoalannya, jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan ternyata sama. Masing-masing memiliki 12 pasang, kecuali dalam kasus kelainan tertentu yang sangat jarang terjadi. Seandainya salah satu rusuk Adam memang diambil untuk Hawa, bukankah seharusnya setiap laki-laki memiliki tulang rusuk yang lebih sedikit daripada perempuan?

Kesulitan semacam ini memaksa beberapa orang untuk menafsirkan kisah penciptaan secara berbeda. Ada yang menolak menafsirkan kisah ini secara hurufiah. Kisah ini hanya dianggap sebagai sebuah metafora tentang relasi laki-laki dan perempuan. Tidak sungguh-sungguh terjadi demikian. Hanya gambaran belaka.

Ada pula yang secara kreatif menafsirkan “tulang samping” (tsela) dengan tulang penis (Ziony Zevit, profesor kitab suci dari Universitas Yahudi Amerika). Dia meyakini bahwa konsep populer “tulang rusuk” diperoleh dari terjemahan kuno Septuaginta. Kata “tsela” sendiri dalam Alkitab hanya merujuk pada sesuatu yang ada di samping, pinggir, atau tepi. Ketika dikenakan pada tubuh manusia, “tsela” dapat merujuk pada beberapa bagian tubuh yang terletak di samping, misalnya tangan, kaki, dan penis (baculum). Nah, bagian tubuh manakah dari laki-laki yang tidak memiliki tulang? Penis! Hal ini sangat berbeda dengan mamalia lain (gorila dan simpanse). Hanya penis manusia yang tidak memiliki tulang.

Walaupun beragam penafsiran ulang ini patut diapresiasi sebagai upaya untuk mempertahankan akurasi Alkitab, kita sebaiknya menolak usulan tersebut. Berbagai keterangan detail yang menyertai penciptaan manusia, misalnya lokasi Eden dan sungai-sungai di sekitarnya (2:8, 10-14), tidak menunjukkan karakteristik sebuah mitos atau metafora. Di samping itu, sepanjang abad umat Allah juga memahami kisah ini secara hurufiah. Jika kisah ini hanya sebuah metafora, bukankah mereka yang akan mengetahuinya sejak awal? Penjelasan ini bukan berarti tidak ada makna simbolis apapun dalam kisah penciptaan Hawa. Bagian Alkitab yang lain jelas mengajarkan nilai-nilai teologis di dalam kisah ini (misalnya 1Kor. 11:7-10). Tradisi Yahudi sejak dahulu juga menangkap pesan simbolis di dalamnya, misalnya penghargaan terhadap perempuan atau perlindungan bagi mereka. Makna simbolis semacam ini diperoleh dari sebuah kisah historis yang benar-benar terjadi seperti itu.

Sekarang tentang penafsiran “tulang samping” sebagai tulang penis. Studi linguistik dalam rumpun Semitik (Bahasa Ibrani termasuk ke dalam rumpun ini), terutama dalam konteks penciptaan (misalnya mitos Sumerian tentang Enki dan Nihursag), menunjukkan bahwa akar kata “tsl” memang merujuk pada tulang rusuk. Lebih menarik lagi, mitologi kuno tersebut sudah ada jauh sebelum Kitab Kejadian ditulis. Maksudnya, kata “tsela” sejak dahulu memang merujuk pada tulang rusuk, bahkan sebelum kata itu dituliskan di dalam Alkitab. Tidak ada alasan untuk menafsirkannya secara berbeda.

Lagipula, upaya Zenit untuk menggolongkan penis sebagai salah satu tulang samping pada tubuh manusia terkesan terlalu dipaksakan. Tidak ada dukungan linguistik, logis, maupun medis yang benar-benar mengarah ke sana. Solusi terbaik adalah menafsirkan Kejadian 2:20-23 secara lebih teliti. Jangan mengklaim terlalu banyak. Jangan membawa dugaan kita ke dalam teks.

Kesamaan jumlah tulang rusuk laki-laki dan perempuan sama sekali tidak bertabrakan dengan penafsiran hurufiah terhadap kisah penciptaan manusia. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, apa yang terjadi pada Adam tidak harus berlaku pada keturunannya (laki-laki). Allah memang mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Alkitab sangat jelas dalam hal ini. Apakah hal ini berarti bahwa semua laki-laki akan mewarisi jumlah rusuk yang sama dengan Adam? Tidak harus demikian! Allah tidak mengubah struktur DNA Adam, sehingga tidak ada yang diturunkan ke anak-anaknya. Allah hanya mengambil salah satu bagian tubuh Adam. Sebagai contoh, pada saat seseorang mengalami kecelakaan parah dan salah satu kakinya harus diamputasi, apakah keturunan orang itu akan memiliki satu atau dua kaki? Ketika seorang petinju mengalami keretakan yang parah pada salah satu tulang rusuknya, apakah hal itu akan diwariskan pada anak-anaknya? Tentu saja tidak, bukan?

Kedua, perkembangan medis terkini menunjukkan bahwa tulang bisa memperbaiki dirinya sendiri. Dalam kasus tulang rusuk, beberapa ahli anatomi tubuh bahkan berpendapat bahwa tulang rusuk tertentu dapat meregenerasi dirinya sendiri. Nah, kita tidak tahu dengan pasti tulang rusuk mana yang diambil. Kita bahkan tidak tahu seberapa banyak dari tulang itu yang digunakan. Jika dikaitkan dengan momen penciptaan manusia yang masih belum tercemar oleh dosa, pemulihan semacam itu jelas bukan hal yang mustahil. Sekalipun Allah mengambil salah satu tulang rusuknya, tulang itu mungkin bisa pulih kembali dengan cepat. Di samping itu, jikalau Allah mampu menciptakan Adam dari tanah liat, mengapa Dia tidak mampu mengembalikan kembali tulang rusuknya? Dua opsi di atas sama-sama masuk akal. Mana yang lebih bisa dipercaya? Sukar untuk dikatakan. Petunjuk Alkitab sangat terbatas. Yang jelas, perempuan (Hawa) memang diciptakan dari salah satu tulang rusuk laki-laki (Adam).


Mengapa allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki menurut alkitab

Lihat Humaniora Selengkapnya