Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Empat mahasiswa yang gugur saat tragedi Trisakti 23 tahun lalu. (Foto: Istimewa)

Arif Budianto Rabu, 12 Mei 2021 - 12:25:00 WIB

BANDUNG, iNews.id - Tepat pada tanggal 12 Mei 1998 atau 23 tahun lalu, Indonesia mengalami tragedi yang cukup memilukan. Empat orang mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, meninggal dunia saat menggelar aksi demonstrasi, menuntut reformasi demokrasi Indonesia. 

Tahun 1998 itu menjadi momen bangkitnya reformasi demokrasi di Indonesia. Semua elemen masyarakat yang dimotori oleh mahasiswa dan tokoh nasional lainnya, menggulingkan pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Mengingatkan akan peristiwa itu, Mantan Menpora di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Roy Suryo membuat cuitan di akun Twitter-nya, @KRMTRoySuryo2.

"12 Mei, 23 tahun lalu (1998) terjadi tragedi ketika 4 mahasiswa Trisakti menjadi korban penembakan aparat saat demonstrasi melawan rezim saat itu," cuit Roy Suryo.

BACA JUGA:
Kecelakaan Beruntun 3 Motor Pemudik di Cirebon, 2 Luka-Luka

Pada cuitannya itu, Roy Suryo juga menunjukkan foto empat orang mahasiswa Trisakti. Keempatnya adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.

"Itulah mahasiswa mahasiswa 1998, Pahlawan Reformasi Nasional," ucap Roy.

Diketahui, presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada 15 Agustus 2005 lalu telah memberikan Bintang Jasa Pratama kepada Elang Mulia Lesmana bersama mahasiswa Trisakti lain yang meninggal dalam tragedi tersebut. Mereka dianggap Pahlawan Reformasi. 


Editor : Asep Supiandi

TAG : Pahlawan Reformasi roy suryo bandung

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Tragedi Trisakti 1998. ©REUTERS

JABAR | 12 Mei 2022 05:00 Reporter : Novi Fuji Astuti

Merdeka.com - Menjelang lengsernya Soeharto, telah terjadi aksi mahasiswa besar-besaran hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan tuntutan perubahan akan pemerintahan yang demokratis serta reformasi total. Demonstrasi mahasiswa itu ditangani dengan pola-pola represif, melalui pembubaran aksi-aksi demonstrasi mahasiswa, penembakan di luar proses hukum, maupun tindakan penganiayaan lainnya.

Dalam unjuk rasa yang dilakukan pada 12 Mei 1998 berakhir dengan kematian 4 mahasiswa Trisakti akibat penembakan aparat kepolisian dari satuan Brigade Mobile Polri maupun TNI yang berjaga. Tragedi Trisakti tersebut menimbulkan kerusuhan berikutnya yang utamanya terjadi di Medan, Jakarta dan Surakarta.

Dalam peristiwa tersebut, sasaran utama kerusuhan ini ialah orang-orang keturunan Tionghoa beserta aset-aset yang mereka miliki. Kerusuhan Jakarta selain terjadi di sekitar Jembatan Semanggi juga menyebar ke berbagai daerah Jabodetabek. Penjarahan tempat perbelanjaan umum, yaitu Matahari di daerah Jatinegara dan Plaza Yogya di Klender berakhir tragis dengan tiba-tiba dibarikade dan terbakar. Sebanyak 1.000 orang yang terperangkap di dalam akhirnya tewas terbakar hidup-hidup.

Berikut informasi lengkap mengenai 12 Mei 1998 yang telah dirangkum merdeka.com melalui repository.unair.ac.id pada Kamis, (12/05/2022).

2 dari 3 halaman

Pada Juli 1997, Kawasan Asia mengalami krisis finansial yang mempengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara di Asia. Setelah Korea Selatan dan Thailand, Indonesia termasuk negara yang terkena imbas paling parah. Krisis yang melanda Indonesia dikenal dengan istilah krisis moneter atau krismon. Dimana harga-harga bahan pokok naik, inflasi parah dalam sejarah Indonesia terjadi.

Situasi tersebut mengakibatkan berbagai persoalan yang telah lama dirasakan masyarakat menjadi muncul dan semakin kompleks. Salah satu yang nampak adalah mahasiswa turun ke jalan untuk mengecam kenaikan harga dan menuntut turunnya Presiden Soeharto yang sudah terlalu lama menjabat sebagai Kepala Negara karena pada pemilu 1997 Soeharto kembali terpilih dan menjadi Presiden RI untuk keenam kalinya.

Hingga awal tahun 1998 ekonomi Indonesia semakin memburuk, mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran ke Gedung DPR/MPR di Jakarta yang terjadi mulai 10 Maret 1998. Dalam unjuk rasa yang dilakukan pada 12 Mei 1998 berakhir dengan kematian 4 mahasiswa Trisakti yakni Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royadin dan Hendrawan Sie. Peristiwa penembakan oleh Brigade Mobile Polri dan TNI tersebutdikenal sebagai tragedi Trisakti.

3 dari 3 halaman

Keluarga korban yang mendesak negara untuk bertanggung jawab atas kasus ini harus berjuang keras menghadapi berbagai rintangan, baik yang bersifat politis maupun legalistis formal. Pengadilan Militer untuk kasus Trisakti yang digelar pada 1998 menjatuhkan putusan kepada 6 orang perwira pertama Polri.

Sementara pada 2002 pengadilan militer menjatuhkan hukuman kepada 9 orang anggota Gegana/Resimen II Korps Brimob Polri. Tahun 2003 pengadilan militer juga menggelar persidangan bagi pelaku penembakan pada peristiwa Semanggi II yang belum jelas hasilnya.

Pengadilan militer ini menimbulkan kekecewaan dari keluarga korban, karena hanya mengadili perwira bawahan dan tidak membawa pelaku penanggung jawab utama ke pengadilan. Selain itu, pengadilan militer yang digelar merupakan pengadilan yang bersifat internal. Desakan mahasiswa dan keluarga korban terus berlanjut, sehingga DPR membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II pada tahun 2000, yang bertugas melakukan pemantauan proses penyelesaian kasus tersebut.

Pada 2001, Pansus menyimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran berat dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II serta merekomendasikan penyelesaian melalui proses yang sedang berjalan di pengadilan umum atau pengadilan militer.Hasil itu juga mengecewakan keluarga korban. Pada akhirnya proses hukum yang berjalan mandeg dalam proses penyelidikan. Hal ini tentu saja mengecewakan keluarga korban.

Sementara pada 15 Agustus 2005 Presiden SBY menganugerahi tanda kehormatan Bintang Jasa Pratama kepada empat orang mahasiswa Trisakti yang meninggal dunia akibat tembakan aparat keamanan dalam persitwa Trisakti Mei 1998, berdasarkan keputusan Presiden Nomor 057 / TK/ 2005 tanggal 9 Agustus 2005. 

(mdk/nof)

Baca juga:
Setelah 23 Tahun, Reformasi Belum Selesai
Peristiwa 21 Mei: Tragedi Trisakti Lengserkan Pemerintahan Soeharto
Mahfud akan Temui Jaksa Agung-Komnas HAM Bahas Status Pelanggaran HAM Semanggi I & II
Peringati Kerusuhan Mei 98, Keluarga Korban Gelar Tabur Bunga di Mal Klender
Ibu Korban Berharap Kerusuhan Mei 1998 Jangan Pernah Terulang Kembali
Aktivis 98 Berziarah ke Makam Korban Tragedi Trisakti

Jakarta, IDN Times - Sudah 21 tahun berlalu, namun tragedi 1998 masih lekat dalam ingatan. Potret hitam yang menjadi titik awal era reformasi itu mengorbankan nyawa sejumlah generasi penerus bangsa.

Termasuk empat mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia Lesmana, mahasiswa Arsitektur, Hendriawan Sie dari Fakultas Ekonomi, Hafidhin Royan dari Teknik Sipil, dan Hery Hartanto dari Teknologi Industri. Mereka meregang nyawa akibat diterjang peluru saat melakukan aksi unjuk rasa pada 12 Mei 1998 silam.

Perjuangan mereka diabadikan sebagai sebuah nama jalan di Kampus Universitas Trisakti Nagrak, di Jalan KH Rafei-Alternatif Cibubur, Km 6, Kelurahan Ciangsana Kecamatan Gunung Putri, Bogor.

1. Elang Mulia Lesmana

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Trisakti picture

Elang Mulia Lesmana adalah Mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur, angkatan 1996. Putra pasangan Boy Bagus Yoganadita Rahman dan Hira Tetty Yoga ini dikenal sebagai sosok murah senyum.

Elang bukanlah aktor ataupun konseptor saat unjuk rasa. Saat rekan-rekannya menyampaikan suara dalam spanduk dan poster yang keras, Elang berani tampil beda. Dengan santai ia mangacung-acungkan poster bertuliskan: “Turunkan Harga Fotokopi dan Minyak Wangi!”.

“Saya ikhlas, Elang mati sebagai pejuang,” tutur Hira Tetty ketika mengantar kepergian anaknya ke liang lahat, dengan suara tertahan, 13 Mei 1998.

Firasat kepergian Elang sudah dirasakan oleh sang Ibu. Tiga hari sebelum lehernya tertembus peluru petugas keamanan, Elang yang saat itu masih berusia 19 tahun minta ibu untuk menemani tidur

“Elang telah tiada, perjuangan harus dilanjutkan,” kata Boy, sang ayah.

2. Hendriawan Lesmana

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Trisakti Picture

Hendriawan Lesmana merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi, angkatan 1996.

Pemuda yang lahir di Balikpapan, 3 Mei 1978 merupakan anak tunggal pasangan Hendriksie dan Karsiah.

Usai tamat SMU di 1996, Hendriawan meneruskan pendidikan di Universitas Trisakti dan tinggal bersama pamannya di Jakarta.

Hendriawan dikenal sebagai pencerita yang suka memberi permen dan pemain gitar.

Satu hari sebelum peristiwa nahas tersebut terjadi, Hendriksie menerima dua pucuk surat dari sang putra yang berisi permintaan uang juga menceritakan gerakan reformasi yang diperjuangkan mahasiswa Indonesia.

Selasa pagi, 12 Mei 1998, sang ayah langsung mentransfer sejumlah rupiah ke rekening Almarhum. Tapi uang itu belum sempat diambil, karena sore harinya Hendriawan meninggal akibat ditembak aparat. 

Baca Juga: Sepenggal Kisah Pilu Korban Kerusuhan 98 di Mal Klender

3. Hafidin Royan

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Trisakti Picture

Hafidin Royan merupakan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil, angkatan 1996. Pemuda yang lahir di Bandung, 28 September 1976, dikenal kalem dan taat beribadah. Di kampusnya, Royan dikenal dengan sebutan ustaz.

Anak keempat dari lima bersaudara pasangan Ir. Enus Yunus, pegawai Binamarga Pusat, dan Ir. Sunarmi, pegawai Puslitbang Pengairan, Jawa Barat ini juga dikenal suka becanda.

Sebagai aktivis, Royan tak pernah berada di garis depan, dan tak pula menyemburkan umpatan. Ia berhati-hati, dan sopan. “Dia hanya ikut-ikutan saja, sebagai solidaritas,” kata seorang temannya yang enggan disebut identitasnya.  

Tiga hari sebelum kepergiannya, Royan mengabarkan pada keluarga akan ke Bandung pada Rabu.

Ternyata benar. Di hari Rabu itu Royan datang ke Bandung, untuk dimakamkan di TPU Pasir Layung, yang berjarak 200 meter dari rumah duka di Gang Sirnagalih, Padasuka, Bandung. 

4. Hery Hartanto

Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Mahasiswa yang meninggal dalam peristiwa tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta
Trisakti picture

Hery Haryanto merupakan mahasiswa FakultasTeknik Mesin, angkatan 1995.

Pemuda berusia 21 tahun yang bertubuh gempal dengan tinggi 170 cm itu gugur setelah bagian tulang belakangnya tertembus peluru yang bersarang di dada bagian kiri.

Kematian Heri meninggalkan duka mendalam bagi kedua orangtuanya, Sjahrir Mulyo Utomo dan Lasmiati serta dua orang adik perempuannya. 

Sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Mesin, almarhum dikenal sebagai mahasiswa baik-baik. Ia tak dikenal sebagai aktivis suatu organisasi apa pun.

“Anak saya bukan perusuh, kenapa ditembak,” jerit sang ibu, Lasmiati ketika mengetahui anak sulungnya gugur tertembus peluru petugas keamanan. 

Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya.

Setelah berganti 5 presiden sesudah Soeharto, belum terungkap siapa yang harus bertanggung jawab atas kematian keempat mahasiswa ini.

Baca Juga: Reaksi Prabowo dan Wiranto soal Penembakan 4 Mahasiswa pada Mei 1998