Kenapa musik haram bagi umat Islam?

Bagaimana sebenarnya hukum musik menurut Islam? Perdebatan hukum musik apakah diharamkan atau diperbolehkan sampai saat ini, masih menjadi pro dan kontra di  kalangan umat Islam sendiri.  

Show

Sementara menurut Imam Nawawi, menghukumi musik itu haram. Sebab musik dianggap syiarnya orang fasik. Tetapi pendapat Imam Nawawi apabila dipanjanglebarkan lagi, bagaimana jika musik itu malah dapat dijadikan sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah dan Rasulullah, maka keharaman musik batal menurut hukum. 

Saat ini, musik diperdebatkan lagi ketika ada fenomena santri tutup telinga saat dengar musik karena dianggap dapat mengacaukan hafalan Alquran bagi mereka.

Hal ini pun mengundang podcaster nomer wahid, Deddy Corbuzer yang berbuntut dengan ajakan dari para santri untuk unsubscribe channel YouTube yang sudah mencapai 15,7 juta subscriber tersebut.

Bukan tanpa alasan, ajakan unsubsribe itu gara-gara Deddy Corbuzer berkomentar miringnya soal aksi tutup kuping santri penghafal Alquran tersebut.

Sebetulnya, kalau Anda faham dengan penjelasan Cak Nun beberapa tahun yang lalu terkait musik itu haram atau halal, sudah tak ada masalah lagi.  Tetapi barangkali ada yang lupa-lupa ingat, saya coba review terkait penjelasan Cak Nun.

Sebelum mempertanyakan musik itu halal atau haram, terlebih dahulu kita harus tahu unsur-unsur musik yang terdiri dari bunyi, nada, irama dan alat-alat musik. Apakah dari unsur-unsur musik itu ada yang dilarang?Jawabannya tentu tidak ada.

Lebih lanjut menurut Cak Nun, bahwa dalam memutuskan sebuah hukum, maka alat yang digunakan pertama kali adalah akal, pikiran, logika, analisa dan hati. Kemudian substansi dari hukum tersebut mengapa diharamkan, jika titik substansinya adalah lalai (melupakan Allah) dan menyekutukan Allah (musyrik). 

Ternyata persoalannya ada pada perilaku manusianya, yang melupakan Allah siapa, kamu? Kenapa musik yang diharamkan? Yang salah itu kamu bukan alatnya. Orang atau ulama yang mengaharamkan musik adalah orang yang tidak mampu melihat musik secara ruhani, tetapi hanya fisiknya saja.

Sementara menurut Gus Baha, ketika Alquran mulai menarik dikaji di Arab (Makkah-Madinah), Nadhor bin Harist mengimpor buku-buku dari Yunani, Romawi, Persia, yang buku-buku itu kalau sekarang ada, cerita fiktif dan macam-macam tujuannya untuk menandingi menariknya Alquran.

Jadi lahwal hadits menurut Imam Suyuthi tidak menyangkut musik. Akan tetapi ada ulama yang memaknai lakwal hadits itu musik dangdutan dan macam-macam, itu salah. Tetapi musik yang seronok itu haram, cuma qiyasnya begini saya ajari.

Mengimpor buku dari Persia itu supaya orang belajar buku itu, kemudian meninggalkan Alquran. Kemudian orang suka musik yang menghibur yang maksiat itu juga nanti mengakibatkan meninggalkan Alquran itu, termasuk waminas man yastari lahwal hadits. Hukumnya sama yang khilafnya ulama adalah asbabun nuzul. 

Alha yulhi ilhaa. Alhakumu nglalekna sira kabeh. Apa attakatsuru, ing akeh-akehan bondo dunya. Alha dari apa? Jika dengan alat musik digunakan untuk sholawatan. Inilah masalah bagi umat islam, maka kalau mengaji harus sampai tuntas.

Contoh gampang, orang yang mendengarkan Hadad Alwi, Sulis atau Opick. Kemudian memainkan alat musik seperti Marawis, lagu-lagu religi, kita tidak bisa mengaharamkan, alha dari apa?

Justru dengan musik semakin cinta terhadap kanjeng Nabi. Dengan musik, menjadikan bersholawat kepada Nabi dan menangis semakin dekat dengan Allah, tidak bisa hal seperti tersebut diharamkan. 

Walaupun Imam Nawawi berpendapat apabila ada pertanyaan bagaimana hukum memainkan gitar, organ tunggal yang penting diharamkan dulu, karena musik adalah syiar orang-orang fasiq, tetapi masih menyisakan pertanyaan dalam hati kecil ketika alat itu dimainkan untuk sholawatan.

Bahkan orang-orang tasawuf  menjadi dekat dengan Allah melalui sholawat dan musik. Dalam konteks seperti itu, musik disebut alha dari apa?

Terkait musik yang seronok, semua ulama bersepakat haram hukumnya. Tetapi untuk menghukumi musik secara universal karena terdiri dari beberapa unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, maka harus dilihat dari maksud dan tujuan bermusik.

Dalam hal ini, musik dapat diartikan lahwal hadits maupun alha. Apabila maksud dan tujuannya untuk meninggalkan atau menandingi Alquran. Atau lebih parahnya lagi dengan bermusik malah membuat diri menjadi lebih jauh dari keimanan dan ketaqwaan, hal ini sudah barang tentu semua ulama bersepakat akan mengharamkan musik.

JUNAEDI, esais Mbantul

Kenapa musik haram bagi umat Islam?

Harakah.id– Beberapa hari belakangan, sosial media diramaikan dengan pernyataan seorang mantan musisi yang telah berhijrah. Intinya, ia berpendapat bahwa musik adalah perkara yang haram didengarkan. Tanpa memilah-milah jenis musiknya.

Ketika Orang yang Berhijrah Mengharamkan Musik. Beberapa hari belakangan, sosial media diramaikan dengan pernyataan seorang mantan musisi yang telah berhijrah. Intinya, ia berpendapat bahwa musik adalah perkara yang haram didengarkan. Tanpa memilah-milah jenis musiknya.

Sejatinya, ini adalah pilihan si musisi. Tetapi, ada kesan bahwa pilihan tersebut adalah pilihan yang harus diambil oleh Muslim lain. Atau setidaknya, begitulah yang ditangkap sebagian orang. Hal ini sontak membuat perdebatan tentang hukum musik kembali bergema. Para pengkaji agama, pasti sudah memahami bahwa masalah ini adalah masalah yang sudah dibahas ribuan tahun lalu oleh para ahli hukum Islam. Baik dari kalangan sahabat, tabiin, para imam mazhab dan ulama-ulama setelahnya.

Perkara yang jelas masih diperselisihkan para ulama ini, kemudian diangkat oleh sebagian pihak dengan hanya mengangkat pendapat yang mengharamkan. Jika ini didasari disclaimer bahwa ini pendapat pribadi, agaknya tidak masalah. Namun, nyatanya orang-orang yang mengharamkan musik hari ini –yang notabene nya tergolong awam, secara mutlak tidak berfikir demikian. Menurut mereka, hukum musik sudah jelas haram sebagaimana disebutkan dalam hadis Shahih riwayat Al-Bukhari. Tanpa melihat adanya hadis lain yang menunjukkan sebaliknya.

Karena itu, agaknya perlu juga dihadirkan hadis-hadis yang menunjukkan kebolehan mendengarkan musik yang tidak mengandung perkara-perkara yang tidak diharamkan di dalamnya. Berikut adalah hadis-hadis bolehnya mendengarkan musik.

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ تُغَنِّيَانِ بِغِنَاءِ بُعَاثَ،  فَاضْطَجَعَ عَلَى الفِرَاشِ، وَحَوَّلَ وَجْهَهُ، وَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ، فَانْتَهَرَنِي وَقَالَ: مِزْمَارَةُ الشَّيْطَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَالَ: «دَعْهُمَا»، فَلَمَّا غَفَلَ غَمَزْتُهُمَا فَخَرَجَتَا , وَكَانَ يَوْمَ عِيدٍ، يَلْعَبُ السُّودَانُ بِالدَّرَقِ وَالحِرَابِ، فَإِمَّا سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِمَّا قَالَ: «تَشْتَهِينَ تَنْظُرِينَ؟» فَقُلْتُ: نَعَمْ، فَأَقَامَنِي وَرَاءَهُ، خَدِّي عَلَى خَدِّهِ، وَهُوَ يَقُولُ: «دُونَكُمْ يَا بَنِي أَرْفِدَةَ» حَتَّى إِذَا مَلِلْتُ، قَالَ: «حَسْبُكِ؟» قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: «فَاذْهَبِي» (خ)

Dari [‘Aisyah radliallahu ‘anha]; “Rasulullah SAW masuk menemuiku saat itu disisiku ada dua sahaya wanita yang sedang bersenandung dengan lagu-lagu (tentang perang) Bu’ats. Maka Beliau berbaring di atas tikar lalu memalingkan wajahnya. Kemudian masuk Abu Bakar lalu mencelaku dan berkata: Seruling-seruling syetan (kalian perdengarkan) di hadapan Rasulullah SAW? Maka Rasulullah SAW memandang kepada Abu Bakar dan berkata: “Biarkanlah keduanya”. Setelah Beliau tidak menghiraukan lagi, aku memberi isyarat kepada kedua sahaya tersebut lalu keduanya pergi. Saat Hari Raya ‘Ied, biasanya ada dua budak Sudan yang memperlihatkan kebolehannya mempermainkan tombak dan perisai. Maka adakalanya aku sendiri yang meminta kepada Nabi SAW atau Beliau yang menawarkan kepadaku: “Apakah kamu mau melihatnya? ‘ Maka aku jawab: “Ya, mau”. Maka Beliau menempatkan aku berdiri di belakang, Beliau dimana pipiku bertemu dengan pipi Beliau sambil Beliau berkata: “Teruskan hai Banu Arfadah”. Demikianlah seterusnya sampai aku merasa bosan lalu Beliau berkata: “Apakah kamu merasa sudah cukup?” Aku jawab: “Ya, sudah. Lalu Beliau berkata: “Kalau begitu pergilah”. (HR. Al-Bukhari)

عَنْ أَبِي الْحُسَيْنِ اسْمُهُ خَالِدٌ الْمَدَنِيُّ قَالَ كُنَّا بِالْمَدِينَةِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَالْجَوَارِي يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ وَيَتَغَنَّيْنَ فَدَخَلْنَا عَلَى الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ فَذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهَا فَقَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَبِيحَةَ عُرْسِي وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ يَتَغَنَّيَتَانِ وَتَنْدُبَانِ آبَائِي الَّذِينَ قُتِلُوا يَوْمَ بَدْرٍ وَتَقُولَانِ فِيمَا تَقُولَانِ وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ فَقَالَ أَمَّا هَذَا فَلَا تَقُولُوهُ مَا يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ إِلَّا اللَّهُ

Dari [Abu Al Husain] -namanya adalah Khalid Al Madani- ia berkata; “Pada hari Asyura kami berada di Madinah sementara para budak wanita memukul-mukul rebana dan bernyanyi. Kami lalu menemui [Ar Rubai’ binti Mu’awwidz] dan menyebutkan hal itu kepadanya, ia menjawab; “Di hari pernikahanku Rasulullah SAW masuk ke rumahku di saat hari masih pagi, sementara di sisiku ada dua orang budak wanita yang sedang memukul rebana dan bernyanyi memuji bapak-bapak kami yang gugur pada perang badar, hingga mereka mengucapkan apa yang mereka ucapkan, padahal di sisi kami ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Maka beliau pun bersabda: ‘Jangan kalian ucapkan, sebab tidak ada yang tahu apa yang terjadi di masa datang selain Allah.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam kedua hadis di atas, disebutkan Nabi SAW hadir dalam suasana yang di dalamnya diperdengarkan nyanyian dan alat musik. Nabi SAW tidak melarang para perempuan itu menyanyi dan memainkan alat musik. Dalam ilmu hadis, tindakan Nabi SAW tersebut disebut dengan Sunnah Taqririyyah. Nabi SAW tidak memerintahkan dan tidak pula melarang. Nabi SAW hanya diam di momen seperti itu. Seandainya bernyanyi dan memainkan alat musik haram, niscaya Nabi SAW mengucapkan sesuatu yang tegas untuk melarangnya. Karena itu, dapat dipahami bahwa Nabi SAW mengizinkan sebagian nyanyian dan alat musik.

Berdasarkan dua hadis di atas, dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW mengizinkan sebagian musik; nyanyian, lagu, lirik, dan alat musik. Hal ini tentu tidak seluruh jenis musik. Tetapi hanya musik-musik yang di dalamnya tidak bertentangan dengan syariat, seperti liriknya tidak mengajak kepada maksiat atau syirik, tidak ditampilkan dengan cara yang bertentangan dengan syariat, dan tidak disertai dengan konsumsi alkohol dan lainnya.

Demikian artikel berjudul “Ketika Orang yang Berhijrah Mengharamkan Musik, Ternyata Rasulullah SAW Membolehkan.” Semoga “Ketika Orang yang Berhijrah Mengharamkan Musik, Ternyata Rasulullah SAW Membolehkan, Ini Hadisnya” dapat menambah wawasan kita bersama. Menjadi penjelasan tambahan agar kita semakin bijak saat berhijrah.

Kenapa musik itu haram dalam Islam?

Mengandung Unsur Kemaksiatan Pertama, musik menjadi haram jika mengandung unsur kemungkaran maupun kemaksiatan. Ulama mempermasalahkan sisi kemaksiatan yang melekat pada musik tersebut sehingga musik pun menjadi haram. Bentuk kemaksiatan pada musik bisa ada di lirik atau alunan lagunya sendiri.

Apakah musik itu haram dalam Islam?

Beberapa ulama berpendapat bahwa hukum mendengarkan musik adalah mubah. Sebagian ulama bahkan menyatakan haram perihal mendengarkan musik. Tetapi sebagian ulama lainnya juga memperbolehkan atau tidak melarang seseorang untuk mendengarkan musik.

Apakah musik haram mutlak?

Kedua, mengenai musik, Nirwan memaparkan, memang ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak. Pendapat ini mengharamkan musik secara mutlak dan bagi mereka mendengar musik sudah masuk kategori dosa besar sehingga apa saja jenis musiknya itu haram.