Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut: Pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut pemihakan. Ia ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Juga lingkup bantuan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individu. Karena itu seperti telah disinggung di muka, pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien. Di samping itu kemitraan usaha antara kelompok tersebut dengan kelompok yang lebih maju harus terus-menerus di bina dan dipelihara secara sating menguntungkan dan memajukan. Di aras masyarakat akar rumput (masyarakat miskin) pendekatan masyarakat dapat dirangkum menjadi tiga daur hidup, yang disebut Tridaya, yaitu:
Strategi Dalam pemberdayaan Masyarakat
Metode Pemberdayaan Masyarakat 1. RRA (Rapid Rural Appraisal) RRA (Rapid Rural Appraisal) merupakan metode penilaian keadaan desa secara cepat, yang dalam praktek, kegiatan RRA lebih banyak dilakukan oleh “orang luar” dengan tanpa atau sedikit melibatkan masyarakat setempat. Meskipun sering dikatakan sebagai teknik penelitian yang “cepat dan kasar/kotor” tetapi RRA dinilai masih lebih baik dibanding teknik-teknik kuantitatif klasik. Metode RRA digunakan untuk pengumpulan informasi secara akurat dalam waktu yang terbatas ketika keputusan tentang pembangunan perdesaan harus diambil segera. Dewasa ini banyak program pembangunan yang dilaksanakan sebelum adanya kegiatan pengumpulan semua informasi di daerah sasaran. Konsekuensinya, banyak program pembangunan yang gagal atau tidak dapat diterima oleh kelompok sasaran meskipun program-program tersebut sudah direncanakan dan dipersiapkan secara matang, karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam penyusunan prioritas dan pemecahan masalahnya. Pada dasarnya, metode RRA merupakan proses belajar yang intensif untuk memahami kondisi perdesaan, dilakukan berulang-ulang, dan cepat. Untuk itu diperlukan cara kerja yang khas, seperti tim kerja kecil yang bersifat multidisiplin, menggunakan sejumlah metode, cara, dan pemilihan teknik yang khusus, untuk meningkatkan pengertian atau pemahaman terhadap kondisi perdesaan. Cara kerja tersebut tersebut dipusatkan pada pemahaman pada tingkat komunitas lokal yang digabungkan dengan pengetahuan ilmiah. Komunikasi dan kerjasama diantara masyarakat desa dan aparat perencana dan pelaksana pembangunan (development agent) adalah sangat penting, dalam kerangka untuk memahami masalah-masalah di perdesaan. Di samping itu, metoda RRA juga berguna dalam memonitor kecenderungan perubahan-perubahan di perdesaan untuk mengurangi ketidakpastian yang terjadi di lapangan dan mengusulkan penyelesaian masalah yang memungkinkan. Metode RRA menyajikan pengamatan yang dipercepat yang dilakukan oleh dua atau lebih pengamat atau peneliti, biasanya dengan latar belakang akademis yang berbeda. Metode ini bertujuan untuk menghasilkan pengamatan kualitatif bagi keperluan pembuat keputusan untuk menentukan perlu tidaknya penelitian tambahan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan. Metode RRA memiliki tiga konsep dasar yaitu; (a) perspektif sistem, (b) triangulasi dari pengumpulan data, dan (c) pengumpulan data dan analisis secara berulang-ulang (iterative). Sebagai suatu teknik penilaian, RRA menggabungkan beberapa teknik yang terdiri dari:
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam RRA, yaitu: a. Efektivitas dan efisiensi, kaitannya dengan biaya, waktu, dengan perolehan informasi yang dapat dipercaya yang dapat digunakan dibanding sekadar jumah dan ketepatan serta relevansi informasi yang dibutuhkan. b. Hindari bias, melalui: introspeksi, dengarkan, tanyakan secara berulang-ulang, tanyakan kepada kelompok termiskin. c. Triangulasi sumber informasi dan libatkan Tim Multi-disiplin untuk bertanya dalam beragam perspektif. d. Belajar dari dan bersama masyarakat. e. Belajar cepat melalui eksplorasi, cross-check dan jangan terpaku pada bekuan yang telah disiapkan. 2. PRA (Participatory Rural Appraisal) PRA merupakan penyempurnaan dari RRA. PRA dilakukan dengan lebih banyak melibatkan “orang dalam” yang terdiri dari semua stakeholders dengan difasilitasi oleh orang-luar yang lebih berfungsi sebagai narasumber atau fasilitator dibanding sebagai instruktur atau guru yang menggurui. PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak. Konsepsi dasar pandangan PRA adalah pendekatan yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metode PRA bertujuan menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksana program pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. Melalui PRA dilakukan kegiatan-kegiatan: a. Pemetaan-wilayah dan kegiatan yang terkait dengan topik penilaian keadaan. b. Analisis keadaan yang berupa: 1) Kedaan masa lalu, sekarang, dan kecenderungannya di masa depan. 2) Identifikasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alasan-alasan atau penyebabnya. 3) Identifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah. 4) Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman atau analisis strength, weakness, opportunity, and treat (SWOT) terhadap semua alternatif pemecahan masalah. c. Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang paling layak atau dapat diandalkan (dapat dilaksanakan, efisien, dan diterima oleh sistem sosialnya). d. Rincian tentang stakeholders dan peran yang diharapkan dari para pihak, serta jumlah dan sumber-sumber pembiayaan yang dapat diharapkan untuk melaksanakan program/ kegiatan yang akan diusulkan/ direkomendasikan. Alat-alat yang digunakan dalam metoda PRA serupa dengan yang digunakan dalam metode RRA, tetapi berbeda dalam tingkat partisipasi dari masyarakat desa dalam praktik di lapangan. Tidak seperti dalam RRA, masyarakat desa yang dilibatkan dalam PRA memainkan peran yang lebih besar dalam pengumpulan informasi, analisis data dan pengembangan intervensi seperti pada program-program pengembangan masyarakat yang didasarkan pada pengertian terhadap program secara keseluruhan. Proses ini akan memberdayakan masyarakat dan memberi kesempatan kepada mereka untuk melaksanakan kegiatan dalam memecahkan masalah mereka sendiri yang lebih baik dibanding dengan melalui intervensi dari luar. 3. Action Research Dari model-model pendekatan masyarakat yang telah diuraikan di atas, sungguhpun satu dan lainnya mengandung kelemahan dan kelebihan namun tidak mungkin meniadakan satu dari yang lain, keduanya akan saling mengisi. Dalam rangka program pengembangan masyarakat, salah satunya melalui suatu pendekatan Action Research (penelitian tindak), atau sering disebut participatory research (penelitian partisipatif). Pemilihan pendekatan ini berangkat dari suatu keyakinan bahwa komunitas suatu masyarakat mampu menyelesaikan masalah-masalah mereka. Dengan pendekatan ini, masyarakat dilibatkan dalam setiap proses dalam aksi pengembangan masyarakat. Peneliti luar mempunyai fungsi ganda sebagai pengamat terhadap proses sosial yang berjalan dan sekaligus masuk dalam system lokal. Untuk melakukan analisa dengan masyarakat peneliti bertumpu pada kegiatan “aksi-refleksi akasi”. Seluruh tindakan, pengetahuan dan pengalaman masyarakat merupakan realitas sosial yang dikaji/direfleksi kembali. Hasil refleksi berupa problem mereka. Pemahaman terhadap realitas sosial ini kemudian melahirkan “aksi-aksi pemecahan masalah” menurut cara mereka. Demikian seterusnya masyarakat akan melakukan refleksi kembali terhadap aksi-aksi yang mereka lakukan. Hasil refleksi yang kedua akan melahirkan realitas/masalah baru yang berlainan dengan masalah yang pertama. Oleh karena itu proses aksi refleksi bukanlah merupakan siklus (cyclus proses) karena masalah kedua sebenarnya berlainan dengan masalah pertama. Beberapa faktor yang melatarbelakangi dipilihnya pendekatan research dalam pengembangan masyarakat dapat dijelaskan sebagaiberikut :
|