Nasab Umar bin Khatab Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara beliau dengan Nabi pertemuan nasab di tingkat ke sembilan. lbu beliau bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau "kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua; dan memberi "laqab" (julukan) al Faruq. Pengangkatan sebagai Khalifah Berbeda dengan proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar terpilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang cukup panjang, hingga akhirnya ia terpilih sebagai khalifah yang sah. Sementara Umar Bin Khattab diangkat melalui penunjukan yang dilakukan khalifah Abu Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam sendiri.
Ketika Abu Bakar jatuh sakit pada musim panas tahun 634 M dan selama 15 hari tidak kunjung sembuh, ia memanggil para sahabat besar dan mengemukakan keinginannya. Beliau menginginkan sebelum meninggal, kekuasaan sudah berada ditangan pengganti yang benar.
"Apakah kalian akan menerima orang yang saya calonkan sebagai pengganti saya kelak? Saya bersumpah untuk melakukan yang terbaik dalam menentukan masalah ini. Karena itu saya melihat bahwa Umar Bin Khattab adalah orang yang paling tepat untuk menggantikan saya. Dengarkanlah saya dan ikuti keinginan saya". Kemudian massa yang berkumpul dirumahnya menjawab, "Kami telah mendengar khalifah dan kami semua akan menaati tuan".
Abu bakar tidak merubah keputusannya, ia membuat surat wasiat. yang menuliskan wasiat ini adalah Utsman bin Affan yang berbunyi : “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.” Ini adalah wasiat kepada kaum muslimin, dari saya Abu bakar saya telah mengangkat Umar sebagai kholifah setelahku untuk kalian maka dengarkanlah dan turuti dia. Saya membuat dia menjadi penguasa atas kalian semata-mata untuk kebaikan kalian. (Kitab Tarikh jilid 2 hlm 136).Setelah itu wasiat tersebut dibacakan di hadapan seluruh kaum muslimin dan mereka mengakuinya serta tunduk dan mematuhi wasiat tersebut. Tidak lama setelah proses penyaringan pendapat tersebut, khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin tangga1; 23 Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat pada hari Senin, setelah Maghrib dan dikuburkan pada malam itu juga, bertepatan pada tanggal 21 Jumadil Akhir tahun 13 H, Kemudian jenazahnya dishalatkan bersama-sama yang dipimpin oleh Umar Bin Khattab. Jenazah Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian dimakamkan di rumah Siti Aisyah berdampingan dengan makam Nabi Muhammad SAW.Dengan meninggalnya khalifah Abu Bakar, maka pemerintahan dipegang oleh khalifah baru yaitu Umar Bin Khattab.
Perpindahan kekuasaan ini terjadi karena Umar Bin
Khattab secara aklamasi telah mendapat persetujuan dari para sahabat besar dan
umat Islam lainnya, sehingga ketika Abu Bakar wafat maka secara otomatis
kepemimpinan itu jatuh ke tangan khalifah Umar Bin Khattab. Umar bin
al-Khaththab Umar bin al-Khaththab al-Faruq menggantikan seluruh tugas-tugasnya
dengan sebaik-baiknya sebagai Amirul Mukminin, Beliaulah yang pertama kali
menyebut dirinya dengan gelar Amirul Mukminin -orang yang pertama kali
memanggilnya dengan gelar tersebut adalah al-Mughirah bin Syu’bah dan ada yang
berpendapat bukan al-Mughirah tetapi orang lain.
Terlebih dahulu diundangnya Abrdurraman ibn ‘Auf dan berlangsung tinjau pendapat sebagai berikut : “Bagaimana pendapat anda tetang Umar?” “Dia itu, demi Allah, terlebih utama dari siapapun yang berada di dalam pemikiran anda. Cuma sikapnya keras.” “Hal itu disebabkan dia menampakku terlalu lembut. Jikalau pimpinan diserahkan kepadanya niscaya sikapnya itu akan berubah. Coba perhatikan, hai Abu Muhammad, jikalau aku marah kepada seseorang maka dia membela orang itu. Sebaliknya jikalau aku bersikap lunak terhadap seseorang maka dia sengaja bersikap keras terhdap orang itu. Nah, saya minta rundingan kita ini antara kita berdua saja buat sementara.”
“Baiklah.” “Bagaimana pendapat anda, hai Aba Abdillah, tentang Umar?” “Anda lebih arif dalam hal itu” “Benar, hai Aba Abdirrahman, tapi saya meminta pendapat anda.” “Pengetahuanku tetang Umar ialah hatinya baik sekalipun sikapnya tampak keras. Tiada seorangpun serupa dia dalam lingkungan kita.” “Baiklah, saya minta rundingan kita ini antara kita berdua saja buat sementara.” Berikutnya iapun mengundang Thulhah ibn Ubaidillah dan berlangsung tinjau pendapat dan tokoh ini menyatakan pendapatnya sebagai berikut : “Anda menunjuknya pengganti anda. Anda menyaksikan apa yang diperbuatnya terhadap orang banyak, sedangkan anda masih hidup. Apalagi jikalau sudah terpegang pimpinan seorang diri, dan anda berangkat ke dalam haribaan Tuhan. Sebaliknya anda tanyakan pendapat orang banyak.” Khalifah Abu Bakar saat itu tengah terbaring. Ia meminta didudukkan dan dibantu mendudukkannya oleh Thulhah, dan iapun berkata : “Apakah anda mengkhawatirkan tanggungjawabku terhadap Allah? Jikalau ajalku sampai dan Allah bertanyakan tanggungjawabku maka aku akan berkata :”aku telah menunjuk penggantiku, bagi kepentingan hamba-Mu, seseorang yang terbaik dari hamba-Mu itu.” Pada hari berikutnya, sesuai dengan anjuran Thulhah ibn Ubaidillah, iapun mengundang orang banyak. Ia didudukkan oleh isterinya Asmak binti ‘Umais dan berada dalam pelukannya. Pembicaraan khalifah Abu Bakar singkat di antara lainnya berbunyi :
“Sudilah
mengemukakan pendapat kamu semuanya mengenai orang yang akan aku tunjuk untuk
penggantiku. Demi Allah, penunjukkan itu bukan tanpa memikirkannya
sungguh-sungguh dan bukan pula aku menunjuk lingkungan keluargaku. Aku menunjuk
penggantiku itu Umar ibn Khatthab. Sudilah menerimanya dan mematuhinya.” Abu Abdillah Muhammad Al-Waqidi (130-207H/747-822M), ahli sejarah terkenal itu, di dalam karyanya Al-Maghazi mencatat bahwa Khalifah Abu Bakar, setelah dibawa masuk kembali dan dibaringkan, mengundang Utsman ibn ‘Affan dan memintanya menuliskan Amanatnya berbunyi :”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah perjanjian yang diikat Abu Bakar ibn Abi Kahafah terhadap kaum Muslimin. Adapun kemudian ......”
Ia
mendiktekannya berupa kata demi kata, akan tetapi sampai di situ, iapun tak
sadarkan dirinya. Utsman melanjutkan bunyi amanat itu berbunyi :”adapun
kemudian, aku menunjuk Umar ibn Khatthab untuk penggantiku, dan hal itu untuk
kebaikan semuanya.”
“Benar” Ia pun mengundang Umar ibn Khatthab, dan menyampaikan amanatnya, yang amat tercatat dalam sejarah, berbunyi : “Hai Umar ibn Khatthab : Allah memikulkan tanggungjawab pada malam hari dan jangan tangguhkan kepada siang hari, Allah memikulkan tanggungjawab pada siang hari dan jangan tangguhkan kepada malam hari.” “Allah akan menerima amal sunat sebelum amal fardhu dilaksanakan. Bukankah anda tahu, hai Umar, bahwa daun neraca seseorang itu akan berat pada Hari Kemudian disebabkan melaksanakan Kebenaran. Bukankah anda tahu, hai Umar, bahwa daun neraca seseorang itu akan ringan pada Hari Kemudian disebabkan membela Kepalsuan.” “Bukankah anda saksikan, hai Umar, Bahwa ayat-ayat Sukaria itu senantiasa didampingi ayat-ayat Ancaman, dan ayat-ayat Ancaman itu senantiasa didampingi ayat-ayat Sukaria. Tujuannya suapaya manusia itu gembira disertai gentar. Bergembira dengan penuh harap akan tetapi bukan terhdap hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah, hingga akan tidak gentar menghadap Allah kelak.” “Bukankah anda saksikan, hai Umar, bahwa Allah bercerita tentang penderitaan penduduk Neraka. Jika anda mengingatnya maka ucapkanlah di dalam diri : janganlah aku termasuk pihak itu.” “Bukankah anda saksikan, hai Umar, bahwa Allah bercerita tentang kebahagiaan penduduk Sorga. Jikalau anda mengingatnya maka ucapkanlah di dalam diri : aku akan beramal seperti amal mereka itu.”
“Itulah
amanatku kepada anda. Jikalau anda memperpegangi amanatku itu maka
mudah-mudahan anda akan tidak lebih mencintai yang tak tampak daripada yang
tampak.” Page 2 |