Ikatan persaudaraan antara umat islam dengan kaum yahudi yang tinggal di madinah disebut

Piagam Madinah  ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku suku dan kaum kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun 622 M. Dokumen tersebut disusun sejelas jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak hak dan kewajiban kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas komunitas lain di Madinah, sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

tirto.id - Kepindahan Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah disebut hijrah, yang berarti ‘emigrasi’. Ini menjadi titik balik sejarah Islam awal dan kini digunakan sebagai permulaan kalender Islam. Kaum Mukmin tidak lagi menjadi kelompok terpinggirkan dan Rasulullah SAW juga tidak terasingkan secara sosial. Serangkaian teladan dari Nabi Muhammad selama sepuluh tahun di Madinah akan menginspirasi ratusan tahun kehidupan politik, tatanan sosial, dan ekonomi Islam.

Menurut Firas Alkhateeb dalam Sejarah Islam yang Hilang: Menelusuri Kembali Kejayaan Muslim pada Masa Lalu (2016), yang paling utama dalam kehidupan Nabi Muhammad di Madinah adalah soal perpaduan baru antara emigran dari Mekkah (Muhajirin) dan penduduk asli Madinah (Ansar).

Kaum Muhajirin bukanlah unit kohesif tunggal. Tak ada satu pun klan di Mekkah yang semua anggotanya menjadi Mukmin, maka komunitas emigran terdiri atas kelompok yang beragam, tanpa perlindungan dari klan atau suku. Sebaliknya, kaum Ansar berasal dari suku Aws atau Khazraj, yang terlibat peperangan di oasis itu. Lebih jauh, banyak orang yang tidak tergolong kelompok apa pun, yaitu imigran dari Afrika, Persia, dan Kerajaan Byzantium (hlm. 24).

Salah satu pertanyaan besar bagi kebanyakan Mukmin adalah ke mana loyalitas harus ditumpukan?

Untuk itu, Muhammad mendedahkan bahwa gagasan tua pra-Islam soal kesetiaan sudah usang. Sebagai gantinya, diajukan arti penting kesetiaan kepada negeri Mu’minun. Dalam pandangan Muhammad, tidak peduli apakah seorang Umat Beriman berasal dari Quraisy, Aws, Khazraj, atau bahkan suku Yahudi. Begitu memeluk Islam, mereka menjadi bagian komunitas persaudaraan baru yang berdasarkan keyakinan bersama, bukan keturunan.

Ikatan persaudaraan antara umat islam dengan kaum yahudi yang tinggal di madinah disebut

Tata politik dan sosial baru di Madinah dikodifikasi dalam naskah yang disebut Piagam Madinah, yang disepakati pada 12 Ramadan tahun 1 Hijriah. Piagam ini memerinci bahwa di bawah otoritas Nabi, Madinah akan menjadi negara berdasarkan hukum Islam. Mu’minun akan menjadi satu unit politik. Lebih jauh, Rasulullah SAW berperan sebagai penengah utama.

Hukum Arab kuno yang menghargai pembalasan atas ketidakadilan dihilangkan untuk mendukung sistem hukum terstruktur berdasarkan hukum Islam. Piagam ini memberikan kebebasan kepada kaum Yahudi untuk menjalankan agamanya, tetapi mereka harus mengakui otoritas politik Muhammad di kota ini dan bergabung dalam kelompok pertahanan bersama, apabila ada serangan dari Quraisy.

Bentuk wahyu yang turun pun berubah untuk menyesuaikan dengan keadaan komunitas Umat Beriman. Ayat-ayat dan surat yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah di Madinah cenderung lebih panjang ketimbang di Mekkah. Wahyu yang turun di Madinah biasanya memerinci pelbagai hal, seperti bentuk peribadatan, perpajakan, warisan, serta hubungan antara Muslim dan non-Muslim.

Ikatan persaudaraan antara umat islam dengan kaum yahudi yang tinggal di madinah disebut

Menengahi Konflik dengan Kaum Yahudi

Alquran memberikan panduan umum tentang bagaimana Mukmin harus bersikap dan bila perlu Nabi Muhammad menjelaskan secara terperinci serta tepat. Namun, Alquran tidak hanya menyoroti aspek hukum dan peranan sosial. Banyak ayat yang turun di Madinah meneroka kisah-kisah nabi terdahulu. Cerita tentang Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, dan Isa, semuanya diterangkan secara detail kepada pengikut Nabi Muhammad.

Dengan kata lain, ayat-ayat itu hendak menjelaskan bahwa Muhammad adalah nabi terakhir dari serangkaian panjang nabi-nabi sebelumnya dan pesan monoteisme yang dibawanya tak berbeda dari nabi-nabi terdahulu.

Banyak dari kisah itu yang ditujukan kepada kaum Yahudi di Madinah. Di permukaan mereka memiliki banyak kesamaan dengan kaum Mukmin. Kedua kaum itu sama-sama menganut monoteisme. Keduanya menghormati nabi yang sama. Dan, pada awal kenabian, keduanya beribadah menghadap Yerusalem. Akibatnya, beberapa orang Yahudi di Madinah menerima Muhammad sebagai nabinya dan masuk Islam.

Kitab suci Yahudi menjelaskan ihwal Messiah dan, bagi mereka, Nabi Muhammad-lah manusia yang dijanjikan. Akan tetapi, banyak pula yang menolaknya. Pesan tentang kesetaraan dan persatuan seluruh umat Muslim tanpa memperhatikan etnisitas berbenturan dengan kepercayaan kaum Yahudi sebagai "umat yang terpilih".

Sebagian orang mungkin meyakini kenabian Muhammad, tetapi kenyataan bahwa dia bukan seorang Yahudi menjadi problematik bagi mereka yang menganut teologi Yahudi dengan tegas. Perpecahan antara kaum Yahudi yang meyakini dirinya bangsa terpilih oleh Tuhan dan kaum Muslim yang mendukung persatuan umat manusia akan menimbulkan ketegangan serius di dua kelompok ini.

Dalam konteks itulah Piagam Madinah menemukan fungsinya yang paling hakiki.

================

Sepanjang Ramadan, redaksi menampilkan artikel-artikel tentang peristiwa dalam sejarah Islam dan dunia yang terjadi pada bulan suci kaum Muslim ini. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Kronik Ramadan". Kontributor kami, Muhammad Iqbal, sejarawan dan pengajar IAIN Palangkaraya, mengampu rubrik ini selama satu bulan penuh.

Baca juga artikel terkait KRONIK RAMADAN atau tulisan menarik lainnya Muhammad Iqbal
(tirto.id - ibl/ivn)


Penulis: Muhammad Iqbal
Editor: Ivan Aulia Ahsan

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

tirto.id - Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, atau saat kota terakhir masih bernama Yatsrib, di sana terdapat 2 kabilah besar yang saling bertikai ratusan tahun lamanya.

Dua kabilah besar di Yatsrib tersebut adalah kabilah Aus dengan sekutu Yahudi bani Quraizhah dan kabilah Khazraj dengan sekutu Yahudi bani Nadhir.

Tercatat sekitar 120 tahun dua kabilah tersebut bertikai. Kendati demikian, kedua kabilah tersebut sebenarnya merindukan perdamaian, tetapi tidak menemukan sosok yang menyatukan mereka.

Akibat perseteruan 2 kelompok suku di Yatsrib itu, setidaknya telah terjadi 4 perang besar, yaitu perang Sumir, perang Ka’b, perang Hathib, dan perang Bu’ats. Ratusan korban sudah berjatuhan dari kedua belah pihak.

Oleh sebab itu, sejak 2 tahun sebelum hijrah (620 Masehi), Nabi Muhammad SAW sering dihubungi oleh beberapa tokoh dari Yatsrib, baik asal kabilah Aus dan Khazraj. Meski Nabi Muhammad SAW memiliki banyak musuh di Makkah, ia tetap terkenal atas reputasinya sebagai Al-Amin, orang yang jujur dan terpercaya, serta pernah menyelesaikan perselisihan terkait peletakan Hajar Aswad saat pemugaran Ka'bah.

Ikatan persaudaraan antara umat islam dengan kaum yahudi yang tinggal di madinah disebut

Baca juga: Maulid Nabi, Tahun Gajah, dan Wabah Cacar yang Menggagalkan Abrahah

Para pemuka kabilah di Yatsrib menyadari bahwa keadaan sosial politik di kota itu mengalami krisis sehingga membutuhkan seorang hakam atau arbitrator yang mampu menyelesaikan sengketa dua suku besar. Dan, mereka lantas sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang layak dan kapabel untuk menjadi sang arbitrator guna menyelesaikan konflik tersebut.

Pada saat bersamaan, perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah juga mengalami jalan buntu. Maka itu, Rasulullah SAW mengajak kaum muslim di Makkah, yang masih berjumlah sedikit untuk hijrah menuju Yatsrib. Tentu dengan harapan, dakwah Islam disambut lebih baik oleh warga kota tersebut.

Lantas, pada 622 Masehi atau tahun pertama hijriah, Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian dengan pelbagai kalangan yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama di Yatsrib, yang dikenal dengan sebutan Piagam Madinah, demikian seperti dilansir dari NU Online.

Baca juga: Sejarah Kisah Hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah

Piagam Madinah berisi pernyataan bahwa para warga muslim dan non-muslim di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta non-muslim lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan.

Dalam Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi Muhammad SAW tersebut, terdapat 47 pasal yang mengatur sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan pertahanan.

Apa saja isi Piagam Madinah? Dalam kitab Siratun Nabi (Hlm. 119-133) yang dilansir laman Elsam, Abu Muhammad Abdul Malik atau Ibnu Hisyam menulis bahwa isi Piagam Madinah adalah sebagai berikut.

PIAGAM MADINAH

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, untuk kalangan mukminin dan muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.

Pasal 2

Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3

Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4

Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 5

Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 6

Bani Jusyam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7

Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 8

Bani ‘Amr bin ‘Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 9

Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 10

Bani Al ‘Aus sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11

Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang tebusan darah.

Pasal 12

Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13

Orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang di antara mereka yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Pasal 14

Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman.

Pasal 15

Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.

Pasal 16

Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Pasal 17

Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18

Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu-membahu satu sama lain.

Pasal 19

Orang-orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20

Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21

Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22

Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23

Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW.

Pasal 24

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 25

Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.

Pasal 26

Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 27

Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 28

Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 29

Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 30

Kaum Yahudi Bani Al ‘Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 31

Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 32

Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 33

Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.

Pasal 34

Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).

Pasal 35

Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36

Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.

Pasal 37

Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 39

Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40

Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42

Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44

Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah).

Pasal 45

Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya.

Pasal 46

Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 47

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah.

Baca juga: Piagam Madinah dan Upaya Menyelesaikan Sengketa dengan Orang Yahudi

Baca juga artikel terkait SEJARAH ISLAM atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates